• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sketsa sketsa sketsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sketsa sketsa sketsa"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Sketsa merupakan gambaran atau lukisan pendahuluan yang kasar ringan, semata-mata garis besar atau belum selesai.kadang kala hanya digunakan sebagai pengingat-ingat saja. Dalam penerapannya biasanya dipakai sebagai catatan singkat tanpa bagian-bagian kecil yang mengemukakan gagasan tertentu. Jika ditarik sebuah kesimpulan secara umum merupakan rencana kasar seperti permainan ringan, mirip dengan musik ataupun artikel.

sketsa sendiri akan dipakai sebagai dasar untuk membuat sebuah rancangan dari film animasi, maka dari itu seorang animator memang harus memiliki pengetahuan yang lebih dalam hal sketsa sehingga bisa membantu untuk mencipatakan hasil karyanya.

Sketsa atau sket (sketch) secara umum dikenal sebagai bagan atau rencana bagi sebuah lukisan. Dalam pengertian itu, sketsa lebih merupakan gambar kasar, bersifat sementara, baik diatas kertas maupun diatas kanvas, dengan tujuan untuk dikerjakan lebih lanjut sebagai lukisan. Mengingat sederhana penampilannya, sketsa lebih merupakan “persiapan” dari lukisan yang akan datang, demikian tulis Putu Wijaya.

Menurut Meyers (1969) sketsa merupakan gambar catatan. Ia membedakannya dengan gambar karya lengkap dan gambar karya studi. Dalam karya studi, gambar merupakan eksplorasi teknis atau bentuk untuk penyelesaian lukisan, patung, dan lain-lain. Biasanya penggambarannya menyoroti rincian dari bagian-bagian tertentu, misalnya anatomi kepala, tangan atau bahu, draperi, dan sebagainya dalam mempelajari bentuk orang. Gambar semacam ini misalnya, dikerjakan oleh Leonardo da Vinci (1452-1519) dan Michaelangelo (1475-1564).

Gambar karya lengkap merupakan karya final, gambar sebagai karya jadi. Sebagai ungkapan dalam bentuk gambar, ia berfungsi sebagai sarana komunikasi, mendeskripsikan dan

menjelaskan objek-objek secara visual, sebagaimana karya ilustrasi visual, gambar karya lengkap berdiri sendiri sebagai karya yang selesai, seperti karya-karya lukis atau patung.

Dalam sketsa, kata Meyers, terdapat keinginan pembuatnya untuk merekam kejadian atau objek yang dilihat sebagai momen yang menarik perhatian penggambarnya. Sketsa mungkin dibuat untuk memenuhi kebutuhan sebagai latihan, main-main, atau semacam ungkapan pribadi. Dalam hal yang terakhir, karya skets dipandang setara dengan lukisan. Oleh karenanya, Agus

Dermawan ketika mengomentari sketsa-sketsa karya Ipe Ma’roef (1938) seorang empu sketsa Indonesia mengungkapkan sebagai lukisan garis. Ungkapan ini sekaligus menegaskan, bahwa garis perannya amat menonjol dalam sebuah sketsa.

Meski bagi Fajar Sidik (1981) garis atau penggarisan merupakan unsure yang paling menonjol hakiki dalam seni lukis, namun pada dasarnya terdapat perbedaan antara sketsa dengan lukisan, ada ungkapan yang menarik yang disampaikan oleh Kusnadi, seorang seniman dan kritikus seni rupa. Sketsa ibarat gesekan biola tunggal, sedangkan lukisan merupakan sebuah orkes yang lengkap. Ungkapan ini menyatakan dua hal, pertama, sketsa seagai ungkapan estetis dihadirkan secara sangat sederhan karena menggunakan garis secara hemat dan selektif. Umumnya sketsa dikerjakan dengan cepat dan secara spontan. Jika sketsa dibangun oleh unsur-unsur garis sebagai medium utamanya, lukisan merupakan ungkapan lengkap, dalam arti penyajiannya dibangun dengan menggunakan unsur-unsur lain, seperti tekstur, kedalaman/ruang, gelap-terang, dan warna disamping unsur garis. Bahkan dalam lukisan, unsure warna menjadi penting sebagai

(2)

unsur tambahannya (Schinneller,1966).

Kedua, baik sketsa maupun lukisan merupakan ungkapan artistik yang bersifat pribadi. Aspek ungkapan yang bersifat pribadi ini lebih penting daripada aspek lain yang bersifat informatif-naratif. Melalui sketsa, pembuatnya dapat mengungkapkan pengalaman yang bersifat pribadi dengan total. Sebagaimana gesekan biola yang mendayu mengiris kalbu, sketsa dapat

menggetarkan perasaan orang yang melihatnya, sama halnya dengan sebuah lukisan. Jadi, sketsa bukan lagi sebagai bagian dari perencanaan sebuah lukisan, melainkan memiliki otonomi sendiri, berdiri sejajar dengan lukisan. Dengan demikian, sikap berkarya sketsa sama dengan ketika akan berkarya lukisan. Ingat saja karya-karya Vincent van Gogh (1853-1890), pelukis ekspresionis belanda itu.

Semasa hidupnya yang pendek, ia telah menyelesaikan kira-kira 3000 sketsa disamping 800 lukisancat minyak. Baginya sikap membuat gambar atau sketsa sama dengan sikap membuat lukisan. Perasaan dan emosi sangat memegang peranan. Begitulah karya-karya sketsanya sebagai gambar ekspresif. Dari sisi intensitas ekspresivitas, sejumlah karya sketsa beberapa pelukis bahkan tampil lebih kuat dan menarik, meski hanya berupa goresan-goresan hitam putih atau sebagai gambar rencana lukisan sekalipun. Sketsa karya Poussin (1593-1665) yang berjudul “Massaere of the Innocents” misalnya, rasanya lebih menarik daripada lukisannya dengan judul yang sama. Daya tarik dan kekuatan-kekuatan serupa juga dapat dijumpai pada karya-karya sketsa pelukis Delacroix (1798-1863), Tiepolo (1690-1770), bahkan juga pada sketsa karya Auguste Rodin (1840-1917) dan Henry Moore(1898-1986) pematung kenamaan itu.

II. Sebagaiman halnya dengan karya lukisan, sketsa memiliki keragaman tema, gaya dan teknik pengungkapannya. Perbedaan yang mencolok hanyalah pada medium pengucapannya.

Mengenai tema, sketsa lebih banyak dikaitkan dengan subjek yang diangkat dari penggarapan objek-objek out door, mengingat orang pada kaum impresionis di abad XIX dengan out door paintingnya itu. Dalam hal ini, pemandangan diluar seperti kebun, lading, jalan-jalan,

perkampungan padat, keramaian kota, bangunan-bangunan, dan kesibukan-kesibukan orang di pasar, merupakan objek-objek menarik yang menggugah penggambar atau pelukis untuk membuat sketsa melalui pengalaman melihat langsung. Rupanya kontak langsung melalui pengamatan untuk mendapatkan impresi dan mengembangkan imaji menjadi bagian penting dari proses penciptaan dan pemilihan tema dalam sketsa. Itulah sebabnya sketsa dipandang sebagai rekaman atas objek atau peristiwa yang menarik perhatian penggambarnya. Dengan proses kerja seperti itu, tentulah banyak diperoleh keuntungan. Antara lain mempertajam pengamatan, meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengkoordinasikan antara hasil pengamatan dengan keterampilan tangan. Di lembaga-lembaga pendidikan seni, sketsa masih dipercaya sebagai latihan-latihan yang wajib dilakukan bagi mahasiswa dalam rangka menumbuhkan dan mengkukuhkan keprofesionalannya.

Dalam perkembangannya, sketsa kemudian tidak hanya menampilkan objek-objek nyata yang kasat mata dan dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, melainkan terjadi perkembangan tema-tema sketsa. Munculah tema sketsa yang lebih merupakan pernyataan imaji, impian, kesan-kesan, dan pikiran-pikiran penciptanya dan lebih abstrak. Sketsa pelukis Nashar (1928- )

(3)

misalnya, yang dipamerkan di Jakarta tahun 1976, dipandang Putu Wijaya telah membebaskan garis sebagai batas dari wadag. Garis tersebut telah dibiarkan hidup sebagai garis, menjadi

wadag itu sendiri dalam kubungannya dengan kesan-kesan yang diperoleh batin pelukisnya. Atau dapat saja kesan-kesan dalam pelukis Oesman Effendi yang amat subjektif atas apa yang

diamatinya itu, mewujudkan sketsa-sketsa yang hilang sosoknya dan berubah menjadi permainan irama garis. Tudi Isbandi ( 1937- ) pelukis asal Surabaya, pernah membuat sketsa berjudul “kali mas” dan yang tinggal dalam karyanya hanyalah berupa garis-garis seperti kawat namun sangat esensial, sehingga menjadi abstrak. Pelopor lukisan abstrak Indonesia, Fajar Sidik (1930- ) membuat sketsa-sketsanya terbebas dari kenyataan visual dan bergaya abstrak.

Mengenai gaya sketsa, hamper penciptanya mengembangkan gaya pribadi masing-masing sesuai dengan cita rasa dan tanggapannya atas lingkungan. Tetapi sebagai kecenderungan cara dan corak ungkapan karya, barangkali dapat dikelompokkan menjadi beberapa saja.

Untuk menyebut kecenderungan yang berkembang disekitar kita, aganya dapat dikelompokkan menjadi sketsa yang bercorak figurative, baik yang realis, ekspresionis, maupun dekoratif kemudian corak surealistis-imajinatif dan corak abstrak.

Ipe Ma’roef dan kebanyakan pelukis sketsa, karya-karyanya dapat dikelompokkan ke dalam sketsa figurative-realistis. Corak figuratif-realistis meski dimanifestasikan dengan garis yang sederhanadan hemat, secara keseluruhan menunjukkan hasil pengamatan yang cermat atas objek nyata dan masih setia pada proporsi, anatomi, dan gejala perspektig sebagaimana yang diberikan oleh alam atau kenyataan visual.

Jika karya-karya sketsa Ipe kebanyakan termasuk corak figurative-realistis, sketsa-sketsa Affandi (1907-1988), Nyoman Sunarso (1944- ) dan suwaji (1942- ) merupakan contoh sketsa

figurative ekspresifistis. Pada corak sketsa ini didorong oleh gejolak emosi dan spontanitas yang kuat, sosok atau bentuk-bentuk yang digambarkan mengalami pendistorsian. Tubuh orang, misalnya dibuat meliuk-liuk mengikuti irama dan getaran emosi sehingga mengesampingkan proporsi yang wajar. Pelukis Widayat (1923- ) membuat sketsa figurative-dekoratif dan

surealistis-dekoratif kegemarannya melakukan stilisasi dan gubahan-gubahan ornamentik dalam lukisannya, menampak pula pada karya sketsanya.

Sketsa surealistis yang naïf kekanak-kanakan, yang menggambarkan alam bawah sadar dan penuh khayalan serta terasa absurd dapat dilihat pada karya pelukis muda Eddie hara (1957- ). Jika Nashar dan Oesman effendi membuat sketsa-sketsa semi abstrak, Fajar Sidik dan beberapa perupa muda membuat sketsa abstrak murni. Sketsa fajar Sidik berupa pola-pola bidang organis yang tertata secara ritmis, menginatkan pada lukisannya “Dinamika Keruangan” yang menjadi gayanya yang khas.

Dalam perjalanannya, dilihat dari segi teknik, sketsa belum seanekaragam lukisan. Barangkali karena pada sketsa, penggambarannya melalui mengandalkan garis sebagai medium

pengucapannya. Soal garis, Read pernah bilang bahwa garis merupakan sarana yang paling singkat dan abstrak untuk melukiskan mutu objek.

(4)

arsir dan garis-garis silang, misalnya unsure warna, dapat saja dihadirkan dalam karya sketsa. Tetapi pada dasarnya warna garislah yang lebih berbicara. Justru penyajian hitam-putih merupakan kekuatan sketsa.

Membicarakan soal teknik tak dapat dilepaskan dari penggunaan bahan, alat, serta proses penyajian karya. Bahan dan alat yang sering disebut media, dalam penciptaan sketsa biasanya pensil dan arang serta media kering lainnya, dan tinta, yang menggunakan kuas, pena atau alat lain sebagai media basah. Pensil dan arang merupakan media yang fleksibel serta dapat

menghasilkan jejak-jejak yang cukup bervariasi. Namun kecuali mudah terhapus, umunya nilai kepekatannya kurang.

Penggunaan media basah dalam sketsa menampilkan goresan yang pekat, jelas, dan memiliki kemungkinan untuk divariasikan pula penggunaannya. Adakalanya kepekatan garis-garis dipadukan dengan cara bilas, yaitu membasahi atau menyapukan kuas basah dengan air. Cara demikian, dapat memperoleh objek efek khusus dan variasi nada atau nilai gelap terang, karena goresan tinta menjadi luntur dan mengembang. Tetapi upaya-upaya ini dalam sketsa dilakukan tidak untuk kepentingan membuat rincian yang berlebihan, sketsa yang baik haruslah tetap sumir dan menghindari penyajian rincian yang kurang esensial.

Bagaimanapun, garis merupakan unsure rupa yang fundamental dan potensial dalam karya sketsa, ia tidak semata membentukl kontur. Potensi lain dari garis ialah kemampuannya mengekspresikan gerakan-gerakan, ruang atau kedalaman, dan mengesankan massa bentuk, potensi-potensi inilah yang harus dikuasai oleh pembuat sketsa beserta pemilihan dan pemanfaatan media dalam mencapai nilai-nilai artistic karya.

Terdapat dua pendekatan dalam menggunakan garis sebagai medium ungkapan sketsa. Pertama, pendekatan kontur dan yang kedua pendekatan gestur.

Pada pendekatan kontur, sketsa dihadirkan dengan garis-garis tunggal seakan tak terputus,

sebagai batas yang mengelilingibentuk subjek-subjeknya, tanpa harus kehilangan spontanitasnya. Garis-garis yang dikerjakan secara free-hand itu, tampak eksplesit, tajam dan presisi. Tak ada garis yang salah. Tak ada garis yang diulang dan berlebihan, apalagi arsir dalam sketsa itu. Picasso (1881-1973), Henri Matisse menciptakan sketsa dengan cara ini. Meski garis-garis mereka dibuat dengan tarikan sekali jadi dan dengan ketebalan yang sama, dengan susunan tertentu dan pemenggalan-pemenggalan kontur ditempat-tempat yang pas, dapat dihadirkan kesan ruang dalam sketsanya. Pengaturan bagian-bagian yang kosong menjadi penting dalam menyatakan kesan ruang. Demikianlah, tarikan garis sekali jadi amat menentukan dalam sebuah sketsa. Ipe mengibaratkan sketsa sebagai teater. sekali pemain muncul di panggung, tak ada kesempatan untuk meralat kekeliruan, lain dengan dunia film yang diibaratkan melukis dengan cat minyak.

Pada pendekatan gestur, sketsa dibentuk oleh garis-garis yang dihadirkan dengan gesekan-gesekan tangan secara kontinyu sepanjang proses penciptaan. Dengan cara ini, bentuk sketsa lebih merupak impresi tetapi mencitrakan gerak bentuk menjadi mengabur, karena dibangun oleh garis riuh bertindihan dan liar, sejalan dengan reaksi emosi yang bergelora ketika

(5)

garis tunggal, pada pendekatan kontur gesture disugestikan dengan garis-garis jamak. Pelukis-pelukis seperti Vincent van Gogh, daumier (1808-1879) atau Affandi membuat sketsa dengan pendekatan gestur, baik pendekatan kontur maupun gestur, proses penggarapan sketsa dilakukan dengan teknik langsung (direct method0, dalam arti dikerjakan sekali jadi tanpa melalui tahapan-tahapan. Oleh karena itu waktu pengerjaannya berjalan dengan singkat, tetapi dengan segenap jiwa yang intens dan total.

III. Demikian, sebagai bentuk ungkapan pengalaman estetis, sketsa memiliki karakteristik kegarisan, sumir, esensial, dikerjakan secara langsung dan spontan dalam waktu singkat. Ia tidak semata berupa kontur dan garis gestur yang riuh tanpa arti, ia tidak hanya rekaman objek,

melainkan ungkapan emosi dan kesan-kesan dalam sampai pada ke tingkat esensi objek, bahkan hingga bernilai simbolik untuk menyatakan gagasan dan khayalan penciptanya. Ia dapat

mempresentasikan kenyataan fisik yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari sampai kepada pernyataan dunia batin yang lebih dalam dan abstrak.

Sungguh merupakan upaya yang perlu disambut dengan gembira, bila ada beberapa pihak yang mendukung dan menerbitkan kumpulan karya-karya sketsa, khususnya sketsa dengan objek arsitektur stasiun K.A Tawang yang dikerjakan sepuluh mahasiswa pemenang lomba sketsa baru-baru ini. Mudah-mudahan dapat meningkatkan apresiasi dan berdampak luas menggerakkan dunia sketsa yang semakin lesu.

Semoga…!

Semarang, 12 Desember 1999 Aryo Sunaryo

Dosen Seni Rupa Universitas Negeri Semarang Seorang pelukis, tinggal di Semarang.

Daftar Pustaka

Bentara Budaya Jakarta, 1995, Garis dan Warna: Proses Kreatif Ipe Ma’roef. Jakarta, PT. gramedia Pustaka Utama

Bersinar Lubis, 1995. “Goresan sebuah Puncak”, artikel dalam gatra 22 Juli 1995 Meyers S. Berray, 1969. Understanding the Arts, New York: Rinehart & Winst Peter & Linda murray, 1988. Dictionary of Art & Artists. London: Penguin Book Read, Herbert. 1959. The Meaning of Art. Toront: Penguin Book Ltd

Schinneller, J.A. 1966. Art search and Self Discovery. Pensylvania: international text Book Cmpany

Sidik, Fajar & Aming P. 1981. Desain Clementer, Yogyakarta: STSRI ASRI Simon, Howard. 1968. Teghniques of Drawing. New York: Dover Publiations Inc

Sunaryo, aryo. 1990. “Garis, Medium Ungkapan yang Potensial” makalah dalam diskusi dalam rangka pergelaran seni di IKIP Ujung Pandang

(6)

Wijaya, Putu. 1976. “Kesan-kesan dalam” Artikel dalam Tempo 27 November 1976

Wijaya, Putu. 1976. Sketsa-sketsa Henk Ngantung, dari Masa ke Masa. Jakarta: Penerbit Sinar harapan

Mar

BERBAGAI JENIS MEDIA

PEMBELAJARAN

(7)

Media pembelajaran banyak jenis dan macamnya. Dari yang palng sederhana dan murah hingga yang canggih dan mahal. Ada yang dapat dibuat oleh guru sendiri dan ada yang diproduksi pabrik. Ada yang sudah tersedia di lingkungan untuk langsung dimanfaatkan dan ada yang sengaja dirancang.

Berbagai sudut pandang untuk menggolongkan jenis-jenis media.

Rudy Bretz (1971) menggolongkan media berdasarkan tiga unsur pokok (suara, visual dan gerak):

1. Media audio

2. Media cetak

3. Media visual diam

4. Media visual gerak

5. Media audio semi gerak

6. Media visual semi gerak

7. Media audio visual diam

8. Media audio visual gerak

Anderson (1976) menggolongkan menjadi 10 media:

1. audio : Kaset audio, siaran radio, CD, telepon

2. cetak : buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar

3. audio-cetak : kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis

4. proyeksi visual diam : Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide)

5. proyeksi audio visual diam : film bingkai slide bersuara

6. visual gerak : film bisu

7. audio visual gerak : film gerak bersuara, Video/VCD, Televisi

8. obyek fisik : Benda nyata, model, spesimen

9. manusia dan lingkungan : guru, pustakawan, laboran

10. komputer : CAI

Schramm (1985) menggolongkan media berdasarkan kompleksnya suara, yaitu: media kompleks (film, TV, Video/VCD,) dan media sederhana (slide, audio, transparansi, teks). Selain itu menggolongkan media berdasarkan jangkauannya, yaitu media masal (liputannya luas dan serentak / radio, televisi), media kelompok (liputannya seluas ruangan / kaset audio, video, OHP, slide, dll), media individual (untuk perorangan / buku teks, telepon, CAI).

Henrich, dkk menggolongkan: 1. media yang tidak diproyeksikan

2. media yang diproyeksikan

3. media audio

4. media video

5. media berbasis komputer

6. multi media kit.

Pada artikel ini, media akan diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio-visual.

A. MEDIA VISUAL

1. Media yang tidak diproyeksikan

a. Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.

b. Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala

(8)

tertentu sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan.

c. Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah:

1) gambar / foto: paling umum digunakan

2) sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok tanpa

detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas pesan.

3) diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis dan simbol untuk

menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi kehidupan dari sel samapai organisme.

4) bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga lebih mudah dicerna

siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.

5) grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol verbal atau bentuk

tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

2. Media proyeksi

1. Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak

ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:

- Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu

- Membuat sendiri secara manual

2. Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi

bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

B. MEDIA AUDIO

1. Radio

Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya. Radio dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang cukup efektif.

2. Kaset-audio

Yang dibahas disini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena biaya pengadaan dan perawatan murah.

C. MEDIA AUDIO-VISUAL

1. Media video

Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam bentuk VCD.

(9)

2. Media komputer

Media ini memiliki semua kelebihan yang dimiliki oleh media lain. Selain mampu menampilkan teks, gerak, suara dan gambar, komputer juga dapat digunakan secara interaktif, bukan hanya searah. Bahkan komputer yang disambung dengan internet dapat memberikan keleluasaan belajar menembus ruang dan waktu serta menyediakan sumber belajar yang hampir tanpa batas.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum menyatakan bahwa Perpustakaan Umum adalah perpustakaan yang

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik menyusun Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

R4: Menurut saya, tentang diskusi kelompok itu lebih efektif soalnya yang tadinya kami itu cuma mempunyai ide-ide untuk diri kita sendiri bisa di share ke sama teman kita

Berdasarkan hasil penelitian algoritma Boyer-Moore dan Brute Force mampu menyelesaikan data soal-soal setiap level dengan tingkat akurasi 100%, dalam parameter

Pada makalah ini dibahas tentang pengaturan lokasi serta jumlah BTS di Kabupaten Jombang hingga 5 tahun mendatang menurut metode AHP(Analytical Hierarchy Process)

Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jalur ganda rel kereta api yang dibangun diatas tanah lunak adalah kemungkinan terjadi kelongsoran dan penurunan tanah

Dari penelitian yang dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa sampel berupa bahan pakan (jagung, dedak, konsentrat), bahan pangan (kacang tanah), dan pakan komersial asal