• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implication of Global Value Chains for Indonesia s International Negotiation Strategy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implication of Global Value Chains for Indonesia s International Negotiation Strategy"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Implication of Global

Value Chains for

Indonesia’s International

Negotiation Strategy

Sondang Anggraini

Staf Ahli Bidang Diplomasi Perdagangan

Jakarta, 28 April 2015

(2)

VALUE CHAIN

—  Michael Porter, professor at Harvard Business School, menggunakan rantai

nilai sebagai alat yang sistematis untuk mengkataagorisasikan atau melakukan berbagai aktifitas.

—  Arti dari rantai nilai adalah setiap tahap dari suatu sistem mulai dari

pemesanan sampai pengiriman memberikan nilai tambah pada produk atau jasa.

—  Dengan berkembangnya rantai nilai atau produksi global menyebabkan

sebagian besar barang atau jasa diasembling dengan bahan baku dari berbagai negara, namun secara realitas kita selalu berfikir bahwa

perdagangan dilakukan antara 2 negara.

—  Dengan rantai nilai, tidak lagi menjadi suatu keharusan memiliki daya

saing dalam produksi barang atau jasa tertentu, namun cukup memiliki daya saing untuk memberikan tugas tertentu. Bertumbuhnya porsi dari jasa dalam bisnis utama dari suatu negara dan meningkatnya pencapaian teknologi dan transportasi akan segera mengurangi jarak antara dan

pasar serta menciptakan kesempatan bagi semua negara.

—  Menurut Pascal Lamy, 20 tahun yang lalu 60% dari perdagangan dunia

dilakukan antara utara-utara, 30% antara negara maju dan berkembang dan 10% selatan-selatan. Tahun 2020, diharapkan akan terjadi perubahan dimana perdagangan secara seimbang terjadi diantara ketiganya.

(3)

APA ITU GLOBAL VALUE CHAIN?

A value chain describes the full range of activities that firms and workers carry out to bring a product from its conception to its end use and beyond.

Source: CGGC (http://www.cggc.duke.edu), More Information: Global Value Chains (www.globalvaluechains.org )

(4)

TREND PERJANJIAN PERDAGANGAN DUNIA

—  Pola perdagangan dunia telah

berubah dalam dekade terakhir akibat struktur baru produksi akibat perubahan teknologi serta pola

permintaan termasuk liberalisasi perdagangan serta integrasi ekonomi secara bertahap pada rantai nilai regional dan regional.

—  Kondisi lingkungan ekonomi yang

berubah menghasilkan peningkatan kesempatan untuk merelokasikan bagian-bagian tertentu dari produksi ke luar batas negara.

—  Outsourcing internasional mengubah

arus perdagangan yang meyebabkan meningkatnya perdagangan

intermediate goods dibandingkan barang-barang konsumsi (final goods).

—  Data perdagangan yg ada saat ini

tidak merefleksikan gambaran khusus dari outsourcing,

memperhitungkan intermediate goods beberapakali keluar masuk melewati batas negara.

Intermediate good Sum of categories:

111* Food and beverages, primary, mainly for industry 121* Food and beverages, processed, mainly for industry 21* Industrial supplies not elsewhere specified, primary 22* Industrial supplies not elsewhere specified, processed 31* Fuels and lubricants, primary

322* Fuels and lubricants, processed (other than motor spirit 42* Parts and accessories of capital goods (except transport

equipment)

(5)

— 

Studi yang dilakukan oleh WTO memperlihatkan bahwa

intermediate input mencapai 56% lebih dari perdagangan

barang, dan 73% merupakan perdagangan jasa.

— 

Arus perdagangan didominasi oleh produk yang tidak

langsung dikonsumsi namun lebih jauuh digunakan untuk

memproduksi barang atau jasa lainnya.

— 

Dengan terfragmentasinya produksi dan semakin

pentingnya outsourcing, perdagangan barang antara

semakin bertumbuh pesat pada tahun 1995-2006 dengan

pertumbuhan rata-rata 6.2% untuk barang dan 7% untuk

jasa (dalam bentuk volume).

— 

Namun demikian, perdagangan barang-barang jadi dan

jasa telah mengalami peningkatan dengan pertumbuhan

yang sama dan sebagai konsekuensinya pangsa darai

barang-barang antara tetap stabil sedangkan jasa antara

mengalami sedikit peningkatan.

(6)

Services’  share  in  World  Exports  is  higher  than  understood  on  a  

value-­‐added  basis  -­‐  45%  

WTO-­‐OECD  Value-­‐Added  Database  Structure  of  World  Exports  (2008)

Value  Added  Terms  

à

 Services  embodied  in  the  trade  of  

(7)

—

TFA telah mengangkat masalah-masalah

akses pasar barang dan administrasi di

pelabuhan, sehingga sebenarnya masalah

yang dihadapi bukan tariff, ijin ekspor/impor,

ROO, persyaratan kandungan lokal,

administrasi kepabeanan, prosedur ekspor

dan impor,

namun

ketersediaan dan kualitas

infrastruktur transportasi dan jasa

transportasi, ketersediaan ICT (khususnya

tracking, komunikasi), kebijakan diektor

investasi, ketenaga kerjaan, keuangan serta

jasa yang memfasilitasi arus barang.

(8)

STARTEGI PERDAGANGAN

INTERNASIONAL INDONESIA SAAT INI

—

DEFENSIVE:

Melindungi produk/jasa yang dianggap

belum mampu untuk bersaing dengan

menutup pasar Indonesia atau waktu

yang lebih lama (grace periode)

—

OFFENSIVE: Mengupayakan pembukaan

akses pasar bagi produk-produk yang

menjadi kepentingan Indonesia

(9)

MASALAH YANG DIHADAPI DALAM

NEGOSIASI

—

Hampir semua produk/jasa minta untuk

dilindungi

—

Belum sepenuhnya dapat mengidentifikasi

berapa lama perlindungan bagi produk/jasa

—

Belum sepenuhnya dapat mengidentifikasi

Produk/jasa apa saja yang perlu dibuka

pasarnya

—

Menganggap impor adalah hal yang salah

—

Belum mampu melihat lebih jauh value

(10)

Perdagangan Masa Depan

—  Perundingan Perdagangan Internasional Indonesia pada masa yang akan

datang harus bertujuan untuk mencapai kemakmuran bangsa, oleh sebab itu bukan lagi pendekatan yang klasik yaitu menghapuskan tarif,

membuka pasar atau investasi serta jasa. Namun harus diarahkan pada pencapaian keuntungan maksimum melalui GVC.

—  Untuk market akses hal yang perlu dicapai bukan sekedar menghapuskan

tarif, namun juga peaks tariff untuk sektor-sektor tertentu yang

menghambat ekspor Indonesia. Selain itu, jasa transportasi juga sangat perlu untuk mendukung konektifitas dan distribusi.

—  Indonesia juga perlu untuk memperjuangkan penurunan tarif bagi

produk-produk yang akan diekspor khususnya dalam kerangka meningkatkan nilai tambah dari intermediate product saat di re-ekspor.

—  Services dimasa lalu dapat dikatakan peranannya dalam perdagangan

sangat kecil, namun ternyata services telah meningkatkan VA bagi suatu produk. Bahkan services saat ini merupakan kontributor terbesar dalam perdagangan global, sedangkan pangsa dari industri telah menurun. Oleh sebab itu, dalam perjanjian perdagangan internasional kita harus

mendorong negara partner kita untuk membuka sektor jasanya untuk meningkatkan efisiensi dari intermediate goods yang akan kita ekspor.

(11)

IMPLIKASI DARI GVC TERHADAP

STRATEGI NEGOSIASI

— 

Pada waktu yang lalu liberalisasi perdagangan merupakan

cara yg paling optimal untuk memaksimalkan keuntungan

dari perdagangan. Saat ini karena multilateral sulit tercapai

kesepakatan, maka regional dan bilateral trade menjadi

pilihan.

— 

Baldwin, menyampaikan bahwa dengan GVC maka motivsi

untuk melakukan kerja sama perdagangan telah berubah

secara fundamental. GATT berupaya agar perdagangan

dunia dilakukan secara fair. Namun dengan GVC, import

sama pentingnya dengan ekspor menyebabkan setiap

orang berupaya untuk bekerja sama, misalnya membuat

measures yang meningkatkan customs procedure.

— 

Hal ini menyebabkan pendekatan

reciprocal

dalam

perundingan menjadi ketinggalan jaman. Selanjutnya

kebijakan perdagangan satu dan lain negara menjadi saling

tergantung pada saat produk menjadi

made in world.

(12)

The Boeing 787 Dreamliner is made in

the world

(13)

KESIMPULAN

—  Pada dasawarsa yang lalu, yang menjadi perdebatan terkait dengan

perdagangan internasional dan kebijakan perdagangan adalah globalisasi. Saat ini yang berkembang adalah globalisasi dalam bentuk Global Value Chain bagaimanaa meningkatkan jasa dalam produksi dan perdagangan (‘servicification’), digitalisasi perdagangan dan model bisnis baru.

—  Bersamaan dengan trend tersebut terbentuk suatu kekuatan untuk

melakukan perubahan yang mempengaruhi kebijakan perdagangan untuk masa depan.

—  Isu yang menjadi perhatian dan perlu didiskusikan secara mendalam adalah

apakah perubahan ini akan mempengarugi strategi negosiasi Indonesia? Apakah kita akan bertahan pada posisi untuk memproteksi diri dan

menerapkan kebijakan yang protektif?

—  Perlu suatu political will untuk kita terkait dengan negosiasi dan GVCs ini.

Pertama kita perlu melihat bahwa fragmentasi perdagangan dan produksi cenderung untuk mengurangi kepentingan akses pasar dari sektor swasta secara menyeluruh (offensive and defensive).

—  Fragmentasi dari produksi dikaitkan dengan GVC diharapkan dapat

menlarutkan pengaruh baik dari ekspor maupun kepentingan bersaing dengan impor. Hal yang penting adalah bagaimana perkembangan ini mempengaruhi kentingan secara seimbang.

(14)

KESIMPULAN

—  Hal lain yang perlu didiskusikan adalah, bahwa pertumbuhan GVCs

diharapkan dapat menciptakan perdagangan bebas yang lebih berbasis pada stakeholders yang melibatkan bukan hanya eksportir tetapi juga perusahaan-perusahaan yang tergantung pada akses terhadap impor barang dan jasa dalam proses produksinya. Pada gilirannya hal ini akan mengurangi permintaan di dalam negeri untuk diproteksi.

—  Perundingan berdasarkan pertukaran akses pasar secara resiprokal bisa

terus dilanjutkan untuk kepentingan publik. Namun demikian yang lebih mendalam adalah perlu diangkat isu-isu market akses negosiasi (“at-the-border”) dan negosiasi integrasi yang lebih mendalam

(“behind-the-border”). Hal ini disebabkan bahwa selama ini, isu yang paling sensitif adalah logika politik dan ekonomi yang sering bersebrangan termasuk resistensi dari kementrian terkait terkait leberalisasi.

—  Dalam perundingan, “distrustism” menjadi isu yang lebih penting

dibandingkan protectionism. Oleh sebab itu, perundingan harus

berdasarkan kepercayaan terhadap sistem dari masing-masing interest dibandingkan upaya untuk mengubah posisi mitra kita dengan kata lain lebih pada pendekatan kerja sama..

Referensi

Dokumen terkait

Abstract: Some preliminary observations on the students of civic education at Universitas Sebelas Maret (UNS) in Indonesia indicated that they were not able to map various local

Value, Knowledge, and Attitude of Organic Food Purchasing in i3L Indonesia and FHNW Switzerland By Vivin Wataha NIM: 17020012 Submitted to i3L – Indonesia International