• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (Charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang beruntung atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda.

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah Sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI, 2003).

2.1.1 Fungsi Rumah Sakit

Adapun fungsi-fungsi yang harus diselenggarakan oleh Rumah Sakit adalah : a. Menyelenggarakan pelayanan medis, yang meliputi rawat jalan, rawat inap,

rawat darurat, bedah sentral, perawatan insentif, dan kegiatan pelayanan medis lain.

(2)

b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis, yang meliputi radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi, medis, patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaraan jenasah, pemeliharaan sarana rumah sakit, dan penunjang medis lain.

c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan. d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.

e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

2.2 Promosi Kesehatan

Berdasarkan WHO promosi kesehatan adalah suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment) ”promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan” (Maulana, 2009).

Promosi Kesehatan Rumah Sakit adalah bagian dari pendidikan kesehatan dengan memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga petugas yang bekerja di Rumah Sakit.

(3)

Menurut Simnett (1994), promosi kesehatan adalah memperbaiki kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang lebih tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat. Aspek promosi kesehatan yang mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang memiliki keinginan lebih besar terhadap aspek kehidupan yang mempengaruhi kesehatan. Dengan peningkatan pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan membantu individu maupun masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya dan cepat bertindak untuk mencari tahu ke tempat pelayanan kesehatan atau untuk mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010)

Promosi kesehatan dilakukan dengan perencanaan melalui tahap analisis untuk mengetahui permasalahan dan apa yang menjadi penyebabnya. Dengan melakukan identifikasi permasalahan dan penyebabnya, dilakukan penyusunan program agar dapat dilakukan penyelesaian permasalahan tersebut (Dignan dan Carr , 1992).

Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan, WHO memberi pengertian bahwa promosi kesehatan merupakan“ the process of enabling individuals and communities to increase control over the determinants of health and thereby improve their health “(proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, dengan demikian meningkatkan derajat kesehatan). Di Indonesia promosi kesehatan dirumuskan sebagai “ upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar dapat

(4)

menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan “ (Depkes RI, 2005).

2.2.1 Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit

Jika promosi kesehatan Rumah Sakit di tetapkan diRumah Sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut : Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya Rumah Sakit meningkatkan kemampuan pasien kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan reabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan publik yang berwawasan Kesehatan (Depkes RI 2008).

Sebagaimana tercantum dalam keputusan menteri Nomor 1114/MENKES/SK/ VII/2005 tentang pedoman pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah-masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya, dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadinya dengan cara

(5)

menanganinya secara efektif serta efisian. Dengan kata lain, masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (problem Solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas Tertentu). (Depkes RI, 2008).

Jika definisi itu diterapkan di Rumah Sakit, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut ”promosi kesahatan oleh Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya RS untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka sesuai sosial budaya mereka serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.” (Depkes RI, 2008).

Menurut Doherty (1997) dalam Agustin (2003), menyatakan bahwa beberapa alasan mengapa Rumah Sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Karyawan Rumah Sakit berada pada posisi yang paling tepat untuk memberikan penyuluhan kesehatan karena pasien dan keluarganya saling berada pada keadaan dimana mereka akan paling memperhatikan pesan-pesan dari penyuluhan.

(6)

b. Bila dimanfaatkan dengan tepat maka sistem informasi di Rumah Sakit akan dapat mendeteksi perubahan angka morbiditas yang berkaitan dengan perubahan pola hidup, perilaku masyarakat setempat atau karena pencemaran lingkungan.

c. Sebagai suatu organisasi yang memiliki banyak karyawan dan sebagai pusat sumberdaya untuk wilayahnya, maka Rumah Sakit mempunyai tanggung jawab moral untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya agar dapat menjadi teladan masyarakat di wilayah cakupannya.

d. Karena relatif banyaknya karyawan Rumah Sakit dengan keluarganya, maka mereka paling cocok untuk dijadikan panutan bagi masyarakat luas dalam segi perilaku hidup sehat, keselamatan dan keamanan kerja, serta kesehatan lingkungan.

e. Sebagai suatu instansi yang relatif besar dan dihormati dilingkungan sekitarnya, maka pesan-pesan dari Rumah Sakit dalam penyuluhan kesehatan akan memiliki bobot yang jauh lebih besar daripada instansi lain.

f. Sebagai pusat sumberdaya untuk jaringan rujukannya, kerjasama Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan kesehatan lain diwilayahnya, dalam hal penyuluhan atau promosi kesehatan, akan memberi dampak dan cakupan yang lebih luas. 2.2.2 Tujuan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Menurut (Notoatmodjo, 2005) tujuan promosi kesehatan sesuai dengan sasaran-sasarannya yaitu :

(7)

1) Bagi Pasien :

a) Mengembangkan perilaku kesehatan (healthy behavior): promosi kesehatan di rumah sakit mempunyai tujuan untuk mengembangkan pengetahuan sikap dan perilaku tentang kesehatan khususnya masalah penyakit yang diderita pasien. Apabila pengetahuan, sikap, dan perilaku ini dipunyai oleh pasien, maka pengaruhnya antara lain:

1. Mempercepat kesembuhan dan pemulihan pasien.

2. Mencegah terserangnya penyakit yang sama atau mencegah kekambuhan penyakit

3. Mencegah terjadinya penularan penyakit kepada orang lain atau keluarga.

4. Menyebarluaskan pengalamannya tentang proses penyembuhan kepada orang lain, sehingga orang lain dapat belajar dari pasien tersebut.

b) Mengembangkan perilaku pemanfaatan fasilitas kesehatan. 2) Bagi Keluarga

Keluarga adalah merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dengan pasien. Proses penyembuhan dan terutama pemulihan terjadi bukan hanya semata-mata karena faktor Rumah Sakit, tetapi juga faktor keluarga. Oleh sebab itu promosi kesehatan bagi keluarga pasien penting karena dapat:

a) Membantu mempercepat proses penyembuhan pasien. b) Keluarga tidak terserang atau tertular penyakit

(8)

3) Bagi Rumah Sakit

Pengalaman-pengalaman bagi rumah sakit yang telah melaksanakan promosi kesehatan membuktikan bahwa mempunyai keuntungan bagi Rumah Sakit antara lain:

a Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit b Meningkatkan Citra Rumah Sakit

c Meningkatkan angka hunian Rumah Sakit 2.2.3 Strategi Promosi Kesehatan Masyarakat

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) Strategi Promosi kesehatan diharapkan dapat dilaksanakan secara paripurna (komprehensif) khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu: (1) advokasi; (2) gerakan pemberdayaan masyarakat dan; (3) bina suasana yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat.

Advokasi menurut Hopkins dalam Notoatmodjo (2003) adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif. Advokasi diartikan sebagai upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Bina Suasana dijelaskan oleh Departemen Kesehatan (2006) sebagai upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia

(9)

berada memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Selanjutnya pemberdayaan oleh Notoatmodjo (2003) didefinisikan sebagai proses pemberian informasi secara berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Promosi kesehatan di Rumah Sakit telah diselenggarakan sejak tahun 1994 dengan nama penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit (PKRS). Seiring dengan perkembanganya, pada tahun 2003, istilah PKRS berubah menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk pengembangan PKRS seperti penyusunan pedoman PKRS, advokasi dan sosialisasi PKRS kepada Direktur Rumah Sakit Pemerintah, Pelatihan PKRS, pengembangan dan Distribusi media serta pengembangan model PKRS antara lain di Rumah Sakit Pasar Rebo di Jakarta dan Syamsuddin, SH di Sukabumi. Namun demikian pelaksanaan PKRS dalam kurun waktu lebih dari 15 tahun belum memberikan hasil yang maksimal dan kesinambungannya di Rumah Sakit tidak terjaga dengan baik tergantung pada kuat tidaknya komitmen Direktur Rumah Sakit (www.Kemenkesstandarpkrs, 2010

Berdasarkan hal tersebut, beberapa Isu Strategi yang muncul dalam Promosi Kesehatan di Rumah Sakit yaitu :

).

1. Sebagian besar Rumah Sakit belum menjadikan PKRS sebagai salah satu kebijakan upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit

(10)

2. Sebagian besar Rumah Sakit belum memberikan hak pasien untuk mendapatkan informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan penyakitnya

3. Sebagian besar Rumah Sakit belum mewujudkan tempat kerja yang aman, bersih dan sehat Sebagian besar Rumah Sakit kurang menggalang kemitraan untuk meningkatkan upaya pelayanan yang bersifat Preventif dan Promotif 2.2.4 Sasaran Promosi Kesehatan Rumah Sakit

Sasaran promosi kesehatan diarahkan pada individu/keluarga, masyarakat, pemerintah/lintas sektor/politis/swasta dan petugas atau pelaksana program.

1. Individu/keluarga diharapkan

a. memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran (baik langsung maupun melalui media massa)

b. mempunyai pengetahuan dan kemauan untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya

c. mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

d. berperan serta dalam kegiatan sosial, khususnya yang berkaitan dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) kesehatan.

2. Masyarakat diharapkan

a. menggalangkan potensi untuk mengembangkan gerakan atau upaya kesehatan.

b. Bergotong royong mewujudkan lingkungan sehat 3. Pemerintah/Lintas-sektor/Politis/swasta diharapkan

(11)

a. peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat.

b. Membuat kebijakan sosial yang memerhatikan dampak dibidang kesehatan

4. Petugas atau Pelaksana Program diharapkan

a. memasukkan komponen promosi kesehatan dalam setiap program kesehatan

b. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberi kepuasan kepada masyarakat

2.2.5 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Adapun ruang lingkup promosi kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Kesehatan (perubahan perilaku)

2. Kampanye Sosialisasi (social marketing)

3. Penyuluhan (komunikasi, informasi dan edukasi) 4. Upaya peningkatan (upaya promotif)

5. Advokasi (upaya mempengaruhi lingkungan)

6. Pengorganisasian dan penggerakkan dan pemberdayaan masyarakat 7. Upaya lain sesuai dengan keadaan dan kebutuhan

2.2.6 Peluang Promosi Kesehatan

Banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di RS (Petunjuk Teknis PKRS. 2008), secara Umum peluang itu dapat dikategorikan sebagai berikut:

(12)

a. Di Dalam Gedung

Di dalam gedung RS, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan yang diselenggarakan Rumah Sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam gedung terdapat peluang-peluang:

1. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi yaitu diruang dimana pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan Rumah Sakit.

2. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu dipoliklinik-poliklinik seperti dipoliklinik-poliklinik kebidanan dan kandungan, dipoliklinik-poliklinik anak, Bedah, poliklinik mata, poliklinik bedah, penyakit dalam, THT, dan Lain-lain.

3. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien yaitu diruang-ruang darurat, rawat Intensif dan rawat inap.

4. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yang terutama di pelayanan Obat Apotik, pelayanan Laboratorium dan pelayanan rehabilitasi medik bahkan juga kamar mayat.

5. PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat) adalah seperti di pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan (Chek Up), konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan remaja dan 6. PKRS diruang pemberdayaan rawat inap yaitu di ruang dimana pasien

rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan Rumah Sakit.

(13)

b. Di luar Gedung

Di luar gedung Rumah Sakit tidak tersedia peluang untuk melakukan PKRS. Kawasan luar gedung Rumah Sakit pun dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk PKRS yaitu

1. PKRS di tempat Parkir yaitu pemamfaatan ruang yang ada di lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut lapangan/gedung parkir.

2. PKRS di taman Rumah Sakit yaitu taman-taman yang ada di depan, samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam Rumah Sakit.

3. PKRS di dinding luar Rumah Sakit

4. PKRS di kantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios yang ada dikawasan Rumah Sakit.

5. PKRS di tempat ibadah yang tersedia di Rumah Sakit (mesjid dan musholla)

6. PKRS di pagar pembatas kawasan Rumah Sakit

2.2.7 Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Indikator keberhasilan perlu dirumuskan untuk keperluan pemantauan dan evaluasi PKRS (Kemenkes, 2010). indikator keberhasilan mencakup indikator masukan (input), indikator proses, indikator (output), dan indikator dampak.

(14)

Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumber daya manusia, sarana/peralatan, dan dana. Oleh karena itu, indikator masukan ini dapat mencakup :

1. Ada/tidaknya komitmen direksi yang tercermin dalam rencana umum PKRS

2. Ada/tidaknya komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam rencana operasional PKRS

3. Ada/tidaknya unit dan petugas Rumah Sakit yang ditunjuk sebagai koordinator PKRS dan mengacu kepada standar

4. Ada/tidaknya petugas koordinator PKRS dan petugas – petugas lain yang sudah dilatih

5. Ada/tidaknya sarana dan peralatan promosi kesehatan yang mengacu pada standar

6. Ada/tidaknya dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan PKRS 2. Indikator Proses

Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang meliputi PKRS untuk pasien (Rawat Inap, Rawat Jalan, Pelayanan Penunjang), PKRS untuk klien sehat dan PKRS diluar gedung RS. Indikator yang digunakan disini meliputi :

1. Sudah/belum dilaksanakannya kegiatan (pemasangan poster, konseling dan lain-lain) dan atau frekuensinya.

2. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, giant banner, spanduk, neon box, dan lain-lain) yaitu masih bagus atau sudah rusak

(15)

3. Indikator Keluaran

Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, baik secara umum maupun secara khusus, oleh karena itu, indikator yang digunakan disini adalah berupa cakupan kegiatan, yaitu misalnya :

1. Apakah semua bagian RS sudah tercakup PKRS

2. Berapa pasien/klien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan PKRS (konseling, biblioterapi, senam, dan lain-lain)

4. Indikator Dampak

Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS, yaitu berubahnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien/klien Rumah Sakit serta terpeliharanya lingkungan Rumah Sakit dan dimanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan Rumah Sakit. Oleh sebab itu kondisi ini sebaiknya dinilai setelah PKRS berjalan beberapa lama, yaitu melalui upaya evaluasi. Kondisi lingkungan dapat dinilai melalui observasi, dan kondisi pemanfaatan pelayanan dapat dinilai dari pengolahan terhadap catatan/data pasien/ klien Rumah Sakit. Sedangkan kondisi pengetahuan, sikap, perilaku pasien/ klien hanya dapat diketahui dengan menilai diri pasien/klien tersebut. Oleh karena itu data untuk indikator ini biasanya didapat melalui survei. Survei pasien/klien yang berada di Rumah Sakit maupun mereka yang tidak berada di Rumah Sakit tetapi pernah menggunakan Rumah Sakit.

Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan di luar sekolah yang berfungsi untuk menjembatani kesenjangan antara praktik yang biasa dijalankan dengan pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang menjadi kebutuhan.

(16)

Dengan demikian, penyuluhan merupakan penghubung yang bersifat 2 arah antara : 1) Pengetahuan yang dibutuhkan dan pengalaman yang biasa dilakukan dan 2) Pengalaman baru yang terjadi pada pihak para ahli dan kondisi yang nyata dialami setelah menerima penyuluhan (Setiana, 2005).

2.2.8 Promosi Kesehatan Bagi Pasien Rawat Inap

Terdapat tiga kategori pasien rawat inap di Rumah Sakit yaitu: (1) pasien yang sedang sakit akut, (2) pasien yang dalam proses penyembuhan, dan (3) pasien dengan penyakit kronis. Promosi kesehatan bagi pasien Rumah Sakit dalam pelaksanaannya perlu :

1. Pemberdayaan yang terdiri dari : a) Konseling di tempat tidur

b) Biblioterapi (penggunaan bahan-bahan baca-bacaan sebagai sarana) c) Konseling berkelompok

2. Bina Suasana terdiri dari

a) Pemanfaatan ruang tunggu

b) Pembekalan penjeguk secara berkelompok c) Pendekatan keagamaan

3. Advokasi perlu diperhatikan yaitu membantu pasien miskin melalui program JAMKESMAS

(17)

2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes, 2008).

Perilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes, 2008)

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sebagai wujud operasional promosi kesehatan dalam upaya mengajak, mendorong kemandirian masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat (Fatma, 2008).

Berdasarkan beberapa defenisi PHBS adalah upaya untuk mewujudkan kesehatan anggota keluarga agar tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

2.3.1 Indikator-indikator dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Ada sepuluh indikator perilaku hidup bersih dan sehat menurut Fatma (2008) sebagai berikut :

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 2. Bayi diberi Asi sejak lahir sampai berusia 6 bulan 3. Mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan 4. Ketersediaan air bersih

(18)

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni 7. Lantai Rumah bersih

8. Makan buah dan sayur setiap hari 9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari 10. Tidak merokok dalam ruangan

Menurut (Karkhi, 2011), PHBS perilaku hidup bersih sehat di Rumah Sakit 1) Tidak membuang sampah sembarangan

2) Tidak meludah di lantai 3) Tidak merokok di ruangan

2.3.2 Tujuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat

Menurut Fatma (2008), tujuan perilaku hidup bersih dan sehat dimasyarakat sebagai berikut :

1. Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan sehat

2. Masyarakat mampu mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya

3. Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada untuk penyembuhan penyakit dan peningkatan kesehatan

4. Masyarakat mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat untuk pencapaian PHBS di rumah tangga

2.3.3 Manfaat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Fatma (2008) manfaat PHBS sebagai berikut :

(19)

2. Pengeluaran biaya dapat dialihkan untuk pemenuhan gizi, pendidikan, modal usaha dan peningkatan pendapatan keluarga

3. Produktivitas kerja meningkat 4. Anak tumbuh sehat dan cerdas

2.3.4 Manajemen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Menurut Fatma (2008) manajemen yang ada di dalam PHBS yaitu Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan.

1. Puskesmas

Merupakan pusat kegiatan promosi kesehatan dan PHBS ditingkat kecamatan dengan sasaran baik individu yang datang ke Puskesmas maupun keluarga dan masyarakat di wilayah puskesmas.

2. Rumah Sakit

Bertugas melaksanakan promosi kesehatan dan PHBS kepada individu dan keluarga yang datang ke Rumah Sakit.

3. Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan Kabupaten/kota harus dapat mengkoordinasikan dan menyusun kegiatan promosi kesehatan dan PHBS diwilayah dengan melibatkan sarana-sarana kesehatan yang ada di kabupaten/kota tersebut.

(20)

2.4 Infeksi Nosokomial 2.4.1 Pengertian Infeksi

Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat di Rumah Sakit ( Istilah yang biasa dingunakan bertukar-tukar). Infeksi yang tidak terjadi atau tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk di Rumah Sakit.

2.4.2 Dampak Infeksi Nosokomial.

Infeksi nosokomial meningkatkan biaya pelayanan kesehatan di Negara-negara yang kurang mampu karena meningkatnya :

- Lama rawat inap di Rumah Sakit - Terapi dengan obat-obat mahal,

- Penggunaan pelayanan lain seperti pemilik pemeriksaan laboratorium, rontsen, dan transfusi.

2.4.3 Pencegahan Infeksi Nosokomial

Sebagian besar infeksi ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia, secara relatif murah, yaitu :

- Mentaati praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan kebersihan tangan, serta pemakian sarung tangan.

- Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi.

(21)

Tiga cara pencegahan penyebaran infeksi di Rumah Sakit yaitu melalui udara, percikan, dan kontak.

2.5 Perilaku

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungannya.

Perilaku dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepatuhan seseorang. Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan mengukur suatu perilaku melalui :

1. Pengetahuan (Knowledge) 2. Sikap atau Tanggapan (Attitude)

3. Praktek atau Tindakan (Practice)

Jika seseorang memiliki tingkat pengetahuan, sikap serta tindakan yang baik terhadap kesehatan maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki perilaku kesehatan dan kepatuhan kesehatan yang baik.

2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan pada Taksonomi Bloom yang baru menurut Anderson dkk (Widodo, 2003), dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi unsur-unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu yang bisa digunakan oleh ahli di bidang tersebut. Pengetahuan faktual

(22)

pada umumnya merupakan abstraksi level rendah. Pengetahuan ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Pengetahuan tentang terminologi : mencakup pengetahuan tentang label, atau symbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun nonverbal. Sebagai contoh dalam biologi terdapat istilah gamet, genus, dan sebagainya.

b. Pengetahuan tentang bagian detail dari unsur-unsur : mencakup pengetahuan tentang kejadian tertentu, tempat, orang, waktu dan sebagainya. Sebagai contoh penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada keluarga yang menjaga pasien.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi secara bersama-sama. Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga bentuk yaitu :

a. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori : mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang berlaku dalam bidang ilmu tertentu. Sebagai contoh dalam kesehatan misalnya perbedaan antara Promosi Kesehatan Rumah Sakit dan Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan sehat di rumah sakit.

b. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisai : mencakup abstraksi dan hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip dan generalisasi. Sebagai contoh dalam kesehatan dikenal prinsip adaptasi, hukum mendel, dan sebagainya.

(23)

c. Pengetahuan tentang teori, model, dan strukrtur : mencakup pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta aling keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan terhadap suatu fenomena yang kompleks. Sebagai contoh dalam kesehatan dikenal teori model DNA dan RNA.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural berisi tentang langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan sesuatu. Pengetahuan prosedural terdiri dari :

a. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan algoritma : mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritma yang harus ditempuh untuk menyelasaikan permasalahan. Dalam kesehatan misalnya Perilaku Hidup bersih dan sehat di rumah sakit

b. Pengetahuan tentang teknik khusus dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu : meliputi pengetahuan yang pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian, atau aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan ini lebih mencerminkan cara seseorang dalam berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam kesehatan misalnya dikenal cara penyuluhan yang baik untuk keluarga yang menjaga pasien.

c. Pengetahuan tentang criteria untuk menentukan kapan menggunakan prosedur yang benar : mencakup pengetahuan tentang penggunaan suatu

(24)

teknik, strategi atau metode dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat itu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Pengeahuan metakognitif terdiri dari :

a. Pengetahuan strategic mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir dan memecahkan masalah. Contoh : penggunaan strategi belajar yang disesuaikan dengan sifat materi.

b. Pengetahuan tentang tugas kognitif : mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas sesuai dengan situasi dan kondisinya. Contoh : mempersiapkan diri keluarga yang menjaga pasien dalam penyuluhan.

c. Pengetahuan tentang diri sendiri : mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Contoh : mencari informasi kesehatan untuk penyuluhan Perilaku hidup bersih dan sehat.

Menurut Dirkes (1998), strategi metakognitif dasar adalah menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan terdahulu, memilih strategi berpikir secara sengaja, merencanakan, memantau, dan mengevaluasi proses berpikir. Arends (1997) mengemukakan pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi berpikir tertentu dengan benar.

(25)

Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Konseling merupakan salah satu kegiatan pendidikan non formal yang dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan konseling memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan sasaran.

2) Media Massa/Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan

(26)

perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut

3). Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4). Lingkungan.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses tidak masuknya pengetahuan kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

(27)

5). Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

6). Umur

Umur memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia muda, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia muda akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. 2.5.2 Sikap (Attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya (Notoatmodjo 2010).

(28)

Seperti halnya pengetahuan sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya : (a) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek), (b) Menanggapi (responding), diartikan sebagai memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, (c) Menghargai (valuing), diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dengan cara membahas stimulus tersebut dengan orang lain atau menganjurkan orang lain untuk merespons, (d) Bertanggung jawab (responsible), merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang yang telah mengambil resiko sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Allport (1954), yang dikutip dari Notoatmodjo (2010), sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

1). Kepercayaan (Keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.

2). Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

(29)

3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan)

Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap dapat diukur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

Gambar 2.1 Model Teori Sikap Menurut Allport (1954)

Menurut Azwar (2005), ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan sikap pada manusia, antara lain :

STIMULUS (Rangsangan) PROSES STIMULUS REAKSI TERBUKA (Tindakan) REAKSI TERTUTUP (Pengetahuan dan Sikap)

(30)

1) Pengalaman pribadi.

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan memengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut memengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak, tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita akan memengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

Contoh : Orang tua, teman sebaya, teman dekat, guru, istri, suami dan lain-lain. 3) Pengaruh kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

4) Media massa.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Adanya informasi baru mengenai hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. 5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam arti individu.

(31)

6) Pengaruh faktor emosional.

Tidak semua bentuk sikap dipengaruhi oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang sesuatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

7) Pola Asuh Orang Tua.

Menurut Koentjaraningrat (1997) dan Hartono (2010), bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan kepribadian dan pembentukan sikap anak setelah ia menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan benih-benihnya kedalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia waktu kecil diajar makan, diajar kebersihan, disiplin, diajar main dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya.

2.6 Landasan Teori

Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo (2010) merumuskan defenisi promosi kesehatan adalah sebagai bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondutif bagi keselamatan.

Promosi kesehatan adalah pendidikan kesehatan plus yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan yakni prilaku dan lingkungan yang kondusif bagi

(32)

kesehatan. Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku maka kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku diarahkan 3 faktor yaitu :

a) Promosi kesehatan dalam bentuk pemberian informasi atau pesanan dan penyuluhan kesehatan ditujukan kepada faktor predisposisi.

b) Promosi keselamatan yang memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian atau pengembangan masyarakat yang ditujukan kepada faktor pemungkin (enabling).

c) Promosi kesehatan berupa training (pelatihan-pelatihan) yang ditujukan kepada faktor pengkuat (Reinforcing).

Menurut konsep dari Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 Faktor utama, yaitu dapat dilihat diagram dibawah ini :

Gambar 2.2 Model Konsep Perilaku Predisposing Factors (pengetahuan, sikap,keyakinan, tradisi,nilai,dsb Enabling Factors (ketersediaan sumber-sumber/fasilitas Reinforcing Factors (sikap,dan Perilaku petugas,peraturan UU dll) Promosi Kesehatan Komunikasi penyuluhan Pemberdayaan masyarkat (pemberdayaan Sosial) Training

(33)

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Mengacu kepada landasan teori diatas peneliti fokus kepada peningkatan kepada pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin perlu sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya.

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.

Tradisi dan nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat.

Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata. Kepercayaan, kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya meliputi sumber daya meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, personalia, sekolah, klinik, atau sumber daya

(34)

lain. Faktor pemungkin ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber daya biaya, jarak, ketersediaan transfortasi, jam buka, dan sebagainya.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada tujuan dan jenis program. Penguat dapat diberikan oleh sejawat kerja, pemimpin, keluarga. Didalam pendidikan pasien penguat mungkin berasal dari perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Penguat itu positif atau negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang yang berkaitan sehingga dapat mempengaruhi perilaku.

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori dan keterbatasan peneliti maka kerangka konsep dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Promosi Kesehatan

Rumah Sakit tentang PHBS

Perubahan pengetahuan dan sikap tentang PHBS pada keluarga yang menjaga pasien

Gambar

Gambar 2.1 Model Teori Sikap Menurut Allport (1954)
Gambar 2.2 Model Konsep Perilaku Predisposing Factors (pengetahuan, sikap,keyakinan,tradisi,nilai,dsb Enabling Factors (ketersediaan sumber-sumber/fasilitas  Reinforcing Factors  (sikap,dan Perilaku petugas,peraturan UU dll) Promosi Kesehatan Komunikasi pe

Referensi

Dokumen terkait

berkontribusi pada daya saing bangsa, (4) menyelenggarakan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan dan non-kependidikan yang diperlukan dalam

Dalam penelitian ini, memahami isi bacaan dilihat dari bagaimana kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru sesuai dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan kinerja keuangan perusahaan induk sebelum dan sesudah melakukan akuisisi ditinjau dari rasio likuiditas, rasio leverage

Berdasarkan fungsi pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan audit, evaluasi, monitoring dan reviu maka capaian fungsi pengawasan Inspektorat Kota Manado dapat

Hasil penelitian variasi ukuran partikel batu kapur untuk meningkatkan kadar etanol dari umbi ganyong sudah memenuhi syarat Keputusan Direktorat Jenderal

(4) Integrasi pasar yang terjadi pada saluran pemasaran kubis di Desa Netpala sistem pemasarannya tidak efisien karena nilai koefien korelasinya < 1 atau tidak sama

Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Resiko injuri berhungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan untuk mencegah terjadinya