• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Mangga Malam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Mangga Malam"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

s Nomor 25 Tahun 2013 I SSN 1410-2021

Plasma Nutfah Indonesia

Warta Plasma Nutfah Indonesia

merupakan media komunikasi dan pemasyarakatan plasma nutfah,

terbit secara berkala satu kali setahun. Redaksi menerima sumbangan naskah berupa artikel

maupun berita (news) tentang keplasmanutfahan. Isi warta

Plasma Nutfah Indonesia dapat dikutip tanpa izin Redaksi maupun

penulis tetapi perlu menyebut sumbernya.

I si Nomor I ni

Berita Utama

Sifat Kualitatif dan Kuantitatif

Mangga Malam 1

Artikel

Padi Lokal Srijaya: Umur Genjah, Efisien Pupuk,

Disukai Petani dan Pedagang 4

Pangan Tradisional Sumatera Utara Berbasis Budaya dan

Pelestarian In Situ 5

Berita

Percepatan Implementasi Program Pemuliaan melalui Pengelolaan Sumber Daya

Genetik dan Analisis Genom 16

Sifat Kualitatif dan Kuantitatif

Mangga Malam

angga (Mangifera indica L) merupakan tanaman buah yang potensial dikembangkan karena mempunyai tingkat keragam-an genetik ykeragam-ang tinggi, sesuai dengkeragam-an agroklimat Indonesia, dan disukai oleh hampir semua lapisan masyarakat dan memiliki pasar yang luas. Selain itu, mangga merupakan salah satu buah unggulan nasional. Beberapa buah unggulan nasional yang memiliki peluang pasar selain mangga adalah pisang, jeruk, pepaya, durian, manggis, sawo, apokat, melon, dan semangka.

Mangga termasuk komoditas hortikultura yang mempunyai prospek untuk dikembangkan, mengingat mempunyai kandungan gizi tinggi, mudah dibudidayakan dan digemari oleh banyak konsumen karena aroma dan cita rasa yang khas. Buah mangga memiliki kandungan vita-min A dan C yang cukup tinggi, masing-masing 1.000 IU/100 g dan 20 mg/100 g bobot segar. Bahkan mangga merupakan salah satu sumber betakaroten alami yang sangat potensial melarutkan radikal bebas (http://forlima-wordpress.com. 2008) sehingga penting bagi kesehatan.

Mangga dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan, mempunyai peluang yang sangat besar untuk ekspor. Perminta-an mPerminta-angga di pasar dunia luar negeri cukup besar, tetapi belum dapat di-penuhi, karena kualitas dan kuantitas yang kurang baik serta kontinuitas suplai yang tidak rutin.

Peningkatan produksi mangga dapat ditempuh melalui intensifikasi, diversifikasi (macam-macam jenis mangga termasuk mangga lokal

Penampilan Mangga Golek (1), Malam (2), Arumanis (3), dan Malam Lumut (4).

M

2 1

3 2

4

Warta

(2)

unggul), rehabilitasi dan ekstensi-fikasi. Kebijakan diversifikasi da-pat ditempuh dengan mendisemi-nasikan mangga unggul yang telah dilepas pemerintah.

Sampai tahun 2003, peme-rintah telah melepas 17 varietas unggul mangga yang berasal dari berbagai daerah. Di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, terda-pat satu jenis mangga yang telah dibudidayakan sejak tahun 1900-an, yaitu “mangga Malam”.

Mangga malam berasal dari kata mangga, artinya buah mang-ga dan malam berarti matang se-kali (overripe), sehingga mangga Malam akan nikmat apabila di-konsumsi dalam keadaan matang benar.

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Gu-nungkidul, pada tahun 1970 kon-disi vegetasi di Watugajah, Gu-nungkidul didominasi oleh mang-ga. Pada tahun 2005 populasi mangga keseluruhan di Gunung-kidul mencapai 196.900 pohon, termasuk mangga malam 155.815 pohon.

Penampilan mangga malam yang sudah masak benar sangat menarik. Mangga Malam sering dipromosikan dalam berbagai pameran, di antaranya pameran mangga Malam pada tanggal 21 Oktober 2003 di Balai Desa Wonosari, Kabupaten Gunung-kidul, diikuti petani pemilik pohon mangga Malam. Pada saat ini populasi mangga Malam me-ningkat dan menjadi salah satu sumber penghasilan keluarga pe-tani di Watugajah, Gunungkidul.

Mengingat mangga Malam merupakan salah satu kekayaan sumber daya genetik nasional yang memiliki keunggulan spe-sifik, diperlukan karakterisasi si-fat kualitatif dan kuantitatif untuk menggali potensi mangga Malam. Tidak menutup kemungkinan gen-gen yang membawa karakter ter-tentu terdapat pada tanaman mangga Malam, yang diperlukan dalam proses pemuliaan tanaman. Dari kegiatan karakterisasi akan dihasilkan deskripsi tanaman, yang penting artinya sebagai pe-doman dalam pemanfaatan sum-ber genetik dalam program pemu-liaan.

Karakterisasi meliputi data paspor, karakterisasi tanaman, dan evaluasi awal. Karakterisasi sifat kualitatif dan kuantitatif bertujuan untuk (1) mendapatkan informasi karakter mangga Malam sebagai genotipe yang memperkaya plas-ma nutfah di Indonesia, khusus-nya di Gunungkidul, DI Yogya-karta, dan mendapatkan deskripsi tanaman, (2) menambah pilihan atau alternatif dari varietas mang-ga yang sudah dilepas, (3) mendu-kung keberhasilan pengembangan komoditas mangga yang memiliki keunggulan mutu hasil, produk-tivitas dan prospek pasar, (4) mengangkat potensi daerah asal mangga malam untuk mendukung

peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD); (5) mendorong promosi wisata agro di Kabupaten Gunungkidul, dan (6) meningkat-kan kesejahteraan petani melalui komoditas mangga malam. Dalam era otonomi daerah, setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengelola dan mendapat-kan keuntungan dari sumber daya genetik asli daerah secara lebih leluasa.

Asal Usul Mangga Malam

Pada tahun 1900 terdapat populasi alam sebanyak 20 pohon. Melalui seleksi masa positif terpilih turunan pohon mangga malam yang sekarang dikenal dan dikembangkan.

Di Kabupaten Gunungkidul terdapat berbagai nama mangga lokal maupun yang sudah dilepas. Di daerah perbukitan Batur Agung yang mencakup Kecamat-an GedKecamat-angsari, Patuk, Nglipar, Ngawen, Semin, terdapat per-tanaman mangga. Pada tahun 1900 terdapat pohon mangga di pekarangan rumah di Dusun Watugajah, Desa Watugajah, Ke-camatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. Pada tahun 1971 di-canangkan program penghijauan untuk pengembangan mangga malam atas inisiatif Kepala Desa dengan cara mengumpulkan biji mangga dari pohon mangga Ma-lam yang ada. Program penghijau-an dilpenghijau-anjutkpenghijau-an pada tahun 1975 oleh Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta. Pada tahun 1977 ter-dapat program pembangunan kan-tor desa, sehingga pohon mangga Malam peninggalan yang ada ditebang karena generasi pohon mangga Malam yang baru telah ada. Sampai sekarang pohon mangga generasi baru berumur +34 tahun, masih dirawat dengan baik dan masih produktif dengan hasil +90-150 buah/pohon/tahun.

Wa rta

Pla sm a Nutfa h Ind o ne sia

Penanggung Jawab

Sekretaris Komisi Nasional Sumber Daya Genetik

Karden Mulya Redaksi Sutrisno Hermanto Joko Prasetiyono

Ida N. Orbani Alamat Redaksi Sekretariat Komisi Nasional

Sumber Daya Genetik Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor

(3)

Pada tahun 2002 BPSTPH DIY menetapkan satu pohon mangga Malam sebagai pohon induk tunggal di Dusun Watu-gajah, Desa WatuWatu-gajah, Kecamat-an GedKecamat-angsari, Kabupaten Gunungkidul.

Daging buah mangga Malam berwarna oranye seperti warna madu (bagian dalam) dan di lingkar luarnya berwarna kuning, merupakan ciri khas mangga Malam. Ciri khas mangga Malam tersebut dapat dipertahankan oleh masyarakat Gunungkidul karena dalam budi daya mangga Malam tidak dibiasakan melakukan pe-ngerodongan buah mangga. Kon-sumen buah mangga lebih me-nyukai hasil panen buah mangga yang tidak dikerodong, karena warna kulit buah yang dikerodong lebih muda.

Karakter Morfologi Mangga Malam

Berdasarkan pengamatan ter-hadap 67 sifat morfologi mangga Arumanis, Manalagi, dan Golek, ternyata mangga malam berbeda dengan ketiga varietas pemban-ding. Deskripsi karakter morfolo-gi mangga Malam sebagai beri-kut:

A. Data umum/paspor data a.Nama jenis Kabupaten : Gunungkidul Kecamatan : Gedangsari Desa : Watugajah h.Perkiraan

umur tanaman

: 34 tahun

i. Cara perbanyakan

: Vegetatif j. Jumlah

koleksi

: 155.815 pohon k.Tempat

tumbuh

: Pekarangan l. Penyebaran : Terbatas

Gunungkidul

pohon induk

: PI/Mg/XVI/226.067 p.Status : Sudah dibudidaya q.Tumbuhan

lain di sekitar

: Sejenis dan lainnya (sawo buah, jambu air, dan lain-lain) r.Pemilik PIT

Nama : Sukijatmo Alamat

lengkap

: Dusun Watugajah, Desa Watugajah, Kec. Gedangsari, Kab. Gunungkidul Nomor PIT : PI/MG/XVI/226.067 Tanam tahun : 1971

Ditetapkan sebagai PIT

: 2002

B. Data Tanaman 1.Karakter pohon

Tinggi pohon : 4-8 m Lingkar batang : 118 cm Bentuk tajuk : Membulat Keadaan tajuk : Sedang Bentuk batang : Silindris Percabangan : Melengkung ke

atas Letak cabang

terendah

: 1-5 m Tekstur kulit

batang

: Kasar Warna kulit : Coklat tua 2.Karakter daun

Bentuk daun : Bulat memanjang (oblong) Tepi daun : Berombak Ujung daun : Meruncing

pendek Belahan daun : Simetris Warna daun

bagian atas

: Hijau muda Warna daun

bagian bawah

: Hijau muda Permukaan

daun bagian atas/bawah

Ukuran daun (cm)

: P 15,3-26,8; L 6,1-8,1 Panjang tangkai

daun (cm)

Warna bunga : Kuning keputihan Kedudukan

bunga

: Ujung batang/ cabang/batang Jumlah bunga

pertandan

: 215-500 kuntum Warna kelopak

bunga

: Hijau muda Jumlah benang

sari

: 6/kuntum 4. Karakter buah

Tipe buah : Buni Bentuk buah : Bulat telur Tekstur kulit

buah

: Halus, bertotol putih

Panjang buah (cm)

: 10,3-11,8 Lebar buah

(cm)

: 7,5-8,3 Tebal buah

(cm)

: 6,5-7,0 Berat buah/biji : 306,0-392,5 g Warna kulit

buah

: Kuning tua Duri buah : Tidak berduri Rambut buah : Tidak berambut Warna daging

buah

: Bagian dalam oranye, bagian luar kuning Rasa daging

buah

: Manis ndalu Tekstur daging

buah

: Halus tanpa serat Kadar gula : 15 brix

Kandungan air : Basah

Aroma : Sangat harum Panjang tangkai

buah (cm)

: 3,77-9,46 Ketahanan

buah dalam pengangkutan

: Tahan

Ketahanan buah dalam

penyimpanan

: 5 hari (suhu ruangan) 5. Produksi

Jadwal berbuah : Konsisten bulan 7-9

Panen musiman dibanding varietas lain

: Pertengahan

Produksi/pohon/ tahun atau/ musim

(4)

Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Mangga Malam

Karakter kualitatif yang mencolok pada mangga Malam ialah kulit buah yang sudah masak

benar berwarna kuning kemerah-an, rasa sangat manis dan aroma sangat harum; berbeda dengan mangga Arumanis dan Golek.

Berdasarkan hasil karakteri-sasi morfologi, karakter

kuantita-tif dan kualitakuantita-tif tersebut maka dapat disusun deskripsi tanaman mangga Malam.

Kristamtini dan Prajitno al KS

ARTI KEL

Padi Lokal Srijaya: Umur Genjah, Efisien Pupuk,

Disukai Petani dan Pedagang

ksplorasi dilakukan pada 17 Maret 2009, di Desa Wahas, Kecamatan Balong Panggang, Kabupaten Gresik. Tanaman padi Srijaya ditanam pada musim hujan, pada awal Nopember dan panen awal Febru-ari dan pada MK I Maret-Mei. Dengan jenis lahan tadah hujan. Petani, pedagang, dan konsumen menyebutnya dengan Srijaya, Sri Ayu atau Mentik. Disebut mentik karena butiran gabahnya seperti beras mentik dan tekstur nasinya pulen.

Varietas ini sudah 23 tahun yang lalu dikembangkan petani dan sampai saat ini masih disukai petani setempat. Keunggulan Srijaya adalah (1) lebih tahan ter-hadap hama wereng coklat karena wilayah ini merupakan daerah endemik hama wereng coklat, (2) berumur genjah 92 hari, (3) kebu-tuhan pupuk sangat irit, (4) hasil gabah lumayan, dan (4) pada pe-nanaman MK I bulan Maret tanah tidak perlu diolah (no tillage). Dari keunggulan tersebut maka biaya usahataninya lebih rendah.

Dibandingkan dengan VUB (Ciherang, IR64), harga beras Srijaya lebih mahal Rp 200/kg. Hal ini disebabkan karena waktu

panen lebih dulu dari padi VUB yang panennya 20-25 hari kemu-dian.

Penyebaran Varietas Srijaya

Penyebaran padi Srijaya ada-lah Kecamatan Balong Panggang dengan luas areal 1.500 ha dan di Kecamatan Benjeng 200 ha sehingga total luas pertanaman di kedua kecamatan 1.700 ha. Menu-rut informasi Penyuluh Pertanian Kabupaten. Mojokerto, di Keca-matan Dawar Blandong juga ter-dapat areal pertanaman padi Srijaya.

Karakteristik

1. Terdapat dua varietas Srijaya, yaitu Srijaya Putih (dengan ciri pangkal batang putih) dan Srijaya Merah (pangkal batang berwarna merah/ungu).

2. Jumlah anakan produktif Sri-jaya Putih anakan lebih sedikit, Srijaya Merah lebih banyak.

3. Tinggi tanaman Srijaya Putih lebih tinggi sehingga mudah roboh.

4. Kedua varietas tahan terhadap serangan hama wereng coklat.

5. Umur panen 80-92 hari, ber-gantung cara tanam:

- pada cara tanam pindah, umur panen 90-92 hari.

- pada cara tanam tugal benih, umur panen 80-82 hari.

6. Hasil 5-6 t/ha gabah kering giling (GKG).

7. Rendemen beras 58-60% gabah kering panen (GKP) dan 68-70% GKG.

8. Rasa nasi pulen, tetapi lebih pulen Srijaya Merah.

9. Bentuk gabah bulat.

Kedua varietas tetap disukai dan ditanam petani, digunakan se-bagai pergiliran varietas.

Pola Usaha Tani

1. Pola tanam

(5)

2. Penerapan teknologi

Cara tanam - Musim hujan

Penanaman dilakukan secara tanam pindah, tanah diolah sempurna, pesemaian dila-kukan dan bibit dicabut pada umur 10-12 hari. Kebutuhan benih 40 kg/ha, penanaman 4-5 bibit per lubang. Jarak tanam 18 cm x 18 cm atau 20 cm x 20 cm

- Musim kemarau

Pada penanaman MK II ta-nah tanpa olah, benih di-tanam segera setelah panen, benih ditugal di antara sing-gang padi terdahulu, dengan kebutuhan benih 50 kg/ha. Teknologi tersebut diterap-kan karena petani menyadari bahwa pada lahan tadah hu-jan waktu ketersediaan air terbatas, dan cara tersebut untuk mengejar panen. Sela-in itu tanam padi yang kedua ini lebih menguntungkan, karena petani tidak me-ngeluarkan biaya pengolah-an tpengolah-anah dpengolah-an biaya pesemai-an dpesemai-an waktu ppesemai-anen lebih cepat sekitar 12 hari diban-ding tanam pindah.

Pemupukan

Kebutuhan pupuk hanya ½ dosis dari padi VUB, yaitu

Ponska 140 kg, urea 35 kg, dan SP-36 35 kg, pupuk organik selalu diberikan pada setiap musim tanam, dengan demi-kian biaya pupuk lebih irit Rp 620.000. Ponska dan SP-36 diberikan sebagai pupuk dasar, yaitu pada saat tanaman ber-umur 7-10 HST dan urea seba-gai pupuk susulan pertama di-berikan pada 30-35 HST.

Pengendalian hama dan penyakit

Serangan hama dan penyakit pada pertanaman padi Srijaya hampir tidak ditemui. Berbeda kalau menanam Ciherang, hampir setiap musim diserang hama wereng coklat.

Pemasaran Hasil

Harga beras Srijaya cukup kompetitif, sekitar Rp 6.100-6.300/kg dari petani, lebih mahal Rp 200 dibandingkan dengan beras varietas unggul.

Untuk mengembangkan va-rietas Srijaya, petani setempat mengharapkan pemurnian benih oleh instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian di Jawa Timur.

Wigati Istuti dan Amik Krismawati BPTP Jawa Timur

Pangan Tradisional Sumatera Utara

Berbasis Budaya dan Pelestarian

I n Situ

angan tradisional adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi masyara-kat dari golongan etnik setempat. Resepnya menggunakan bahan baku lokal dan memiliki rasa yang

sesuai dengan selera masyarakat setempat. Selain itu pangan tradi-sional diwariskan dari generasi ke generasi secara in formal, dengan bumbunya yang khas. Pangan tra-disional dicirikan oleh bahan baku

lokal di mana makanan tersebut berasal.

Pangan tradisional dapat menjadi tidak populer karena per-geseran gaya hidup. Misalnya,

Nampak pangkal berwarna merah pada Srijaya/mentik merah.

(6)

kini masyarakat modern lebih me-nyukai produk yang mudah diolah dan mudah disajikan. Akan tetapi, bila pangan tradisonal terikat dengan budaya masyarakat, akan tetap bertahan dari generasi ke generasi, dan bahan baku lokal pun terpelihara. Secara tidak lang-sung pelestarian sumber daya genetik dilakukan oleh etnis ter-sebut.

Sumatera Utara adalah salah satu daerah di Indonesia yang ter-diri dari etnis asli dan pendatang. Etnis aslinya adalah etnis Batak dan Melayu. Etnis Batak umum-nya mendiami kawasan dataran medium dan dataran tinggi, dan dibedakan lagi menjadi Batak Toba, Batak Karo, Pakpak, Batak Simalungun, dan Mandailing. Identitas Batak ini dicirikan dari marga masyarakat. Etnis Melayu umumnya mendiami daerah pe-sisir pantai dan tidak bermarga. Kedua etnis asli ini memanfaat-kan tanaman lokal untuk masamemanfaat-kan khas, yang kemudian membudaya dalam kehidupan sehari-hari sam-pai sekarang.

Arsik, tombur, naniura, gulai holat, bubur pedas, daun ubi tum-buk, sayur bangun-bangun, cimpa, tuak, adalah nama pangan tradi-sional yang khas di Sumatera Utara. Bahan-bahan yang diguna-kan adalah bahan dasar bumbu masakan Indonesia seperti, cabai, bawang merah, kunyit, jahe, dan sebagainya, sedangkan di masing masing daerah, juga mengguna-kan bahan khas. Di Sumatera Utara bahan baku khas seperti andaliman, bawang batak, unte jungga, rimbang, bunga kencong, dan asam sihala atau cekala, bangun-bangun, daun singkut, balakka, raru, dan daun kentut-kentut. Bahan bahan ini merupa-kan sumber daya genetik yang sudah lama ada di Sumatera Utara.

Lestari secara in situ karena sudah membudaya dikalangan etnis asli. Jika etnis ini merantau, mereka membawa bahan tersebut, juga di-lestarikan secara ex situ.

Budaya Batak dan Pelestarian Sumber Daya Genetik In Situ

Budaya Batak yang khas, di-awali dari kepemilikan marga dan sesama marga tidak boleh meni-kah. Dalam hubungan kekerabat-an adat secara umum, ada dua po-sisi dalam kedudukannya secara adat. Posisi pertama adalah Hula-hula (Batak Toba, Simalungun) atau Kalimbubu (bahasa Karo). Posisi kedua, Boru atau Beru. Yang menjadi Boru adalah pihak marga lain yang mengambil istri dari marga pihak Kalimbubu. Da-lam acara adat sukacita atau duka-cita, posisi ini langsung terlihat dengan posisi tempat duduknya yang terpisah. Hula-hula atau Kalimbubu adalah pihak yang di-layani (dihormati) sedangkan beru atau Boru adalah yang melayani.

Dalam budaya Batak Toba, acara adat selalu dimulai atau ditutup dengan makan bersama. Pihak Hula-hula selalu menyedia-kan mamenyedia-kanan tradisional berbahan baku ikan mas dan harus dimasak dengan cara naniarsik. Ini diberi-kan ke Boru. Pihak Boru menye-diakan makanan berbahan baku daging hewan dimasak nanilompa untuk diberikan kepada Hula-hula. Selalu saling memberi ma-kanan, dengan cara masakan yang standar, yaitu ikan Mas naniarsik dan dilompa (baca: loppa). Pihak Boru juga menyediakan minuman khas yang disebut tuak. Minuman ini memang tidak wajib disedia-kan pada setiap acara madisedia-kan. Jika mereka mampu, pihak Hula-hula juga menyediakan makanan menu lain, yaitu ikan Mas naniura. Naniura adalah makanan Batak Toba yang khas, karena hanya

di-masak melalui fermentasi asam, tanpa api atau tanpa pemanasan. Sayurnya yang khas adalah daun ubi tumbuk.

Bumbu yang digunakan un-tuk masakan Batak Toba khas di-peroleh dari sekitar tempat tinggal (lokal). Bumbu masakan nani-loppa adalah cabai merah, cabai rawit, jahe, bawang merah, ba-wang putih, serai, lengkuas, kela-pa sangrai, dan andaliman ( Zan-thoxylum acanthopodium DC). Sedangkan untuk bumbu ikan Mas naniarsik, digunakan cabai merah, serai, jahe, lengkuas, ku-nyit, andaliman (Zanthoxylum acanthopodium), bawang batak (Allium chinense), dan asam siha-la atau cekasiha-la (Etlingera elatior). Sedangkan untuk membuat bum-bu naniura digunakan asam segar yang disebut unte jungga (Citrus macrophylla). Rasa unte jungga lebih asam dari jeruk nipis. Etnis Batak yang tinggal dekat Danau Toba sangat mahir mengolah pa-nganan tradisional ini. Tanaman yang khas dari bumbu masakan Batak Toba ini ialah andaliman, bawang batak, unte jungga, asam cekala/sihala, dan sayur daun umbi tumbuk diberi buah rimbang (Solanum torvum Sw) dan bunga kencong. Karena dibutuhkan oleh budaya Batak, tanaman ini tetap dipelihara di lokasi asalnya (pe-lestarian in situ). Apabila pindah ke lokasi lain, mereka membawa tanaman sesuai dengan agro-ekosistemnya (pelestarian ex situ).

(7)

Lain halnya dengan Budaya Batak Karo, etnis ini mempunyai budaya syukuran sekali setahun, syukuran panen pertnian yang di-sebut kerja tahun atau pesta panen sekali setahun. Mereka mengun-dang handai tolan untuk makan di rumah mereka, gratis tanpa imbal-an apa-apa, sebagai ucapimbal-an syu-kur kepada Tuhan. Selain menye-diakan makan nasi dan lauk pauk, makanan yang khas pada acara budaya ini ialah cimpa dan lemang. Cimpa adalah makanan ringan yang terbuat dari pulut atau ketan, yang di dalamnya ada inti kelapa gula merah diberi lada hi-tam dan kencur untuk penghangat badan, yang spesifik dari cimpa adalah pembungkusnya daun singkut (Curculigo orchioides). Aroma daun singkut yang khas akan keluar tatkala dikukus me-nempel pada ketan yang dimakan, menambah cita rasa khas cimpa.

Batak Mandailing memakan gulai holat. Holat yang berarti kelat atau sepat bahannya diambil dari kulit pohon balangka (baca: balakka). Bahan khusus ini dima-sukkan ke dalam gulai ikan yang berlemak, untuk membuang rasa “neg”. Pohon balakka (Phylantus emblica) satu famili dengan cer-me, banyak terdapat di Padang Bolak, (Kabupaten Padang Lawas Utara) dan di tempat lain di Sumatera Utara.

Minuman tuak adalah mi-numan dengan bahan baku dari air nira aren, yang diberi kulit kayu, yang disebut raru. Kulit kayu raru dimasukkan untuk mengubah rasa nira aren yang manis menjadi ber-alkohol, terasa agak pahit. Ada beberapa jenis kayu yang diguna-kan sebagai raru, tetapi paling ba-nyak didatangkan dari Sibolga yang terkenal dengan Raru Sibol-ga (Shorea balanocarpoides).

Karakteristik Sumber Daya Genetik Bahan Pangan

Tradisional

Andaliman (Zanthoxylum acan-thopodium DC)

Bagian tanaman yang dima-kan adalah buah dan biji, digiling dengan cabai dan bumbu lainnya, dimasak, rasa dan aromanya men-jadi khas. Andaliman termasuk Famili Rutaceae (keluarga jeruk-jerukan). Tanaman berkayu ini mempunyai tinggi 3-5 m. Habitat tumbuhnya pada dataran sedang basah sampai tinggi basah. Ben-tuk tanaman perdu, cabang mulai tumbuh pada ketinggian 20 cm, dengan kedudukan cabang men-datar. Batangnya berkayu bulat, warna hijau kehitaman, penuh duri, berukuran kasar dan halus. Daunnya daun majemuk dengan anak daun berjumlah ganjil 3-7, dipenuhi oleh duri halus, dan ber-aroma khas kuat. Ukuran daun 8-12 cm. Warna daun sebelah atas hijau tua, sebelah bawah hijau muda.

Andaliman mulai berbuah setelah tanaman berumur setahun. Masa produktifnya 3 tahun se-hingga umurnya sekitar 5 tahun saja. Warna kulit buah muda hijau dan bila tua berwarna merah. Warna daging buah matang me-rah. Buah dan biji daging buah melekat sangat kuat dengan kulit.

Kalau dilepas bentuknya menjadi tidak teratur. Rasa manis dan pa-hit tidak ada, tetapi yang ada rasa bergetar di lidah. Aroma tajam dan khas, seperti jeruk. Tiap buah terdapat satu biji, jumlah juring satu per buah. Tebal kulit 1 mm, berat kulit per buah 30%, berat per buah 1,4 g. Tingkat juicy se-dikit, dan kulit buah kasar. Keta-hanan segar pada suhu kamar se-minggu. Buah andaliman ada dua tipe, yang kecil disebut si manuk, banyak terdapat di Desa Gonting Raya, Kecamatan Raya, Kabupa-ten Simalungun, sedangkan yang lebih besar disebut si horbo, ba-nyak terdapat di Parsoburan (Tobasamosir).

Cara pemanfaatan sebagai bumbu masak, buah dan biji digi-ling halus dicampurkan dengan bumbu masakan lainnya, untuk naniarsik, nanilompa, dan nani-ura. Bisa juga sebagai sambal se-gar digiling dengan cabai rawit di-beri garam dan air jeruk nipis. Buah dan biji andaliman penghi-lang rasa “neg” pada makanan yang mengandung protein atau lemak, dan penambah aroma. Kegunaan lain adalah sebagai tropical spa.

Pasar penjualan adalah pasar tradisional di Sumatera Utara, Proyek Senen Jakarta, dan pasar bumbu khas Batak di Pasar Anyar

(8)

Bogor. Hasil penelitian andaliman belum banyak, tetapi diketahui bahwa buahnya mengandung tri-geminal, senyawa perangsang se-lera makan dan berfungsi sebagai antioksidan.

Bawang Batak (Allium chi-nense)

Bagian tanaman yang dima-kan adalah umbi dan daunnya, di-campur pada masakan ikan arsik, susu arsik. Bawang batak ter-masuk subfamili Alloidae, famili Amaryllidaceae, genus Allium. Tinggi tanaman 40-50 cm. Habitat tumbuhnya pada dataran sedang basah sampai dataran tinggi basah.

Umbinya berwarna putih, se-dangkan daunnya hijau berongga. Umbi berkembang menjadi anak-an. Tanaman bawang batak tidak sulit merawatnya, karena adaptif pada tanah yang kurang subur. Hama dan penyakit bawang batak tidak banyak sehingga biaya pe-rawatannya lebih murah.

Tanaman herba tahunan ini diperbanyak dengan anakan se-hingga tidak memiliki masa dor-mansi seperti bawang merah. Jumlah umbi bawang 5-10 per rumpun. Bentuk umbi oval dan aromanya khas. Tanaman ini aututetraploid 2n = 32, mengha-silkan daun sepanjang tahun. Di Sumatera Utara belum pernah dijumpai berbunga tetapi di nega-ra subtropika tanaman ini berbu-nga dan berbiji. Panjang akar ba-wang batak 40-50 cm, seperti panjang daunnya.

Petani menanamnya pada lahan yang tidak luas, hanya 200-800 m2. Hasil bawang Batak pada lahan seluas 600 m2 berkisar 120-150 kg. Jarak tanam 20 cm x 25 cm. Kandungan nutrisi bawang Batak adalah kadar air 73,5%;

protein 1,7%; gula 11,5%; TSS 4,2%; vitamin B1 8,66; vitamin C 0,16, lisin 0,16; arpasginase valley 0,161; aspartite acide throine 0,13%; arginin 0,13%; B acid serine 0,13; glutamat 0,07;

alanin 0,09; metionin 0,03;

γ-amino-butyric acid 0,12; leusin isoleusin 0,10.

Kencong (Etlingera elatior)

Kencong atau kecombrang (Sunda), buahnya disebut asam sihala/cekala, bahasa latinnya Et-lingera elatior atau, Nicolaia spe-ciosa atau Phaeomeria speciosa.

Bunga, batang pucuk, dan buah kencong atau kecombrang disukai warga Sumatera Utara, baik dari etnis Melayu maupun Batak. Di Sumatera Utara ada sa-tu jenis sayur yang hampir selalu dapat ditemukan di semua warung dan rumah makan, yaitu sayur daun ubi tumbuk. Sayur ini dibuat dari daun singkong yang ditum-buk, dimasak dengan sedikit san-tan, ditambah ikan teri, dengan bumbu bunga kencong, dan rim-bang atau cempokak. Sayur seder-hana ini cocok mendampingi hampir semua jenis lauk pauk yang populer di Sumatera Utara.

Anyang adalah sayuran etnis Melayu, sejenis urap sayur de-ngan parutan kelapa yang disang-rai dengan bumbu, juga sering memakai bunga kencong. Rajang-an halus bunga kencong pada umumnya memberikan aroma ha-rum dan rasa asam. Untuk masak ikan Mas arsik digunakan buah kencong yang namanya disebut asam sihala (Batak Toba) atau asam cekala (Batak Karo). Bentuk buah dalam satu tandan seperti buah nenas. Buahnya dilepas dari tandan, dicuci bersih, lalu di-geprak satu per satu sampai agak terurai kulit buahnya, diperas se-perti memeras kelapa. Airnya saja

yang diambil, ampasnya dibuang. Aromanya yang khas semakin ta-jam setelah dimasak dengan ikan.

Batang tanaman kencong yang dimanfaatkan adalah batang yang masih muda, disebut rias (Batak Toba). Batangnya dikupas, hingga diperoleh umbut (batang dalam) yang warnanya putih atau core. Umbut dipotong sepanjang jari, dimasukkan ke dalam ikan arsik, menambah rasa asam, jika tidak ada asam sihala/cekala. Selain itu batang kecombrang di-jadikan campuran sambal, disebut sambal rias (Batak Toba). Umbut dikukus sampai lunak, kemudian digiling dengan cabai rawit, anda-liman, tomat rebus, dan kemiri goreng atau kemiri bakar. Sambal ini dimakan dengan ikan bakar atau ikan goreng.

Kencong atau kecombrang termasuk famili Zingiberaceae (keluarga lengkuas-lengkuasan), tanamanya berumpun seperti lengkuas. Diameter dan tinggi tanaman 2-3 kali lebih tinggi dari lengkuas, tanaman terna ini mem-punyai tinggi 5 m. Habitat tum-buhnya pada dataran rendah sam-pai tinggi. Kecombrang di, yaitu

(9)

kecombrang bunga merah jambu, buahnya hijau dan kecombrang berbunga merah marun, buahnya berwarna merah, sedangkan rasa asamnya tidak berbeda.

Batang semu berbentuk bu-lat, membesar di pangkalnya, se-makin ke pucuk sese-makin kecil, tumbuh tegak dan banyak, ber-dekat-dekatan, membentuk rum-pun jarang, keluar dari rimpang yang menjalar di bawah tanah. Rimpang tebal, berwarna krem kemerah-jambuan ketika masih muda. Daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris, berseling di ba-tang semu, helaian daun jorong lonjong, 20-90 cm x 10-20 cm, dengan pangkal membulat atau bentuk jantung, tepi bergelom-bang, dan ujung meruncing pen-dek, gundul namun dengan bintik-bintik halus dan rapat, hijau mengkilap, sisi bawah keunguan ketika muda.

Bunga dalam karangan ber-bentuk gasing, bertangkai panjang 0,5-2,5 m x 1,5-2,5 cm, dengan daun pelindung bentuk jorong, 7-18 cm x 1-7 cm, berwarna merah jambu hingga merah terang, ber-daging, melengkung membalik jika mekar. Kelopak berbentuk ta-bung, panjang 3-3,5 cm, bertajuk 3, terbelah. Mahkota berbentuk tabung, merah jambu atau merah tua marun, hingga 4 cm. Labellum serupa sudip, sekitar 4 cm pan-jangnya, berwarna merah jambu terang atau merah marun dengan tepi putih atau kuning.

Buah berjejal dalam bongkol atau tandan hampir bulat kerucut gasing di sepertiga ujungnya, ber-diameter 10-20 cm untuk tandan-nya, masing-masing butir 2-2,5 cm besarnya. Berat per buah 4-14 g, sedangkan berat per bongkol atau tandan 200-800 g. Buah ber-mata seperti nenas berambut halus pendek di luarnya, hijau dan

men-jadi merah ketika masak. Berbiji banyak, coklat kehitaman, diselu-bungi salut biji (arilus) putih be-ning atau kemerahan yang berasa masam.

Kencong berpeluang menjadi pengawet alami. Nilai nutrisi per 100 g tanaman dewasa, yaitu karbohidrat 4,4 g; serat pangan 1,2 g; lemak 1,0 g protein 1,3 g; air 91 g; kalsium 32 mg (3%); besi 4 mg (32%), magnesium 27 mg (7%); fosfor 30 mg (4%); kalium 541 mg (12%); dan seng 0,1 mg (1%).

Unte Jungga (Citrus macro-phylla)

Jeruk ini rasa asamnya mele-bihi jeruk nipis, digunakan untuk makanan naniura, yang dimanfa-atkan oleh etnis Batak Toba ialah air buahnya yang masih muda atau sudah tua. Air buah unte jungga ini disiramkan ke ikan Mas yang sudah dilepas tulang atau durinya. Ikan difermentasi menggunakan asam dari unte jungga ditambah air kunyit dan garam. Tanpa dimasak dengan api atau air panas, ikan sudah dapat dimakan dengan bumbu sambal lainnya.

Unte jungga, di Minangka-bau disebut asam sundai (Citrus macropylla), termasuk famili Ru-taceae, ordo Sapindales. Jenis je-ruk ini baik digunakan sebagai batang bawah jeruk lemon, karena akan membuat tanaman menjadi pendek, dibandingkan jika meng-gunakan jeruk purut. Unte jungga jeruk tahan terhadap penyakit bu-suk pangkal batang yang disebab-kan oleh jamur Phypthopthora. Selain itu toleran terhadap tanah salin.

Pohon unte jungga kecil ber-kayu, perdu atau semak besar, tinggi 2-15 m, dengan batang atau ranting berduri panjang tetapi ti-dak rapat. Daun hijau abadi de-ngan tepi rata, tunggal, permuka-an biaspermuka-anya licin dpermuka-an agak ber-minyak. Bunga tunggal atau da-lam kelompok, lima mahkota bunga kadang-kadang empat, ber-warna putih atau kuning pucat, stamen banyak, seringkali sangat harum. Buah bertipe “buah jeruk” (hesperidium), semacam buah buni, membulat atau seperti ta-bung, ukuran bervariasi dengan diameter 2-30 cm, tergantung jenisnya, kulit buah biasanya berdaging dengan minyak atsiri

(10)

yang banyak. Hama yang sering menyerang tanaman jeruk adalah kutu daun, ulat Pappilio memnon, Philocnitis, sedangkan penyakit yang sering mengifeksi adalah embun tepung, embun jelaga, dan virus keriting.

Di tempat lain, buah dan daunnya dimanfaatkan sebagai penyedap kue/puding. Aroma yang khas berasal dari sejumlah flavonoid dan beberapa terpenoid. Daging buah mengandung banyak asam sitrat yang memberikan rasa masam yang tajam tetapi segar.

Perbanyakan unte jungga da-ri biji buah yang telah masak fisiologis. Biji dikeluarkan dari buah, dikeringanginkan, kemu-dian disemai. Setelah berdaun empat ditanam ke polibag, sampai 2-3 bulan. Setelah itu siap dita-nam ke lapang atau dijadikan batang bawah. Habitat tumbuhnya di dataran medium sampai dataran rendah, tetapi masih toleran ditanam di dataran rendah.

Rimbang (Solanum torvum Sw)

Nama lainnya takokak, atau turkey berry. Takokak atau terung pipit (Solanum torvum Sw.) ada-lah tumbuhan dari suku terung-terungan (Solanaceae). Habitat tumbuhnya pada dataran rendah sampai dataran tinggi basah.

Nama dalam perdagangan internasional tidak baku, beberapa di antaranya adalah turkey berry “buni turki” atau mini-eggplant “terung mini”. Takokak adalah tumbuhan semak kecil, yang ting-ginya dapat mencapai 5 m, jika di bawah pohon lain atau naungan, namun biasanya kurang dari 2 m. Hampir semua bagian tumbuhan ini berduri, kecuali buah yang di-tutupi rambut. Daun bulat telur dengan pangkal seperti jantung atau membulat, dengan ujung

yang tumpul. Panjang daun 7-20 cm dan lebar 4-18 cm. Tangkai bunga pendek, sering bercabang dan banyak bunga, bentuk bunga bintang berwarna putih di tengah-nya berwarna kuning. Buahtengah-nya berjenis buah buni, kecil, dan banyak. Rimbang tumbuh liar di hutan semak dan hutan terbuka. Hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi hingga ketinggian 1.600 m dpl.

Pohon rimbang dikenal tahan penyakit yang menyerang batang dan biasa dijadikan batang bawah. Tanaman ini diperbanyak dari biji yang sudah tua meskipun pada umumnya sering disebarkan oleh burung (melalui kotoran burung).

Buah rimbang selain di per-caya masyarakat untuk menyem-buhkan mata minus, mengandung vitamin A. Selain itu, kandungan vitamin C juga cukup tinggi ber-guna dalam pengobatan alternatif herbal, pinggang kaku, bengkak terpukul, sakit lambung, tidak datang bulan, dan jantung ber-debar.

Balakka (Phylantus emblica)

Holat adalah nama masakan lauk khas Padang Bolak (Padang

Lawas Utara), Mandailing. Holat sebenarnya adalah air perasan ku-lit pohon Balangka (baca: balak-ka). Batang balakka yang diguna-kan adalah pada bagian yang ber-kulit tebal dan masih muda. Meto-de pembuatannya adalah menye-rut kulit balakka setelah bagian paling luar (kulit ari) dibuang, sebaiknya serutan jangan sampai kandas ke bagian batang. Iris jahe dan bawang, kemudian campur-kan kulit balakka yang sudah di-serut, setelah cukup rapuh, ditum-buk halus, dan disaring sebelum dicampur dengan serutan balakka. Taburkan garam secukupnya, setelah itu tuangkan air mendidih dalam adonan tadi (jangan direbus di atas api). Aduk adonan dengan merata, tercampur sempurna, ma-sukkan potongan ikan Mas pang-gang atau ayam pangpang-gang. Meski tampak sangat sederhana, mem-buat holat tidak segampang yang dibayangkan, jika salah membuat rasanya bisa pahit atau tak berasa sama sekali. Urutan pencampuran bumbunya harus sesuai, karena suhu air sangat mempengaruhi ra-sa. Tidak banyak orang yang da-pat membuat holat karena sulit dan orang yang mempunyai ke-mahiran membuat holat disebut pangholati.

(11)

Pada lahan yang kurang su-bur, tinggi tanaman berkisar 3-5 m. Tetapi di tanah yang subur tumbuhan ini bisa tumbuh lebih tinggi. Pada musim tertentu, bu-ahnya tampak lebih banyak, ben-tuk buah bulat sebesar kelereng, menyimpan air yang sepat-asam-manis. Para gembala memakan-nya untuk melawan rasa haus. Pohon malaka atau kemloko di beberapa daerah di Indonesia mempunyai beberapa sebutan se-perti malaka, melaka, kimalaka (Melayu), balaka (Minangkabau), malaka (Sunda, Betawi), kemloko (Jawa), malakah (Madura). Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut indian gooseberry atau myrobalan.

Dalam Bahasa Latin dikenal dengan berbagai nama, yaitu Cicca emblica Kurz., Emblica officinalis Gaertn., Mirobalanus embilica Burm., Phyllanthus mai-rei Lév, Phyllanthus mimosifolius Salisb., P. taxifolius D. Don. Para pakar di Malaysia menduga bah-wa pohon ini menjadi asal-usul nama Kota Melaka, diambil men-jadi nama selat, Selat Malaka. Tanaman ini termasuk genus Phy-lantes, subfamili Flueggeinae, famili Phyllanthaceae, dan Ordo Malpighiales.

Pohon balakka atau malaka mirip dengan pohon cerme, hanya

lebih besar dan tingginya dapat mencapai 18 m. Berbatang beng-kang-bengkok, dengan tajuk ter-buka. Batang pohon malaka (P. emblica) tegak, bulat, berwarna coklat keputih-putihan.

Daun melaka atau malaka menyerupai daun majemuk, ber-warna hijau, kecil-kecil meman-jang, terletak berseling pada ran-ting yang kecil ramping, secara keseluruhan mirip susunan daun majemuk menyirip. Sepasang daun penumpu yang kecil, me-runcing, coklat kemerahan, meng-apit tangkai daun yang pendek. Pada waktu-waktu tertentu pohon malaka menggugurkan daunnya.

Bunga jantan dan betina ber-warna kuning kehijauan, tersusun dalam kelompok kecil yang tum-buh di ketiak daun. Buah malaka mirip buah cerme, namun lebih bulat dan kurang berusuk. Warna buah kuning, kuning kehijauan atau kecoklatan, dengan 6 buah rusuk membelimbing. Rasanya masam agak getir (pengar, agak pahit). Di tengahnya terdapat se-butir inti yang keras, yang terbagi atas tiga ruang masing-masing berisi 1-2 biji. Karena itu buah malaka dapat dimanfaatkan seba-gai obat herbal untuk batuk, batuk berdarah, demam, kencing manis, sariawan, dan sakit gigi. Sedang-kan daun melaka bermanfaat

un-tuk mengobati busung air, bisul, dan eksim. Akarnya berkhasiat sebagai obat batuk darah, radang usus, sakit lambung, dan tekanan darah tinggi.

Tanaman ini digunakan seba-gai obat dengan tanaman Tinos-pora cordifolia (Tc). Tanaman P. emblica (Pe) dapat digunakan se-bagai obat hepatitis dan antituber-kulosis. Sedangkan kulit kayunya untuk pewarna batik dari bahan alami di Daerah Istimewa Yogya-karta. Di Bali, buah balakka di-buat sebagai manisan, di Nusa Tenggara sebagai obat setelah melahirkan.

Daun Singkut (Curculigo orchi-oides)

Pemanfaatannya di Sumatera Utara adalah pembungkus makan-an ringmakan-an ymakan-ang bernama cimpa (Batak Karo). Cimpa seperti lepat bugis tetapi ditambahkan bumbu lada hitam dan kencur pada inti kelapanya. Daun cimpa banyak diperjualbelikan di pasar lokal Berastagi dan Kabanjahe, Kabu-paten Karo di bulan Agustus sampai Oktober karena saat itu musim kerja tahun atau pesta panen tahunan.

Nama lain dari tanaman sing-kut adalah bedur (Jawa), congkok (Sunda), nyeyor-nyeyoran (Madu-ra), doyo (Kutai Kertanegara). Tanaman ini termasuk genus Curculigo, famili Hypoxidaceae, ordo Asparagal, monokotil. Dalam Bahasa Latin disebut Curculigo angustifolia.

(12)

pun, bunga bermahkota kuning, dan berbentuk bongkol, buah pu-tih dengan biji hitam.

Singkut atau Curculigo me-rupakan herba tahunan, berambut atau gundul, dengan rhizome tebal. Daun radikal, biasanya ber-tangkai, menggaris sampai men-dekati ellips. Bunganya inflores-cence racemus atau tandan, ka-dang seperti kepala, dengan se-dikit atau banyak bunga, tepala bersatu dalam tabung pendek atau memanjang, benang sari enam, bebas, pistil dengan tiga sel ova-rium, stilus pendek, kolumner, berakhir pada tiga stigma yang panjang. Buah berdaging seperti berry, indehiscent atau secara tak teratur dehiscent, biji sedikit. Biji berwarna hitam, agak membulat.

Curculigo spp. merupakan tanaman yang menyukai keteduh-an atau kondisi tketeduh-anpa sinar ma-tahari, dengan kandungan air yang banyak. Dari percobaan di daerah terbuka, C. latifolia tumbuh sa-ngat lambat dan daun yang ter-tinggal kecil. Curculigo lebih me-nyukai tanah subur, pengairan ba-gus, kaya bahan organik. Di Jawa, C. capitulata terdapat di hutan

primer dan sekunder pada keting-gian 2.000 m dan C. latifolia ter-dapat di hutan hujan pada keting-gian 1.100 m.

Curculigo diperbanyak de-ngan membelah sucker atau de-ngan menaburkan biji yang masak dan segar. C. latifolia menghasil-kan banyak sucker, yang dapat dipindah dan mudah tumbuh men-jadi tanaman baru. Etnis Benuaq Kalimantan memperbanyak de-ngan menggali rhizome, membagi dan membungkus dengan daun pisang dan diberi sedikit tanah, kemudian diletakkan bersama ro-tan. Setelah bertunas, ditanam di luar dekat rumah. Perbanyakan klonal in vitro memungkinkan un-tuk tanaman ini, dengan hasil ter-baik adalah dari kultur rhizome. Dalam hal ini, digunakan media Murashige dan Skoog, ditambah sukrosa (30 g/l), tiamin (0,4 g/l), air kelapa (150 ml/l), kinetin (5 mg/l), dan asam indol asetat (2,5 mg/l). Ketahanan hidup tanaman sekitar 90%.

Manfaat lain dari singkut adalah daun digunakan sebagai pengikat (tali), obat-obatan, dan

buahnya dapat dijadikan sebagai teman minuman sirup.

Daun Kentut-kentut (Paederia scandens (Lour.)Merr

Bubur pedas, adalah makan-an khas Melayu di Sumatera Utara. Makanan ini terdiri dari campuran nasi, ikan, dan sayur. Asupan gizinya lengkap, terdiri dari karbohidrat, protein, dan mineral. Dari berbagai bahan ba-ku yang digunakan, yang sangat spesifik adalah daun kentut-ken-tut. Daun ini mengeluarkan bau tidak sedap, tanaman ini tumbuh liar dan biasanya anak-anak jahil di daerah pesisir menggunakan daun tersebut untuk menganggu temannya dengan melemparkan daun kentut-kentut, sehingga me-nimbulkan gelak tawa, karena melihat teman yang dilempar da-un kentut-kentut tampak kesal mencium aroma tidak sedap.

Nama lain dari tanaman ken-tut-kentut adalah bedur (Jawa), congkok (Sunda), nyeyor-nyeyor-an (Madura), kahitutnyeyor-nyeyor-an (Sunda), kasembukan (Jawa), bintaos, ka-sembhukan (Madura), gumi siki (Ternate), daun kentut, sembukan (Sumatera), ji shi teng (Cina). Da-lam Bahasa Latin dikenal dengan nama Paederia chinensis Hance atau P. foetida Auct. atau P. foetida, Linn. atau P. tomentosa, Bl. Tanaman ini termasuk famili Rubiaceae.

(13)

panjang 3-12,5 cm, lebar 2-7 cm, permukaan atas berambut atau gundul, tulang daun menyirip, bi-la diremas berbau kentut. Bunga majemuk tersusun dalam malai, keluar dari ketiak daun atau ujung percabangan. Mahkota bunga ber-warna putih, bagian dalam tabung berwarna ungu gelap. Buah bulat, warna kuning, mengkilap, pan-jang 4-6 mm. Daun dimakan se-bagai lalap atau disayur. Perba-nyakan dengan stek batang atau biji.

Masyarakat Sunda biasa mengkonsumsi sebagai lalapan. Sementara masyarakat Jawa, biasa dimakan menjadi bothok. Daun kentut-kentut tumbuh liar di tanah terbuka, semak atau di pinggir sungai, habitat aslinya di dataran rendah. Tak jarang pula orang memeliharanya dengan di-rambatkan ke pagar.

Meski berbau busuk, daun kentut-kentut memiliki rasa yang manis, namun kemudian terasa agak pahit dan akhirnya netral tak berasa. Daun kentut-kentut memi-liki efek anti-rematik, analgesik (penghilang nyeri), meluruhkan kentut, meluruhkan kencing dan dahak. Daun kentut-kentut dapat disajikan dalam bentuk sayur dan

disuapkan pada anak-anak untuk menambah nafsu makan. Daun ini juga mempunyai efek detoksifika-si, antibiotik, antitusif, pereda ke-jang, dan antiradang.

Batang dan daun tanaman kentut memiliki beberapa kan-dungan kimia, antara lain gama-sitosterol, deacetylaspe-ruloside, asperuloside, arbutin, paederosid, scandoside, oleanolic acid, dan paederosidic acid.

Akar dan daun tanaman ken-tut-kentut dapat dimanfaatkan sebagai terapi pengobatan herbal. Setelah dibersihkan, daun kentut-kentut dijemur dan di simpan di tempat yang kering. Bahan di-gunakan jika diperlukan.

Bangun-bangun (Coleus amboi-nicus)

Bangun-bangun (Coleus am-boinicus) merupakan tumbuhan yang banyak dikonsumsi oleh ibu-ibu setelah melahirkan di daerah Toba, Sumatera Utara. Tumbuhan ini dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI), ba-nyak ditemukan di Sumatera Uta-ra dan dijadikan panganan pen-damping nasi, misalnya sebagai sayuran. Daun bangun-bangun

ternyata mampu meningkatkan pertahanan tubuh dengan cara meningkatkan sifat fagositik sel netrofil.

Daun bangun-bangun ditum-buk, dimasukkan ke dalam sup yang telah diberi bumbu seperti untuk ayam bakar cara orang Batak. Sop daun bangun-bangun yang dikemas dalam kaleng me-rupakan bentuk usaha komersial. Ibu-ibu menyusui diharapkan da-pat mengkonsumsinya dalam ben-tuk sop kemasan kaleng yang le-bih praktis karena tidak perlu me-nanam pohonnya dan memasak-nya terlebih dahulu untuk men-dapatkan efek laktagogumnya. Tanaman ini terbukti mengandung zat besi dan karotin yang tinggi. Selain itu, tanaman ini juga dapat meningkatkan kadar zat besi, kali-um, seng, dan magnesium dalam ASI serta meningkatkan bobot badan bayi.

Bagian tanaman yang di-makan adalah daun dan pucuk. Bangun-bangun termasuk sub-famili Oscimoidae, sub-famili Lami-ceae (Labialae). Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertu-lang lunak, beruas-ruas, meling-kar, dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya sekitar 10 mm +5 mm, dapat ber-kembang biak dengan mudah. Da-un yang masih segar bentuknya tebal, berwarna hijau tua, kedua permukaan daun seperti beludru. Tanaman ini ditemukan hampir di seluruh wilayah di Indonesia de-ngan berbagai nama yang ber-beda. Di Jawa Tengah disebut daun cumin, orang Sunda me-nyebutnya daun ajeran, di Madura disebut daun kambing, dan di Bali disebut daun iwak. Di daerah Batak Sumatera Utara sendiri di-sebut sebagai daun bangun-bangun atau torbangun-bangun.

(14)

Tanaman ini mudah diperba-nyak dengan stek. Panen pertama dapat dilakukan pada umur 1-1,5 bulan. Air daun bangun-bangun segar, rasanya pahit, mampu me-ningkatkan pertahanan tubuh da-pat dilakukan dengan cara me-ningkatkan sifat fagositik sel netrofil.

Daun bangun-bangun me-ngandung zat besi dan karotenoid yang tinggi. Kadar FeSO4 pada

daun bangun-bangun (C. amboini-cus) dapat diandalkan sebagai sumber besi non heme bagi ibu menyusui.

Daun bangun-bangun diper-caya dapat meningkatkan dan ngembalikan stamina ibu, me-ningkatkan produksi ASI, mem-bersihkan daerah rahim dan ke-percayaan itu tetap kuat selama beratus-ratus tahun. Potensinya sebagai laktagogum ditunjukkan oleh daun bangun-bangun yang mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta dapat meningkat-kan hormon menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin. Sayur daun bangun-bangun yang dikon-sumsi terbukti dapat meningkat-kan total volume ASI, berat badan bayi, dan komposisi zat besi, seng, dan kalium dalam ASI.

Di samping itu, komponen daun ini sudah pernah dimasuk-kan sebagai komponen obat jamu ibu hamil yang ternyata menurut penelitian mempunyai sifat oksi-tosik dan analgesik. Infus ekstrak daun tersebut dapat meningkatkan volume air susu induk tikus dan berat badan anaknya.

Daun bangun-bangun memi-liki aroma tertentu sehingga di-kenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India, Ceylon, dan Afrika Selatan, bentuk bunga tajam dan mengan-dung minyak atsiri sehingga di-sebut juga C. aromaticus. Di India, tanaman ini telah dikenal sebagai obat demam malaria, he-patopati, batu ginjal dan kandung kemih, batuk, asma kronik, ce-kukan, bronkhitis, cacingan, ko-lik, dan kejang. Tanaman ini mengandung berbagai jenis fla-vonoid, yaitu quercetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin. Daun tanaman ini juga telah dibuktikan sebagai antiinflamasi karena bekerja menghambat res-pon inflamasi yang diinduksi oleh siklooksigenase, juga sebagai antikanker dan antitumor.

Hasil penelitian menunjuk-kan bahwa daun bangun-bangun mengandung minyak atsiri (0,043% pada daun segar atau

0,2% pada daun kering). Minyak atsiri dari daun bangun-bangun selain berdaya antiseptika ternyata juga mempunyai aktivitas tinggi melawan infeksicacing. Selain itu tanaman ini juga mengandung vitamin C, B1, B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium, asam lemak, asam oksalat, dan serat. Senyawa-senyawa tersebut ber-potensi terhadap bermacam-ma-cam aktivitas biologik, misalnya antioksidan, diuretik, analgesik, mencegah kanker, antitumor, anti-vertigo, immunostimulan, antira-dang, antiinfertilitas, hipokoles-terolemik, hipotensif. Di Cina, jus daun ini diberikan untuk obat batuk anak-anak ditambah gula. Manfaat lain adalah sebagai obat asma dan bronkhitis. Ada beber-apa buku tanaman obat yang menuliskan resep bangun-bangun sebagai tanaman obat.

Raru

Raru merupakan sebutan un-tuk jenis kulit kayu yang ditam-bahkan pada nira aren untuk me-ningkatkan cita rasa dan kadar al-kohol serta mengawetkan minum-an tradisional yminum-ang disebut tuak. Dalam berbagai literatur disebut-kan bahwa ada beberapa jenis kayu yang digolongkan sebagai kayu raru, antara lain Shorea balanocarpoidesna King, Shorea faguetiana Heim., Cotylelobium lancelobatum, Vatica perakensis V.Sl dari famili dipterocarpaceae dan Garcinia sp. dari famili Guttifera. Sebagian masyarakat Tapanuli mengenal kulit kayu raru sebagai obat diabetes. Raru yang terkenal berasal dari Tapanuli Tengah yang dikenal dengan nama raru Sibolga. Raru dari daerah ini umumnya dari kulit Cotylelobium lancelobatum.

(15)

35 m, diameter sampai 175 cm. Tajuk S. leprosula lebar, menye-bar, hemispherical, atau berbentuk se-perti kembang kol, warna semi tembaga. Batangnya mempunyai kulit luar berwarna abu-abu atau coklat, sedikit beralur tidak da-lam, mengelupas agak besar dan tebal. Penampangnya berwarna coklat muda sampai merah, bagi-an dalam kuning muda, kayu gubal berwarna kuning muda sampai kemerah-merahan, kayu teras berwarna coklat muda sam-pai merah. Pohon berbanir dengan tinggi sampai 3,50 m, lebar 2,50 m, tebal 20 cm. Cabang besar, tumbuh horizontal, jumlah tidak banyak, dan cepat gugur. Ranting banyak dan halus. Daun tunggal berbentuk bulat telur sampai jorong, panjang 8-14 cm,

dan lebar 3,5-5,5 cm. Tangkai daun berbulu halus lebat, panjang-nya 1-2 cm. Pada daun muda ter-dapat domatia mulai dari pangkal ibu tulang daun sampai hampir di ujungnya membentuk semacam garis. Permukaan atas daun ber-warna hijau dan licin, sedangkan permukaan bawah kelabu, coklat atau kekuning-kuningan, dan ter-tutup bulu yang sangat rapat. Stipula 10 mm x 3,5 mm, jorong atau berbentuk tombak besar, tumpul, bila gugur bekas stipula pendek-horizontal. Kuncup daun 3-5 mm x 2-3 mm, memipih, bulat telur membesar, agak run-cing, berbulu pubescent halus-padat pendek, kuning tua.

Mobe (Artocarpus dadah)

Bagian tanaman yang dima-kan adalah buahnya, dicampur pada masakan ikan arsik. Mobe termasuk genus Artocarpus, fami-li Moraceae. Tanaman ini mem-punyai tinggi 24 m. Habitat tum-buhnya pada dataran sedang ba-sah sampai dataran tinggi baba-sah.

Panjang daun 15-30 cm, ben-tuk daunnya oblong tetapi tidak simetris. Daun bergelombang, se-belah bawah daun berbulu halus. Pada masa juvenil tanaman penuh daun, dan pada masa-masa terten-tu tanaman menggugurkan daun, sehingga tinggal sedikit daun di pohon. Artocarpus bersifat mono-esis (monoecious, berumah satu) di mana bunga jantan dan betina berada di satu pohon. Bunga jan-tan maupun betina tersusun dalam bongkol berkelamin tunggal, soli-ter atau berpasangan, muncul di ketiak, di cabang-cabang, atau di batang utama (cauliflory). Setelah dibuahi, bunga betina berkem-bang menjadi buah semu maje-muk (syncarp). Buah mobe ber-ukuran 5-9 cm berwarna hijau muda di luar, di dalam buah ber-warna merah jambu tua. Bijinya berukuran besar, tanpa endosper-ma, terlindung oleh daging buah yang sebetulnya tenda bunga yang membesar, perkecambahannya hipogeal.

Selain dimanfaatkan buah-nya, batang tanaman mobe, di-jadikan kayu. Buah mobe me-ngandung senyawa steroid, yaitu betasitostrol dan lupeol yang ber-fungsi sebagai antioksidan dan antikanker.

Ragam pangan tradisional etnis asli Sumatera Utara seperti naniarsik, naniloppa, naniura, sa-yur daun ubi kayu tumbuk, sasa-yur bangun-bangun, kue cimpa, holat, bubur pedas, minuman tuak tidak Raru

(16)

terpisahkan dari budaya dan ke-biasaan mereka.

Makanan ini berbahan baku lokal, seperti andaliman, bawang batak, kencong atau asam sihala, rimbang, daun bangun-bangun, daun singkut, balakka, daun kentut-kentut, dan raru. Bahan

pa-ngan ini lestari secara in situ. Jika etnis asli ini keluar dari lingkung-an asalnya, tlingkung-anamlingkung-an tersebut tetap dibutuhkan dan dibawa untuk di-tanam diperantauan sehingga pelestariannya lebih luas (ex situ). Bahan tersebut diteliti mengan-ung bahan berguna seperti anti-oksidan, antituberculosis,

antidia-betes, obat lainnya. Dengan demi-kian bahan baku tadi bermanfaat sebagai bahan pangan fungsional, yang berfungsi untuk kesehatan. Kearifan lokal ini berdampak positif dan perlu dilestarikan.

Sortha Simatupang

BPTP Sumatera Utara

BERI TA

Percepatan I mplementasi Program Pemuliaan

melalui Pengelolaan Sumber Daya Genetik dan

Analisis Genom

omitmen Badan Peneliti-an dPeneliti-an PengembPeneliti-angPeneliti-an Pertanian (Balitbangtan) untuk terus menghasilkan inovasi baru dalam upaya merealisasikan visi pembangunan pertanian in-dustrial berbasis sumber daya lo-kal telah diimplementasikan mela-lui percepatan program pemuliaan dan pengelolaan sumber daya genetik (SDG) lokal dan analisis genom. SDG adalah aset penting dan menjadi keunggulan kompa-ratif Indonesia untuk meningkat-kan kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan antara ragam SDG dengan kemampuan manusia un-tuk mempertahankan kehidupan yang lebih baik mengindikasikan bahwa SDG memiliki fungsi dan manfaat strategis, penting, dan spesifik. SDG adalah aset dan modal dasar bagi ketahanan pa-ngan, kesehatan, energi, lingkung-an, dan keamanan negara. Keter-sediaan SDG sangat diperlukan dalam perakitan suatu spesies yang adaptif di lingkungan tum-buh tertentu, peningkatan produk-si, toleransi terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik, atau untuk memperoleh sifat unik

spesies yang diusahakan. Oleh ka-rena itu, semua negara berkepen-tingan dalam penguasaan, pelesta-rian, pemahaman, dan pemanfaat-an SDG tpemanfaat-anampemanfaat-an, hewpemanfaat-an, dpemanfaat-an mikroba.

International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI-FAO) menyatakan 10 kepentingan stra-tegis pelestarian SDG, yaitu:

1. SDG merupakan pilar pe-nyangga kelangsungan hidup suatu organisme yang dibudi-dayakan. Ada sekitar 250.000 spesies tanaman di dunia, te-tapi yang dibudidayakan ha-nya 7.000 spesies, termasuk di dalamnya empat spesies ta-naman yang menopang 68% kebutuhan kalori manusia, yaitu padi, terigu, jagung, dan kentang. Variabilitas tinggi SDG akan meningkatkan adaptibilitas tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik di lingkungan tumbuhnya.

2. Kekayaan SDG banyak mem-berikan pilihan bagi sistem pertanian yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan pang-sa papang-sar.

3. SDG diperlukan untuk men-jawab masalah kekurangan pangan, melalui pemanfaatan gen-gen heterotik, gen penen-tu produksi tinggi, dan seba-gainya dalam varietas unggul sebagai sarana produksi.

4. SDG merupakan warisan bu-daya leluhur, terkait dengan sifat-sifat unik yang tersedia di suatu wilayah secara turun-temurun.

5. SDG menentukan perkem-bangan dan kemajuan pertain-an, melalui pemanfaatan benih varietas unggul dan hibrida yang berasal dari plasma nutfah.

6. Pelestarian dan pemanfaatan SDG harus merupakan upaya dan program terkoordinasi agar diperoleh manfaat yang nyata dari ketersediaan dan kekayaan plasma nutfah.

7. Penyadaran masyarakat akan pentingnya upaya pelestarian plasma nutfah guna kepen-tingan bersama dinilai sangat strategis dalam rangka pem-bangunan pertanian.

(17)

8. Perlu dibangun sistem penge-lolaan SDG nasional guna mengkoordinasikan seluruh program pengelolaan SDG, membangunkan partisipasi berbagai pihak, baik antar-regional maupun kerja sama internasional untuk keberha-silan pelestarian plasma nut-fah.

9. Adanya hak penguasaan ter-hadap kekayaan SDG oleh ne-gara (National Sovereignity Right of Plant Genetic Resources) memberi implikasi bahwa pemerintah bertang-gung jawab terhadap pelestari-an dpelestari-an pempelestari-anfaatpelestari-annya.

10. Guna memanfaatkan kekaya-an SDG secara adil, perun-dangan dan peraturan nasional harus mendukung program SDG nasional serta memper-hatikan ketentuan pengelolaan SDG internasional.

Posisi Indonesia yang sangat strategis bagi lalu lintas perda-gangan dunia dan statusnya seba-gai negara kepulauan yang me-miliki berbagai “bioekologi spe-sifik” telah menciptakan kondisi yang sangat kondusif bagi timbul-nya keragaman genetik tanaman, hewan, dan mikroba. Hampir se-mua spesies tanaman tropis tum-buh di Indonesia, dan sebagian spesies subtropis yang telah di-budidayakan sejak lama. Di setiap pulau dan agroekologi spesifik juga muncul SDG, berupa varietas lokal (land races), bentuk liar (wild type), dan strain primitif yang hidup pada habitat aslinya.

Ada tiga isu penting terkait pengelolaan SDG di Indonesia, yaitu:

1. Pemanfaatan SDG untuk ke-sejahteraan masyarakat masih belum maksimal karena penge-lolaannya belum terintegrasi.

Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang belum mempunyai sistem SDG nasional yang terintegrasi. Penanganan SDG masih terse-bar di berbagai unit kerja pene-litian (Kementerian Pertanian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Perguruan Tinggi) tanpa koordinasi yang baik.

2. Dunia sedang menghadapi ke-hilangan SDG besar-besaran akibat erosi yang dapat meng-ancam keamanan pangan. Pe-nyebab utamanya adalah me-luasnya pertanian modern dan komersial yang tidak ramah lingkungan serta introduksi varietas unggul baru yang mendesak SDG lokal. Selain itu, banyak tanaman pangan lokal yang menjadi sumber makanan utama seperti sorgum, padi-padian, dan ubi-ubian bagi jutaan umat manusia miskin, tidak mendapatkan cu-kup perhatian atau investasi untuk konservasi dan pengem-bangannya.

3. Kebijakan swasembada beras juga telah mengakibatkan ko-moditas pangan lainnya ter-pinggirkan peranannya dalam membangun ketahananan ngan, padahal komoditas pa-ngan nonberas memiliki ke-unggulan ekonomi, komparatif maupun kompetitif dibanding-kan dengan beras.

4. SDG telah banyak berperan dalam memperbaiki dan me-ningkatkan kualitas hidup ma-nusia, tetapi dalam kenyataan-nya, negara-negara dengan tingkat keanekaragaman SDG tinggi seringkali memiliki ka-pasitas IPTEK yang terbatas dalam pemanfaatan potensi SDG, termasuk Indonesia. Se-baliknya, negara maju yang memiliki IPTEK memadai,

mempunyai kesempatan lebih besar dalam pemanfaatan SDG.

Informasi keanekaragaman dan status keberadaan SDG tanaman di Indonesia sangat di-perlukan sebagai dasar penyu-sunan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan SDG pertanian un-tuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Informasi dapat di-peroleh melalui serangkaian ke-giatan inventarisasi SDG tanam-an, baik melalui inventarisasi SDG yang berada di lahan karangan rumah petani, lahan pe-tani maupun kebun koleksi. Data inventarisasi SDG tanaman men-cakup identitas petani, lokasi, jenis/spesies tanaman yang di-budidayakan, cakupan dan des-kripsi serta pemanfaatan. Hasil inventarisasi keanekaragaman SDG tanaman dapat memberikan informasi tingkat keragaman/ diversitas dan potensi pemanfaat-an serta sumber keberadapemanfaat-annya berupa peta sebaran secara spesial.

BPTP sebagai Ujung Tombak Pengelolaan SDG Lokal

Posisi strategis BPTP seba-gai unit kerja Balitbangtan di dae-rah dapat menjadi pengelola SDG lokal di setiap daerah. Potensi SDG lokal di daerah yang belum terkelola dengan baik dapat mulai dipetakan, dikonvervasi dan dika-rakterisasi oleh BPTP. Keterse-diaan kebun percobaan dan SDM yang terus berkembang menjadi keunggulan BPTP untuk berperan sebagai Unit Pengelolaan SDG Daerah. BPTP juga memiliki posisi strategis dalam penguatan kelembagaan pengelolaan SDG bersama-sama dengan pemerintah daerah dan perguruan tinggi.

(18)

konsor-sium pengelolaan SDG dengan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Perta-nian (BBP2TP). Pelaksanaan kon-sorsium ini melibatkan 30 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Indonesia. Ada tiga kegiatan utama pengelolaan SDG TA 2013, yaitu inventarisasi/eks-plorasi SDG lokal, pengembangan kebun koleksi SDG, dan penguat-an kelembagapenguat-an pengelolapenguat-an SDG.

Untuk mengetahui perkem-bangan pengelolaan SDG di BPTP, serangkaian kegiatan koor-dinasi pengelolaan SDG telah di-lakukan melalui monitoring dan evaluasi pengelolaan SDG, semi-nar SDG lokal, dan workshop pengelolaan SDG.

Konsorsium Pengelolaan SDG Lokal

Menyadari kompleknya per-masalahan SDG di Indonesia, maka pengelolaan SDG yang terpisah-pisah tidak akan mampu mengoptimalkan nilai penting SDG untuk meningkatkan kese-jahteraan masyarakat. Oleh kare-na itu, dalam pengelolaan SDG lokal, Balitbangtan membentuk konsorsium antara BB Biogen dengan BBP2TP yang melibatkan BPTP untuk melakukan pengelo-laan SDG lokal di wilayah ker-janya. Pelaksanaan pengelolaan SDG ini bersinergi dengan Pemda maupun pihak terkait yang memi-liki kepentingan dengan SDG. Sasaran dari kegiatan pengelolaan SDG adalah (1) menambah keka-yaan SDG (hasil eksplorasi dan introduksi), melestarikan SDG yang dikoleksi secara tertata dan terpelihara, (3) ketersediaan SDG yang berkelanjutan untuk keperlu-an lebih lkeperlu-anjut, dkeperlu-an (4) tersusun-nya database karakter SDG yang terbarui dalam jaringan komuni-kasi dan informasi SDG nasional.

Pada tahun 2013, fokus kon-sorsium pengelolaan SDG adalah (a) inventarisasi SDG lokal, (b) sosialisasi dan advokasi pengelo-laan SDG lokal, (c) pengembang-an Kebun Koleksi Plasma Nutfah Spesifik Lokasi, (d) penguatan kelembagaan Komisi Daerah (Komda) SDG, dan (e) pengem-bangan database dan sistem infor-masi SDG. Semua pihak menya-dari bahwa pengelolaan SDG secara terintegrasi dan bersinergi dengan berbagai pemangku ke-pentingan bukan hal yang mudah. Banyak kendala teknis dan non-teknis yang dihadapi dalam me-realisasikan program ini.

Pada 29 Mei 2013 di Lor In Hotel, Sentul, Bogor, telah dilaku-kan koordinasi pelaksanaan ke-giatan konsorsium untuk mema-tangkan kembali tahapan rencana kegiatan, memotret perkembang-an yperkembang-ang sudah dilakukperkembang-an, dperkembang-an me-nyamakan persepsi pelaksanaan kegiatan ke depan. Untuk pelaksa-naan inventarisasi SDG lokal, se-mua BPTP diberikan pedoman umum inventarisasi SDG. Bebe-rapa hal yang perlu diperhatikan dalam inventarisasi SDG adalah: (a) melakukan inventarisasi SDG di dalam maupun di luar peka-rangan dengan mencantumkan na-ma lokasi, ordinat, jenis ekologi, nama tanaman, jumlah jenis,

na-ma lokal, jumlah tanana-man/luas, dan deskripsi morfologi utama, (b) melaksanakan inventarisasi SDG di kebun koleksi yang dimi-liki oleh instansi/lembaga/swasta/ perorangan di daerah, dan (c) mengeksplorasi SDG lokal yang unik/khas/spesifik.

Hasil inventarisasi SDG akan dipantau secara real-time meng-gunakan Sistem Informasi SDG (SI SDG) yang akan dibangun di Balitbangtan untuk mendokumen-tasi dan memonitor status kekaya-an dkekaya-an keragamkekaya-an SDG lokal. Sistem Informasi SDG dibangun berbasis Web, sehingga data dapat dimonitor secara real time, baik per lokasi BPTP maupun rekapi-tulasi secara keseluruhan dan me-mudahkan akses informasi serta pemanfaatannya. Oleh karena itu, Tim Pengelola SDG perlu senan-tiasa melakukan entri data SDG yang dihimpun.

Dalam konsorsium juga di-lakukan kegiatan penguatan ke-lembagaan pengelolaan SDG di daerah melalui Komda SDG. Ma-sih banyak daerah yang belum memiliki Komda SDG, sedangkan beberapa Komda SDG yang telah dibentuk banyak yang mari suri. Permasalahan utama yang diha-dapi Komda SDG umumnya sera-gam, yaitu pendanaan,

(19)

an SDM, dan kurangnya koordi-nasi dalam pelaksanaan kegiatan-nya. Banyaknya kepala daerah yang tidak paham dengan potensi SDG sebagai aset potensial untuk pembangunan ekonomi daerah menyebabkan mereka tidak mem-berikan alokasi khusus dalam pengelolaan SDG.

Oleh karena itu, untuk men-jamin keberlangsung kegiatan pe-ngelolaan SDG lokal, perlu ke-sadaran dan komitmen para peng-ambil kebijakan bahwa SDG se-bagai aset yang sangat penting perlu penyediaan anggaran rutin dan pengelolaan yang terintegrasi. Secara umum, kondisi kelemba-gaan Komda SDG terbagi atas tiga kategori, yaitu (1) sudah bentuk dan aktif, (2) sudah ter-bentuk namun belum ada aktivi-tas, dan (3) belum terbentuk.

Ke depan, melalui konsor-sium ini akan dibentuk Sistem Pengelolaan SDG Pertanian (SPSDGP) yang menempatkan BPTP sebagai Unit Pengelola SDG Daerah untuk koleksi SDG lokal, Balai penelitian (Balit) Komoditas sebagai Unit Pengelo-la SDG komoditas, BB/Balit bi-dang masalah akan menjadi Unit Pengelola SDG Spesifik, sedang-kan BB Biogen sesuai dengan TUPOKSI-nya menjadi Unit Pengelola SDGP Nasional dan Bank SDG (Koleksi Refference,

genomic mapping, database

utama).

Seminar Nasional Status Inventarisasi dan Pengelolaan

SDG Lokal Indonesia

Sebagai tindak lanjut dari konsorsium pengelolaan SDG Balitbangtan, maka pada 4-5 Juli 2013 telah diselenggarakan Semi-nar Nasional Status Inventari-sasi dan Pengelolaan SDG Lokal Indonesia di Hotel Grand Royal Panghegar Bandung.

Semi-nar SDG yang merupakan kegiatan site event dari seminar International Conference on Biodiversity, Climate Change, and Food Security dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan inventarisasi SDG, mencakup ka-wasan yang mewakili perbedaan geografis, agroekosistem atau so-sial budaya, sehingga status diver-sitas SDG lokal di Indonesia da-pat dipetakan. Sebanyak 19 nas-kah yang melaporkan SDG unik di daerah disajikan dalam seminar tersebut.

Seminar didahului dengan planery session yang menampil-kan dua narasumber yang sangat concern terhadap pengelolaan SDG, yaitu Dr. M. Winarno dan Dr. Agung Karuniawan (Universi-tas Padjadjaran). Dr. M. Winarno menyampaikan topik tentang Community-Base Biodiversity Management dan Implementasi-nya. Dilema dalam pengelolaan SDG yang sangat komplek perlu diatasi dengan melibatkan masya-rakat secara proaktif. Dalam kon-sep Community-Base Biodiversity Management, masyarakat diberi-kan kemandirian dalam pengelo-laan SDG suatu komunitas. Community-Base Biodiversity Management memberikan pema-haman tentang arti penting SDG sebagai aset yang perlu dilindungi dan dimanfaatkan untuk mening-katkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Konsep Community-Base Biodiversity Management dapat diterapkan di BPTP dalam pengelolaan SDG lokal yang lebih efektif dan efisien, terutama untuk kegiatan konservasi.

Dr. Agung Karuniawan mempresentasikan Prospek Pe-ngembangan Under Utilized Crops sebagai Alternatif Bahan Baku Pangan Nasional. Indonesia memiliki potensi under utilized

crops yang sangat beragam dan melimpah dan tersebar di seluruh Indonesia. Selama ini potensi under utilized crops masih dipan-dang sebelah mata oleh sejumlah masyarakat, padahal kebutuhan pangan yang terus meningkat tidak mungkin dipenuhi sepenuh-nya dari utilized crop. Tanaman ini baru dimanfaatkan setelah ma-syarakat mulai mengalami ke-sulitan dalam memperoleh bahan pangan utama. Dengan adanya dampak pemanasan global yang terus merasuki semua bidang per-tanian, ketergantungan masyara-kat terhadap bahan pangan utama harus segera dikurangi dengan mencari alternatif bahan pangan lainnya. Under utilized crop ada-lah bahan pangan masa depan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Pada seminar tersebut, 28 BPTP melaporkan hasil inventari-sasi SDG lokal di masing-masing daerah. Ada 19 makalah yang me-laporkan tentang potensi SDG lokal sebagai bahan pangan, buah-buahan, dan biofarmaka.

Workshop Pengelolaan SDG Lokal untuk Mendukung

Ketahanan Pangan

(20)

dan merencanakan kegiatan tahun 2014. Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah high light ke-giatan inventarisasi dan koleksi plasma nutfah, draft laporan akhir kegiatan pengelolaan SDG tahun 2013, matrik pemetaan SDG ber-basis geospasial, dan rencana ke-giatan 2014.

Kegiatan pengelolaan SDG tahun 2013 telah dilakukan oleh 30 BPTP yang terlibat dalam ke-giatan ini, tetapi masih ada bebe-rapa BPTP yang belum mencapai target inventarisasi SDG dari yang diusulkan sehingga harus menyelesaikannya hingga akhir tahun ini. Data inventarisasi SDG akan digunakan untuk pembuatan peta spasial SDG Indonesia yang bermanfaat bagi kegiatan monito-ring dan sistem pemonito-ringatan dini terhadap hilangnya SDGP di suatu daerah. Agar bisa dibuat peta spasialnya, semua data hasil inventarisasi harus diformat ulang ke dalam format yang sesuai un-tuk pemetaan. Pemformaatan ulang data inventarisasi akan di-lakukan oleh semua BPTP dan menyerahkan hasil formatting da-ta ke tim pembuada-tan peda-ta spasial. Data mentah dari semua BPTP sudah diterima oleh tim untuk digunakan dalam validasi data.

Kebun koleksi SDG telah di-kembangkan oleh semua BPTP,

termasuk BPTP yang tidak memi-liki kebun percobaan dengan pe-ngembangannya melalui Kebun Bibit Induk (KBI) di daerah Kawasan rumah Pangan Lestari (KRPL) atau di sekitar perkan-toran. Kebun koleksi perlu terus dikembangkan untuk kegiatan karakterisasi SDG pada tahun 2014.

Semua BPTP melakukan upaya penguatan kelembagaan pengelolaan SDG melalui pem-bentukan Komda SDG atau mengaktifkan kembali Komda SDG yang telah ada. Pada tahun 2013 telah terbentuk Komda SDG Baru, yaitu Komda SDG NTB dan Komda SDG Sulawesi Utara. Beberapa BPTP yang di wila-yahnya belum memiliki Komda SDG sedang melakukan upaya pembentukan melalui koordinasi dengan instansi terkait.

Dengan berakhirnya kegiatan pengelolaan SDG tahun 2013, di-harapkan semua BPTP segera membuat laporan akhir kegiatan. BPTP yang telah membuat draft laporan akhir baru 18 BPTP, un-tuk laporan highlight 12 BPTP, dan highlight SDG eksotik 11 BPTP.

Rencana kegiatan pengelola-an SDG pada tahun 2014 akpengelola-an di-fokuskan pada karakterisasi SDG

lokal yang telah berhasil dikoleksi atau diidentifikasi posisi in situ SDG-nya untuk mengetahui po-tensi pemanfaatan SDG bagi ke-sejahteraan masyarakat. SDG yang akan dikarakterisasi perlu difokuskan pada SDG lokal unggulan, SDG adaptif di lahan suboptimal, kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta di-versifikasi pangan. Untuk kegiat-an karakterisasi ini, BPTP akkegiat-an diberikan pedoman umum karak-terisasi tanaman atau melalui ker-ja sama dengan Balit Komoditas.

Selain kegiatan karakterisasi, semua BPTP juga masih akan me-lakukan kegiatan inventarisasi un-tuk melengkapi data potensi SDG di wilayahnya. Kegiatan inventa-risasi SDG pada tahun 2014 tidak hanya diprioritaskan pada komo-ditas tanaman, tetapi juga ternak lokal terutama untuk kegiatan mo-nitoring SDGT status tidak aman di beberapa provinsi seperti Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Maluku. Sejumlah besar SDGT yang telah diidentifikasi dalam status tidak aman adalah sapi hissar, sapi sahiwal cross, sapi grati, kambing gembrong, bing kosta, kambing saanen, kam-bing angora, ayam nunukan, dan ayam tukong.

Kebun koleksi SDG juga akan terus dikembangkan untuk konservasi dan pemanfaatan SDG, baik di kebun percobaan maupun melalui KBI di daerah pengembangan KRPL dan di se-kitar perkantoran.

Pada tahun 2014, upaya penguatan kelembagaan Komda SDG akan terus dilakukan dengan mengintensifkan koordinasi de-ngan instansi terkait dan memben-tuk kegiatan bersama pengelolaan SDG lokal.

Referensi

Dokumen terkait

4.27 Peratus penyingkiran COD, SS, nitrogen ammonia, warna dan 110 kekeruhan bagi penentuan dos optimum alum dengan menggunakan elektrod Al-St.. 4.28

Berdasarkan Tabel 3, pemasaran udang ke konsumen ecer untuk pemasaran pasokan Windu dan Vannamei pada periode April 2017 di UD Ali Ridho Group memiliki nilai efisiensi

Waktu Adi, Pepen, dan Pak Cahyo berada di ruangan tersebut, rasanya sudah tidak bisa dimasuki orang lain lagi.. Mereka mengelilingi meja kerja dan masing-masing

Informasi yang didapat oleh peneliti ketika menanyakan mengenai viral marketing yang dilakukan oleh tim pemasaran Indihome melalui media sosial yaitu

Untuk mengetahui hubungan peran orangtua dengan persepsi tentang kesehatan reproduksi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Wonosobo tahun 2012, maka dilakukan

penempatan bahan material pada tempat yang telah disetujui Direksi Pengawas serta akan menjamin jalan masuk ke kantor lokasi proyek tidak terganggu dan bebas dari

Tujuan penelitian ini adalah mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami hipertensi dengan masalah intoleransi aktivitas di ruang krissan RSUD

Kegiatan yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai pelajaran