• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of MODEL PEMBERDAYAAN DALAM PENANGGULANAN PERILAKU SEKS BEBAS PELAJAR DI PACITAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of MODEL PEMBERDAYAAN DALAM PENANGGULANAN PERILAKU SEKS BEBAS PELAJAR DI PACITAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBERDAYAAN DALAM PENANGGULANAN PERILAKU SEKS BEBAS PELAJAR DI PACITAN

M. Fashihullisan1 dan Martini2

1.

Dosen Pendidikan Sejarah STKIP PGRI Pacitan Email: 1fashihullisan1983@gmail.com; 2oing65@gmail.com

Abstract:

The purpose of this study is to analyze the causes of adolescent students who loses her virginity and do free sex, to analyze supporting factors that make adolescents and students easily do free sex, a risk that must be faced by teenagers and students after losing virginity and free sex, to develop a model of prevention and reduction of free sex culture among students. The research shows that the factors that causes loss of virginity in adolescents are: unhealthy courtship factors, influenced values among teenagers, influenced values in the neighborhood. The factors that cause teenagers to have free sex are easy: loss of virginity, condom as avoidance beliefs on sexual risk-free, the availability of cheap hotel serves free sex activity. Risks faced by adolescents after losing virginity include: the risk burden to keep a secret that they was not a virgin, the risk of addiction to repeat the free sex, the risk of pregnancy so they will be dropped out from school, reproductive health risks. While the model is a model of free sex prevention outreach to parents, schools, government and society that sex is a new emerging values established among teenagers.

Keywords: Virginity, Free sex, Teens, Students, Prevention models.

Remaja merupakan masa dimana manusia sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikis dan sosial. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matang dan mulai berfungsinya organ-organ tubuh, termasuk organ reproduksinya. Ketertarikan dengan lawan jenis juga mulai muncul dan berkembang pada fase remaja. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian muncul dalam bentuk misalnya berpacaran di antara mereka. Namun karena minimnya informasi yang benar mengenai pacaran yang sehat, maka terkadang tidak sedikit dari remaja saat berpacaran unsur nafsu seksual menjadi unsur dominan. Jenis perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja dalam berpacaran biasanya bertahap mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik yang kemudian diikuti oleh kencan, bercumbu dan akhirnya melakukan hubungan seksual yang berarti juga kehilangan keperawanan atau keperawanan.

Perilaku seks bebas merupakan salah satu jenis perilaku seks pada remaja.

Perilaku seks bebas menurut Sarwono (2000), merupakan perilaku hubungan badan tanpa ikatan pernikahan, sehingga hanya didasarkan pada suka sama suka dan cenderung bebas memilih pasangan tanpa tanggung jawab. Wulansari (2005), melihat bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja sudah cukup memprihatinkan. Remaja yang termasuk di dalamnya adalah pelajar dan mahasiswa sebanyak 6-20% pernah melakukan hubungan seks bebas sebelum menikah, 17, 5% remaja lainnya pernah melakukan kegiatan petting dan hubungan seks bersama pacar, 8% lainnya melakukan hubungan seks dengan sahabat atau terman mereka sendiri.

(2)

mempengaruhi remaja terhadap perilaku seks bebas antara lain; a)Meningkatnya libido seksualitas, b) Penundaan usia kawin, c)Tabu-larangan, d) Kurangnya informasi tentang seks, e) Kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, f) Pergaulan yang semakin bebas, g) Wilayah tempat tinggal, h)Jenis kelamin

Bertolak dari fenomena tersebut, maka penting untuk dilakukan kajian serupa mengenai kecenderungan seks sebelum nikah pada remaja di daerah yang jauh dari perkotaan seperti misalnya di daerah Pacitan. Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang relatif jauh dari kota besar, karena berjarak lebih dari 100 km dari kota Yogyakarta, lebih 140 km dari Surakarta dan lebih dari 200 km dari Yogyakarta. Hanya saja di era modern ini jarak bukan merupakan penghalang bagi tersebarnya komunikasi dan informasi, sehingga sangat mungkin kecenderungan seks sebelum nikah pada remaja juga terjadi di daerah Pacitan.

Penelitian pendahuluan di daerah Pacitan memperlihatkan fenomena permukaan yang dapat dikatakan mengarah pada kecenderungan seks sebelum nikah pada remaja di Pacitan. Beberapa pasangan anak pacaran dalam usia sekolah, bahkan banyak yang masih berseragam sekolah memperlihatkan keintiman di tempat-tempat wisata meskipun berupa tempat terbuka dan tempat umum. Mereka dengan terang-terangan berani memperlihatkan keintiman dengan berangkulan atau duduk berduaan secara berdekatan. Beberapa cerita dari para remaja juga menunjukkan bahwa banyak tempat di Pacitan yang dapat dimanfaatkan oleh mereka untuk melakukan kegiatan seks pra nikah, misalnya hotel dan juga tempat-tempat sepi yang memungkinkan untuk dipergunakan.

Penelitian pendahuluan juga menemukan bahwa kehilangan keperawanan dan seks bebas tidak hanya terjadi pada remaja dan pelajar yang bermasalah, broken home, tidak berprestasi

dan tidak beraktivitas sebagaimana yang diasumsikan selama ini. Penelitian pendahuluan justru telah menemukan bahwa kehilangan keperawanan dan seks bebas dilakuan oleh remaja dan pelajar yang dalam kondisi keluarga baik-baik saja, tidak bermasalah, komunikasi dengan orang tua baik, berprestasi dan bahkan aktif dalam kegiatan sekolah dan kemasyarakatan. Hal inilah yang menjadikan diperlukan penelitian mendalam karena telah terjadi pergeseran teoritis dan fenomena kecenderungan sex bebas pada remaja dan pelajar.

Fenomena ini akan menjadi ledakan besar masalah apabila sudah mulai menampakkan pergeseran dari yang semula kehilangan keperawanan dan seks

bebas merupakan penyimpangan sosial

menjadi tata nilai baru. Apabila keperawanan dan seks bebas tidak lagi dilihat sebagai penyimpangan sosial maka akan dianggab merupakan sesuatu yang lumrah, biasa, atau bahkan membanggakan. Kondisi ini akan menjadi sulit untuk ditanggulangi bila kemudian bertahan dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi budaya baru di kalangan remaja dan pelajar. Oleh karena itulah diperlukan model pemberdayaan yang dapat menanggulangi perilaku seks bebas di kalangan pelajar.

Uraian tersebut menjadikan penting untuk melakukan penelitian dengan beberapa tujuan diantaranya adalah: untuk menganalisis faktor penyebab remaja pelajar kehilangan keperawanan dan melakukan seks bebas, untuk menganalisis faktor pendukung yang menjadikan remaja dan pelajar mudah melakukan seks bebas, untuk menganalisis resiko yang harus dihadapi oleh remaja dan pelajar setelah kehilangan keperawanan dan melakukan seks bebas dan mengembangkan model penanggulangan perilaku seks bebas di kalangan pelajar di Pacitan.

(3)

Gambar I: Kerangka Penelitian Tahapan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang berbentuk studi kasus dan menurut Stake (dalam Basuki, 2006) menjelaskan bahwa nama studi kasus ditekankan oleh beberapa peneliti karena memokuskan tentang apa yang dapat dipelajari secara khusus pada kasus tunggal. Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2014 sampai Juli 2014 sedangkan publikasi dilakukan pada bulan Desember 2014. Penelitian dilakukan di wilayah kabupatn Pacitan baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Penelitian ini secara garis besar dilakukan dalam tiga tahap yaitu: tahap penelitian pendahuluan, tahap pengambilan data, tahap analisis data, tahap pengembangan model.

Penelitian dilakukan pada obyek penelitian yaitu seorang remaja yang sekaligus juga pelajar salah satu sekolah di Pacitan. Obyek penelitian yang dijadikan fokus penelitian merupakan pelajar yang telah kehilangan keperawanan akibat melakukan seks bebas. Obyek penelitian merupakan pelajar yang aktif dalam kegiatan sekolah, kegiatan masyarakat dan cukup berprestasi. Obyek penelitian bukan merupakan pelajar yang penuh masalah, tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan remaja dan bukan merupakan remaja yang broken home. Obyek penelitian yang demikian itu ditujukan agar memberikan bukti bahwa kehilangan keperawanan dan seks bebas di kalangan pelajar tidak lagi hanya merupakan penyimpangan sosial, tetapi

lebih mengarah menjadi tata nilai baru atau budaya baru dikalangan remaja dan pelajar.

Penelitian tidak membuka identitas obyek penelitian sehingga hanya memberikan inisial pada subyek penelitian. Inisial obyek penelitian dalam penelitian ini kita berikan inisial Rani. Inisial diberikan sebagai konsekuensi obyek penelitian yang masih memiliki masa depan yang panjang, sehingga terbukanya identitas obyek penelitian dikhawatirkan dapat menjadikan resiko-resiko bagi masa depan obyek penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Obyek Penelitian yang Bernama Rani

“Rani” merupakan seorang remaja putri yang berusia 17 tahun yaitu masa dimana seseoarang telah terjadi pematangan seksual sekunder tetapi baru mencoba untuk menjadi orang dewasa sesungguhnya. Rani sudah menunjukkan pematangan seksual dengan ditandai dengan membesarnya payudara, melebarnya pinggul dan suara merdu khas perempuan dewasa. Perkembangan usia remaja juga membuat obyek penelitian mulai terlihat menggunakan bedak dan lipstik meskipun tipis-tipis yang kemungkinan mulai peduli atas perhatian lawan jenisnya.

Rani” telah berpacaran dengan

seorang cowok yang dalam penelitian ini diberikan inisial Rudi. Rani berpacaran dengan Rudi sejak kelas dua SMP dan Rudi sudah duduk di Kelas 1 SMA. Rani dan Rudi merupakan bertempat tinggal di satu desa dengan jarak rumah yang tidak terlaluu jauh. Rani mengenal Rudi ketika bersama-sama mengikuti kegiatan menari di sanggar di desanya, sehingga kebersamaan itulah yang menjadikan mereka saling jatuh cinta dan kemudian memutuskan untuk berpacaran.

(4)

sekolah berduaan. Aktivitas pacaran yang mereka lakukan tidak banyak diketahui oleh keluarga karena Rani merasa masih kecil sehingga belum merasa berani untuk berpacaran secara terbuka dan khawatir hubungan pacaran mereka dilarang oleh orang tuanya. Aktivitas pacaran yang mereka lakukan seringkali setelah kegiatan sekolah selesai dengan berjalan bersama-sama dan kadangkala mereka bersepakat untuk bertemu di suatu tempat yang telah disepakati seperti misalnya di rumah Rudi ketika kedua orang tuanya tidak berada di rumah.

Aktivitas pacaran yang dilakukan Rani mulai dari bergandengan tangan, kemudian berpelukan dan kemudian berciuman. Aktivitas ini dilakukan hampir selama satu tahun dan kemudian saat Rani kelas 3 SMP Rudi sudah mulai berani memegang-mengang bagian tubuh vital Rani seperti payudara dan bahkan kelamin bagian luar Rani. Rani juga kemudian mulai berani memegang kelamin milik Rudi karena Rani juga mulai ingin tahu bagaimana alat kelamin seorang laki-laki.

Aktivitas seksual tersebut menjadi sesuatu yang biasa bagi Rani karena saat duduk di jenajang SMK dia sudah terbiasa menonton film-film porno. Film tersebut ditonton bersama teman-temannya melalui HP miliknya dan milik teman-temannya. File film tersebut biasa disimpan di HP milik temannya sehingga dengan meminjam kartu memori HP milik temannya sudah dengan mudah mengkopi file film porno tersebut, dan kemudian saat sudah tidak membutuhkan maka dapat dihapus.

Berbagai aktvitas seksual yang dilakukan Rani dan pacarnya menjadikan mereka menjadi ingin merasakan aktivitas seksual puncak yaitu berhubungan badan. Saat Rani telah duduk di bangku SMK kelas satu dan Rudi duduk di kelas tiga SMA pada suatu kesempatan berdua di rumah Rudi akhirnya mereka berdua melakukan hubungan badan untuk yang pertama kali. Rani mengaku bahwa hubungan badan yang dilakukan dengan

Rudi dilakukan saat mereka bersama-sama di rumah Rudi dan orang tua Rudi tidak berada dirumah. Sebagaimana hal yang sering mereka lakukan saat berpacaran sebelumnya, awalnya mereka hanya berpelukan kemudian saling berciuman dan disusul dengan saling memegang alat kelamin masing-masing. Tanpa disadari mereka berdua akhirnya mereka telah saling mencopot baju dan kemdian dengan terbawa nafsu akhirnya melakukan hubungan badan layaknya yang dilakukan oleh suami istri.

Rani mengaku merasa menyesal telah kehilangan keperawanan, tetapi karena telah mereka lakukan atas dasar cinta maka tidak terlalu tenggelam dalam penyesalan. Rani beranggapan bahwa aktivitas seksual seperti itu wajar-wajar saja dilakukan karena banyak anak yang lain juga melakukan hal yang sama. Rani mengaku resiko kehamilanlah yang ditakutinya karena waktu pertama kali berhubungan badan itu mereka tidak memakai kondom sebagai pelindung, tetapi untungnya Rudi tidak lupa mengeluarkan sperma di luar vaginanya.

Hubungan badan yang pertama itu menjadikan mereka berdua ingin mengulangi lagi pada kesempatan-kesemapatan berikutnya. Beberapa kali mereka melakukan hubungan badan di rumah Rudi, tetapi beberapa kali mereka juga melakukannya di luar rumah dengan cara menyewa kamar hotel yang berjarak 25 Km dari rumah mereka atau berada di kota Baturetno. Menurut Rani menyewa kamar hotel di Baturetno cukup terjangkau karena bisa disewa secara pendek atau

short time dengan biaya hanya 70 ribu

rupiah.

(5)

cukup menyolok sebagai hotel karena di bagian depannya merupakan toko sehingga ketika masuk tidak terlalu mencurigakan sebagai penyewa hotel. Hal lain yang tidak kalah penting adalah hotel tersebut sudah biasa dipakai para remaja untuk melakukan aktivitas seksual di luar nikah, sehingga hotel tidak pernah menanyakan surat nikah atau KTP ketika menyewa kamar hotel.

Rani mengaku sangat takut hamil karena dia menyadari ketika dia hamil, maka tidak dapat melanjutkan sekolah. Oleh karena itulah Rani selalu mewajibkan Rudi untuk membeli kondom terlebih dahulu ketika melakukan hubungan badan sehingga dapat terhindar dari kehamilan. Antisipasi itulah yang membuat aktivitas hubungan badan yang mereka lakukan aman dari kehamilan di laur nikah selama bertahun-tahun. Hanya saja semua aktivitas seksual yang dilakukan Rani tidak diketahui oleh Bapak, Ibuk dan Kakanya, karena itulah dia sangat menyembunyikan rahasia ini dan takut untuk diketahui oleh keluarganya.

Pacaran yang sampai ke tahap hubungan badan di luar nikah tersebut menjadi jarang dilakukan ketika Rudi telah lulus SMA. Setamat SMA, Rudi bekerja di luar kota yaitu di Yogyakarta bekerja di sebuah restoran. Jarak berjauhan inilah yang menjadikan aktivitas hubungan badan tidak dapat dilakukan lagi, sehingga aktivitas pacaran hanya terhubung dengan saling berkirim SMS, status di Facebook dan telpon. Hubungan seperti itulah yang menjadikan Rani merasakan kerenggangan hubungan dengan Rudi sehingga pada akhirnya karena terjadi salah paham maka mereka bersepakat untuk mengakhiri hubungan pacaran.

Rani merasakan kesepian ketika sudah tidak lagi berpacaran. Hubungan seksual yang pada awalnya dianggap menjijikkan, tetapi ternyata sekarang Rani merasakan ketagihan. Rani mengaku ingin melakukan hubungan seksual lagi, tetapi karena saat sekarang sudah tidak memiliki pacar sehingga tidak ada yang diajak untuk

melakukan hubungan badan sebagaiamana yang dilakukan dengan Rudi di masa lalu. Oleh karena itulah untuk mengatasi keinginan penyaluran nafsu, Rani melakukan aktivitas seksual secara mandiri dengan cara merangsang dan memuaskan alat kelaminnya dengan jari miliknya sendiri. Inilah solusi yang dianggap cukup aman untuk mengatasi nafsu seksualnya.

Keluarga Rani bukanlah keluarga yang cukup mampu secara ekonomi. Rani merupakan anak kedua dari dua bersaudara di keluarganya. Kakak Rani sedang menempuh pendidikan akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Pacitan. Kakak Rani membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi sehingga menjadikan keluarga Rani harus mengalokasikan uang dalam jumlah yang cukup banyak untuk penyelesaian akhir pendidikan kakak Rani.

Bapak Rani harus bekerja di luar kota menjadi karyawan di salah satu pabrik. Bapak Rani harus bekerja membanting tulang untuk membiayai keluarga dan mencukupi biaya pendidikan Kakak Rani di perguruan tinggi. Bapak Rani terpaksa hanya berkumpul hanya sekali seminggu dengan keluarga ketika libur bekerja sehingga dapat pulang ke rumah. Sementara itu Ibunya Rani tidak dapat membantu banyak untuk menambah penghasilan karena tidak menghasilkan uang tambahan karena ibu rumah tangga yang tidak bekerja luar rumah.

(6)

bersekolah di perguruan tinggi di kota Pacitan.

Kepedulian pada pendidikan anak-anaknya juga dilakukan oleh Ibu Rani dengan cara sering melakukan kontrol pada perkembangan anaknya. Sebagai contoh Ibu Rani sering mengontrol isi HP Rani dan melihat-lihat isi Laptop milik Kakak Rani apakah terdapat film-film porno ataukah tidak. Kontrol lain yang dilakukan oleh Ibu Rani adalah dengan tidak memperbolehkan Rani keluyuran di malam hari, dengan kegiatan yang tidak jelas atau mengontrol kedatangan Rani dari sekolah sehingga memastikan Rani sampai di rumah tidak lebih dari jam 16.00 WIB.

Keluarga Rani bukanlah keluarga yang religius. Rani menyatakan jarang melakukan sholat, baik ketika sepulang sekolah, malam hari maupun pagi hari. Rani menyatakan bahwa hal yang sama juga sebagaimana dilakukan oleh seluruh anggota keluarganya. Kegiatan keagamaan lingkungan lain yang dilakukan adalah tahlilan. Kegiatan tahlilan ini merupakan kegiatan lingkungan yang dilakukan bersama-sama seluruh warga RT di lingkungan tempat tinggal Rani. Rani bersama ibuknya sering mengikuti kegiatan tahlilan ini karena memang semua Ibu-ibu dan remaja putri di lingkungannya mengikuti kegiatan tahlilan ini.

Desa rumah tempat tinggal Rani sudah tidak dapat dikategorisasikan sebagai desa. Fasilitas sosial layaknya kota meliputi pasar, stasiun pompa bahan bakar, bank, sekolah dari tingkat SD sampai SMA, kantor kecamatan, kantor Polsek dan kantor Koramil, dan pertokoan. Penduduk desa tersebut sebagaian besar adalah pedagang, pegawai, guru dan karyawan perusahaan. Kecenderungan konsumerisme lebih besar karena mayoritas penduduk memiliki penghasilan bulanan tidak sebagaimana penghasilan yang dimiliki oleh petani yang temporal saat panen.

Desa tersebut sudah ditinggali oleh penduduk dengan keragaman latar belakang yang tinggi karena mayoritas warganya adalah pendatang. Oleh karena itulah nilai-nilai tradisional asli sudah tersingkirkan oleh nilai-nilai baru misalnya dominannya nilai-nilai yang berlandaskan nilai-nilai materialisme. Masyarakat desa tersebut lebih meunjukkan sikap tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada lingkungannya, tetapi lebih memberikan penghargaan yang tinggi pada nilai-nilai penghargaan pada materi.

Kakak Rani memberikan

penjelasan mengenai potret kondisi desa tersebut dengan memberikan contoh keanehan tata nilai di desanya tersebut. Tetagga-tetangganya apabila memiliki anak maka merasa bangga apabila anaknya sudah pacaran karena dianggap sudah laku dan mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itulah di desanya dengan berkembangan tata nilai tersebut akhirnya memakan korban dengan seorang anak SMP kelas dua yang hamil dikarenakan perbuatan pacarnya.

Rani sekolah di salah satu SMK yang ada di kota Pacitan. Sekolah tempat Rani bersekolah mayoritas siswanya adalah perempuan, karena banyak dari jurusan yang ada di sekolah tersebut diminati oleh siswa-siswa perempuan. Lingkungan yang mayoritas perempuan tersebut menjadikan mayoritas siswa sekolah tersebut banyak yang berpacaran dengan siswa sekolah lain baik dari SMA maupun SMK. Sekolah tempat Rani bersekolah juga banyak disampaikan oleh beberapa pihak sebagai tempat bersekolah anak-anak yang melakukan seks bebas. Anak-anak tersebut melakukan seks bebas ada yang dengan motif suka sama suka dengan pacarnya tetapi beberapa juga melakukannya dengan orang lain secara komersial atau jual diri.

(7)

tua tidak dapat memantau secara langsung apa yang dilakukan oleh anak-anak mereka sehari-hari. Usaha kos bagi sebagian orang dianggap sebagai suatu usaha semata sehingga banyak diantara mereka yang membiarkan siswa yang kos di rumah mereka melakukan apapun sesukanya. Sementara itu disisi lain banyak juga siswa yang kos yang memanfaatkan kelemahan pemantauan pengelola kos dengan cara izin pulang kerumah, padahal pada kenyataannya keluyuran bersama pacar atau menginap di rumah teman-temannya.

Faktor-faktor Penyebab Remaja Kehilangan Keperawanan dan Melakukan Seks Bebas

Faktor Pacaran Tidak Sehat

Faktor pacaran tidak sehat merupakan faktor yang memiliki pengaruh besar pada kehilangan keperawanan. Hal tersebut dikarenakan pacar adalah lawan jenis terdekat yang dimiliki oleh seorang remaja. Oleh karena itulah apa yang dilakukan pacar akan sangat mempengaruhi kecenderungan seksual seorang remaja.

Apa yang terjadi pada Rani menunjukkan hal tersebut, sebagaimana Rani yang mengenal aktivitas seksual secara nyata dari pacarnya. Rani mempraktekkan aktivitas seksual bersama pacarnya mulai dari aktivitas seksual yang paling ringan yaitu berpegangan tangan sampai aktivitas yang paling berat yaitu hubungan badan. Oleh karena itulah apa yang dilakukan bersama pacar akan berpengaruh pada aktivitas seksual yang dilakukan termasuk juga dengan aktivitas hubungan badan sehingga menjadikan kehilangan pacaran.

Beberapa ciri pacaran tidak sehat sebagaimana yang dilakukan oleh Rani sehingga menyebabkan kehilangan keperawanan adalah: melakukan ikatan pacaran tanpa diketahui oleh orang tua dan keluarga, melakukan aktivitas berduaan sehingga sering melakukan kegiatan permulaan seksual dan berduaan di tempat sepi tanpa kehadiran orang lain.

Faktor Pengaruh Tata Nilai di Kalangan Remaja

Tata nilai di kalangan remaja terutama remaja di Pacitan mulai bergeser. Beberapa pergeseran tersebut terlihat dari beberapa fenomena sebagai berikut: banyak remaja yang bermesraan di tempat umum, keperawanan bukan lagi sesuatu yang penting bagi remaja, banyak remaja yang beranggapan bahwa seks harus diketahui lebih awal sebelum menikah.

Faktor Pengaruh Tata Nilai di Lingkungan

Faktor tata nilai lingkungan meskipun tidak bekerja secara langsung tetapi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan berperan atas kehilangan keperawanan di kalangan remaja. Berikut adalah beberapa faktor tata nilai lingkungan yang berakibat pada hilangnya keperawanan pada kalangan remaja: faktor nilai lokal ini sifatnya kasuistis, karena kemungkinan tidak terjadi pada lingkungan lokal di tempat lain sebagaimana yang ada di desa Rani memperlihatkan bahwa terdapat nilai lokal bahwa orang tua akan bangga apabila anaknya telah berpacaran, faktor pandangan yang memaafkan hamil diluar nikah asalkan mau dinikahkan dan faktor melemahnya nilai-nilai keagamaan di suatu lingkungan

Faktor Pendukung Remaja Mudah Melakukan Seks Bebas

Kehilangan Keperawanan

Kehilangan keperawanan

(8)

Apa yang dirasakan setelah hilangnya keperawanan menurutnya sangat berbeda dibandingkan ketika masih perawan. Saat masih perawan dirasakan ada sesuatu ketakutan untuk melakukan hubungan seksual karena takut akan kehilangan keperawanan dan resiko kehamilan. Setelah hilangnya keperawanan maka sudah tidak ada lagi hal yang ditakutkan karena ternyata setelah melakukan hubungan seksual yang pertama kali ternyata tidak ada resiko apa-apa yang dirasakan maupun tidak mengalami kehamilan. Oleh karena itulah dia menjadi lebih gampang untuk mengulang hubungan seks setelah itu karena sudah tidak ada lagi yang dirasakan akan hilang ketika melakukan hubungan seksual berikutnya.

Keyakinan Kondom sebagai Penghindar atas Resiko Seks Bebas

Rani menyampaikan bahwa hal yang paling ditakuiti ketika melakukan hubungan seks baik pada kesempatan pertama maupun saat selanjutnya adalah terjadinya kehamilan. Saat pacarnya mengenalkan padanya mengenai kondom yang dapat dipakai untuk menghindarkan diri dari kehamilan maka kekhawatiran untuk hamil tidak ada lagi. Oleh karena itulah dia menjadi yakin bahwa kondom merupakan penyelamat bagi dirinya ketika melakukan hubungan badan sehingga terhindarkan dari kehamilan.

Rani tidak dapat membayangkan apabila dirinya sampai hamil karena melakukan hubungan seks sebelum menikah. Masa depan yang suram sudah terbayang karena dia tidak lagi dapat menikmati dunia sekolah karena harus menikah. Oleh karena itulah terhindar dari kehamilan merupakan hal penting yang harus dipertimbangakn dalam melakukan hubungan seks.

Rani di waktu yang akan datang juga akan tetap konsisten mensyaratkan kondom pada pasangannya ketika melakukan hubungan seks dengan dirinya. Rani berpandangan bahwa sebetulnya

melakukan hubungan seks dengan tanpa kondom akan terasa lebih enak dibandingkan dengan memakai kondom karena seperti berhubungan badan dengan karet. Pertimbangan keamananlah yang menjadikan Rani lebih merasa nyaman berhubungan badan dengan memakai kondom karena dapat memastikan diri terhindar dari resiko kehamilan.

Tersedianya Hotel Murah yang Melayani Aktivitas Seks Bebas

Rani bersama pacarnya terkadang merasa kesulitan untuk melakukan kegiatan seks bebas dengan pacarnya maupun orang lain setelah putus pacar. Saat awal-awal melakukan hubungan seks dengan pacarnya, kerap kali dilakukan di rumah pacarnya dengan menunggu momentum saat kedua orang tua pacarnya tidak berada di rumah. Hal tersebut semakin lama dirasakan semakin beresiko dicurigai oleh orang lain karena dirinya sering mendatangi rumah pacarnya pada saat rumah pacarnya sepi. Oleh karena itulah Rani mendesak pacarnya untuk mencari tempat yang lebih aman dan tidak mencurigakan untuk melakukan hubungan seks dengan pacarnya.

Pacarnya kemudian mengajak Rani ke sebuah hotel di kota Baturetno yang kira-kira 25 km dari rumahnya. Menurut pacarnya hotel tersebut sering dipakai oleh teman-teman remaja untuk berhubungan seks dengan pasangannya secara aman dan murah. Hotel tersebut disamping berada diluar wilayah kabupaten Pacitan, juga merupakan hotel yang sudah terbiasa melayani para remaja untuk berhubungan seks dengan pasangannya di luar nikah sehingga tidak mensyaratkan tamunya menunjukkan identitas maupun surat nikah. Tamu hotel dapat langsung datang ke halam hotel yang di bagian luar hotel tampak sebagai toko kelontong karena memang hotel yang cukup sederhana, tersembunyi dengan papan nama yang kecil.

(9)

melakukan hubungan seks secara bebas tanpa adanya resiko digrebek warga maupun ketahuan oleh orang tua dan anggota keluarga yang lain. Hotel yang melayani aktivitas seks bebas para remaja tersebut tersebut menjamin keamanan para remaja dan juga privasi mereka dengan harga yang cukup terjangkau. Oleh karena itulah layanan hotel merupakan salah satu faktor penting atas aktivitas seks bebas yang dilakukan oleh para remaja.

Resiko yang Dihadapi Remaja setelah Kehilangan Keperawanan dan Melakukan Seks Bebas

Resiko Beban Menjaga Rahasia Bahwa Dirinya sudah Tidak Perawan

Rani mengaku merasa berat harus menyembunyikan rahasia bahwa dirinya sekarang sudah tidak lagi perawan seperti dulu. Hal ini tentu saja harus dirahasiakan dari kedua orang tuanya dan anggota keluarga yang lain. Rani tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi seandainya orang tuanya tahu bahwa dirinya sudah tidak perawan.

Selain harus menyembunyikan rahasia tersebut dari orang tua, Rani juga harus menyembunyikan hal tersebut dari pihak sekolah. Sekolah tempatnya belajar tentu sangat tidak berharap bila salah satu siswanya telah tidak perawan dan melakukan seks bebas. Oleh karena itulah Rani harus selalu memastikan bahwa guru maupun teman-temannya di sekolah tidak mengetahui bahwa dirinya sudah tidak perawan dan telah melakukan seks bebas.

Rahasia ini menjadi beban yang sangat berat, terutama ketika putus dengan pacarnya. Rahasia ini tentu saja tidak hanya berada di tangannya sendiri untuk merahasiakan tetapi juga harus dijaga oleh pasangannya yaitu pacar yang saat sekarang telah menjadi mantan pacar karena teleh putus hubungan mereka. Oleh karena itulah Rani tidak dapat memastikan apakah bekas pacarnya juga dapat menjaga rahasia tersebut sementara di sisi lain dia sudah tidak lagi menjadi pacarnya. Rani mengaku bahwa hal inilah yang selalu

menghantuinya dan tidak siap menerima resiko bila tiba-tiba pacarnya membuka aib tersebut sehingga orang tua dan sekolah Rani menjadi tahu bahwa dirinya sudah tidak lagi perawan dan telah melakukan seks bebas.

Resiko Ketagihan untuk Mengulang dalam Melakukan Seks Bebas

Rani mengakui bahwa ada yang berubah dari dirinya setelah kehilangan keperawanan yaitu keinginan untuk selalu mengulangi melakukan hubungan seks. Nafsu seks Rani ketika masih perawan dirasakan tidak sebesar nafsunya pada saat sekarang sehingga dia harus merasakan keinginan untuk berhubungan seks dengan lawan jenis. Apabila keinginan tersebut tidak dapat dilakukan maka Rani terpaksa memuaskan diri sendiri dengan memakai jari yang digosokkan pada alat kelaminnya.

Keinginan untuk mengulangi hubungan seks inilah yang mendorong remaja yang sudah tidak perawan untuk melakukan seks bebas. Hubungan seksual yang semula dilakukan dengan pacar, karena terjadi putus pacar menjadikan seseorang yang sudah kehilangan keperawanan sebagaimana yang dialami

oleh Rani menjadi tidak

mempermasalahkan harus berhubungan seksual dengan siapapun asal dapat memuaskan nafsunya. Oleh karena itulah ketagihans melakukan hubungan seks merupakan resiko yang harus ditanggung seorang remaja ketika telah kehilangan keperawanan.

Resiko Terjadinya Kehamilan sehingga Putus Sekolah

Remaja yang melakukan hubungan seks sebelum menikah sangat rentan terkena resiko kehamilan. Hal tersebut

dikarenakan mereka hanya

(10)

kehamilan tetapi tidak ada yang menjamin benar-benar terhindar dari kehamilan. Siapapun termasuk juga Rani dan Pacarnya tidak dapat memastikan apakah kondom yang mereka pakai benar-benar utuh atau sudah mengalami robek atau lobang akibat kesalahan produksi, robek dalam pemakaian maupun kerusakan akibat hal yang lain sehingga tetap terjadi pembuahan.

Resiko kehamilan tentu saja akan sangat mengganggu aktivitas remaja, karena mereka akan merasa malu dan juga terancam tidak dapat melanjutkan sekolah. Terputusnya sekolah menjadikan mereka tidak dapat melanjutkan usaha untuk mengejar cita-cita. Kehamilan yang sangat dini juga akan berakibat pada pernikahan dini sehingga mereka menjadi kehilangan kesempatan di waktu muda dan kemudian tenggelam dalam aktivitas mengurus anak disaat mereka belum menginginkan hal tersebut.

Resiko Kesehatan Reproduksi

Hubungan seks diluar nikah yang dilakukan remaja sebagaimana yang juga dilakukan oleh Rani hanya didasarkan pada nafsu semata. Rani dan juga mungkin para remaja yang lain hanya mengatasnamakan cinta dan pemuasan nafsu ketika melakukan hubungan seksual. Hal inilah yang menjadikan mereka sering melupakan resiko kesehatan seperti penularan penyakit menular dan resiko kesehatan reproduksi yang lain.

Model Penanggulangan Seks Bebas di Kalangan Pelajar

Model penanggulangan seks bebas di kalangan pelajar hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengembangkan model sosialisasi mengenai seks bebas telah menjadi tata nilai baru bagi pelajar yang masuk dalam usia remaja. Data penelitian menunjukkan bahwa seks bebas tidak lagi merupakan penyimpangan sosial karena sudah mulai mapan menjadi sebuah tata nilai. Tata nilai seks bebas ini tentu saja hanya berlaku di kalangan remaja,

sehingga banyak kalangan terutama orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat secara luas belum mengetahui mulai bekerjanya tata nilai tersebut.

Sampai saat sekarang semua pihak masih beranggapan bahwa seks bebas adalah suatu penyimpangan atas tata nilai yang sudah baku. Apabila ada kejadian pelajar hamil di luar nikah, atau remaja tertangkap berbuat mesum, maka hal itu dikarenakan remaja tersebut merupakan remaja yang menyimpang atau melakukan penyimpangan sosial. Oleh karena itulah perlakukan semua pihak pada remaja tersebut adalah memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan seperti misalnya mengeluarkan dari sekolah. Kondisi inilah yang menjadikan semua pihak yaitu orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat perlu mendapatkan model sosialisasi bahwa sekarang terjadi pergeseran nilai di kalangan remaja dari yang semula “seks bebas adalah penyimpangan sosial” menjadi “seks bebas adalah nilai yang mapan”. Model sosialiasi ini akan menjadikan mereka memiliki pengetahuan yang cukup dan berdaya menjalankan fungsi pendidikan dan kontrol sosial pada kalangan remaja. Tujuan akhir dari sosialiasi ini adalah mengembalikan seks bebas sebagai suatu penyimpangan sosial bukannya tata nilai yang mapan. Berikut adalah gambar skema model sosialiasi mengenai seks bebas di kalangan remaja pada orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat:

Gambar II. Model Sosialisasi untuk Pemberdayaan dalam Penanggulangan

(11)

Sosialisasi pada Orang Tua

Orang tua harus diberikan pengetahuan bahwa anak mereka yang pelajar dan merupakan usia remaja sangat berpotensi melakukan seks bebas. Anak yang menunjukkan perilaku baik, tidak nakal, aktif dalam kegiatan belajar maupun ekstrakulikuler tidak menjamin anak tersebut bebas dari perilaku seks bebas. Oleh karena itulah orang tua tidak boleh lagi beranggapan bahwa anaknya yang biasa-biasa saja tanpa menunjukkan perilaku menyimpang sudah pasti terbebas dari perilaku seks bebas.

Sosialisasi pada Sekolah

Sekolah selama ini beranggapan bahwa para pelajar yang melakukan seks bebas adalah pelajar yang secara akademik dan non akademik tidak baik. Pengetahuan seperti ini tentu saja sudah tertinggal dengan apa yang terjadi pada para pelajar yang sedang dalam usia remaja. Pengetahuan bahwa perilaku seks bebas berpotensi dilakukan oleh semua pelajar tanpa berkaitan denan prestasi dan perilaku akademik.

Sekolah juga penting untuk mendapatkan pengetahuan bahwa banyak perilaku seks bebas justru berpotensi dimulai dari sekolah. Sebagai contoh tata nilai mengenai seks bebas di kalangan pelajar justru berkembang di lingkungan sekolah melalui pacaran tidak sehat sepulang sekolah dan menonton film porno yang file film pornonya didistribusikan di pergaulan sekolah. Kondisi tersebut menjadikan sekolah harus mengetahui pengetahuan yang lebih banyak akan pentingnya melakukan upaya prefentif baik melalui kegiatan belajar maupun kebijakan-kebijakan sekolah.

Sosialisasi pada Pemerintah

Pemerintah selama ini lebih melihat bahwa seks bebas bukan merupakan perilaku pelajar, sehingga pemerintah perlu mendapatkan pengetahuan mengenai perilaku seks bebas di kalangan pelajar. Ketersediaan kondom

dan ketersediaan hotel murah merupakan faktor-faktor yang mendukung perilaku seks bebas remaja. Pengetahuan mengenai pentingnya pengaturan distribusi kondom dan pengaturan layanan hotel akan berpengaruh pada seks bebas di kalangan pelajar. Pengetahuan yang cukup mengenai kebijakan tersebut akan menjadikan pemerintah merubah kebijakan yang selama ini dilaksanakan.

Sosialisasi pada Masyarakat

Masyarakat secara umum tidak melihat bahwa seks bebas di kalangan pelajar sebagai suatu hal yang menghawatirkan. Mereka hanya melihat hal ini sebagai suatu penyimpangan sosial pada sebagian kecil remaja. Masyarakat akhirnya cenderung permisif akan kondisi ini sehingga masyarakat justru memperparah pergeseran tata nilai seks bebas di kalangan pelajar.

Masyarakat perlu diberikan pengetahuan mengenai fenomena dan dampak seks bebas di kalangan pelajar. Faktor-faktor pendorong perilaku seks bebas juga harus disampaikan pada masyarakat agar masyarakat secara luas juga ikut berperan serta dalam penanggulangan perilaku seks bebas. Pengetahuan yang tidak kalah penting disampaikan adalah pengaruh penguatan tata nilai seks bebas akan berdampak pada kerusakan moral masyarakat secara luas di kemudian hari.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

(12)

seks bebas dan tersedianya hotel murah yang melayani aktivitas seks bebas, 3) Resiko yang dihadapi remaja setelah kehilangan keperawanan dan melakukan seks bebas diantaranya adalah resiko beban menjaga rahasia bahwa dirinya sudah tidak perawan, resiko ketagihan untuk mengulang dalam melakukan seks bebas dan resiko terjadinya kehamilan sehingga dapat putus sekolah serta resiko kesehatan reproduksi dan 4) Model pemberdayaan yang dikembangkan dari penelitian ini adalah model sosialiasi untuk peningkatan pengetahuan orang tua, sekolah, pemerintah dan masyarakat bahwa seks bebas sekarang sudah menjadi tata nilai yang mapan, sehigga diperlukan keberdayaan pada mereka untuk mencegah hal ini.

Saran

Beberapa saran yang disampaikan dari hasil penelitian ini adalah diperlukan penelitian yang mendalam dari sisi kuantitatif sehingga akan diperoleh gambaran tentang kuantitas perilaku seks bebas pada remaja dan pelajar serta diperlukan upaya aplikasi model sosialisasi mengenai perilaku seks bebas di kalangan pelajar yang sudah menjadi tata nilai yang mapan agar perilakuk seks bebas ini dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anissa, K. (2009). Making Love Sama

dengan Cinta Itu Seks. Cetakan 1.

Yogyakarta : Garasi

Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap

Psikologi. Penerjemah: Dr. Kartini

Kartono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dianawati, A. (2003). Pendidikan Seks

Untuk Remaja. Jakarta: Kawan

Pustaka.

Gusmian, Islah. (2006). The Spirit Of

Loving Bicara: Bicara Seks,

Pacaran, Cinta dan Narkoba.

Bandung: Nuansa.

Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Kemanusiaan

Dan Budaya. Jakarta : Universitas

Gunadarma.

Hurlock, EB. (1978). Perkembangan Anak,

Jilid I, Edisi Keenam. Alih bahasa:

Tjandrasa, M. , Zarkasih, M. Jakarta: Erlangga.

Iskandar, M. (1998). Seksualitas Remaja

di Indonesia. Http://www.seksualitas

remaja.go.id. Diakses tanggal 5 April 2008.

Kartono, K. (1988). Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali.

Loekmono. (1988). Seksualita, Pornografi

dan Pernikahan. Semarang: Satya

Wacana.

Masland, RP. 1997. Apa yang Ingin

Diketahui Remaja tentang Seks. Alih

Bahasa: Windy, MT. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, L. J. (1999). Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Mukaromah, Yayu. (2005). Kasus Remaja yang melakukan hubungan seks.

http://pikiran-rakyat.com/cetak/2005/htm

Poerwandari, K. (2001). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Jakarta : Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia. Sarwono,S. W. (2000). Psikologi Remaja.

Edisi 1. Jakarta : Rajawali Press.

Soekadji, S. (1983). Modifikasi Perilaku. Yogyakarta: Liberty.

Srisardjono, Arif. (2007). Remaja Lakukan

Seks Pranikah.

http://firaprasa.blogspot.com.

Supatmiati, Asri. (2007). Cewek

Ngomongin Perawan. Jakarta: Gema

Insani.

Wulansari. (2005). Intensi Perilaku Seks Bebas pada Mahasiswa Pondokan

Ditinjau dari Moralitas dan

Relegiusitas. Semarang: Fakultas

Gambar

Gambar I: Kerangka Penelitian
Gambar II. Model Sosialisasi untuk

Referensi

Dokumen terkait

PERSATUAN AKTUARIS INDONESIA. (THE SOCIETY OF ACTUARIES

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

Perencanaan dan Penerapan Metode CLEO (Claim, Law, Evaluation, Outcome) ... Deskripsi Pembelajaran ... Hasil Analisis Pembelajaran Berbicara dan Menulis Argumentasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa di Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas PGRI Semarang sudah memenuhi kriteria

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf adan b di atas perlu ditetapkan tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak bahan bakar kendaraan bermotor dengan

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Tingkat Konsumsi Kalori, Makronutrien dan Serat Mahasiswa Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Salah satu informasi yang mendapat porsi besar di internet antara lain adalah informasi yang berkaitan dengan musik, Informasi tersebut disampaikan melalui salah satu media

Produk Nasional Bruto (PNB) / Gross National Product (GNP) : nilai barang dan jasa yg dihasilkan dalam suatu negara dalam suatu tahun tertentu (biasanya satu tahun) yg diukur