• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan pengelolaan air untuk pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan pengelolaan air untuk pertanian"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas lingkungan yang sehat dan tidak tercemar salah satunya dapat dilihat

dari kualitas air yang digunakan manusia sebagai pokok penunjang aktivitas dalam kehidupan manusia. Air merupakan media lingkungan yang tidak dapat dipisahkan

dari manusia dalam kehidupannya. Namun seiring perkembangan teknologi pencemaran terhadap lingkungan air terjadi secara besar-besaran yang menyebabkan kualitas air semakin menurun (Meilani dan Sahi, 2017). Air sangat penting bagi

kehidupan karena berperan besar dalam tubuh organisme, terlibat dalam proses biokimia di alam dan habitat bagi organisme tertentu. Tanaman menggunakan air

dalam proses fotosintesis. Manusia dan hewan memanfaatkan air sebagai air minum, sedangkan tanaman dan hewan air hidup di dalam air.

Sumber-sumber air dicari untuk diolah dalam pengembangan penyediaan air

bagi masyarakat petani untuk irigasi. Salah satu sumber air tersebut adalah air permukaan. Keberadaan air tidak lepas dari siklus hidrologi. Dengan adanya siklus

tersebut maka air akan bersentuhan dengan senyawa sehingga air terkontaminasi dengan bahan lain. Jadi tidak ada air yang benar-benar murni. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat telah meningkatkan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan

(2)

Aktivitas pertanian menyerap air dalam volume terbesar dibandingkan yang

lainnya. Proporsi air yang digunakan dalam kegiatan pertanian dirperkirakan sekitar 70 % dari air bersih yang tersedia di alam. Jumlah tersebut prediksi akan meningkat

dalam 30 tahun mendatang untuk mendukung perluasan lahan pertanian beririgasi di dunia yang diduga akan bertambah sebesar 20%. Sebagian besar konsumsi air (90 %) dibidang pertanian digunakan untuk irigasi. Pemanfaatan air untuk irigasi lebih

banyak di negara-negara berkembang karena sebagian besar (75 %) lahan pertanian beririgasi teknis berada di negara-negara tersebut. Efisiensi penggunaan air irigasi

relatif masih rendah yaitu 30 % sehingga perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi pertambahan kebutuhan air irigasi sedangkan jumlah air di dunia relatif tidak bertambah (Riyadi, 2006).

Aktivitas pertanian memiliki hubungan timbal balik dengan kualitas air. Aktivitas pertanian yang kurang bijaksana dapat menurunkan kualitas air yang ada

disekitarnya maupun daerah di bagian hilirnya. Disisi lain untuk mendapatkan produk pertanian yang berkualitas dan aman dikonsumsi diperlukan kualitas air tertentu dalam irigasi pertanian. Masalah utama yang dihadapi berkaitan dengan sumber daya

air adalah kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun dari

(3)

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini antara lain:

1. Dapat memahami dan mengetahui kualitas air untuk irigasi pertanian.

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan

dan tanaman yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga merupakan sumber energi serta berbagai keperluan lainnya. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang menyebutkan bahwa kebutuhan air rata-rata secara wajar adalah 60 l/orang/hari untuk segala keperluannya. Kebutuhan akan air bersih dari

tahun ke tahun diperkirakan terus meningkat (Rahmana et al., 2014).

Air sangat penting bagi sektor pertanian karena aktivitas pertanian paling banyak menggunakan air. Penggunaan air sangat penting dalam bidang pertanian

antara lain untuk produksi pangan harian manusia memerlukan sekitar 5.000 liter air, produksi pangan dan serat menggunakan 70 % air bersih yang diambil dari sumber

alam, hanya 20 % dari lahan beririgasi di dunia yang memperoleh air irigasi dan lahan tersebut memproduksi 40 % kebutuhan pangan dunia, sedangkan daerah aliran sungai yang digunakan untuk lahan pertanian di dunia adalah 80 % (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2003). Menurut Garno (2002) menyatakan bahwa air merupakan sumber daya alam vital dan strategis. Vital karena keberadaanya sangat dibutuhkan

dan menjadi basic need (pra-syarat tumbuh dan hidup) bagi kehidupan mahluk hidup. Sedangkan strategis bermakna mempengaruhi hajat hidup orang banyak, menjadi barang publik dan seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran

(5)

Radiarta dan Sophia (2012) menyatakan bahwa air merupakan salah satu faktor

pembatas utama dalam pertumbuhan. Kekurangan air bagi tanaman bagi tanaman untuk melangsungkan proses evapotranspirasi akan menghambat pertumbuhannya.

Air juga merupakan sumber daya alam terbaharui yang ketersediaannya tidak selalu sejalan dengan kebutuhannya. Kebutuhan air cenderung terus meningkat terutama pada sector pertanian maupun non pertanian. Air yang baik adalah air yang tidak

tercemar secara kelebihan oleh zat-zat kimia atau mineral terutama yang berbahaya bagi kesehatan. Adapun beberapa indikator bahwa air sungai telah tercemar sebagai

berikut (Wiryanto et al., 2012):

1. Adanya perubahan suhu air. Air yang panas apabila langsung dibuang ke lingkungan akan mengganggu kehidupan hewan air dan mikroorganisme lainnya.

2. Adanya perubahan pH (derajat keasaman) dan konsentrasi ion Hidrogen. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar

antara 6,5-7,5.

3. Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. Air dalam keadaan normal dan bersih pada umumnya tidak akan berwarna, sehingga tampak bening jernih, tetapi hal itu

tidak berlaku mutlak, seringkali zat-zat beracun justru terdapat pada bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan warna pada air. Timbulnya

(6)

4. Timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut. Bahan buangan yang berbentuk

padat, sebelum sampai ke dasar sungai akan melayang di dalam air bersama kolodial sehingga menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam lapisan air.

5. Adanya mikroorganisme yang sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari limbah industri ataupun domestik. Apabila bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, maka mikroorganisme akan ikut

berkembangbiak. Pada perkembangbiakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba pathogen ikut berkembangbiak pula.

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Zat radioaktif dari berbagai kegiatan dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik efek langsung maupun efek tertunda.

Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu, misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi,

industri, rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang

biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna) (Haryanto et al., 2013). Khalimi dan Kusuma (2018) menjelaskan bahwa kualitas air

menunjukkan mutu air tersebut. Mutu air dinilai dalam pengertian ciri-ciri fisik, kimiawi dan biologisnya serta tujuan penggunaannya. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-paramater tertentu dan

(7)

adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau

harus ada dan unsur pencemar yang di tanggung adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukkannya.

Air irigasi hal yang penting diperhatikan adalah masalah kualitas airnya dimana nilai kualitas air irigasi menentukan batasan dan pengunaan dari air irigasi untuk pertanian, dan juga mengetahui apakah air tersebut tercemar dan tidak baik digunakan

sebagai kebutuhan sehari-hari juga sebagai air pertanian. Air irigasi berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi tanaman

padi di lahan sawah. Produksi padi tanah sawah akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (Water stress) (Sari et al., 2016).

Nakayama and Bucks (1991) menjelaskan bahwa parameter air yang

dikelompokkan dalam tiga kelas kualitas yang diidentifikasi dan dikelompokkan menurut pengaruhnya terhadap irigasi:

1. Indikator kualitas agronomi: parameter yang menyebabkan efek toksisitas pada tanaman atau degradasi kesuburan tanah dalam jangka menengah panjang. Parameter kunci yang dipilih adalah pH, memberikan umum indikasi tentang

kualitas sumber daya air; konduktivitas listrik (EC), yang merupakan salah satu dari masalah utama dengan air yang digunakan untuk irigasi; dan rasio adsorpsi

natrium (SAR), mengekspresikan efek toksisitas pada tanaman dan efek degradasi pada kesuburan tanah.

2. Indikator kualitas kebersihan dan kesehatan (risiko sanitasi): parameter yang tidak

(8)

karena penularan patogen, terutama ketika berkualitas rendah air digunakan untuk

mengairi sayuran segar. Indikator utama yang dipilih adalah: bakteri indikator fecal (E. coli), memberikan indikasi umum tentang kualitas sumber daya air, dan

usus nematodos (Helminthes), sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

3. Indikator kualitas manajemen: parameter yang menyebabkan efek negatif dalam sistem irigasi (terutama penyumbatan) menghasilkan keseragaman distribusi yang

rendah. Indikator utama yang dipilih adalah Total Suspended Solids (TSS), Bikarbonat (HCO3), Sulphide, Mangan (Mn), dan Besi (Fe).

Beberapa variabel dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kualitas air dan kegunaannya untuk tujuan irigasi yaitu (Shannon et al., 2000):

1. Salinitas: garam dalam tanah atau air mengurangi ketersediaan air ke tanaman

sedemikian rupa sehingga menghasilkan terpengaruh.

2. Tingkat infiltrasi air: natrium yang relatif tinggi atau kandungan kalsium tanah

atau air yang rendah berkurang tingkat di mana air irigasi memasuki tanah sedemikian rupa sehingga air tidak cukup di infiltrasi untuk memasok tanaman secukupnya dari satu irigasi ke irigasi berikutnya.

3. Toksisitas ion spesifik: ion tertentu (misalnya, natrium, klorida, atau boron) dari tanah atau air mungkin menumpuk pada tanaman sensitif hingga konsentrasi yang

cukup tinggi untuk menyebabkan kerusakan tanaman dan mengurangi hasil.

4. Lain-lain: nutrisi berlebihan mengurangi hasil atau kualitas, endapan sedap dipandang pada buah atau daun mengurangi daya jual, dan korosi peralatan yang

(9)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang dibutuhkan dalam melakukan praktikum kualitas air yaitu air

irigasi dan aquades. Selain bahan tersebut yang digunakan juga ada alat yang digunakan antara lain ember, erlenmeyer, gelas ukur, pH meter, TDS meter, EC meter,

turbidimeter dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum kualitas air antara lain: 1. Persiapan contoh

a. Contoh air irigasi diambil dari lapangan sebelum dianalisis terlebih dahulu diperiksa label dan nomor. Diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing disiapkan untuk dianalisis dengan menggunakan DO meter, EC meter,

turbidimeter, TDS meter, dan pH meter.

b. Sampel air irigasi dimasukkan kedalam gelas ukur dan diberi label pada

masing-masing sampel. 2. Penetapan daya hantar listrik

Peralatan yang dibutuhkan adalah EC meter, gelaas ukur, tissues. Pereaksi yang

(10)

a. Alat EC meter dinyalakan, electrode dicuci dengan aquades lalu dikeringkan

dengan tissue.

b. Electrode dimasukkan kedalam masing-masing sampel dan angka yang muncul

dicatat.

c. Setiap akan mengukur, electrode dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue.

d. Setelah selesai alat langsung dimatikan. 3. Penetapan kandungan kadar terlarut

Peralatan yang dibutuhkan antara lain TDS meter, gelas ukur, tissue. Pereaksi yang digunakan adalah aquades. Berikut cara kerjanya:

a. Alat TDS meter dinyalakan.

b. Electrode dicuci dengan aquades lalu dikeringkan dengan tissue. c. Electrode dimasukkan kedalam sampel dan angka yang muncul dicatat.

d. Setiap akan mengukur masing-masing sampel, electrode dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue.

e. Setelah selesai alat langsung dimatikan.

4. Penetapan tingkat kejenuhan air

Peralatan yang dibutuhkan antara lain turbidimeter, gelas ukur, tissue. Pereaksi

yang digunakan adalah aquades. Berikut cara kerjanya: a. Sampel air dimasukkan kedalam tabung turbidimeter.

b. Alat turbidimeter dinyalakan dan ditunggu hingga alat berkedip “ed”

(11)

d. Alat di matikan langsung setelah selesai digunakan.

5. Penetapan tingkat keasaman air a. Alat pH meter dinyalakan.

b. Electrode dicuci dengan aquades lalu dikeringkan dengan tissue. c. Electrode dimasukkan kedalam sampel dan angka yang muncul dicatat.

d. Setiap akan mengukur masing-masing sampel, electrode dicuci dengan aquades

dan dikeringkan dengan tissue.

(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Penggunaan alat pengujian kualitas air

No Nama Alat Fungsi Cara Kerja b. Sebelum digunakan electrode dicuci dan dikeringkan, tekan

(13)

4. Turbidimeter Alat yang berfungsi untuk menetapkan tingkat kejenuhan air. (satuan = NTU)

a. Sampel air irigasi dimasukkan dalam tabung turbidimeter, kemudian alat dinyalakan, tunggu “ready” berkedip. Kemudian dicatat nilai yang keluar.

b. Alat dimatikan, tabung turbidimeter dicuci dan dikeringkan.

5. pH meter Alat yang berfungsi untuk mengukur tingkat kemasaman suatu larutan.

a. Sebelum digunakan, electrode dicuci dan dikeringkan.

b. Nyalakan alat dan pH meter dimasukkan kedalam air sampel dan secara otomatis alat bekerja mengukur.

c. Setelah selesai, electrode dicucidan dikeringkan. Kemudian alat dimatikan.

Tabel 2. Perhitungan alat pengujian kualitas air

No Nama Alat Hasil Pengamatan Rata-rata

U1 U2 U3

1. TDS meter 9,62 102 105 U=9,62+102+105 3

= 72,206 ppm 2. Turbidimeter 0,85 5,49 6,06 U=0,85+5,49+6,06

3

Kesimpulan: berdasarkan hasil pengukuran kualitas air yang telah dilakukan

(14)

ini terlihat dari hasil pengukuran TDS meter rata-rata sebesar 72,206 ppm (≤ 1000

baik), kemudian pada pengukuran turbidimeter rata-ratanya sebesar 4,133 NTU (≤ 5 baik), pengukuran pH rata-rata sebesar 8,233 (7,6-8,5 sedang) dan pengukuran EC

meter rata-rata sebesar 400,723 µs (≤ 500 baik).

B. Pembahasan

Air untuk irigasi sebaiknya bersifat netral, tidak terlalu asam dan juga tidak terlalu basa. Air irigasi yang asam banyak mengandung ion hidrogen dan air irigasi

yang basa banyak mengandung ion hidroksida sehingga dapat mengurangi daya serap zat-zat yang diperlukan tanaman. Selain itu juga dapat merusak sel-sel tanaman sehingga metabolisme dari sel-sel terganggu dan mengurangi daya serap nutrisi

(Sinaga et al., 2013). Hasibuan et al. (2017) menajelaskan bahwa, kriteria air yang bagus digunakan dalam sektor pertanian terutama irigasi antara lain air tersebut tidak

memiliki konsentrasi garam yang tinggi karena dengan tingginya tingkat konsentrasi garam maka akan meningkatkan tekanan osmotik yang berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Selain itu, air yang bagus digunakan untuk pertanian juga harus memiliki kandungan sodium yang rendah karena sodium terdapat di koloid tanah dan akan

berfluktuasi sesuai penambahan air irigasi atau air hujan dan sistem koloid tanah, sebab air yang baik bagi pertumbuhan tanaman adalah yang bersodium rendah. Kriteria lain adalah nilai pH berkisar antara 6,5 - 8,4 atau pH netral, karena apabila

(15)

atau disebut alkalinity. Selain itu, air yang baik untuk pertanian juga harus memilih

nutrisi yang tidak berlebih karena apabila nutrisinya berlebih maka akan mengurangi kualitas hasil pertanian (Pudjiastuti et al., 2013). Karakteristik fisik air antara lain

(Rahman, 2010) :

1. Kekeruhan: Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan

oleh buangan industri.

2. Temperatur: Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen

terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic yang mungkin saja terjadi.

3. Warna: Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan

tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.

4. Solid (zat padat): Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam air.

5. Bau dan rasa: Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi

anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.

Pengujian kualitas air penting dilakukan karena dengan pengujian ini dapat mengetahui kualitas air terutama untuk pertanian (irigasi), selain itu pengujian

(16)

untuk pertanian (irigasi). Kualitas air merupakan salah satu bagian dari kualitas

lingkungan. Integrasi sinergis antara kualitas air dengan kualitas udara dan kualitas tanah sebagai komponen dari kualitas lingkungan sangat menentukan keberlanjutan

pertanian (Haq et al., 2015). Menurut Liu and Huang (2009) bahwa untuk mengembangkan IWQT (irrigation water quality tool) langkah pertama adalah mengidentifikasi parameter yang berguna untuk evaluasi kualitas air irigasi mampu

memberikan informasi yang baik dan murah tentang kemungkinan nyata penggunaannyauntuk irigasi tanaman.

Pohan et al. (2016) menyatakan bahwa, pencemaran air tanah dapat menurunkan keamanan pangan. Bahan pangan yang dinilai kurang aman untuk dikonsumsi akan sulit diterima oleh masyarakat sehingga produksinya dapat

dihentikan sementara atau tetap tergantung kepada tingkat pencemaran yang terjadi. Jenis sumberdaya air yang perlu mendapat perhatian serius adalah air permukaan dan

air bawah tanah. Kedua bentuk sumberdaya air tersebut sangat rnempengaruhi kesehatan masyarakat penggunanya. Kualitas air pada kedua sumberdaya air tersebut merupakan isu yang sangat penting. Kualitas air tanah mengacu kepada karakteristik

kimia, fisika dan biologi air danau, sungai dan estuaria.

Sifat kimia air sungai dan danau ditentukan oleh tanah, formasi geologi,

terasering, dan vegetasi di jalur drainasenya. Perubahan besar kualitas air dapat diakibatkan oleh aktivitas manusia, misalnya perubahan penggunaan lahan dan pengelolaannya yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas aliran permukaan

(17)

polutan yang umum untuk air permukaan antara lain adalah sedimen yang terbawa

oleh erosi, eutrofikasi (nitrogen dan fosfor), pestisida, bakteri pathogen, dan logam berat. Hal ini sangat penting dilakukan dalam pengujian kualitas air agar tetap terjaga

kualitas air yang sesuai dengan penggunaannya (Lovell and Sullivan, 2006).

Salinitas adalah kandungan garam dalam air yang dapat mempengaruhi potensial osmotic dan pertumbuhan tanaman. Salinitas air irigasi dinyatakan dalam

jumlah kandungan garam terlarut. Menurut Oron et al. (2002) menjelaskan bahwa, salinisasi adalah akumulasi garam di tanah dan di permukaan tanah. Garam

memasuki tanah melalui irigasi dapat berasal dari lapisan geologi, dari air tanah atau dari pengaruh buatan manusia seperti pupuk. Salinitas tanah dapat diperangi oleh drainase, pencucian, manajemen pupuk yang lebih baik, praktik agronomi yang tepat,

dan budidaya varietas tanaman yang toleran terhadap garam.

Selain itu (Qiu et al., 2017) juga menjelaskan bahwa, salinitas irigasi terjadi di

mana garam terlaut dalam air tanah meningkat di bawah pengaruh langsung irigasi ke tingkat yang membatasi pertumbuhan tanaman. Penyebab utama salinitas irigasi adalah penggunaan air irigasi yang berlebihan, penggunaan air yang tidak efisien,

drainase yang buruk, irigasi tanah yang tidak sesuai, dan rembesan dari saluran irigasi, saluran air dan tempat penyimpanan air. Salah satu dari ini dapat

menyebabkan peningkatan garam terlarut dalam air tanah. Jika air tanah bersifat asin atau terdapat garam yang terlarut dalam tanah di bawah zona akar, maka dapat menyerang zona akar dan menghasilkan salinitas irigasi. Drainase melepaskan air

(18)

mengumpulkan serta membuang kelebihan air. Garam dapat mengalir melalui

drainase dengan kelebihan air. Sistem drainase yang besar dengan kelebihan air garam dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kandungan garam di hilir

(Letey and Feng, 2007).

Gambar 1. Diagram skematik perubahan distribusi garam di lanskap karena perubahan penggunaan lahan.

Gambar diatas menurut Tripler et al. (2011) menjelaskan bahwa, salinitas irigasi karena itu mengacu pada akumulasi garam di zona akar tanaman atau di

permukaan tanah. Umumnya sebagai hasil dari air tanah asin meningkat dalam dua meter dari permukaan tanah. Sumber garam konsisten dengan yang terjadi dalam proses salinitas lahan kering dan termasuk garam siklik, garam yang berasal dari

penyerangan laut tua dan garam yang dilepaskan pada pelapukan dan pemecahan batuan dalam formasi tanah.

Tabel 3. Klasifikasi air salinitas

(19)

Sodivitas merupakan kandungan sodium dalam air yang dapat menimbulkan

efek beracun bagi tanaman. Suhana (2015) menyatakan bahwa, sodium merupakan salah satu aspek penting untuk diketahui karena sodium nanttinya yang akan bereaksi

terhadap kondisi tanah sehingga mengurangi permeabilitas. Lebih jelas Shainberg et al. (2001) menjelaskan bahwa sodivitas menggambarkan konsentrasi natrium relatif

(Na+) dibandingkan dengan divalen kation, terutama kalsium (Ca2+) dan magnesium

(Mg2+) dalam larutan tanah. Masalah sodivitas bermanifestasi pada konsentrasi Na+ relatif lebih tinggi dan menyebabkan degradasi struktur tanah. Selain itu, masalah

sodisitas biasanya melekat dengan salinitas di tanah lempung beririgasi yang memiliki kandungan natrium dengan signifikan.

Sodivitas juga umumnya terjadi di tanah yang diirigasi dengan air yang

mengandung konsentrasi bikarbonat yang cukup besar. Hal ini karena anion bikarbonat meningkatkan pH tanah dan dapat menghasilkan pengendapan kation

divalen dan peningkatan konsentrasi natrium relatif. Tingkat natrium yang tinggi dalam air irigasi biasanya menghasilkan peningkatan kadar natrium dalam tanah, yang mempengaruhi stabilitas struktural tanah, tingkat infiltrasi, tingkat drainase, dan

hasil produksi tanaman (Surapaneni and Olsson, 2002).

Toksisitas adalah kandungan ion spesifik yang dapat menimbulkan gangguan

pada tanaman selain cadmium (boron, chlor, dan beberapa logam berat). Menurut Bortolini et al. (2018) menyatakan bahwa, toksisitas ion spesifik merupakan ion tertentu (misalnya, natrium, klorida, atau boron) dari tanah atau air dapat menumpuk

(20)

kerusakan tanaman dan mengurangi hasil produksi. Fader et al. (2016) menambahkan

bahwa, indikator kualitas agronomi dimana parameter yang menyebabkan efek toksisitas pada tanaman atau degradasi kesuburan tanah dalam jangka menengah

maupun panjang. Parameter kunci yang dipilih adalah pH yang memberikan indikasi umum tentang kualitas sumber daya air, konduktivitas listrik (EC) yang merupakan salah satu dari masalah utama dengan air yang digunakan untuk irigasi dan rasio

adsorpsi natrium (SAR) mengekspresikan efek toksisitas pada tanaman dan efek degradasi pada kesuburan tanah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Xu et al. (2012) bahwa tingginya kadar boron, klorida, dan natrium dalam air irigasi berpotensi bahaya bagi tanaman. Boron sejauh ini merupakan unsur yang paling mungkin untuk membahayakan tanaman yang

diirigasi dengan air limbah yang direklamasi. Sejumlah kecil boron (yaitu <0,5 mg / kg) sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun hanya pada konsentrasi

sedikit, lebih tinggi (> 0,5 mg / l dalam air irigasi) itu mungkin menjadi beracun bagi tanaman. Toleransi tanaman terhadap boron di tanah sangat bervariasi. Ambang batas ditetapkan berdasarkan konsentrasi B dalam ekstrak saturasi tanah serendah 0,5 mg / l

untuk tanaman sensitif atau lebih besar dari 16 mg / l untuk tanaman toleran B.

Salah satu alat yang digunakan pada saat praktikum untuk pengukuran kualitas

air irigasi yaitu pH meter. Alat pH meter ini menurut Qureshi (2016) berfungsi untuk mengukur perbedaan potensial listrik antara tingkat pH melangkah dan elektroda referensi, dimana perubahan dalam perbedaan potensial antara elektroda

(21)

(2017) menambahkan bahwa pH meter menentukan pH suatu larutan. Instrumen ini

biasanya mengukur potensi sampel untuk menghitung pH, meskipun beberapa kolorimeter akan mengukur pH dengan penyerapan panjang gelombang. Beberapa pH

meter memiliki elektroda terintegrasi untuk kemudahan penggunaan, sementara yang lain terhubung ke probe atau rakitan kabel tertentu untuk akurasi dan presisi dalam pengujian kualitas air. Dirancang untuk penggunaan laboratorium atau lapangan,

beberapa pH meter ini tahan air atau secara intrinsik aman untuk digunakan di area berbahaya.

Prinsip kerja pH meter adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat di dalam elektroda gelas yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat di luar elektroda gelas yang tidak diketahui. Amani dan

Prawiroredjo (2016) menjelaskan bahwa cara kerja pH meter dengan pengujian kualitas air menggunakan elektroda dengan arus listrik kecil untuk melalui sampel air.

Ketika direndam dalam air, elektroda mengembangkan potensi listrik yang terkait dengan pH larutan. Cara kerja PH meter ini adalah mencelupkan kedalam air yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) selama 3-5 menit sampai angka stabil, dan

secara otomatis alat bekerja mengukur. Bila PH meter menunjukan angka “1” atau angka berubah-ubah drastis tanda bahwa batere harus diganti (menggunakan batere

(22)

Conductivity meter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik

(specific/electric conductivity) suatu larutan atau cairan. EC-meter digunakan untuk mengukur konsentrasi hara yaitu mengukur kelancaran pengantaran listrik antara

katoda positif dan anoda negatif. Satuan ukuran EC adalah mS/cm (milli siemen) atau mmho/cm (milli hos) atau lebih umum digunakan mS (Hammer, 1986). Suhardi (2014) menyatakan bahwa alat ini berfungsi untuk mengukur nilai konduktivitas

listrik pada larutan atau cairan. Prinsip kerja conductivity meter adalah jika ion pada mineral semakin banyak maka semakin besar pula kemampuan larutan

menghantarkan listrik. Cara kerja dari alat ini yaitu dengan mencelupkan kedalam air yang akan diukur (kira-kira kedalaman 5cm) secara otomatis akan muncul hasil dari pengukuran air yang di ukur.

Devi et al. (2013) menyatakan bahwa TDS meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur partikel padatan yang terlarut pada air minum yang tidak dapat

dilihat oleh kasat mata. Partikel yang mungkin terlarut dalam air minum adalah kandungan besi logam (besi, alumunium, tembaga, mangan, seng dan lain lainnya). Selain itu partikel padatan tersebut, mungkin juga terlarut partikel non padatan seperti

mikro organisme. Partikel padatan maupun non padatan yang terlarut pada air akan tampilkan pada angka digital displaynya. Fungsi TDS Meter ini adalah untuk

(23)

air irigasi dan juga untuk mengetahui air minum mana yang aman dikonsumsi tubuh

serta biasa juga untuk mengetahui kualitas air murni.

TDS adalah jumlah material yang terlarut di dalam air. Material ini dapat

berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, senyawa koloid dan lain-lain (WHO, 2003). Selain itu Sawyer (1994) menjelaskan bahwa prinsip kerja sensor konduktivitas dalam TDS

yaitu dengan dua buah elektroda diberikan arus searah dan didapatkan perubahan nilai konduktivitas listrik dan dibaca nilai tegangan. Elektroda sensor konduktivitas

dimasukkan ke dalam sampel air dan data nilai TDS yang terukur ditampilkan pada LCD 16×2 karakter.

Cahyani et al. (2016) menyatakan bahwa cara kerja TDS meter yaitu untuk

mengetahui partikel terlarut dalam suatu air, langkah yang harus dilakukan menggunakan TDS Meter cukup mudah. Terlebih dahulu sediakan air yang akan diuji

pada sebuah tempat atau gelas. Selanjutnya celupkan TDS meter kedalam air tersebut. Selanjutnya akan terbaca angka yang berubah ubah pada layar displaynya. Pada saat seperti itu sebaiknya ditunggu terlebih dahulu sekitar 2 hingga 3 menit sampai angka

digital menjadi stabil.

Turbidimeter adalah salah satu alat pengujian kekeruhan dengan sifat optik

akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Prinsip kerja

(24)

yang diteruskan dan ada yang dipantulkan, maka sinar yang diteruskan digunakan

sebagai dasar pengukuran (Urbasa, 2015). Menurut Anisa (2005) bahwa prinsip kerja turbidimeter dengan menghitung jumlah cahaya yang diteruskan (mengkalkulasi

jumlah cahaya yang diabsorbsi) oleh partikel dalam suspense untuk menentukan konsentrasi substansi yang ingin dicari.

Penggunaan alat turbidimeter ini yaitu menyimpan sampel dan standar pada

botol kecil/botol sampel. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu harus diset, dimana angka yang tertera pada layar harus 0 atau dalam keadaan netral, kemudian

melakukan pengukuran dengan menyesuaikan nilai pengukuran dengan cara memutar tombol pengatur hingga nilai yang tertera pada layar pada turbidimeter sesuai dengan nilai standar. Setelah itu sampel dimasukan pada tempat pengukuran sampel yang ada

pada turbidimeter, hasilnya dapat langsung dibaca skala pengukuran kekeruhan tertera pada layar dengan jelas. Akan tetapi pengukuran sampel harus dilakukan

sebanyak 3 kali dengan menekan tombol pengulangan pengukuran untuk setiap pengulangan agar pengukuran tepat atau valid dan hasilnya langsung dirata-ratakan (Masto et al., 2009).

Dissolved oxygen meter atau yang sering disebut DO meter adalah alat untuk

mengukur kadar oksigen dalam air. Nilai DO dalam air itu tergantung jumlah zat

dalam air dan tergantung pada suhu air, jika suhu semakin tinggi makan semakin rendah pula nilai DO. Cara kerja dissolved oxygen meter cukup mudah hanya dengan mencelupkan alat dissolved oxygen meter kedalam sampel air lalu melihat hasil skala

(25)

berdasarkan fenomena palarografi, yang terjadi kepada dua elektrode katode dan

anode (Prahutama, 2013).

Simanjutak (2007) menjelaskan bahwa dissolve oxygen (DO) adalah jumlah

oksigen terlarut di dalam air. Oksigen terlarut ini tidak dapat bereaksi dengan air. Alat ini dapat larut ke dalam air melalui proses fotosintesis. Tumbuhan-tumbuhan air seperti alga, menghasilkan oksigen yang larut ke dalam air melalui fotosintesis.

Selain itu, gelombang ombak, air terjun, pusaran angin, aliran air sungai, dan fenomena alam lain juga mendorong oksigen untuk larut ke dalam air. Alat untuk

mengukur kandungan oksigen di dalam air tersebut adalah DO meter. Prinsip kerja DO meter adalah berdasarkan fenomena polarografi yang terjadi di antara dua elektrode katode dan anode. Tegangan listrik negatif diberikan kepada elektrode

katode. Adanya tegangan negatif ini akan mengakibatkan reaksi kimia terjadi secara cepat antara air dengan oksigen terlarut pada permukaan katode.

Riadhi et al. (2010) menyatakan bahwa cara kerja alat DO meter yaitu dengan mencelupkan air sampel yang telah di ambil kemudian ditunggu beberapa saat untuk melihat hasil pembacaannya. Pembacaan nilai oksigen terlarut didapatkan dari nilai

arus listrik pada saat semua oksigen terdifusi pada permukaan elektrode katode. Dengan kata lain, arus listrik yang terbaca pada saat sistem mencapai tegangan jenuh,

setara dengan besaran oksigen terlarut. Penggunaan metode kalibrasi linier akan diperoleh nilai oksigen terlarut yang dicari dari air sampel yang diukur.

Berdasarkan dari hasil yang telah dipraktikumkan mengenai kualitas air dengan

(26)

EC meter. Pengujian kualitas air irigasi di bendungan Jatilawang dengan alat TDS

meter dalam penetapan kandungan terlarut diperoleh hasil pengamatan pada ulangan 1 sebesar 9,62 ppm kemudian ulangan 2 sebesar 102 ppm dan ulangan 3 sebesar 105

ppm. Hasil dari ketiga pengamatan tersebut diperoleh rata-rata sebesar 72,206 ppm. Pengujian kualitas air pada penetapan tinggkat kejenuhan air dengan alat turbidimeter diperoleh hasil pengamatan ulangan 1 sebesar 0,85 NTU kemudian pada ulangan 2

sebesar 5,49 NTU dan hasil pengamatan ulangan 3 sebesar 6,06 NTU. Rata-rata dari hasil ketiga pengamatan tersebut yaitu sebesar 4,133 NTU.

Hasil pengamatan pada alat pH meter dalam penetapan tingkat keasaman air diperoleh dengan pengamatan ulangan 1 sebesar 5,5 kemudian pada ulangan 2 sebesar 9,5 dan ulangan 3 sebesar 9,7. Rata-rata dari ketiga hasil pengamatan pH

meter ini sebesar 8,233. Selain itu juga melakukan pengujian kualitas air dengan penetapan daya hantar listrik menggunakan alat EC meter. Hasil pengamatan pada

ulangan 1 sebesar 17,17 µs kemudian pada pengamatan ulangan 2 sebesar 590 µs dan pengamata 3 sebesar 595 µs. hasil rata-rata dari perhitungan EC meter kuaitas air irigasi sebesar 400,723 µs. Semua pengujian kualitas air irigasi tersebut dapat

disimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan kualitas air yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kualitas air UPT PU wilayah Jatilawang dikategorikan baik. Hal

ini terlihat dari hasil pengukuran TDS meter rata-ratanya sebesar 72,206 ppm (≤ 1000 baik), kemudian pada pengukuran turbidimeter rata-ratanya sebesar 4,133 NTU (≤ 5 baik), engukuran pH meter rata-rata sebesar 8,233 (7,6-8,5 sedang) dan pengukuran

(27)

Rahmana et al. (2014) menyatakan bahwa indikator kualitas manajemen air

dapat menentukan kebutuhan untuk menggunakan modifikasi irigasi atau memerlukan perawatan air irigasi tertentu (misalnya, penggunaan filter, tangki

sedimentasi, dan lain-lain). Kontaminan fisik, kimia, atau biologis sangat terkait dengan kualitas air yang digunakan dan dapat menyebabkan penyumbatan sistem irigasi, terutama di perangkat irigasi mikro. Penyumbatan penghasil emisi adalah

salah satu masalah yang lebih serius dalam sistem irigasi tetes / tetes yang menyebabkan pengurangan keseragaman aplikasi dan efek negatif pada produksi

tanaman. Kontaminan fisik dimana partikel anorganik tersuspensi (seperti pasir maupun puing anorganik), bahan organik (residu hewan dan padatan organik tersuspensi lainnya), dan mikrobiologis (alga).

Selanjutnya Mulia (2005) juga berpendapat bahwa tanpa adanya oksigen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut

digunakan untuk proses degradasi senyawa organik dalam air. Semakin besar kandungan DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar.

Burns et al. (2005) juga menjelaskan bahwa nilai kecerahan atau kekeruhan juga dipengaruhi keadaan cuaca, waktu pengukuran, warna air, kekeruhan, dan padatan

tersuspensi yang ada di dalam perairan.

Lebih lanjut menurut Makmur et al. (2012) menyatakan bahwa nilai pH perairan merupakan parameter yang terkait dengan konsentrasi karbondioksida (CO2)

(28)

semakin rendah kadar karbondioksida. Berikut ini daftar parameter yang digunakan

dalam irigasi dengan pengujian kualitas air irigasi menggunakan alat. Tabel 4. Parameter kualitas air

(29)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil praktikum yang telah dilakukan mengenai pengujian

kualitas air antara lain:

1. Kualitas air irigasi yang baik dimana air tersebut mampu memenuhi segala fungsi

air meliputi warna, tingkat kekeruhan, bau, daya hantar listrik, temperature dan kandungan bahan terlarut.

2. Hasil pengukuran yang didapatkan berdasarkan parameter kualitas air yaitu

rata-rata penetapan kandungan terlarut sebesar 72,206 ppm, rata-rata-rata-rata penetapan tingkat kejenuhan air sebesar 4,133 NTU, rata-rata penetapan derajat keasaman air sebesar

8,233 dan rata-rata penetapan daya hantar listrik sebesar 400,723 µs.

B. Saran

Sebaiknya pada saat praktikum penggunaal alat dalam pengujian nualitas air bisa di perhitungkan kembali wakti praktikumnya agar tidak menunggu terlalu lama

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Akanksha P., and U. Gokhale. 2014. Real Time Water Quality Measurement System based on GSM. IOSR Journal of Electronics and Communication Engineering (IOSR-JECE). 9 (3): 63-67.

Amani, F., dan K. Prawiroredjo. 2016. Alat Ukur Kualitas Air Minum Dengan Parameter Ph, Suhu, Tingkat Kekeruhan, Dan Jumlah Padatan Terlarut. JETri. 14 (1): 49 – 62. ISSN 1412-0372.

Anisa, I. S. W. 2005. Kualitas Air Bersih Untuk Pemenuhan Kebutuhan Rumah Tangga Di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. Skripsi. UNNES. Semarang.

Bortolini, L., C. Maucieri, and M. Borin. 2018. A Tool for the Evaluation of IrrigationWater Quality in the Arid and Semi-Arid Regions. Agronomy. 8 (23): 2-15. Doi:10.3390/agronomy8020023.

Burns N, McIntosh J, Scholes P. 2005. Strategies for Managing the Lakes of the Rotura District, New Zealand. Lake and Reservoir Management. 21(1): 61-72.

http://doi.org/b6mwqp.

Chen, S. 2016. Effects of uneven vertical distribution of soil salinity under a buried straw layer on the growth, fruit yield, and fruit quality of tomato plants. Sci. Hortic.-Amsterdam. 20 (3): 131–142.

Devi, L. P. W. K, Dharma P dan Bawa P. 2013. Efektifitas Pengolahan Air Reklamasi di Instalasi Pengolahan Air Limah Suwung Denpasar Ditinjau dai kandungan Kekeruhan, Total Zat terlarut (TDS), dan Total Zat Tersuspensi (TSS). Jurnal Kimi. 7 (1): 64-74.

Fader, M., Shi, S.; Bloh, W.V., Bondeau, A., and Cramer, W. 2016. Mediterranean irrigation under climate change: More efficient irrigation needed to compensate for increases in irrigation water requirements. Hydrol. Earth Syst. Sci. 20 (6): 953-973.

(31)

Hammer, M. J. 1986. Water and Wastewater Technology. United States of America: Prentice-Hall, Inc. USA.

Haq, N. F. A., S. Laili, dan A. Syauqi. 2015. Uji Kualitas Perairan Perairan dan Pengaruhnya terhadap Indeks Keanekaragaman Makrofauna di DAS Jangjang Madura. e-Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic). 1 (1): 46 – 53. ISSN : (e) - 2338-2805(p).

Haryanto, H., Thamrin, dan Sukendi. 2013. Status Trofik dan Daya Tampung Beban Pencemaran Air Limbah Budi daya Ikan KJA Di Waduk Koto Panjang. Tesis. Pekanbaru (ID): Universitas Riau.

Hasibuan, I. F., S. Hariyadi, dan E. M. Adiwilaga. 2017. Status Kualitas Air dan Kesuburan Perairan Waduk PLTA Koto Panjang, Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 22 (3): 147-155. ISSN 0853-4217. EISSN 2443-3462. DOI: 10.18343/jipi.22.3.147.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun.

Khalimi, F., dan Z. Kusuma. 2018. Analisis Ketersediaan Air Pada Pertanian Lahan Kering Di Gunungkudul Yogyakarta. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 5 (1): 721-725. ISSN:2549-9793.

Letey, J. and Feng, G. L. 2007. Versus Steady-State Approaches To Evaluate Irrigation Management Of Saline Waters. Agr. Water Manage. 9 (1): 1–10.

Liu, H. and Huang, G. 2009. Laboratory Experiment On Drip Emitter Clogging With Fresh Water And Treated Sewage Effluent. Agric. Water Manag. 9 (6): 745– 756.

Lovell, S. T., and Sullivan W. C. 2006. Environmental Benefits Of Conservation Buffers In The United States: Evidence, Promise, And Open Questions. Agriculture, Ecosystems and Environment. 11 (2): 249–260.

Makmur M, Haryoto K, Setyo SM, Djarot SW. 2012. Pengaruh Limbah Organik dan Rasio N/P terhadap Kelimpahan Fitoplankton di Kawasan Budi daya Kerang Hijau Cilincing. Waste Management Technology. 15(2): 51-64.

(32)

Meilani, N., dan S. S. Sahi. 2017. Studi Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika Dan Kimia Pada Air Gua Desa Laburunci Kabupaten Buton. Jurnal Kesehatan Manarang. 3 (1): 1-4. ISSN: 2443-3861/e-ISSN: 2528-5602.

Mulia, Ricki M. (2005). Kesehatan Lingkungan. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nakayama, F. S., and Bucks. 1991. Water Quality In Drip/Trickle Irrigation: A Review. Irrig. Sci. 1 (2): 187–192.

Pohan, D. A. S., Budiyono, dan Syafrudin. 2016. Analisis Kualitas Air Sungai Guna Menentukan Peruntukan Ditinjau Dari Aspek Lingkungan. Jurnal Ilmu Lingkungan. 14 (2): 63-71. ISSN 1829-8907.

Prahutama, A. 2013. Estimasi Kandungan DO (Dissolved Oxygen) Di Kali Surabaya Dengan Metode Kriging. Statistika. 1 (2): 9-14.

Pujiastuti P, Bagus I, Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan Waduk Gajah Mungkur. Ekosains. 5(1): 59-75.

Qiu, R., C. Liu, Z. Wang, Z. Yang and Y. Jing. 2017. Effects Of Irrigation Water Salinity On Evapotranspiration Modified By Leaching Fractions In Hot Pepper Plants. Scientific Reports. 7 (12): 7231. DOI:10.1038/s41598-017-07743-2. Qureshi, A. 2016. 10 Best Water Quality Testers For Professionals. Wonderful

Engineering. [Online]. Available: http://wonderfulengineering.com/10-best-water-quality-testers-for-professionals/. [Akses 12 Mei 2018].

Radiarta I. N., dan Sophia L. S. 2012. Model Spasial Tingkat Kesuburan Perairan di Danau Batur Kabupaten Bangli Provinsi Bali dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Riset Akuakultur. 7(3): 499-508. http://doi.org/cgpx.

Rahman A. 2010. Penentuan Status Trofik Waduk PLTA Koto Panjang Provinsi Riau Berdasarkan Kandungan Klorofil-A dan Beberapa Parameter Lingkungan. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmana, M. W., M. Yanuar, J. Purwantob dan Suprihatin. 2014. Status Kualitas Air Dan Upaya Konservasi Sumberdaya Lahan Di Das Citarum Hulu, Kabupaten Bandung. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4 (1): 24-34. Riadhi, L., M. Rivai, dan F. Budiman. 2017. Sistem Pengaturan Oksigen Terlarut

(33)

Riyadi A. 2006. Kajian Kualitas Air Waduk Tirta Shinta di Kotabumi Lampung. Hidrosfir. 1(2): 75-82.

Sari, D. N., Priyana, Y. dan Cholil, M. 2016. Analisis Penggunaan Lahan Tahun 2013 Terhadap Ketersediaan Air di Sub Daerah Aliran Sungai Blongkeng. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Sawyer, C. N. 1994. Chemistry For Environmental Engeneering, Fourth Edition. McGraw-Hill Inc, Singapore.

Shainberg, I, Levy, GJ, Goldstein, D, Mamedov, A. I., and Letey. 2001. Prewetting Rate And Sodicity Effects On The Hydraulic Conductivity Of Soils. Australian Journal of Soil Research. 39 (6): 1279-1291.

Shannon, M. C., Grieve, C. M., Lesch, S. M., and Draper, J.H. 2000. Analysis of salt tolerance in nine leafy vegetables irrigated with saline drainage water. J. Am. Soc. Hortic. Sci. 12 (5): 658–664.

Sigdel, B. 2017. Water Quality Measuring Station. Thesis. Degree Programme in Electronics. Bachelors Degree. Helsinki Metropolia University of Applied Sciences. Pp. 1-27.

Simanjutak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. 12 (2): 59-66.

Sinaga I. L., Jamilah dan Mukhlis. 2013. Kualitas Air Irigasi Di Desa Air Hitam Kecamatan Limapuluh Kabupaten Batubara. Jurnal Online Agroekoteknologi.2 (1): 186-191. ISSN No. 2337-6597.

Suhana, S. N. S. 2015. Penaksiran Kesesuaian Kualitas Air tanah untuk Irigasi di Sebagian Mata Air Kabupaten Rembang. Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan. Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Suhardi, K. 2014. Kualitas Air Sungai.Bangkalan. Badan Lingkungan Hidup.

(34)

Tripler, E., Shani, U., Mualem, Y., and Ben-Gal, A. 2011. Long-Term Growth, Water Consumption And Yield Of Date Palm as a Function Of Salinity. Agr. Water Manage. 9 (9): 128–134.

Urbasa, P. A. 2015. Dampak Kualitas Air Pada Budi Daya Ikan Dengan Jaring Tancap di Desa Toulimembet Danau Tondano. Jurnal Budidaya Perairan. 3 (1): 59-67. WHO, 2003. Total dissolved solids in Drinking-water. World Health Organization,

Geneva, Switzerland.

Wiryanto, Totok, Tandjung, dan Sudibyakto. 2012. Kajian Kesuburan Perairan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Ekosains. 4(3): 1-10.

(35)

LAMPIRAN

(36)

Gambar

Tabel 1. Penggunaan alat pengujian kualitas air
Tabel 2. Perhitungan alat pengujian kualitas airNoNama AlatHasil Pengamatan
Gambar 1. Diagram skematik perubahan distribusi garam di lanskap karenaperubahan penggunaan lahan.
Tabel 4. Parameter kualitas air

Referensi

Dokumen terkait

Seminar Hukum dan Publikasi Nasional (Serumpun) II 2020 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung ini di antaranya bertujuan untuk

Indonesia sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki potensi uranium yang besar dan berkualitas baik di Kalimantan Barat, program pengembangan teknologi nuklir

Jika bentuk- bentuk sastra ditulis dari kiri ke kanan (kecuali dalam bahasa-bahasa Simetik dan bahasa- bahasa Oriental), bentuk-bentuk musik ditulis dari kiri ke

Dengan pertumbuhan dari pasar modern yang terus meningkat dan jumlah dari pasar tradisional yang tetap dan tidak bertambah (tabel 3). Terkait dengan jumlah pasar

(1) Anjing, Kucing, Kera dan hewan sebangsanya yang dimasukkan ke wila yah atau daerah bebas rabies di Indonesia harus memiliki Surat Keterangan Identitas (paspor) dan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama guru kelas, diperoleh hasil sebagai berikut : (1) setelah menambah media boneka jarinya anak-anak

(2006), The role of intrinsic (sensory) cues and the extrinsic cues of country of origin and price on food product evaluation, 3rd International Wine Business &amp;

Dari hasil analisa olah gerak kapal dengan menggunakan data gelombang yang telah ditetapkan oleh WMO (World Meteorolog- ical Organization) didapatkan hasil bahwa