• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spiritualitas Megeng Dalam Tari Bedaya (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Spiritualitas Megeng Dalam Tari Bedaya (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SPIRITUALITAS “MEGENG”1 DALAM TARI BEDHAYA KETAWANG DI TENGAH BUDAYA KETERGESA-GESAAN

Disusun oleh Firdaus Tjahjanto Kurniawan

Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Teologi, Spiritualitas dan Seni

(Bimbingan Prof. Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D)

1. Pendahuluan

Hampir setiap hari kita diberondong oleh reklame bahwa model baju, gaya rambut, mobil, televisi, parfum, komputer atau HP yang kita punyai sudah ketinggalan jaman alias jadul. Tentunya supaya kita membeli barang atau jasa terbaru yang lagi diiklankan. Bahkan dalam gejala sehari-hari kita bisa menyaksikan praktek yang melakukan penghapusan (deleting) masa lalu. Atau, secara konseptual dapat dikatakan bahwa iklan-iklan tersebut menghasilkan histeria tentang kondisi melarikan diri dari masa lalu. Dalam situasi seperti itu, pemeliharaan tradisi dengan segala nilai filosofis bahkan relijius di dalamnya seringkali menjadi hilang.

Dalam dunia modern yang serba cepat, serba instan, segala sesuatu berjalan seakan dengan penuh ketergesa-gesaan. Padahal, dalam ketergesa-gesaan, banyak hal pada akhirnya terlewatkan, terlupakan atau bahkan luput dari perhatian. Jadi pada kondisi yang semakin lepas-berlarian seperti demikianlah kita menghidupi dunia ini, yang dalam bahasa Anthonyy Giddens : dunia yang tunggang-langgang (Runaway World)2. Sifat tunggang-langgang ini tampak dari banyak gejala, misalnya; kecepatan komunikasi, pergerakan modal saham, gejolak fluktuasi finansial, paket fastfood kilat, cepat berubahnya cuaca-batin karena serbuan berita instan, sampai paket nikah instan. Suasana hati susah-senang kita sangat cepat berubah-ubah.

1 Megeng, arti harafiahnya adalah : menahan. Dalam sebuah seni gerak Jawa, Megeng

menjadi sebuah gerak lambat dalam sebuah tarian.

2

(2)

Maka, di tengah dunia yang serba cepat, serba tergesa-gesa inilah, menjadi relevan untuk kembali menghayati spiritualitas megeng, ‘kelambatan’, sebuah bentuk slow motion yang terdapat dalam tarian Jawa (ataupun budaya Jawa pada umumnya yang seringkali dituding lambat dan tidak sigap dalam menyikapi perubahan), dimana ungkapan “Alon-alon wewaton kelakon”-pun seringkali salah ditafisrkan. Bahwa rupanya tetap diperlukan ‘kelambatan’ (bukan ‘kelambanan’), yang memampukan membaca teks-teks dunia ini dengan lebih cermat bahkan menghayatinya dalam sebuah nilai relijiusitas yang tepat.

2. Megeng dalam Tari Bedhaya 2.1. Tari Bedhaya

Di dalam istana Sultan Jawa (Kraton Jogjakarta dan Kraton Solo) secara periodik diadakan sebuah tarian sakral yang bernama tarian Bedhaya Ketawang. Secara etimologi, Bedhaya berasal dari kata budha, yang berarti : yang awal atau yang suci.3 Ada berbagai jenis Bedhaya, sesuai dengan tembang dan peruntukannya:

Bedhaya Ketawang, Bedhaya Pangkur, Bedhaya Duradasih, Bedhaya Mangunkarya, Bedhaya Sinom, Bedhaya Endhol-endhol, Bedhaya Gandrungmanis, Bedhaya Kabor, Bedhaya Tejanata, dll.4 Tarian Bedhaya

Ketawang Ageng (Besar) hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali sedangkan tarian Bedhaya Ketawang Alit (Kecil) dilakukan pada saat Penobatan raja, pernikahan salah satu anggota Kraton yang ditambah simbol-simbol yang sesuai dengan maksud dan tujuan Bedhaya Ketawang di lakukan.5

Berbeda dengan tarian lainnya (bahkan dengan tari Bedhaya lainnya), Bedhaya Ketawang khusus diperagakan oleh abdi dalem Kraton. Iramanya pun terdengar lebih luruh (halus) dibanding dengan tari lainnya, dan dalam penyajiannya tanpa disertai keplok-alok (tepuk tangan dan perkataan). Sebagai salah satu tari Klasik Jawa, Tari Bedhaya Ketawang adalah sebuah tarian sakral Kraton dengan irama lembut dan gerak gemulai yang sangat lambat (yang dikenal sebagai gerak

3 http://jv.wikipedia.org/wiki/Kategori:Tari_Jawa

4 Ibid.

(3)

megeng). Tarian ini dipentaskan dalam acara resmi oleh tujuh atau sembilan penari wanita yang belum menikah (perawan, bahkan awalnya perawan yang belum haid), yang telah dipingit (disendirikan secara khusus).6 Selain itu

putri-putri perawan yang ikut menari diwajibkan menjalankan puasa tertentu sebelum melakukan tarian. Ada kepercayaan bahwa kanjeng Ratu Kidul sebagai Penguasa Laut Selatan ikut menari dalam tarian ini.

Koreografi tarian Bedhaya Ketawang merupakan formasi kelompok dengan pola dasar asimetris. Jalan cerita dibacakan seorang narator (dalang) dalam bentuk prosa dan nyanyian dengan diiringi paduan suara (gerong) serta gamelan.7

Bedhaya Ketawang menggambarkan lambang cinta birahi Kanjeng Ratu Kidul pada Panembahan Senopati, maka segala gerak melambangkan bujuk rayu dan cumbu birahi.

Sebagai sebuah tari yang amat disakralkan dan hanya digelar satu tahun atau bahkan delapan tahun (sewindu) sekali, banyak persiapan harus dilakukan untuk mengawali tarian tersebut. Pihak Kraton harus melakukan upacara atau ritual Labuhan Ageng atau Larungan (persembahan korban) berupa sesaji di 4 titik ujung/titik mata angin disekitar Kraton. Letak geografis dan mitologis keempat titik tersebut adalah: Gunung Merapi (di bagian Utara), Segoro Kidul atau laut kidul (di Selatan), Tawang Sari Kahyangan (di Barat), Tawang Mangu dan Gunung Lawu (di bagian Timur). Disini Kraton diibaratkan sebagai pusat dari Kosmis dari dunia dan keempat titik penjuru melambangkan keempat penjuru alam semesta.

Pementasan Tari Bedhaya Ketawang, dilakukan pada malam hari Anggara Kasih (Selasa Kliwon), yang dipercaya sebagai hari turunnya wahyu Cakraningrat atau wahyu Jatmika8 bagi sebuah penataan dunia.9 Diawali dengan iring-iringan ke 9

6 ibid

7

http://jelajahjogja.blogspot.com/

8 Wahyu Cakraningrat atau sering juga disebut wahyu jatmika adalah wahyu ‘wijining ratu’,

wahyu pewaris raja, wahyu yang sangat diminati oleh para raja dan satria, agar keturunannya dapat menjadi raja di Nusantara. Dipercaya bahwa barang siapa yang memperolehnya, maka keturunanannya akan memperoleh kemuliaan dan menguasai kerajaan di tanah Jawa. (lih. Padmadihardja, “Wahyu Cakraningrat”, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1979)

(4)

penari memasuki sitihinggil dengan arah Pradaksina10 disekitar Sultan/Raja.

Mereka melambangkan cakrawala dan membuat formasi nawagraha11, Irama

gamelan para penari melambangkan peredaran tata tertib kosmis azali yang teratur, kemudian bagaimana tata tertib tersebut menjadi kacau dan kemudian dipuluhkan lagi. Tembang yang dinyanyikan melambangkan penataan kembali kosmis. Durasi tarian yang dimainkan antara 2 – 5 jam (terkadang sampai tengah malam/dini hari) mengajak hadirin berada dalam keadaan khusuk, semedi dan hening. Selama tarian berlangsung tidak boleh berbicara, makan dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari.12 Maka sesungguhnya,

tarian yang diikuti oleh segenap hadirin ini menjadi sebuah ritus yang dilakukan yang pada umumnya dimaksudkan untuk memulihkan tata alam semesta dan menempatkan manusia dan perbuatannya dalam tata alam semesta tersebut.13

2.2. Megeng

Megeng atau megeg mempunyai arti ”diam”, ”tidak bergerak/berubah”, ”menahan”.14 Dalam tradisi lisan masyarakat pengguna bahasa Jawa, kata megeng

selalu terkait dengan megeng nafas (menahan nafas) yang mempunyai makna “terasa berat, meskipun berat harus ditahan”. Kata megeng juga biasa dipakai untuk arti konotasi sebagai menahan hawa nafsu. Maka dalam masyarakat Jawa-Islam ada sebuah tradisi Megengan menjelang bulan puasa, untuk mengingatkan makna dan hakekat berpuasa sebagai bentuk menahan diri dari segala hawa nafsu duniawi.15 Di masyarakat Tengger, Jawa Timur, seorang dukun juga melakukan

ritual megeng. Untuk menjaga karisma, dukun diwajibkan menjalankan laku tertentu, yaitu pada awal bulan kapitu tahun Saka melakukan diharuskan

10 Pradaksina adalah prosesi ritual mengelilingi suatu obyek yang dipandang suci. Dimulai

dari arah Timur, ke Selatan, dengan obyek di sebelah kanan badan (searah perputaran matahari/searah jarum jam)

11 Nawagraha (har: sembilan tempat) adalah susunan tatasurya dalam navigasi Hindu, yang

terdiri dari 9 benda angkasa (planet) yakni Surya, Candra, Anggaraka, Budha, Wrehaspati, Sukra, Sani, Rahu dan Ketu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Templat:Nawagraha)

12 Rahmad Subagyo, “Agama dan Kerohanian asli Indonesia”, Jakarta : Yayasan Cipta Loka

Caraka, 1979, halaman 60-62

13 ibid

14 Balai Bahasa Yogyakarta, Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa), Kanisius: 2001, cetakan I.

(5)

melakukan megeng patigeni, yaitu membisu selama satu hari satu malam (tidak bicara, tidak makan, tidak minum, tidak kumpul isteri).16

Dalam tradisi Jawa kuno, sebagaimana tertuang dalam ”Serat Cemporet”, karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, megeng menjadi sebuah sarana untuk mengetahui/mengenali kehendak Tuhan (maneges karsa tanduking don sang murweng dumadi), sembari mengusahakan kebaikan bagi seluruh ciptaan (sru marsudi sidhining parasdya).17 Maka dalam seni pertunjukan (tari ataupun teater

tradisional), megeng menjadi sebuah sarana olah tubuh, olah energi maupun olah batin. Megeng menjadi kelanjutan dari meditasi (kalau tidak dikatakan sebagai bagian dari meditasi itu sendiri). Dengan mengatur nafas, menahan gerak sembari merasakan segala peredaran darah dalam tubuh, mengaktifkan keasadaran akan kondisi dan situasi di sekelilingnya, dengan megeng sesungguhnya digali penghayatan akan kedirian secara utuh dalam relasi dengan Yang Ilahi dan sesamanya.

3. Kajian Seni dan Spiritualitas Megeng dalam Tari Bedhaya Ketawang 3.1. Seni, Meditasi dan Estetika

Seni adalah proses kreatif dan ekspresif dari manusia. Kata seni berasal dari kata "sani" yang berarti "jiwa yang luhur/ ketulusan jiwa".18 Makna ini nampaknya

terkait dengan motivasi seseorang/seniman saat akan membuat karya seni. Seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaan dan sifat indah, hingga menggerakkan jiwa perasaan manusia. Seni juga adalah sesuatu yang apabila dilihat/dirasa membuat senang. Seni adalah suatu kualitas yang mendatangkan apresiasi. Seni juga merupakan sesuatu yang dapat memberi ide dan gagasan.19

Seni menurut kamus ilmiah populer, diberi arti sebagai segala yang berkaitan dengan karya cipta yang dihasilkan oleh unsur rasa.20 Seni juga adalah kegiatan

rohani yang merefleksikan realitas dalam suatu karya yang bentuk dan isinya

16 http://jito-um.blogspot.com/2009/06/peranan-dukun-dalam-masyarakat-adat.html

17 Raden Ngabehi Ranggawarsita, ”Serat Cemporet”, Jakarta : Balai Pustaka, hal. 279.

18 Achmad Maulana, dkk. ”Kamus ilmiah”, Yogyakarta: Absolut, 2003. hal. 472

(6)

mempunyai tujuan untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam rohani penerimanya.

Meditasi sebagai praktik relaksasi melibatkan pengosongan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Makna harafiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan.21 Sebagai kegiatan mental terstruktur,

yang dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku.

Dengan kata lain, meditasi melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu. Hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan. Dalam keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga pingsan, dan tetap sadar.22

Estetika adalah salah satu cabang filsafat. yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.23 Maka untuk dapat menghayati nilai-nilai

relijius maupun estetika di dalam sebuah karya seni, dapat dipakai baik metode intrinsik maupun ekstrinsik. Dengan pendekatan intrinsik, coba digali rasa yang melingkupi kreator seni secara obyektif dan memberi apresiasi dari dalam karya seni itu sendiri. Sementara pendekatan ekstrinsik merupakan pendekatan dari luar

20 http://www.senirupa.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=116

diunduh pada 8 Nopember 2010

21 Drs. Agus M. Hardjana, M.Sc., Ed., "Komunikasi Interpersonal Dan Intrapersonal",

Yogyakarta : Kanisius, 1979, hal. 36-37.

22 Anand Krishna, "Meditasi untuk manajemen stres & neo zen reiki untuk kesehatan

jasmani & rohani", Gramedia Pustaka Utama, 2001, 9796059126, 9789796059126.

23 Band. Lim Chin Choy, “Keindahan yang Digemari dan Pengejawantahannya”, dalam

(7)

ke karya seni tersebut untuk membedahnya.24 Dalam hal ini, pendekatan yang bisa

dipakai untuk mengkaji nilai-nilai spiritualitas dalam Tari Bedhaya Ketawang lebih pada pendekatan ekstrinsik.

3.2. Spiritualitas Megeng dalam Tari Bedhaya Ketawang

Heide Gottner-Abendroth dalam bukunya ”Dancing Goddess, Prisnciples of a Matriarchal Aesthetic” mengungkapkan bahwa tarian bukan sekedar sebuah ungkapan emosi sebagai praktek magi yang paling penting. Namun lebih dari itu, sebuah tarian, dalam bentuk yang paling tua, adalah bentuk dasar dari sebuah ekspresi relijius.25 Bahkan lebih jauh, Hegel memandang seni dalam dimensi

transendental, sebagai manifestasi dari Yang Absolut sendiri.26

Tari Bedhaya Ketawang sebagai sebuah seni pertunjukan yang digelarkan/disajikan secara langsung, tentu saja berciri ”publik”. Maka dimensi seni maupun spiritulitas di dalam tarian tersebut memiliki makna relijius yang bersifat komunal. Dengan menyaksikan Tari Bedhaya Ketawang yang disajikan, sesungguhnya segenap ’penonton’/hadirin terhisab di dalam ritus penyembahan dan meditasi yang terkandung dalam tarian tersebut. Di sinilah, Tari Bedaya Ketawang mengajak seluruh yang hadir untuk masuk dalam meditasi melalui tarian yang disajikan. Bahkan sebelum tarian disajikan, laku megeng/menahan diri-pun telah dimulai sebagai persiapan memasuki ritual penyembahan di dalam tarian tersebut. Mulai dari berpuasa, berpantang, sesuci (membersihkan diri), kesemuanya disertai dengan doa-doa khusus (rapalan).

Menari memang tak hanya sekedar menghafal gerak. Menari adalah efek ekspresi jiwa, sehingga dengan begitu seluruh tubuh jumbuh, menyatu dalam sebuah kesatuan gerak. Gerakan tubuh bukan sekedar interprestasi dari fisik semata-mata, tapi juga batin. Olah batin melalui tarian sebagai meditasi ini pada gilirannya akan sangat mempengaruhi sikap keseharian. Di tengah situasi dunia yang serba ingin

24 Mudji Sutrisno, “Kritik Seni” dalam ibid, hal. 269.

25 Heide Gottner-Abendroth, ”Dancing Goddess, Prisnciples of a Matriarchal Aesthetic”,

Boston : Beacon Press, 1991, pp. 31-32.

26 Georg Wilhelm Friedrich Hegel, “Aestetics, Lectures on Fine Art, Volume I”

(8)

cepat ini, spiritualitas megeng menjadi sebuah alternatif membaca dan menyikapi dunia.

Pengalaman mistik melalui dan di dalam tari Bedhaya Ketawang terlihat sangat kaya dimensi. Dari sudut pandang Soelle, pengalaman mistik yang bisa digali dari tarian ini bukan hanya pada sisi nature, namun juga pengalaman eroticism, bahkan pengalaman bersama/komunal.27 Kemenyatuan antara manusia dengan Sang

Penciptanya dalam Tari Bedhaya Ketawang ini dihayati dalam kepercayaan akan kehadiran Nyi Rara Kidul (sebagai penguasa Laut Selatan), yang ikut dalam menari dalam tarian sakral tersebut.28 Jiwa ’kelambatan’ yang terkandung dalam

tarian ini, terbukti memampukan manusia Jawa membaca lingkungannya dengan lebih cermat, hati-hati, dan tepat dalam bersikap (manjing ajur ajer), dan menjaga harmoni diri, alam dan lingkungannya. Maka kita bisa memahami bagaimana manusia Jawa menghayati ungkapan ”aja kagetan” (jangan mudah terkejut) dan ”aja gumunan” (jangan mudah terpana/terheran-heran) dengan segala perubahan yang ada dalam dunianya. Semuanya bisa terbaca dengan lebih jelas dengan prinsip spiritualitas megeng ini.

4. Refleksi Spiritualitas Megeng dalam Kehidupan Iman Sehari-hari

Dalam kondisi kehidupan yang bagaikan gelanggang balap Formula I yang bergerak super cepat, penuh pilihan kritikal, sarat ketegangan ini, orang mendambakan pelatihan olah batin yang memungkinkannya memiliki kedirian jasmani-rohani yang utuh sejahtera, segar, vital, tanggap, menghasilkan kehidupan yang berhasil dalam segala seginya.

Dalam praktik disiplin kerohanian seperti yang telah dikembangkan oleh banyak tokoh spiritualitas Kristen dalam bebagai tradisi, kita jumpai banyak sekali variasi bentuk dan kedalaman pengalaman meditasi/kontemplasi. Perenungan yang mengalir dari

27 Dorothee Soelle, “The Silent Cry, Mysticism and Resistance”, Minneapolis : Fortress

Press, 2001, pp. 110-111, 128-129, 165-173.

28 Band. pemahaman panentheisme Eckhart dalam Matthew Fox, “Breakthriugh, Meister

(9)

tingkat pemfokusan pikiran kepada Allah dan firman-Nya, sampai pada penghayatan hubungan kasih yang mesra dengan Allah.

Lingkup arti meditasi dalam Alkitab adalah: keadaan orang dalam kedalaman dirinya mencari-cari kebenaran, merenung-renung keberadaannya dalam konteks mencari kebenaran (Mzm 77:7); memandang jauh sambil berharap-harap (Kej 24:63); merenungkan atau menyimpan dalam hati (Yos 1:8; Luk 2:51); mengingat atau memikirkan berulang-ulang, memperhatikan untuk mengerti (Mzm 1:1; 49:4; 77:6; 2Tim 2:7).

Meditasi dalam Alkitab tidak hanya kegiatan yang dilakukan dalam kesunyian tetapi bisa juga dilakukan dengan mengucap, menyuarakan berulang, mendoakan/mendaraskan doa (Mzm 19:15). Dari ayat-ayat tersebut terlihat jelas bahwa objek perenungan diam atau bersuara itu adalah firman Allah dan perbuatan Allah dengan tujuan seseorang mengenali Allah secara lebih dalam dan bermakna dalam kehidupannya. Kegiatan merenung atau meditasi itu berpangkal dari hati dan melibatkan seluruh segi kemanusiaan orang itu: pikiran, perasaan, imajinasi, dengan berbagai ungkapan wajarnya seperti suara, penglihatan dsb.29

Corak meditasi Calvin menekankan pada keheningan dan waktu khusus bersama Tuhan.30 Calvin mengadopsi meditasi Santo Benedictus, Leksio Devina. Leksio

Devina adalah meditasi dengan tiga bagian yaitu; Leksio berupa pembacaan Alkitab, Meditatio meditasi dengan mendaraskan Mazmur sedangkan Oratio adalah berbicara langsung dengan Tuhan. Calvin bercaya bahwa pengampunan dan bimbingan dari Tuhan akan diperoleh manusia pada waktu yang khusus. Selain itu, Calvin juga menekankan pentingnya seseorang pembimbing dalam melakukan model meditasi ini. Adapun sekarang ini yang dipraktekan dalam tradisi protestan langsung memotong bagian Orasio. Dengan demikian doa sebagai sebuah kerangka besar meditasi hanya dipahami berbicara langsung dengan Tuhan. Hal inilah yang membedakan protestan yang pintar berdoa dengan kata-kata dibanding dengan Katholik yang doanya pada apa yang sudah dibakukan dan menjadi hafalan.

29 http://www.ppa.or.id/artikel/meditasi-kristen-368.html

30 Howard L.Rice. Reformed an introduction for believe spirituality, (Kentucky: John Knox

(10)

Tatkala kita berusaha memupuk disiplin kerohanian, kesadaran bahwa disiplin itu adalah pemberian Allah untuk kita harus kita sadari sedalam-dalamnya. Seluruh segi kehidupan rohani beserta aspek-aspek praktisnya adalah karunia Allah untuk kita. Simbolisme tubuh pada Yehezkiel, Yeremia, Hosea menyampaikan berbagai pesan kenabian dari Allah untuk umat-Nya (Yehez 4, 5; Yer 13:1-11; Hos 1, 2, 3). Ungkapan tubuh seperti berlutut, menengadah, tiarap, mengangkat tangan, meloncat bahkan menari adalah hal yang dianggap benar untuk dilakukan umat Tuhan dalam ibadah mereka. Dengan berlutut kita mengungkapkan perendahan diri kita yang bercela dosa dan kegagalan di hadapan Dia yang mulia dan tak bercela. Kita berlutut untuk menunjukkan pertobatan, ketidakberdayaan, penundukan diri kita. Kita menengadah, mengangkat tangan menunjukkan kerinduan kita untuk membuka diri lebih luas bagi Allah dan kehendak-Nya. Kita meloncat atau menari dalam kesukaan yang ditanamkan Roh Kudus sebab berbagai perbuatan besar yang Ia lakukan dalam Yesus Kristus sudah kita alami.

Sikap hati mengalami penguatan ketika kita ungkapkan dalam berbagai kondisi jasmani. Tubuh kita perlu kita perlakukan dengan tepat agar menjadi alat yang menunjang terjadinya suasana disiplin kerohanian yang bermakna. Misalnya kita perlu tahu kapan harus menenangkan tubuh kita dari segala ketegangan. Ketegangan fisik seperti otot-otot lengan, leher, bahu yang kaku bisa jadi merupakan tanda dari ketegangan lebih dalam dalam hidup kita, atau sekadar keletihan karena kesibukan sehari-hari. Apabila kita merasakan ketegangan yang disebabkan oleh faktor rohani, dengan jujur kita perlu memohon pemulihan Allah atas hidup kita kembali berlaku dan dihayati secara baru. Kedamaian sejati bukan sekadar faktor emosional tetapi bertumpu pada sumber spiritual. Hanya Allah sumber pengampunan dan pemulihan yang di dalam Yesus Kristus dapat menganugerahkan kita keadaan hati damai sejahtera penuh.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Majid (2013:98) Variasi pola interaksi adalah Pola interaksi guru dengan anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar sangat beraneka ragam. Interakasi antara guru

normal bagi semua orang disekitar anda. Perilaku Anda yang tampak akrab dengan mereka yang ingin Anda manfaatkan dapat membantu menurunkan kewaspadaan mereka terhadap

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi dilapangan dapat diambil kesimpulan bahwa program rehablilitas sosial rumah tidak layak huni (RS-RTLH) di desa bukit harapan

Format Pengukuran Capaian Kinerja Dinas Sosial Kabupaten Gresik tahun 2020 diukur berdasarkan pada format Pengukuran Kinerja sebagaimana yang termuat dalam Peraturan

Sistem yang dibuat ini adalah aplikasi mobile forensik yang dapat mengembalikan data yang telah hilang untuk membantu proses investigasi berbasis sistem operasi

Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh peningkatan kualitas nutrien ransum dan penambahan herbal campuran mengkudu, pegagan dan kunyit dalam ransum terhadap fertilitas dan

Dan penyembuhan luka berbeda signifikan antara ketiga perlakuan dimana hasilnya pada kelompok perlakuan 3 dengan pemberian propolis 2 kali hampir menyamai lama

NIP : 19780630.200604.1.001 Selaku dosen penguji agama Tugas Akhir, menyatakan dengan sebenarnya bahwa mahasiswa di bawah ini: Nama : Muhammad Ibrahim Nim : 12660081 Judul Tugas Akhir