• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI PENERAPAN TUJUAN HUKUM DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EKSISTENSI PENERAPAN TUJUAN HUKUM DALAM"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI PENERAPAN TUJUAN HUKUM DALAM KASUS LANJAR SRIYANTO MELALUYI PENDEKATAN FILSAFAT HUKUM

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perjalanan panjang umat manusia dari era gua menuju era komputer, ada satu peran sentral yang selalu dimainkan oleh ide hukum, ide bahwa ketertiban atau tatanan adalah hal yang penting sementara kekacauan (chaos) bertentangan dengan eksistensi keadilan dan kestabilan. Setiap masyarakat, baik besar maupun kecil, kuat maupun lemah, telah menciptakan sendiri kerangka sejumlah prinsip yang mengatur perkembangannya. Apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, tindakan yang diterima, yang terlarang, semuanya terangkum dalam kesadaran masyarakat tersebut. Kemajuan, dengan segenap lompatan dan batas-batas yang tidak bisa dijelaskan, selalu bertolak dari kelompok yang terbentuk ketika manusia bekerja sama mewujudkan berbagai tujuan bersama, baik berburu binatang, mengumpulkan makanan maupun mencari uang.

Hukum merupakan elemen yang menyatukan anggota masyarakat dalam ketaatan kepada nilai-nilai dan norma. Hukum dapat bersifat permisif, memungkinkan individu membentuk relasi legal sendiri lengkap dengan hak dan kewajiban seperti dalam pembuatan kontrak, maupun koersif, menghukum mereka yang melanggar peraturan. Hukum terdiri atas serangkaian peraturan yang mengatur perilaku, dan hingga kadar tertentu, mencerminkan ide dan obsesi masyarakat tempatnya berfungsi.1

Sepanjang perjalanannya hukum memiliki lika-liku dalam pengejawantahan penertiban untuk masyarakat juga untuk hukum itu sendiri. Hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, masyarakat berubah tak dapat dielakkan dan perubahan itu sendiri dipertanyakan nilai-nilai mana yang dipakai.2 Hukum memiliki fungsi dan tujuan. Fungsi dan tujuan dari hukum dapat dilihat dari perspektif filsafat hukum. Filsafat

(3)

hukum terutama hendak menelaah hakikat hukum sebagai perwujudan nilai, hukum sebagai sistem kaidah dan hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat.3

Dalam pendekatan ilmu hukum, filsafat hukum menjadi salah satu kajian dalam pendekatan ilmu hukum itu sendiri. Pendekatan filsafat hukum ini lebih memfokuskan kajiannya dengan memandang hukum sebagai perangkat ide yang abstrak dan ide-ide moral, diantaranya tentang kajian moral keadilan4. Filsafat hukum adalah refleksi tentang hukum yang mempermasalahkan hukum dari berbagai pertanyaan yang mendasar, seperti apakah hukum itu? Apa tujuan hukum itu? Apa dasar-dasar mengikatnya hukum? Mengapa berlaku umum? Bagaimana hubungan antara hukum dengan kekuasaan, moral dan keadilan? Sebagai refleksi kefilsafatan, filsafat hukum tidak ditujukan untuk mempersoalkan hukum positif tertentu, melainkan merefleksi hukum dalam keumumannya atau hukum sebagai demikian/law as such.

Sesuai dengan sifat dasarnya, apabila filsafat berbicara mengenai hukum, maka pusat perhatiannya tidak terletak pada bagaimana prosedur teknis merumuskan atau menciptakan norma yang disebut hukum, melainkan pada gejala substansi gejala hukum. Berbagai persyaratan teknis-prrosedural berkaitan dengan pembuatan hukum menjadi fokus pehatian ilmu hukum. Tetapi filsafat hukum berusaha menyumbang dari sisi esensi atau substansi hukum5.

2 Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban yang adil, Problematik Filsafat Hukum, Jakarta: Grasindo Gramedia Widiasarana indonesia, 1999, hlm. 37.

3 Astim Riyanto, Filsafat Hukum, Bandung: YAPEMDO, 2010, hlm. 1

4 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 11.

(4)

Dalam permasalahan hukum itu sendiri, maka sering muncul kalimat tentang tujuan hukum. Sebagaimana ditulis diatas, bahwa tujuan hukum itu sendiri memiliki sifat yang universal seperti ketertiban, keamanan, ketenteraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat, tergantung bagaimana perspektif itu dipakai6. Lalu bagaimana pengejewantahan hukum dalam realitas masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut? Tulisan ini berangkat dari kredo: “Quid lege sine moribus (Apa artinya hukum, kalau tidak disertai moralitas)”. Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral. Kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.7

Potret hukum Indonesia menampakan wajah yang lain ketika warga masyarakat miskin tertimpa kasus yang berhadapan dengan hukum. Sebagai contoh kecil, penulis mencoba mengakses tulisan dalam Harian Kompas dengan tajuk Istri Meninggal, Suami Dipenjara.8 Hal ini yang melatarbelakangi

6 Dalam rentang pemikiran tentang tujuan hukum, biasa dibagi dalam bagian tentang klasifikasi yang dalam beberapa kelompok ajaran, diantaranya:

1. Ajaran Konvensional

a. Ajaran Etis; (tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan) b. Ajaran utilitas;(tujuan hukum untuk mencapai kebahagiaan) dan

c. Ajaran normatif-dogmatik (tujuan hukum untuk menciptakan kepastian hukum) 2. Ajaran Modern

a. Ajaran Prioritas baku; (tujuan hukum yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum) dan

b. Ajaran Prioritas Kasuistis.(dari tiga tujuan hukum, satu diantaranya menjadi prioritas) Lebih lanjut akan dibahas pada bab selanjutnya. Lihat juga, Achmad Ali, Opcit, hlm 88

7 K. Bertens, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm. 7

(5)

pemakalah mencoba melakukan penelitian dari kasus tersebut dengan perspektif filsafat hukum yang ditinjau dari tujuan hukum.

Indonesia sebagai negara yang memprioritaskan hukum sebagaimana amanat dalam Konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, yang oleh beberapa ahli mengatakan sebagai laboraturium hukum, dimaksudkan bahwa sejauh mana negara hukum yang dimaksud oleh Konstitusi kita. Maka pemakalah mencoba melihat dari sisi lain dari hukum khususnya tujuan hukum tentang keberhasilannya menjaga ketertiban, ketenteraman, kebahagiaan dan juga tentang keadilan.

B. Rumusan Masalah

Dalam kesempatan ini, pemakalah mencoba mengemukakan permasalahan yang terjadi dalam kasus tersebut khususnya penegakan hukum yang ditinjau dalam perspektif filsafat hukum.

1. Bagaimana proses penegakan hukum Indonesia dalam perspektif filsafat hukum yang ditinjau dari tujuan hukum dengan studi kasus Lanjar Suryanto?

C. Referensi Teoritis

Eksistensi moral dalam hukum tetap dirasakan sebagai kebutuhan hingga saat ini. Tiap tragedi kemanusiaan selalu membutuhkan solusi hukum yang bermoral. Putusan MA Amerika yang memerintahkan diakhirinya diskriminasi terhadap kulit hitam adalah sikap moral. Magna Charta adalah sikap moral. Pengadilan Nurrenberg adalah sikap moral. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, berikut tiga covenant9 serta seluruh instrumen internasional mengenai

(6)

anti penyiksaan, perlindungan perempuan, pelindungan kaum minoritas dan lain sebagainya, adalah sikap moral.

Pendeknya, hukum yang bermoral adalah kebutuhan umat manusia. Tanpa hukum yang bermoral, tidak ada masyarakat yang dapat berkembang bahkan bertahan dalam kedamaian dan keadilan. Hukum yang bermoral adalah fondasi sekaligus perekat, yang mencegah masyarakat dari disintegrasi, yaitu hancurnya berkeping-keping. Tidak mungkin ada kehidupan bersama yang manusiawi tanpa hukum yang bermartabat10. Ini benar secara teori maupun faktual.

Ajaran hukum kodrat11 Thomas Aquinas, adalah ajaran tentang pendasaran hukum pada etika.12. artinya, hukum harus memiliki fondasi etik.13 Dan Fondasi etik itu, harus beranjak dari kodrat manusia. Apa yang menjadi kodrat manusia menurut Thomas Aquinas adalah kebaikan! Kodrat manusia menjadi sebab final (causa final) tindakan manusia.

10 Bernard L. Tanya, Penegakan Hukum Dalam Ruang Etika, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm. 5.

11 Pemikiran tentang hukum kodrat sebenarnya telah dimulai sejak Filsuf Yunani Antik, yaitu melalui pemikiran yang didasarkan pada adil menurut “kodratnya” dan adil menurut “keberlakuan hukum”. “Hidup sesuai dengan alam” diterima sebagai gagasan umum tentang ukuran tertinggi mengenai apa yang “benar” dan apa yang “keliru”, namun dalam perkembangannya, pemikiran tentang hukum kodrat mengarah pada “Sesuatu” yang dihubungkan dengan perilaku manusia dan perhatian pada etika

12 Bernard L. Tanya, et.al., Moralitas Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014., hlm. 5

(7)

Itulah sebabnya, terhadap pertanyaan, “apa yang menjadi hukum suatu hukum”? jawaban yang diberikan Thomas Aquinas adalah jawaban Aristotelian, yakni kebahagian dan kebaikan. Apa yang dituju manusia, adalah kebahagian dan kebaikan. Semua tindakan yang bertujuan dan berakibat pada kebahagian manusia, adalah baik. Dan kebahagian tertinggi manusia adalah ketika, ia “menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya”. Karena itu, tindakan kita dapat dikatakan bernilai secara etis, jika menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya.

Menurut Thomas, realisasi kebahagian dan kebaikan, akan menjadi pemenuhan dan penyempurnaan kodrat manusia itu sendiri.14 Inilah hukumnya hukum. Melaksanakan hukum kodrat berarti bertindak sesuai dengan kodrat manusia: lakukan yang baik dan jauhi yang jahat! Hukum positif harus bertolak dari dasar moral ini. Itu berarti, hukum haruslah membantu manusia berkembang sesuai kodratnya, menjunjung tinggi martabat manusia, bersifat adil, menjamin kesamaan dan kebebasaan, memajukan kepentingan dan kesejahteraan umum.15 Pesona hukum dalam jiwa klasik Thomas Aquinas, terletak di sini.

Bagi Socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum merupakan tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan umum.16 Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat (kontra filsuf Ionia), bukan pula aturan untuk memenuhi hedonisme diri (kontra kaum Sofis). Hukum, sejatinya adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan

14 Bernard L. Tanya., et.al., Moralitas … Ibid.,hlm., 6.

15 Bernard L. Tanya., et.al., Moralitas … Ibid.,hlm., 6.

(8)

dan keadilan umum. Seseorang yang melanggar hukum pada dasarnya berarti mencabik landasan hidup bersama.17

Bagi Socrates, inti hidup manusia adalah keluhuran jiwa, bukan keutamaan materi sebagaimana diajarkan oleh kaum Ionia. Lebih lanjut dikatakan Socrates, sebelum mengejar kebijaksanaan dan kebenaran janganlah dulu berpikir tentang uang atau kemasyuran atau prestise jasmani. Kebajikan tidak muncul dengan sendirinya, namun kebajikan mendatangkan uang dan segala hal yang baik bagi manusia, secara umum maupun pribadi. Ini-kata Socrates- adalah inti ajarannya.18

17 Bernard L. Tanya, et.al., Teori Hukum…Ibid., hlm., 30.

(9)

BAB II PERMASALAHAN

A. Kasus Lanjar Sriyanto

Bicara tentang keadilan, semua orang pasti sepakat keadilan itu hanya memihak kebenaran. Bahkan, Keadilan dianggap sebagai satu-satunya prinsip hukum yang paling diutamakan di antara 2 prinsip hukum lain yakni kemnafaatan dan kepastian. Adil berarti mendudukkan sebagai mana mestinya (sesuai porsinya) suatu perkara. Sikap adil memunculkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Hakim ibarat ‘wakil’ tangan Tuhan di muka bumi, dalam mengadili suatu perkara wajib mengedepankan prinsip keadilan. Namun bagaimana realitas pengadilan di Indonesia? Tenggoklah kasus Lanjar Sriyanto, sebuah kasus yang bisa diakses melalui media online yakni dalam Harian Kompas dengan tajuk Istri Meninggal, Suami Dipenjara.19 Sebagaimana pemakalah kutip dari Harian Kompas, Lanjar besama istri dan anaknya, seusai lebaran dikampung halaman sang istri di Nogosari , Boyolali. Mereka berencana mudik ke kampung halaman Lanjar di Yogyakarta, tetapi sebelumnya mereka hendak mampir kerumah kontrakan mereka di kampung Jajar, Laweyan, Solo. Saat perjalanan pulang kerumah mereka tiba-tiba mobil didepan mereka berhenti mendadak. Jarak mereka terlalu dekat, tabrakan dengan mobil pun tidak dapat dihindarkan karena dengan jarak yang begitu dekat, Lanjar tidak dapat mengerem motor pada waktunya. Istri Lanjar terlempar jatuh dari motor kesisi lain jalan. Saat itu sebuah mobil Panther melaju dengan kecepatan tinggi dari arah yang lain. Malang tidak dapat ditolak, Saptaningsih, isteri Lanjar, menghembuskan nafas di tempat setelah tergilas mobil Panther itu.

Sekilas dalam sudut pandang masyarakat awam kita dapat melihat bahwa pengendara mobil Pantherlah yang patut dituntut dan dipersalahkan, namun justru tepat 2 bulan setelah meninggalnya sang isteri Lanjar dijebloskan keddalam tahanan, kemudian ia dibawa kehadapan hakim dan pada saat itulah ia diberitahu

(10)

bahwa ia telah melakukan kejahatan, yaitu kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain. Suatu tindak pidana yang diancam hukuman lima tahun penjara. Ketika Lanjar mendengar tuduhan itu, dia tidak tahu bagaimana membela dirinya, sementara ia tidak punya pengacara. Lanjar tidak hanya kehilangan isterrinya tetapi juga kehilangan kebebasannya.

Kasus yang menimpa Lanjar Sriyanto, mengundang perhatian publik, sehingga pada saat kasus ini mencuat, beragam simpati publik yang muncul, mulai dari dibuatnya halaman khusus di facebook20 sebagai bentuk dukungan terhadap Lanjar sampai dengan deemontrasi yang dilakukan oleh masyarakat didepan pengadilan setempat.

Pada tanggal 4 Maret, pengadilan mengeluarkan putusannya, yang tampaknya merupakan jalan tengah antara tuntutan jaksa dan kemarahan publik atas kasus tersebut: Lanjar dinyatakan bersalah karena kelalaiannya, sementara pada saat yang sama hakim merasa bahwa hal itu terjadi karena faktor yang tidak dapat dihindari (force majeure). Sebagai hasil akhir, putusan hakim Pengadilan Negeri Karanganyar menyatakan, Lanjar bebas tanpa bersalah.

Selang beberapa waktu setalah putusan PN, JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Semarang terkait kasus yang sama, yang memutus Lanjar divonis hukuman percobaan satu bulan tujuh hari. Didampingi kuasa hukumnya, Muhammad Taufiq, Pengacara yang berpraktik di Solo, yang sejak awal menawarkan diri untuk menjadi kuasa hukum bagi Lanjar melakukan upaya hukum, yakni Kasasi. Mahkamah Agung menolak atas Kasasi Lanjar, dan memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi menjadi dua bulan empat belas hari.

B. Preposisi Kasus Lanjar Sriyanto

Melihat kasus yang terjadi pada lanjar, kita melihat apakah Lanjar dihukum “demi hukum” atau “demi keadilan”?. Pengalaman Lanjar menggambarkan bahwa keadilan bukanlah sekadar soal adanya hukum yang adil.

(11)

Juga bukan semata soal adanya lembaga hukum yang kuat. Apakah keadilan tercapai tergantung pada hukum itu sendiri, bagaimana hukum itu diterapkan oleh lembaga-lembaga negara dan sejauuh mana hasilnya memenuhi rasa keadilan yang hidup didalam masyarakat. Jika hukum itu sendiri tampak adil ia tetap bisa muncul bagi kebanyakan orang indonesia sebagai alat untuk membela kepentingan bagi orang kaya dan penguasa. Hal ini dikarenakan akses peradilan yang relatif sulit dijangkau oleh lapisan masysarakat kaum bawah, ketidaksetaraan sosial, ketidaksetaraan kapasitas menjadikan benar menurut hukum tidaklah cukup.

Oleh karena itu, masih diperlukan kapasitas dan faktor penting lainnya untuk mengatasi ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, antara lain, koneksi, kesadaran hukum, pengetahuan tentang prosedur, dan kapasitas untuk memobilisasi orang.

Faktor utama lainnya ialah bantuan hukum. Bantuan hukum yang disediakan para pengacara probono, seperti Muhamad Taufiq atau upaya mobilisasi para pendukung Lanjar melaui facebook, tampaknya telah membuat frase “demi hukum” dan “demi keadilan”. Sedikit lebih bersesuaian satu sama lain. Sebagaimana diungkapkan Muhamad Taufiq : “Jelas jika tidak dibantu pengacara, Lanjar tidak akan memperoleh keadilan. Jadi fungsi pengacara respect terhadap keadilan. Karena keadilan milik semua orang, jikapun hukum adalah milik Polisi, Hakim dan Jaksa.21

Fakotr-faktor ini yang kemudian memunculkan sisi lain dari sifat dan tujuan hukum itu sendiri yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum itu sendiri.

(12)

C. BAB III

D. PEMBAHASAN

A. Tujuan Hukum

E. Sebag aiman a penuli san di bab sebelu mnya, pema kalah dapat meng klasifi kasi tujuan huku m dalam dua kelom pok teori, yaitu sebag ai beriku t: 1. Ajaran Konvensional

(13)

b. Ajaran utilitas. Ajaran ini menyatakan bahwa pada asasnya, tujuan hukum ini adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaaatan atau kebahagiaan masyarrakat.

c. Ajaran normatif-dogmatik. Ajaran ini menyataka bahwa pada asasnya, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.22 2. Ajaran Modern

a. Ajaran Prioritas Baku.

F. Menurut Gustav Radbruch keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan (Gustav Radbruch: Gerechtigkeit, Rechtssicherheit, Zweckmäßigkeit) adalah tiga terminologi yang sering dilantunkan di ruang-ruang kuliah dan kamar-kamar peradilan, namun belum tentu dipahami hakikatnya atau disepakati maknanya. Keadilan dan kepastian hukum, misalnya. Sekilas kedua terma itu berseberangan, tetapi boleh jadi juga tidak demikian. Kata keadilan dapat menjadi terma analog, sehingga tersaji istilah keadilan prosedural, keadilan legalis, keadilan komutatif, keadilan distributif, keadilan vindikatif, keadilan kreatif, keadilan substantif, dan sebagainya. Keadilan prosedural, sebagaimana diistilahkan oleh Nonet dan Selznick untuk menyebut salah satu indikator dari tipe hukum otonom, misalnya, ternyata setelah dicermati bermuara pada kepastian hukum demi tegaknya the rule of law. Jadi, pada konteks ini keadilan dan kepastian hukum tidak berseberangan, melainkan justru bersandingan.23

G. Keadilan dan Kepastian adalah dua nilai aksiologis di dalam hukum. Wacana filsafat hukum sering mempersoalkan kedua nilai ini seolah-olah keduanya merupakan antinomi, sehingga filsafat hukum dimaknai sebagai pencarian atas keadilan yang berkepastian atau kepastian yang berkeadilan.24

22 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 88.

(14)

H. Pandangan Gustav Radbruch secara umum diartikan bahwa kepastian hukum tidak selalu harus diberi prioritas pemenuhannya pada tiap sistem hukum positif, seolah-olah kepastian hukum itu harus ada lebih dulu, baru kemudian keadilan dan kemanfaatan. Gustav Radbruch kemudian meralat teorinya bahwa ketiga tujuan hukum sederajat.25 Gustav Radbruch, pencetus tiga nilai dasar hukum dari Jerman pernah mengatakan bahwa hukum yang baik adalah ketika hukum tersebut memuat nilai keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Artinya, meski ketiganya merupakan nilai dasar hukum, namun masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan menyebabkan adanya ketegangan antara ketiga nilai tersebut (Spannungsverhältnis).

I. Oleh karena itu, hukum sebagai pengemban nilai keadilan, tegas Radbruch dapat menjadi ukuran bagi adil tidaknya tata hukum. Karenanya, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Dalam hal ini, keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Karenanya, kepada keadilanlah, hukum positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum. Artinya, hukum tanpa keadilan adalah sebuah aturan yang tidak pantas menjadi hukum. Dalam mewujudkan tujuan hukum Gustav Radbruch menyatakan perlu digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum. Hal ini disebabkan karena dalam realitasnya, keadilan hukum sering berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dan begitupun sebaliknya. Diantara tiga nilai dasar tujuan hukum tersebut,

24

Ibid, hlm. 3

25

Nur Agus Susanto, Dimensi Aksiologis Dari Putusan Kasus “ST” Kajian Putusan

(15)

pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang dikorbankan. Untuk itu, asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch harus dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

a. Keadilan Hukum; b. Kemanfaatan Hukum; c. Kepastian Hukum.

J. Dengan urutan prioritas sebagaimana dikemukakan tersebut diatas, maka sistem hukum dapat terhindar dari konflik internal. Jadi asas prioritas yang ditawarkan Radbruch merupakan asas prioritas baku.26

b. Ajaran Prioritas yang Kasuistis

K. Secara historis, pada awalnya menurut Gustav Radbruch tujuan kepastian menempati peringkat yang paling atas di antara tujuan yang lain. Namun, setelah melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut Jerman di bawah kekuasaan Nazi melegalisasi praktek-praktek yang tidak berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia II dengan jalan membuat hukum yang mensahkan praktek-praktek kekejaman perang pada masa itu, Radbruch pun akhirnya meralat teorinya tersebut27 di atas dengan menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan hukum yang lain.

L. Memanglah demikian bahwa keadilan adalah tujuan hukum yang pertama dan utama, karena hal ini sesuai dengan hakekat atau ontologi hukum itu sendiri. Bahwa hukum dibuat untuk menciptakan ketertiban melalui peraturan yang adil, yakni pengaturan kepentingan kepentingan yang saling bertentangan dengan seimbang sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin apa yang menjadi bagiannya. Bahkan dapat dikatakan dalam seluruh sejarah filsafat hukum selalu memberikan tempat yang istimewa kepada keadilan sebagai suatu tujuan hukum.28

26

Ibid. hlm 98-99. 27

Ahmad Zaenal Fanani, Berpikir Falsafati Dalam Putusan Hakim, Artikel ini pernah dimuat di Varia Peradilan No. 304 Maret 2011, hlm 3.

28

(16)

Bagi Radbruch ketiga aspek ini sifatnya relatif, bisa berubah-ubah. Satu waktu bisa menonjolkan keadilan dan mendesak kegunaan dan kepastian hukum ke wilayah tepi. Diwaktu lain bisa ditonjolkan kepastian atau kemanfaatan. Hubungan yang sifatnya relatif dan berubahubah ini tidak memuaskan.

M. Meuwisse memilih kebebasan sebagai landasan dan cita hukum. Kebebasan yang dimaksud bukan kesewenangan, karena kebebasan tidak berkaitan dengan apa yang kita inginkan. Tetapi berkenaan dengan hal menginginkan apa yang kita ingini. Dengan kebebasan kita dapat menghubungkan kepastian, keadilan, persamaan dan sebagainya ketimbang mengikuti Radbruch.29

N. Seandainya kita lebih cenderung berpegang pada nilai kepastian hukum atau dari sudut peraturannya, maka sebagai nilai ia segera menggeser nilai-nilai keadilan dan kegunaan. Karena yang penting pada nilai kepastian itu adalah peraturan itu sendiri. Tentang apakah peraturan itu telah memenuhi rasa keadilan dan berguna bagi masyarakat adalah di luar pengutamaan nilai kepastian hukum. Begitu juga jika kita lebih cenderung berpegang kepada nilai kegunaan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan, karena yang penting bagi nilai kegunaan adalah kenyataan apakah hukum tersebut bermanfaat atau berguna bagi masyarakat. Demikian juga halnya jika kita hanya berpegang pada nilai keadilan saja, maka sebagai nilai ia akan menggeser nilai kepastian dan kegunaan, karena nilai keadilan tersebut tidak terikat kepada kepastian hukum ataupun nilai kegunaan, disebabkan oleh karena sesuatu yang dirasakan adil belum tentu sesuai dengan nilai kegunaan dan kepastian hukum. Dengan demikian kita harus dapat membuat kesebandingan di antara ketiga nilai itu atau dapat mengusahakan adanya kompromi secara proporsional serasi, seimbang

29

(17)

dan selaras antara ketiga nilai tersebut.30 Oleh karenanya, munculah ajaran yang paling maju yang dapat kita namakan “prioritas yang kasuistis”.31

B. Eksistensi Penerapan Tujuan Hukum dalam Kasus Lanjar Sriyanto

O. Menc

ermati kasus Lanjar , kita melih at seseor ang yang awam , rentan terhad ap ketida kadila n saat meng hadap i persoa lan huku

30

Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum, http://ilmuhukumuin

uka.blogspot.com/2013/05/penegakan-hukum-yang-menjaminkepastian_7121.html 31

(18)
(19)

di bias saat dihad apkan denga n sistem huku m yang prose dural, forma l dan legalis tik.

P. Kemb

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

adalah di luar pengu tamaa n nilai kepast ian huku m. Q. Tujuan hukum atau dalam bentuk lain adalah putusan yang baik dan bijaksana dapat dipastikan akan mengandung tiga tujuan hukum di atas. Sebaliknya, putusan yang kurang baik hanya akan memuat satu tujuan hukum mengesampingkan tujuan hukum yang lain.

R. S. T. U.

V. BAB IV

W. KESIMPULAN

X. A. Kesimpulan

Y. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan jawaban atas pokok permasalahan, yakni: Z. 1. Proses penegakan hukum dalam kasus Lanjar Sriyanto lebih mencirikan bahwa ia dihukum bukan demi keadilan, melainkan demi hukum. Dalam perspektif tujuan hukum, dikategorikan sebagai ajaran prioritas yang kasuistis. Maka proses penegakan hukumnya melalui konsep kepastian hukum, maka sebagai nilai kepastian hukum itu, pendekatan yang dilakukan melalui sudut peraturan, yang sebagai konsep nilai ia menggeser nilai keadilan dan kemanfaatan.

AA. B. Saran

BB. Pada akhirnya penulis ingin mengajukan saran yang diharapkan akan menjadi bahan pemikiran dan masukan dalam penyempurnaan penegakan hukum dalam sistem hukum di Indonesia.

(27)

manusia yang memiliki komitmen terhadap kesusahan orang banyak, terutama rakyat kecil. Bahwa hukum itu bukan sekedar daftar pasal-pasal seperti buku telepon, tetapi adalah perjuangan, semangat dan komitmen. Saran dalam doktrin hukum Indonesia secara utuh yang ditawarkan ingin memberikan konstruksi terhadap dimensi empati tersebut.

(28)
(29)
(30)
(31)

Komis WW. Victorianus M.H. Randa Puang, Filsafat Hukkum Sub Cabang

Filsafat Umum, Jakarta: Sofmedia, 2001.

(32)
(33)

ati EEE. Media Online dan Website:

(34)
(35)

minke pastian _7121. html KKK.

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya, proses pembelajaran ekonomi yang aktif sangat diharapkan akan dapat meningkatkan kreativitas sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi dan daya ingat

Kecerdasan Spritual dan Emosional di Sajikan dalam Jurnal Dinamika Penelitian.. Remaja

pada tahap awal yang di lakukan ketika akan membuat sebuah film documenter adalah mempelajari isu atau permasalahan yang ingin kita angkat dengan cara meriset,

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan peramalan time series terhadap produksi rumput laut kering di pulau Nusa Penida dengan penggabungan dua metode yaitu S-Curve dan

 Mahasiswa akan dapat menjelaskan konsep struktur pemrograman COBOL, bentuk data yang digunakan dan aturan penulisannya.  Mahasiswa akan dapat menjelaskan format program

Dimana saat ada gangguan pada BUS 8 yang pertama kali merespon adalah relai WTP & Office NEW 1 dengan men trigge r CB 9 untuk open sehingga gangguan bisa di lokalisir.

Dari pengamatan penulis di lapangan juga didapat bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah dalam penanggulangan bencana pada Badan Penanggulangan Bencana

Ditinjau dari data penelitian menggunakan uji Tukey di atas diperoleh Q hitung = 3,9983 lebih besar dari pada Q tabel = 3,63 ( Q hitung = 3,9983 > Q tabel = 3,63 )