• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSENTASI ETIKA PELANGGARAN PEMILU. dcox

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERSENTASI ETIKA PELANGGARAN PEMILU. dcox"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Penanganan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Abstract: In the implementation of the General Election not only to know, but also to understand that the violation of the election is divided into three types, namely administrative violations, criminal offenses, code of ethics, and which later impact on election result disputes. Understanding these types of offenses will make us more sensitive and critical if we later see there are violations of elections, who is "playing" there, and where we should report it. Because different types of violations, different reporting mechanism and settlementnya.Papaparan and explanation of election violations in 1999, 2004,2009 we can take many lessons. It was found that the longer the number of election violations found and the further process. This can mean better and more pekanyanya supervisory institutions, judiciary, and the community in monitoring and finding election violations. But on the other hand it can also mean fatal that the actors involved in the election has increasingly easily find new modes and gaps of violation With ever-increasing intensity of offenses. Of course, this becomes the homework for all of us, especially the actors involved in the General Election, from the organizers, the supervisors, the courts, the participants, to the community, to work and participate in their respective scopes, to realize the implementation of the election of the jurdil

(2)

Muhammad Helmi Kahfi

Pendahuluan

Penyelenggaraan Pemilu adalah sebuah token of membership bagi tiap negara

yang ingin dikatakan negara demokrasi.1 Tidak ada Pemilu, tidak ada demokrasi. Namun sayangnya, Pemilu di berbagai negara marak sekali terjadi pelanggaran, baik itu di negara demokrasi maupun, lebih-lebih negara otoriter. Pemilu kerap dilakukan hanya sebagai suatu penyelenggaraan prosedural. Tidak terkecuali di Indonesia, pemilu di negara demokrasi terbesar ketiga ini masih sangat marak akan praktik pelanggaran pemilu. Setelah lama bosan menjalankan Pemilu prosedural selama Orde Baru2, Pemilu di Indonesia ternyata belum dapat menampilkan penyelenggaraan Pemilu yang bebas dari pelanggaran.

Hal ini tentunya tidak dapat kita biarkan begitu saja. Dengan maraknya pelanggaran, tentu tidak akan terlaksana Pemilu yang luber jurdil. Sebab itulah kita merasa penting untuk membahas secara mendalam mengenai pelanggaran pemilu. Kita juga akan membahas tentang jenis-jenis pelanggaran pemilu yang telah di klasifikasikan dalam UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu, dan sengketa hasil pemilu,. Kita juga akan melihat bagaimanakah dinamika pelanggaran Pemilu mulai 1999, 2004, dan 2009. Kemudian dari tiga bahasan diatas kita akan melihat kecenderungandan pola-pola pelanggaran yang terjadi pada Pemilu. Hal tersebut dilakukan agar nantinya kita dapat memberikan berbagai masukan agar pelanggaran dalam Pemilu ini dapat direduksi.

1AG Karim, dalam Sigit Pamungkas. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM

(3)

Jenis-jenis Pelanggaran dalam Pemilu

Muhammad Helmi Kahfi

Pelanggaran pemilu kiranya dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana pemilu, kode etik penyelenggara pemilu,

sengketa pemilu. Adapun penjelasan dari masing-masing pelanggaran Pemilu adalah sebagai berikut :

Pelanggaran Administratif

Definisi perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran administratif ialahPelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara,prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemiludalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu danpelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Sebagai contoh dari pelanggaranadministratif ialah tidak bisa memenuhi syarat-syarat untuk menjadi peserta pemilu,tidak menyertakan keterwakilan perempuan 30%, melakukan kampanye di tempatibadah maupun di tempat pendidikan, dan sebagainya.

(4)

Muhammad Helmi Kahfi

Namun jika laporan tersebut masuk dalampelanggaran pidana, maka bawaslu meneruskannya kepada kepolisian RI.

Tindak Pidana Pemilu

Terdapat batasan yang jelas, dimana tidak semua tindak pidana yang terjadi padamasa pemilu atau yang berkaitan dengan penyelenggaran pemilu dinyatakan sebagai tindak pidana pemilu. Beberapa tindak pidana pemilu merupakan tindak pidana yang sebelumnya telah diatur terlebih dahulu dalam KUHP seperti memalsukan surat,netralitasn PNS, menghina agama, suku dan ras, dan tindakan lain yang dilakukan olehmasyarakat pada umumnya atau oleh peserta pemilu dan/atau oleh penyelenggara pemilu 3. Singkatnya, tindak pidana pemilu dipandang sebagai suatu tindak terlarang yang dilakukan oleh orang-perorangan, badan, atau lembaga tertentu yang sifatnya serius dan harus diselesaikan di pengadilan untuk melindungi proses demokrasi melalui pemilu4. Proses penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan oleh aparat penegak hukumyang ada yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kepolisian bertugas dan berwenang melakukan penyidikan terhadap laporan atau temuan tindak pidana pemilu yang diterima dari pengawas pemilu dan masyarakat serta menyampaikan berkas perkara kepada penuntut umum sesuai waktu yang ditentukan. Penuntut umum bertugas dan berwenang melimpahkan berkas perkara ke pengadilan sesuai waktu yang ditentukan. Lebih lanjut perkara akan diselesaikan oleh Peradilan Umum, yaitu pengadilan negeri di tingkat pertama dan pengadilan tinggi di tingkat banding danterakhir. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi memeriksa, mengadili dan

3 Lihat http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64 , Dikaksespada tanggal 16 Desember 2013, pukul 21:32 WIB

(5)

memutus perkara tindak pidana pemilu berdasarkan pada KUHAP ditambah dengan beberapa ketentuan khusus dalam UU Pemilu. Pemeriksaan dilakukan oleh

Muhammad Helmi Kahfi

hakim khusus yangditetapkan berdasar Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI5. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu Menurut UU no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. Masih dalam UU Pemilu, penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu berada di tangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu(DKPP). DKPP ada lembaga ad hoc baru menggantikan DK KPU yang bertugas pada masa Pemilu 2009.

Dalam peraturan bersama Bawaslu, KPU dan DKPP no. 11 tahun 2012 tentang peraturan bersama kode etik disebutkan ada kode etik yang harus ditaati olehpenyelenggara pemilu. Diantaranya adalah jujur, keterbukaan, profesionalitas dan akuntabilitas. Penyelenggara pemilu juga berkewajiban untuk bertindak netral dan tidak memihak, tidak mempengaruhi pemilih, menjamin kesempatan yang sama bagi setiap pemilih dan tidak menerima hadiah dalam bentuk apapun dari peserta pemilu. Artinya pelanggaran kode etik terjadi ketika penyelenggara pemilu melanggar hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

Sengketa Hasil Pemilu6

Sengketa hasil pemilu Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi,

5 ibid

(6)

dan KPUKabupaten/Kota. Bawaslu bertugas melakukan penyelesaian sengketa Pemilu dengan menerima laporan dan mempertemukan pihak-pihak yang

Muhammad Helmi Kahfi

bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Sengketa Pemilu dapat dibedakan menjadi dua yaitu sengketa tata usaha Negara pemilu dan sengeketa hasil pemilu. Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara peserta dengan penyelenggara, ataupun penyelenggara dengan penyelenggara lain yang berbeda tingkatan maupun wilayah kepengurusan. Penyelesaian sengketa ini adalah dipengadilan tata usaha negara. Namun apabila pihak yang bersengketa ada yang merasakeberatan, dapat mengajukan banding ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan putusan pengadilan tingkat akhir.

Adapula sengketa hasil Pemilu adalah Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara atau penetapan perolehan kursi dari pelaksanaan Pemilu. Hal ini menjadi kebijakan Mahkamah Konstitusi yang bertugas menyelesaikan sengketa hasil pemilu sebagailembaga yang berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir berdasar. MK selanjutnya memeriksa dan menjatuhkan putusan paling lambat 30 hari setelahnya. Putusan MK ini bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat7.

Potret Pelanggaran Pemilu 1999-2009

Pelanggaran Pemilu 1999

Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu pertama pada masa reformasi yangdirancang berdasarkan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis baik dari badanpengawasnya, proses pelaksanaannya ataupun peserta dan pemilih dalam pemilu. Badanpenyelenggara dan pengawas pemilu dibebaskan untuk bekerja

(7)

tanpa pengaruhlangsung pemerintah. Selain itu, peserta pemilu juga bebas melakukan persuasi terhadappemilih dan pemilih bebas untuk menentukan

Muhammad Helmi Kahfi

pilihannya. Berdasar pada laporan Panwaslu Pusat, dikatakan jika kurang lebih terdapat 4.290 pelanggaran dalam pemilu tahun 1999. Hasil tersebut lebih sedikit jika dibandingkan dengan laporan dari pemantauan dan pemberitahuan media massa. Pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu tersebut meliputi pelanggaran administratif,pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana, money politics, dan netralitas birokrasi/pejabat pemerintah.8 Pelanggaran administratif sendiri merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Pemilu yang bukan merupakan ketentuan pidana pemilu dan terhadap ketentuan lain yang diatur dalam peraturan KPU. Pelanggaran 9administratif tersebut biasanya berhubungan dengan penggunaan hak pilih, tentang kampanye pemilu seperti tempat pemasangan atribut kampanye, dsb. Pada pemilu 1999, Panwaslu Pusat melaporkan jika kasus-kasus yang mampu diselesaikan oleh lembaga tersebut hanya yang bersifat administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Sedangkan kasus-kasus yang sifatnya pidana pemilu seperti money politics belum dapat diselesaikan dengan baik. Buktinya yaitu sampai Panwaslu 1999 dibubarkan dan adanya indikasi money politics sangat kuat bahkan menjadi perbincangan politik. Namun tidak satu kasus pun yang diproses sampai ke pengadilan. Selain itu, dari 270 kasus yang ditindaklanjuti sampai ke kepolisian, hanya 26 kasus yang berhasil diproses sampai pengadilan.Jenis-jenis penyimpangan Pemilu sendiri dikategorikan secara berbeda sesuai dengan institusi yang menyelesaikannya. Menurut Panwaslu 1999, kategori tersebut dibagi menjadi 4, yang pertama yaitu pelanggaran administratif dan tata carapenyelenggaraan pemilu akan ditegakkan oleh Panwaslu. Kedua, pelanggaran terhadapketentuan pidana pemilu baik yang dilakukan

8 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum 1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta: Gramedia,1999

(8)

oleh perorangan atau badan hukum yangbukan partai politik akan ditegakkan oleh polisi. Ketiga yaitu pelanggaran yangdilakukan oleh partai politik terhadap

Muhammad Helmi Kahfi

Sumber: Pertanggung jawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat,November 1999.

Berdasarkan uraian kategorisasi tersebut maka muncul kategori baru yaitu money politics. Pelanggaran yang jelas terlihat yaitu pada pelaggaran administratif dan tata cara penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran tersebut seharusnya diselesaikan sendiri oleh Panwaslu tetapi justru dilimpahkan ke kepolisisan bahkan sampai di pengadilan.

Pada UU No.3 tahun 1999 pasal 26 juga telah dijelaskan jika Panwaslu 1999mempunyai salah satu tugas yaitu untuk menyelesaikan sengketa. Namun Panwaslu 1999 sama sekali tidak melaporkan adanya kasus sengketa dalam pelaksanaan pemilu1999 tersebut. Walaupun setelah diteliti memang tidak ada kasus sengketa karena kasus-kasus pelanggaran yang muncul kebanyakan masuk dalam pelanggaran adminstrasi dantata cara. Misalnya, saat kampanye pemilu 1999 terjadi banyak kasus perebutan tempat atau lokasi kampanye untuk para peserta pemilu. Hal tersebut dilatar belakangi oleh banyaknya peserta yang tidak mengetahui lokasi kampanye yang sudah ditetapkan oleh panitia pemilu. Oleh karena hal tersebut maka kasus tersebut digolongkan sebagai pelanggaran adminsitratif dan tata cara, bukan kasus sengketa. Masalah lain yang juga muncul pada pemilu 1999 yaitu pada UU No.3 tahun1999 yang mana tidak adanya ketentuan tentang pengaturan mekanisme keberatan dari peserta pemilu atas hasil pemilu baik yang diumumkan oleh penyelenggara pemilu ataupun KPU. Undang-undang tersebut menganggap jika hasil

(9)

pemilu sudah sangat benar sehingga tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Ketentuan tersebut menunjukkan jika masih ada pengaruh Orde Baru yaitu LPU sebagai lembaga yang menentukan segalanya dalam undang-undang tersebut. Hal itu menyebabkan pemilu 1999 hampir gagal karena banyaknya anggota KPU dari partai politik yang tidak bersedia menandatangani hasil perolehan suara secara nasional karena alasan banyaknya pelanggaran dan kecurangan Pelanggaran Pemilu 2004, hasil kerja Panwaslu dalam mengawasi pemilu legislative terlihat lebih baik dari pemilu sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari laporan berikut:

Tabel Pelanggaran Administratif Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya.

No. Tahanan Temuan/

2 Verifikasi Calon Peserta Pemilu 314 235 67

3 Penetapan Daerah Pemilihan dan

8 Terpilih pengucapan sumpah/janji 0 0 0

9 Jumlah 8946 8013 2822

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004

(10)

Muhammad Helmi Kahfi

Jika kasus pelanggaran administratif diteruskan ke KPU/KPUD, maka kasus akan diteruskan kepada pihak kepolisian. Terdapat 1022 vonis yang terdiri dari 905vonis terdakwa bersalah dan 117 vonis terdakwa bebas. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan pemilu 1999 yang hanya mencatat 4 vonis.

Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD 2004

No.

Tahapan Pemilu

Pelanggaran

Laporan

di terima Kepenyedik Ke jaksaan Ke pengadilan Vonis PN

1 Pendaftaran pemilih (P4B) 0 0 0 0 0

2 Verifikasi calon peserta

4 Verifikasi calon legislatif 1186 995 587 537 516

(11)

Muhammad Helmi Kahfi

Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya

No. Tahapan Diterima Musyawarah Alternatif Keputusan

1 Pendaftaran pemilih (P4B 0 0 0 0

2 Verifikasi calon peserta pemilu 45 21 4 3 3 Penetapan daerah Pemilihan dan

Jumlah Kursi 0 0 0 0

4 Verifikasi calon legislatif 147 90 8 26

5 kampanye 305 210 18 17

6 Pemungutan Penghitungan suara 139 58 2 14

7 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0

Sumber: Hidayat, Nur, dkk. 2006. Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem

(12)

Muhammad Helmi Kahfi

untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan koreksi terhadap keputusan KPU. Ketegangan tersebut juga bersumber dari UU No.12 Tahun 2003 yang menyebutkan jika tidak ada ruang untuk melakukan koreksi terhadap keputusan KPU/KPUD.Hal tersebut berbeda dengan kasus perselisihan dari hasil pemilu yang mana memang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikannya. Namun karena kasus perselisihan tersebut sangat banyak (258 kasus teregistrasi) seperti ketidakpuasan peserta pemilu terhadap hasil pemilu sedangkan waktunya penyelesaiannya sangat terbatas yaitu 14 hari, maka membuat MK keliru dalam memproses pengujian gugatan tersebut. Contohnya yaitu kasus perselisihan suaradi Bondowoso, Jawa Timur yang mencuat karena ternyata MK salah dalam penentuan obyek sengketa.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan jika pada Pemilu Legislatif 2004 sudah dapat berjalan dengan tertib, lancar,dan damai.10 Rakyat dapat mengikuti proses pemilu dengan baik tanpa terjadi kekerasan walaupun persaingan politik yang terjadi sangat ketat. Jika pada pemilu 1999 pelanggaran banyak dilakukan oleh lembaga pengawas, maka pada pemilu 2004 ini pelanggaran yang terjadi lebih banyak dilakukan oleh calon peserta pemilu.

Pelanggaran Pemilu Tahun 2009

Pemilu pada tahun 2009 diatur pada UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan pemilu pada tahun ini juga tidak luput dari banyak pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi, baik yang bersifat administrasi, pidana pemilu, serta sengketa hasil pemilu sangat mencederai kualitas pemilu pada tahun tersebut.

Berikut merupakan jumlah pelanggaran pemilu legislatif tahun 2009 menurut Badan Pengawas Pemilu:

Muhammad Helmi Kahfi

(13)

Rekapitulasi Pelanggaran Pemilu dalam Setiap Tahapan

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 200911

No.

Banyaknya kasus pelanggaran tersebut mencerminkan betapa buruknya kualitas pemilu tahun 2009, sangat terlampau jauh berbeda dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Sedangkan dalam pemilu presiden Bawaslu mencatat selama pelaksanaan kampanye capres dan cawapres terjadi 128 kasus pelanggaran, yaitu pelanggaran administrasi sebanyak 71 kasus, pelanggaran pidana pemilu 49 kasus, dan lainnya 8 kasus.12

Dari data rekapitulasi pelanggaran pemilu legislaif tadi, dapat dilihat bahwa pelanggaran terbanyak terjadi pada saat masa kampanye, ini berarti aktor yang paling banyak melakukan pelanggaran pemilu tahun 2009 adalah partai politik. Namun tidak hanya partai politik, rendahnya kualitas pemilu tahun 2009 juga disebabkan oleh beberapa pihak, diantaranya KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan pemerintah dengan peranannya masing-masing. KPU sebagai penyelenggara dianggap kurang memiliki independensi dan integritas, terlihat dari keputusan dan penetapan KPU yang sering berubah-ubah, misalnya dalam penetapan daftar

Muhammad Helmi Kahfi

11 Laporan Bawaslu Tahun 2009

(14)

pemilih, jadwal kampanye dan deklarasi pemilu, pemasangan spanduk sosialisasi pemilu presiden, dan lain sebagainya.Hasil kerja Badan Pengawas Pemilu tidak menghasilkan efek jera secara maksimal. Hasil laporan lembaga ini juga sering kali mentah akibat lemahnya pengawalan terhadap tindak pelanggaran tersebut melalui pendekatan hukum yang terpadu. Sehingga dalam pelaporan kasus Bawaslu hanya ibarat tukang pos, akibatnya penyelenggaraan pemilu masih jauh dari harapan dan peserta pemilu cenderung meremehkan institusi pengawasan ini. Peran pemerintah dalam pengawasan dan dukungan dalam aspek anggaran dan birokrasi juga belum sempurna. Dapat ditarik garis besar bahwa pelaksanaan pemilu tahun 2009 jauh dariharapan karena banyaknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan beberapa kalangan berpendapat bahwa pemilu legislatif tahun 2009 adalah pemilu yang terburuk daripemilu sebelumnya setelah reformasi. Aktor-aktor yang berkaitan dengan pemilu tersebut juga belum bekerja secara maksimal, akibatnya banyak pelanggaran-pelanggaran terjadi, dan penanganan pelanggaran tersebut belum dapat diselesaikan dengan tuntas.

Kesimpulan

Pemaparan diatas kiranya telah memberikan kita banyak hal. Kini kita dapat tidak sekadar mengetahui, namun juga memahami bahwa pelanggaran pemilu itu terbagi menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, tindak pidana, kode etik, dan yang nantinya berimbas pada sengketa hasil pemilu. Pemahaman pada jenis pelanggaran ini akan membuat kita lebih peka dan kritis apabila nantinya kita melihat ada pelanggaran pemilu, siapa yang “bermain” disana, dan kemana kita harus melaporkannya. Sebab berbeda jenis pelanggaran, berbeda pula mekanise pelaporan dan penyelesaiannya.Pemaparan dan penjelasan mengenai pelanggaran pemilu di tahun 1999, 2004,2009 dapat kita ambil banyak pelajaran. Ditemukan fakta bahwa semakin lama semakin banyak jumlah pelanggaran pemilu yang ditemukan dan di proses lebih lanjut. Hal ini dapat berartikan semakin baik dan pekanyanya lembaga-lembaga pengawas, lembaga peradilan, dan masyarakat dalam memantau dan menemukan pelanggaran Pemilu.Namun disisi lain ini juga dapat berarti fatal bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu sudah semakin mudah menemukan modus dan celah pelanggaran baru dengan intensitas pelanggaran yang selalu meningkat. Tentu saja ini menjadi PR bagi kitasemua, terutama aktor-aktor yang terlibat dalam Pemilu, mulai dari penyelenggara,pengawas, pengadil, peserta, hingga masyarakat, untuk bekerja dan berpartisipasi sesuaidengan ruang lingkupnya masing-masing, untuk menwujudkan terlaksananya Pemiluyang luber jurdil

(15)

Buku Pamungkas, Sigit. 2009. Perihal Pemilu. Yogyakarta: Lab JIP UGM Subakti, Ramlan, dkk. 2011.

Penanganan Pelangaran Pemilu. Jakarta:Kemitraan Partership Yulianto, dan Junaidi, Veri. 2009.

Pelanggaran Pemilu dan Penyelesaiannya.Jakarta: KRHN Topo Santoso, dkk. 2006.

Penegakan Hukum Pemilu. Jakarta: Tim Peneliti Perludem.Hidayat, Nur, dkk. 2006.

Evaluasi Pengawasan Pemilu 2004. Jakarta: Perludem Naskah Perundangan Undang-Undang No.10 Tahun 2008 Undang-Undang-Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang Pemilu LegislatifMakalah/Laporan Banwaslu. 2010.

Rencana Strategis Bawaslu RI 2010-2014 Website

http://kpu.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/64http://di tjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn8742013.htmhttp://www.researchgate.n et/publication/42354312_

Wewenang_Mahkamah_Konstitusi_Dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Hasil_Pemilu_ Legislatif_(Suatu_Tinjauan_Yuridis)http://nasional.kompas.com/read/2009/07/05/181 24443/ditemukan.128.pelanggaran.dalam.kampanye.pilpres Diakses pada tanggal 17 Desember 2013, pukul 15:56 WIB

Gambar

Tabel Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya

Referensi

Dokumen terkait

Model ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika, dan matematika yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di dalam basis data dengan cara

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diketahui bahwa bahwa peraturan daerah nomor 20 tahun 2002 dalam penanganan anak jalanan sudah berjalan baik, namun belum maksimal

Rerata kesukaan panelis terhadap aroma pasta santan dari bahan baku kelapa tanpa sadap dan pasta sadap dengan tingkat kematangan tua kering, tua sedang dan tua segar

Apakah ada bantuan atau dorongan dari Pemkab Deli Serdang dalam bentuk anggaran kepada PNS yang sedang belajar di Perguruan Tinggi6. Adakah batas usia untuk memperoleh

Jika mengacu pada hasil penelitian Akmaluddin (2014) akan ditemukan simpulan bahwa kesalahan bahasa tulisan yang ditemukan pada dokumen dinas tersebut sebanyak

Penggabungan (compounding), disebut juga compound, adalah proses penggabungan dua atau lebih kata (Tsujimura, 2000: 154). Masih dalam Tsujimura, Shibatani menyebutkan

Jenis kamar yang tersedia untuk dua orang penghuni dengan kondisi, berisi satu tempat tidur double (double bed) atau dua tempat tidur dan fasilitas yang tersedia di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan model Renzulli untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada bidang studi matematika dengan pokok bahasan Bangun Datar