• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT MAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT MAK"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MASYARAKAT

MAKALAH KOMPREHENSIF

Disusun dan Diajukan Kepada STAIN Purwokerto Guna Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Komprehensif

Oleh:

TITIN ROKHFIANA NIM. 102331022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

(2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dalam segala aspek kehidupan, baik yang bersifat material maupun bersifat spiritual. Untuk itu, maka pelaksanaan pembangunan menuntut keterlibatan semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat dalam bentuk kelembagaan maupun perorangan. Unsur lain dalam pelaksanaan pembangunan ini yaitu peningkatan potensi sumber daya manusia karena menyiapkan sumberdaya manusia berkaitan dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, mental, dan

keterampilan, sehingga pada saatnya dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan.1

Dalam kaitan ini disadari atau tidak, salah satu alternatif peningkatan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan, sebab kehidupan manusia dan penghidupan yang sesuai dengan nilai-nilai manusia baik secara individu maupun kelompok mutlak memerlukan bekal kemampuan yang dibentuk melalui pendidikan. Dengan pendidikan diharapkan manusia dapat menghadapi tantangan-tantangan di masa-masa yang akan datang, serta menjadi manusia yang cerdas, terampil, mandiri dan bertanggung jawab.2

Pendidikan yang berkembang di era modern pada dasarnya memiliki sasaran pada pembangunan masyarakat. Akan tetapi, dalam kenyataannya justru masyarakat kurang mendapat tempat yang layak sebagai subjek yang berperan penting dalam setiap kebijakan pendidikan.3Pendidikan kita kurang demokratis dan lebih bersifat sentralisasi. Sentralisasi ini mngakibatkan semua komponen penyelenggaraan pendidikan kehilangan kemerdekaan, yang pada gilrannya semua perangkat pendidikan menjadi beku dan kehilangan kreativitas dan objektivitas nyata.4

1

Enceng Mulyana,Model Tukar Belajar, (Bandung : ALFABETA, 2008), hlm.1

2

Ibid.hlm.2

3

Deden Makbulloh,Model Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat,(Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3, Nomor 1, Juni 2008), hlm. 1

4

(3)

Menurut Azyumardi Azra, bahwa Indonesia sejak kekuasaan Orde Baru tumbang pada Mei 1998 hingga saat ini, arah pendidikan dengan berbagai perangkatnya masih dalam keadaan yang tidak menentu.5Program reformasi secara total dan menyeluruh terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara yang menandai era ini belum juga menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya. Berbagai aturan dan tatanan lama yang dipandang tidak lagi relevan mulai ditinggalkan. Sementara aturan dan tatanan baru sebagai penggantinya yang diharapkan dapat merubah keadaan yang lebih baik, juga belum berhasil dirumuskan. Padahal, masyarakat sudah tampak membutuhkan keberpihakan dalam masalah pendidikan.

Salah satu upaya yang kini tengah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah perubahan dalam bidang pendidikan. Kini, dalam undang-undang terbaru sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 pasal 13, secara eksplisit sudah disebutkan bahwa jalur pendidikan formal, non formal dan informal dapat saling melengkapi dan memperkaya. Dalam hal ini, jelas kedudukan jalur-jalur pendidikan berdiri secara seimbang bahkan saling melengkapi. Tidak mungkin dapat saling melengkapi kalau salah satu diantaranya tidak diberdayakan. Bahkan pada pasal 27 UUSPN tersebut bahwa hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.6

Atas dasar persoalan di atas, makalah ini membahas konsep pendidikan Islam yang berbasis pada masyarakat. Pendidikan Islam merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam penting karena Indonesia yang notabene merupakan penduduk Islam yang terbesar belum bisa menunjukkan jati dirinya sebagai masyarakat yang sejahtera dan berkeadaban seperti tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ditemukan rumusan konsep pendididikan Islam yang memperhatikan gerak dinamika masyarakat.

5

Fasil Jalal, dkk.Reformasi Pendidikan dalam Konteks Ekonomi Daerah.(Yogyakarta: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 67

6

(4)

B. Rumusan Masalah

1. Bagainana konsep masyarakat?

2. Apa kontribusi masyarakat terhadap pendidikan?

3. Bagaimana konsep pendidikan Islam berbas masyarakat

(5)

PEMBAHASAN A. Konsep Masyarakat

Terma “masyarakat” merupakan alih bahasa dari society atau

community.Society sering diartikan sebagai “masyarakat umum”, sedangkan

community adalah “masyarakat setempat” atau “paguyuban”. Dictionary of Sociologymencoba mendefinisikancommunitysebagai:7

Community merupakan sub-kelompok yang mempunyai karakteristik seperti society, tetapi pada skala yang lebih kecil, dan dengan kepentingan yang kurang luas dan terkoordinir. Tersembunyi dalam konsep community adalah adanya suatu wilayah teritorial, sebuah derajat yang dapat dipertimbangkan mengenai perkenalan dan kontak antar pribadi, dan adanya beberapa basis koherensi khusus yang memisahkannya dari kelompok yang berdekatan. Community

mempunyai perbekalan diri terbatas di banding society, tetapi dalam batas-batas itu mempunyai asosiasi yang akrab dan simpati yang lebih dalam. Mungkin ada beberapa ikatan kesatuan khusus dalam

community, seperti ras, asal-usul bangsa atau afiliasi keagamaan.

Untuk mempermudah pemahaman orang tentang community, Gerhard Emmanuel Lenski membagi community dalam dua kategori, yaitu geografik dan kultural. Lenski menulis:

Basically, there are two types of communities, geographical and cultural. Geographical communities are those whose members are united prima-rily by ties of spatial proximity, such as neighborhoods, villages, town, and cities. Cultural communities are those whose members are united by ties of a common cultural tradition, such as racial and ethnic groups. A religious groups may also be considered a cultural community if its members are closely integrated by ties of kinship and marriage and if the group has developed a distinctive subculture of its own. (Pada dasarnya, ada dua jenis masyarakat, geografis dan kultural. Masyarakat geografis adalah masyarakat yang anggotanya dipersatukan terutama semata-mata oleh ikatan tempat yang berdekatan, seperti lingkungan, desa, kota, dan kota besar. Masyarakat kultural adalah masyarakat yang anggotanya dipersatukan oleh ikatan tradisi budaya umum, seperti kelompok rasial dan kesukuan. Suatu kelompok agama boleh juga dipertimbangkan sebagai masyarakat kultural jika anggotanya terintegrasi secara lekat

7

(6)

oleh ikatan kekerabatan dan perkawinan, dan jika kelompok itu telah mengembangkan subkultur yang berbeda dari kultur miliknya).

Berbeda dengan Lenski yang agak antropologis, Tonnies secara

sosiologis menggunakan istilah gemeinschaft (community) dan gesellschaft

(society) untuk menguraikan bagaimana manusia berhubungan dengan manusia lainnya. Kedua istilah ini diterjemahkan oleh Soekanto menjadi

“paguyuban” dan “patembayan”. Menurut Tonnies, teori gemeinschaft

(community) dimulai dari asumsi tentang adanya kesatuan kehendak manusia (unity of human wills) sebagai suatu kondisi asli atau alami yang perlu dipelihara, walaupun terkadang terjadi pemisahan yang nyata. Akar kondisi alami ini berasal dari koherensi kehendak manusia yang dihubungkan oleh tiga ikatan, yaitu ikatan darah (gemeinschaft by blood), ikatan tempat (gemeinschaft of place) atau oleh ikatan karena persamaan jiwa-pikiran (gemeinschaft of mind). Ikatan darah melahirkan pertalian keluarga (kinship), ikatan tempat melahirkan pertalian lingkungan (neighborhood), dan ikatan pikiran memunculkan persahabatan (friendship). Ciri pokok yang membedakan sebuah gemeinschaft (community) dengan lainnya adalah

intimate (hubungan mesra), private (bersifat pribadi), exclusive (hubungan berlaku untuk anggota saja, bukan untuk di luar anggota), adanya common will (kehendak bersama), consensus (kesepakatan) serta adanya natural law

(kaidah alami) yang dibuat para anggotanya. Dengan ciri-ciri pokok ini, Ton nies menyatakan bahwa struktur hubungan pada sebuah gemeinschaft

(community) adalah nyata dan organik (real and organic), sebagaimana

diumpamakan organ tubuh manusia atau hewan.8

Adapun gesellschaft (society), masih menurut Tonnies, merupakan konstruksi dari suatu kumpulan manusia yang tinggal dan hidup bersama secara damai. Kalau dalam gemeinschaft mereka dipersatukan oleh semua faktor pemisah, maka dalam gesellschaft, mereka dipisahkan oleh semua faktor pemersatu, artinya darah, tempat dan pikiran bukanlah menjadi

8

(7)

pengikat kesatuan mereka. Intinya, suatu gesellschaft adalah publik life, dalam arti hubungannya berlaku bagi semua orang. Seorang yang memasuki

gesellschaft ibarat orang yang memasuki suatu negeri asing. Hal ini karena suatu gesellschaft bersifat imaginary (dalam pikiran belaka) dan strukur hubungan yang digunakannya adalah mechanical strucure, sebagaimana diumpamakan sebuah mesin.9

Dari pembahasan di atas, konsep communitykiranya dapat dilihat dari tiga pendekatan; geografis, antropologis dan sosiologis. Ketiga pendekatan ini melihatcommunityberdasarkan perspektifnya masing-masing. Pertanyaannya, dari ketiga pendekatan ini, konsepcommunitymanakah yang dapat digunakan

dalam pendidikan Islam berbasis masyarakat? Menurut Cunningham,

community dalam artian yang geografis-sosiologis yang dapat diterapkan dalam pendidikan berbasis masyarakat. Dengan mengutip Harvard Education Review yang terbit 1989 dan 1990, Cunningham mencoba mendefinisikan masyarakat bagi pendidikan berbasis masyarakat, yaitu suatu konfigurasi dari orang-orang yang kita hampir hidup di dalamnya, seperti halnya orang-orang dengan siapa kita berbagi ikatan-ikatan umum, dalam bekerja, mencintai, berideologi, bakat artistik, dalam suatu agama, suatu kultur, suatu pilihan seksual, suatu perjuangan, suatu gerakan, suatu sejarah, dan seterusnya.10

B. Kontribusi Masyarakat terhadap Pendidikan

(8)

yang dibuat orang, sehingga mendorong tumbuhnya ilmu geometri dan matematik salah satunya sebagai alat untuk mengukur tanah. Pada masyarakat Yunani yang dikenal sebagai pedagang dan pelaut yang suka menjelajah lautan sambil berniaga telah mendorong manusia untuk berkontemplasi sehingga lahir para filosof yang memperhatikan gerak alam semesta seperti Thales, Pythgoras, Demokritos dan Aristoteles.12

Pada masyarakat Islam, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat pada abad ke-7 hingga abad ke-15 M. Kegiatan intelektual berawal di kota Baghdad masa Harun al-Rasyid (786-809 M) sebagai pusat perdagangan sehingga tempat berkumpulkan komunitas masyarakat dari

berbagai penjuru dunia. Mereka saling berinteraksi dan bertukar pikiran sehingga ilmu pengetahuan cepat berkembang. Demikian pula di era modern ini, khususnya di Indonesia banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan mandiri oleh masyarakat seprti TPA, Majlis Ta’lim dan kelompok diskusi

lainnya. Sumbangan pendidikan Islam berbasis masyarakat ini tidak dapat diabaikan, karena nyata memberikan peningkatan ilmu bagi pembelajar. Model-model pendidikan Islam seperti ini perlu dikembangkan sehingga dapat menjangkau kalangan masyarakat yang lebih luas dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan yang expert dalm bidangnya. Hal ini amat dimungkinkan karena, gerak dinamika dan kretifitas pendidikan masyarakat yang terbuka luas.13

C. Konsep Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat

Dalam pendidikan Islam, pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat, bukanlah hal baru. Sejarah Islam telah mencatat, bahwa dengan panggilan iman yang mengharuskan setiap orang berilmu mengamalkan ilmunya telah mendorong timbulnya inisiatif masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang amat bervariasi. Ia telah dilaksanakan oleh yayasan-yayasan swasta, kelompok sukarelawan,

12

Ibid, ....hlm.16

13

(9)

organisasi-organisasi non-pemerintah, dan bahkan oleh perseorangan. Secara khusus Azra menyebutkan, di kalangan masyarakat Muslim Indonesia, partisipasi masyarakat dalam rangka pendidikan berbasis masyarakat telah dilaksanakan lebih lama lagi, yaitu setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara. Hampir seluruh lembaga pendidikan Islam di Indonesia, mulai dari rangkang, dayah, meunasah (Aceh), surau (Minangkabau), pesantren

(Jawa), bustanul atfal, diniyah dan sekolah-sekolah Islam lainnya didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat Muslim. Lembaga-lembaga ini hanya sekedar contoh bagaimana konsep pendidikan Islam berbasis masyarakat diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam lintasan sejarah.

Pemasalahannya, bagaimana konsep pendidikan Islam berbasis masyarakat?14 Pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing merupakan pendidikan yang dirancang, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang mengarah pada usaha menjawab tantangan dan peluang yang ada di lingkungan masyarakat tertentu dengan berorientasi pada masa depan. Dengan kata lain, pendidikan berbasis masyarakat adalah konsep pendidi kan “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.

Dengan ini Sihombing menegaskan bahwa yang menjadi acuan dalam memahami pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan luar sekolah, karena pendidikan luar sekolah itu bertumpu pada masyarakat, bukan pada pemerintah. Ia dapat mengambil bentuk Pusat Kegiatan Belajar-Mengajar (PKBM) yang tumbuh subur dan masyarakat berlomba-lomba untuk mendirikannaya. Di seluruh Indonesia hingga tahun 2000-an terdapat sekitar 760 PKBM. Hal senada juga diungkapkan oleh Supriadi (2000: 365-368) yang mengkaji fenomena TKA/TPA yang muncul di Indonesia semenjak 1980-an. Ia menyebutkan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan proses pendidikan yang lahir dari kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya ia tak perlu dikekang oleh aturan-aturan formal dari pemerintah. Dari sini, fenomena TKA/TPA kiranya dapat dijadikan model alternatif bagi pengembangan pendidikan berbasis masyarakat, terutama dari segi

14

(10)

keterlepasannya dari birokrasi pemerintah. Ia senantiasa terwujud sebagai bukti dari akomodasi kehendak masyarakat untuk membelajarkan anak-anaknya.15

Ada beberapa perspektif yang mencoba mencari landasan konseptual bagi pendidikan berbasis masyarakat. Perspektif historis melihat pendidikan berbasis masyarakat sebagai sebuah perkembangan lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Perspektif ini dikemukakan oleh Surakhmad (2000:20) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis masyarakat merupakan perkembangan lebih lanjut dari pendidikan berbasis sekolah. Dalam

pandangannya, “konsep pengelolaan pendidikan berbasis se kolah (PBS) adalah konsep yang sangat mungkin perlu kita dahulukan sebagai titik

tumbuh konsep pendidikan berbasis masyarakat”. Diakui Shiddiqi (1996:12),

analisis historis selalu menelurkan dua unsur pokok, yaitu periodisasi dan rekonstruksi proses asal-usul (origin), perubahan (change) dan perkembangan (development). Unsur yang ditekankan Surakhmad dalam analisisnya tentang pendidikan berbasis masyarakat ini adalah masalah perkembangannya, yaitu sebuah perkembangan yang muncul kemudian setelah lahirnya pendidikan berbasis sekolah. Manajemen bebasis sekolah ini sejalan dengan pendidikan berbasis masyarakat yaitu desentralisasi untuk mereformasi pendidikan. Seperti yang dikatakan Priscilla Wohlsetter bahwa “school-based

menagement leads to improved school performance, using decentralized

management to reform education”16 yang artinya menajemen berbasis sekolah mengarah pada peningkatan kinerja sekolah, menggunakan manajemen desentralisasi untuk mereformasi pendidikan.

Dengan perspektif itu Surakhmad selanjutnya menegaskan bahwa yang dimaksud pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dengan sadar menjadikan masyarakat sebagai persemaian dasar perkem-bangan. Konsep pendidikan berbasis masyarakat merupakan usaha

15

Ibid, hlm. 82

16

(11)

peningkatan rasa kesadaran, kepedulian, kepemilikan, keterlibatan, dan tanggung jawab masyarakat.

Pada dasarnya, belajar mempunyai tujuan agar pembelajar dapat meningkatkan mutu hidupnya sebagai mahluk Allah baik individu maupun sosial. Sebagai individu seseorang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kreatif dan inovatif dalam menghadapi segala tantangan yang menghadang. Dalam keadaan apapun dan dimana pun tetap eksis sebagai individu yang berkepribadian. Belajar merupakan bekal penting bagi seorang individu agar mampu mewujudkan hal-hal di atas. Sebagai mahluk sosial, pembelajar harus mampu menjalin hubungan harmonis yang dapat saling

melengkapi atas segala kekurangan yang ada pada salah satu pihak. Pemahaman ini perlu diperdalam dan diperluas dalam kajian-kajian ilmu keagamaan. Kehidupan masyakat menjadi familier dan terhayati dalam kehidupan setiap manusia yang saling asah, asih dan asuh.17

Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan di samping membekali lulusannya dengan penguasaan materi bidang studi juga memberikan pemahaman tentang kaitan antara materi dan dunia nyata yang tumbuh dalam masyarakat. Dengan demikian, pembelajaran baik formal maupun informal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi pesertanya sebagaimana dalam rekomendasi UNESCO 1996, learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together.

Prinsip-prinsip pendidikan untuk semua (education for all), pendidikan seumur hidup (long life education), pendidikan demokratis yang ditandai dengan adanya program yang disesuaikan dengan kesanggupan dan keinginan masyarakat, dan adanya otonomi yang luas bagi masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan.

Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat dalam melakukan pendidikan banyak dapat dijumpai pada masyarakat Islam di Indonesia. Jauh sebelum pemerintah mendirikan sekolah atau madrasah formal sebagaimana yang dijumpai sekarang ini, umat Islam di Indonesia sudah memiliki Surau,

17

(12)

Meunasah, Rangkang, Langgar, Mushalla, Majelis Ta’lim, Masjid, dan

Pesantren. Lembaga-lembaga tersebut secara keseluruhan dibangun atas dasar kemauan dan kesadaran masyarakat sendiri, dan digunakan selain untuk kegiatan ibadah dan kegiatan sosial keagamaan juga untuk kegiatan pendidikan.18 Dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah dihasilkan sejumlah ulama besar seperti Prof. Dr. Hamka, K.H. Abdullah Ahmad,

Sa’aduddin Jambek, Mahmud Yunus, KH. Hasyim Asy‘ari, KH. Imam

Zarkasyi dan masih banyak lagi. Mereka itu para ulama yang memiliki kedalaman ilmu agama, keluasaan wawasan dan pengalaman, serta kepribadian yang unggul, sehingga mampu tampil sebagai pemimpin umat.

Hal tersebut menjadi bukti, bahwa masyarakat ternyata telah mampu mendirikan dan mengelola lembaga pendidikan secara mandiri dengan lulusannya yang unggul. Melalui konsep pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana diuraikan di atas, kelihatannya pemerintah selain ingin berbagi tugas dan tanggung jawab dalam mengelola pendidikan kepada masyarakat, juga ingin menumbuhkan kembali kepercayaan dan kreativitas masyarakat dalam mengelola pendidikan. Dengan kata lain konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut pada hakikatnya kembali kepada konsep pendidikan yang pernah dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan cara demikian, kreatifitas, inovasi, gagasan, keadilan dan demokrasi pendidikan dengan sendirinya akan tumbuh di masyarakat. Di tengah-tengah situasi di mana kemampuan pemerintah amat terbatas, maka konsep pendidikan berbasis masyarakat merupakan alternatif yang perlu mendapat dukungan.

Dalam standards for science teacher preparation oleh NSTA tahun 1998 bekerjasama dengan The Association for the Education of teachers iscience, dinyatakan bahwa salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh guru adalah konteks sosial. Guru harus mengidentifikasi dan menggunakan sumber-sumber belajar dari luar sekolah (schooling). Pembelajaran kontekstual ini

18

Abuddin Natta,Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga

(13)

diharapkan dapat meningkatkan motivasi pembelajar, partisipasi orangtua dan masyarakat di lingkungan sekolah tertentu.

Indonesia, pada tahun 2002 melalui Departemen Pendidikan Nasional mencanangkan suatu pendekatan pembelajaran CTL (contextual teaching and learning) sebagai pembelajaran yang mengkaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong untuk diterapkan dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota keluarga, masyarakat dan bangsa. Hasil CTL dapat meningkatkan prestasi belajar melalui pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan dalam konteks kehidupan sehari-hari.19

D. Hambatan dan Dukungan

Sebagaimana halnya konsep yang baru digulirkan, konsep pendidikan berbasis masyarakat ini, sungguhpun memiliki basis historis, namun dalam pelaksanaannya masih mengalami hambatan di samping dukungan.

1. Hambatan

Hambatan yang yang muncul berkenaan dengan pendidikan berbasis masyarakat ini paling kurang ada tiga hal sebagai berikut:20

Pertama, dunia pendidikan pada umumnya sudah terbiasa dengan bantuan dari pemerintah. Berbagai masalah yang muncul dalam penyelenggaraan pendidikan seperti keterbatasan dana, gedung tempat

berlangsungnya pendidikan, peralatan belajar mengajar, pengadaan guru, pengakuan ijazah, lapangan pekerjaan bagi lulusan pendidikan yang

dihasilkannya, biasanya ditumpahkan kepada pemerintah. Inisiatif, kreatifitas yang dapat menghasilkan berbagai kebutuhan bagi penyelenggaraan pendidikan tersebut belum tumbuh secara merata dari masyarakat. Dengan kata lain, para penyelenggaran pendidikan pada umumnya sudah terbiasa dimanjakan, sebagai akibat dari penanganan pendidikan di masa Orde Baru yang terpusat pada pemerintah.

19

Deden Makbulloh,... hlm. 14

20

(14)

Kedua, Secara umum ekonomi masyarakat berada di bawah garis kemiskinan, sebagai akibat sulitnya lapangan kerja, tidak mampu bersaing, serta kurangnya kemampuan untuk memperbaiki ekonominya. Dalam keadaan yang demikian, amat sulit diharapkan adanya partisipasi ekonomi masyarakat dalam mendukung konsep pendidikan berbasis masyarakat.

Ketiga, Secara umum para penyelenggara pendidikan kurang memiliki kemauan, kemampuan, keterampilan dan strategi dalam menggali dana dari masyarakat. Hal ini sebagai akibat kurangnya pengalaman serta kurang memiliki kemampuan kerjasama dengan orang-orang yang memiliki modal atau pihak-pihak para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan.

Mereka misalnya kurang memiliki kemampuan menggali dana baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar.

2. Dukungan

Di samping adanya hambatan sebagaimana disebutkan di atas, terdapat pula faktor dukungan yang dapat memperlancar pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat. Dukungan tersebut, paling kurang juga ada tiga sebagai berikut:21

Pertama, Semangat keagamaan. Masyarakat Indonesia yang umumnya beragama Islam, meyakini bahwa ilmu itu sangat penting. Sepeti

disebutkan di dalam kitab Ta’limul Muta’alim:

ﺎ ﻈ ﻓ و ﻢ ﻠ ﻌ ﻟ ا ﺐ ﻗ ﺎ ﻨ ﻣ ﻲ ﻓ د ر و ﺪ ﻗ و

masyhur yang menguraikan keistimewaan msupun keunggulan ilmu.

Selain itu mereka juga percaya bahwa membantu kegiatan di bidang pendidikan, pahalanya sama dengan berjidah di jalan Allah.

Kedua, dari sekian puluh juta masyarakat Indonesia yang beragama Islam, sudah banyak yang tergolong mampu dan berkecukupan dengan

berbagai keahlian dan profesi yang beragam. Di antara mereka ada yang tergolong sebagai pengusaha besar yang berhasil, pejabat pemerintah yang memiliki kedudukan tinggi dan strategis, cendekiawan yang disegani,

21

(15)

pengacara yang kondang, ketua atau anggota perlemen, dokter, ahli hukum, artis dan sebagainya. Mereka memiliki fasilitas yang melebihi kebutuhan hidupnya seperti rumah, tanah, kendaraan, pabrik, perusahaan, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Keadaan ummat Islam yang demikian merupakan kekuatan yang apabila didayagunakan dan diintegrasikan ke dalam dunia pendidikan, akan dapat membantu memperlancarkan pelaksanaan konsep pendidikan berbasis masyarakat tersebut. Banyak di antara mereka yang telah terjun ke dalam dunia pendidikan, dan dunia pendidikan yang didukung oleh mereka-mereka itu ternyata cukup maju dan menghasilkan lulusan yang unggul.

(16)

KESIMPULAN

Konsep pendidikan Islam berbasis masyarakat perlu dirumuskan secara integratif antara guru dan siswa di sekolah, pemerintah dan masyarakat. Pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa disekolah mengkaitkan materi pelajaran dengan kenyataan hidup di masyarakat. Pemerintah memfasilitas dalam bentuk kebijakan-kebijakan agar pendidikan di keluarga dan lingkungan masyarakat dapat berkembang.

Masyarakat itu sendiri secara kreatif menumbuhkan model-model pendidikan dari dan untuk masyarakat. Dengan demikian, siapapun yang terjun di

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Enceng Mulyana. 2008.Model Tukar Belajar. Bandung : ALFABETA

Deden Makbulloh. 2008. Model Pendidikan Islam Berbasis Masyarakat. Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam Volume 3, Nomor 1

Muhyi Batubara. 2004.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press

Fasil Jalal, dkk. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Ekonomi Daerah.

Yogyakarta: Remaja Rosdakarya

Toto Suharto. 2012. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang

Priscilla Wohlsetter.1997. The Challenge of School Change. USA: Skylight Training and Publishing, Inc.

Abuddin Natta. 2001.Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Grasindo,

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengamatan pada 90 petak di Resort Balik Bukit Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ditemukan 10 jenis anggrek Eria dengan keseluruhan jumlah 237

Dari Gambar 7 sampai dengan Gambar 9 yang menunjukan hubungan beban dan lendutan pada cangkang silindris yang juga merepresentasikan hubungan momen dan

menurunkan kadar besi (Fe) pada air sumur bor yaitu ketinggian 2 m dan waktu pengendapan yang paling banyak menurunkan kadar besi (Fe) yaitu 3 jam dengan sig

Pada hasil penelitian ini menggunakan metode retrospektif dari data Rekam Medik Kesehatan (RMK) pasien yang mempunyai diagnosis demam tifoid dan melakukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara jenis kemasan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap tekstur, warna, aroma dan kerapatan wafer

Pengumpulan data pada penelitian ini sebagian besar menggunakan kuesioner yang terdiri dari karakteristik responden dan persepsi responden mengenai motivasi kerja,

Kita bisa menyaksikan perkembangan peradaban yang dibangun oleh manusia saat ini berlangsung sangat pesat, manusia mengalami banyak kema- juan yang berarti untuk kesejahteraanya,

Ketiga, skripsi yang disusun Ahmad Izzatul Muttaqin tahun 2014 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap iddah Cerai Mati Perempuan Karier” 16 menurut hukum Islam bagi