• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE BONDRES MASK EXPRESSION PHENOMENON IN PHYSIOGNOMY REVIEW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "THE BONDRES MASK EXPRESSION PHENOMENON IN PHYSIOGNOMY REVIEW"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

247

THE BONDRES MASK EXPRESSION PHENOMENON

IN PHYSIOGNOMY REVIEW

Diah Asmarandani

Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Trisakti, Jakarta diahasmarandani@plasa.com

Abstract

The objection of this paper is about mask and culture material that has been known for hundreds, even thousands years ago as the history proven. Physically, a mask use as a face, head or body cover made from various material, at the beginning of its culture, mask is a activity to covering face’s expression with mud, soil, drown ‘rajah’ or made pattern on face which the expression were adjusted with coming the ceremony or the ritual, but at the end this activity were replaced with making mask instead. Mask tradition mostly found on nations in Indonesia, one of them is mask tradition on Hindu-Bali society. At first, on Hindu-Bali society, mask used as an equipment in religious ceremony, traditional ceremony and as a part of performing arts or mask musical theater. Among the known variation of mask, Bondres mask (citizen) were the mask with unique, weird, flaws or grostesque shape – looks – or expression comparing to the other mask in musical theater’s mask. Almost all Bondres mask were incomplete (not covering the whole face) so that it produced an awe phenomenon with flaws like huge nose, cleft face, and any other form of faces imperfections. Physiognomy can be use to analyze the expression in Bondres mask as a mask. This knowledge uses to reads character and behavior, this acquaintance uses to determine characters and the evolution behind the new Bondres mask and the traditional ones. The expression of traditional Bondres mask that imperfect, peculiar and sometimes repulsive can be reviewed with ugliness aesthetic theory as the antithesis of beauty (Umberto Eco), but the representation of ugliness in Bondres mask might not be interpreted ugly by its proponent. This paper aiming to reveal the expression-impression from ugly-beauty as a unity that support each others positions. This paper uses qualitative approach and critical analysis. Ugliness in Bondres mask expression can not be separated with the review of beauty.

Keywords: (Bondres) Mask, Expression, Phenomenon, Physiognomy, Ugliness Aesthetic.

A. Pendahuluan

(2)

248

akan dilaksanakan. Pada dasarnya topeng merupakan sebuah benda yang mewakili bentuk atau rupa dari manusia atau mahluk, yang pada umumnya merupakan potrait atau gambaran dari muka atau kepala, khususnya kepala manusia atau mahluk (John Mack, 1996-9).

Bahwa topeng merupakan perwakilan dari muka atau kepala manusia, hal ini dapat dilihat di beberapa suku yang memiliki kepercayaan bahwa kepala atau muka adalah bagian paling penting dari tubuh manusia, dengan dasar pengertian bahwa kepala merupakan tempat dari kekuatan pikiran, kehendak, ide gagasan, serta pusat dari semangat hidup; konsep tentang kepala atau muka manusia banyak dimiliki oleh masyarakat yang mempunyai adat menyimpan tengkorak atau kepala dari pemimpin yang telah meninggal dengan harapan kepala/muka tersebut dipercaya tetap dapat memberikan semangat atau pemikiran, memberikan kekuatan hidup, kemakmuran, serta menjaga keamanan anggota masyarakat yang ditinggalkan dari kekuatan musuh atau kekuatan jahat atau gaib. (Claire Holt,1967-24). Ekspresi raut muka topeng merupakan upaya manusia untuk mempersonifkasikan arwah nenek moyang, mahluk-mahluk supernatural atau mahluk gaib yang dipercaya

… to the ancient Greeks mask were not ambivalent, as we perceive them; rather they were to be taken, as it were, at face value. The greek word for the face was toprosopon, literalty ‘that which is set before the eye’, and the same word was used for a mask … in Latin the word for mask is persona, and its function was to define

the category of the person portrayed. ( Hamlyn, 1992-151)

Dalam sejarah teater Yunani (sebelum 534 SM) penonton hanya melihat topeng dan kepribadian seniman / aktor pengguna topeng tidak menjadi apresiasi penonton, bagi aktor/seniman sebuah topeng adalah alat untuk menirukan karakter; yang sangat populer pada teater Yunani adalah topeng yang berbentuk helm yang dipakai oleh aktor prajurit. Selain topeng terdapat pula perisai bergambar yang berfungsi sebagai alat berlindung /bersembunyi. Cerita dalam teater Yunani dapat terwujud dalam narasi tema balada, lirik, atau epik yang lebih banyak menampilkan kisah heroik, tragedi dan komedi. Selain topeng dalam teater, tema dan bentuk topeng seperti pada masa Yunani juga dimiliki oleh bangsa lain,dengan bentuk, ekspresi dan kegunaan yang berbeda sesuai kepentingan ritual-ritual tertentu pada masyarakat pendukungnya. Pada bangsa lain, ekspresi raut muka topeng merupakan upaya manusia untuk mempersonifkasikan arwah nenek moyang, mahluk-mahluk supernatural atau mahluk gaib yang dipercaya mempunyai pengaruh pada masyarakat tertentu, sehingga topeng banyak dimanfaatkan sebagai benda upacara, sebagai benda suci dari tarian sakral atau sebagai media/alat pemujaan untuk berkomunikasi dengan dunia gaib, roh nenek moyang maupun dewa-dewa.

(3)

249

tokoh penasehat, tokoh yang bertugas sebagai belanegara dan tokoh yang mewakili rakyat. Masyarakat Hindu Bali mengenal pembagian kelompok masyarakat yang diatur dengan sistem tinggi rendah turunan atau Kasta , terdiri atas 1) Kasta Brahma, merupakan kelompok masyarakat Hindu Bali yang menjalankan kehidupan beragama, 2) Kasta Ksatrya , merupakan kelompok masyarakat yang menjalankan pemerintahan, 3) Kasta Waisya, merupakan kelompok masyarakat yang biasa yang dalam kesehariannya mengerjakan bela negara, bertani, atau kelompok pekerja lainnya, ke tiga lapisan yang pertama disebut Triwangsa , dan yang terakhir disebut dengan Sudra , yaitu kelompok paling bawah dari sistem pembagian tersebut dan dapat juga disebut dengan kasta Jaba, (I Made Suasthawa Dharmayudh dan I Wayan Koti Cantika, 1996-11).

Personifikasi strata masyarakat Hindu-Bali terwujud dalam tokoh-tokoh topeng tradisional Bali, seperti topeng Raja-Ratu (Dalem), topeng Patih, topeng Penasar dan topeng Bondres (untuk sementara data yang diperoleh arti Bondres adalah rakyat) , namun untuk kepentingan ritual atau upacara keagamaan dan adat muncul tokoh topeng Keras, topeng Tua, dan topeng Sidhkarya.Semua tokoh mempunyai tugas dalam kegiatan ritual-adat/agama-senipertunjukan; tokoh Bondres dalam dramatari topeng tradisional Bali (ritual-adat-senipertunjukan) merupakan tokoh yang yang sangat diminati dan ditunggu dalam setiap penampilan drama topeng.

1. Karakterisasi Topeng Bondres.

Tokoh Bondres merupakan bagian dari pementasan dramatari Topeng Panca, Topeng Pajegan atau Topeng Prembon, dan tugas dari tokoh Bondres adalah menterjemahkan bahasa Kawi Kuno yang di ucapkan oleh tokoh Penasar atas nama

Dalem ke dalam bahasa se hari-hari , disamping melucu (I Made Mulyati, Tesis 1997). Penampilan visual tokoh Bondres sangat beragam dan berbeda dengan topeng-topeng yang ada, tokoh Bondres selalu mengundang kelucuan, komedi atau humor. Karakter topeng Bondres pada kenyataannya sangat berbeda dengan tugas Bondres dalam dramatari topeng yaitu melucu, Ekspresi topeng Bondres dapat dikategorikan sebagai raut topeng yang ekstrim, cacat, dan abnormal yang dapat menimbulkan rasa/kesan jijik atau kasihan atau perasaan aneh; dengan ekspresi raut topeng yang demikian Bondres mempunyai peran menyampaikan pendidikan, propaganda pemerintah, dan pesan moral dari acara ritual-keagamaan/adat yang disampaikan oleh pendeta/pemimpin upacara adat kepada anggota masyarakat dengan gaya/gesture yang lucu penuh kenakalan. Dalam tulisan I Wayan Yuniartha di koran Kompas mengungkapkan bahwa nama tokoh Bondres dalam dramatari topeng tidak berdasarkan sebuah pakem/wanda tertentu seperti tokoh-tokoh lain dalam dramatari topeng Bali. Tokoh Bondres dapat melakukan kritikan atau dekonstruksi pola-pola kehidupan dengan gaya melucu.

(4)

250

Topik dari makalah ini diperkuat oleh beberapa buku yang mengungkap ekspresi atau karakter topeng Bondres yang dapat ditinjau melalui kasus – kasus kedokteran dengan istilah ke ilmuan yang disebut dengan ‘Craniofacial Malformations’ , dari ilmu kedokteran ini diperoleh data tentang kerusakan yang terjadi pada raut wajah manusia (dramatic figures) yang menggundang reaksi emosi.

…in almost every civilization mythological deities are represented by dramatic figures borrowed partly from the animal world and partly from grostesque, malformed human creatures, we have reason to say that a relationship exist between malformation and the sense of fear it determines.(Stricker.M 1990-1)

Dalam majalah Djawa yang berbahasa Belanda bertahun 1937, terdapat artikel yang berjudul ‘Maskers en ziekten op Java en Bali’ (hal 311-317) yang secara garis besar artikel ini mengungkap masalah medis yang berkaitan dengan penyakit yang muncul pada wajah manusia; artikel ini disusun oleh H.H Noosten yang bekerja sama dengan G.H.R Von Koenigswald. Dalam artikel ini Noosten melihat catatan, foto dan model (alat peraga) dari Dr.Koenigswald tentang penyakit yang muncul pada wajah manusia, dan jenis penyakit yang tertera pada alat peraga adalah 1) Lepramasker berukuran 19 cmx 13.5 cm, 2) Framboesiamasker 17,5 cm x 14 cm, 3) Hazelinlipmasker 18,5 cm x 14 cm, 4) Kankermasker. Dalam tulisan ini terungkapkan tentang kata topeng yang mempunyai makna yang sangat universal serta tradisi tentang topeng yang sudah dikenal sejak masa manusia purba yang membuat lukisan di gua-gua sebagai tempat tinggal mereka; lukisan seni palaeolitikum menggambarkan figur rusa dalam adegan gerak tarian maupun dalam aktivitas perburuan rusa.

Mengungkap ekspresi topeng Bondres Fred B Eismen Jr menulis dalam buku yang berjudul Sekala dan Niskala, 1990, Volume II, yang mengungkapkan tentang kebudayaan Hindu-Bali dalam sub-judul Mask Making, Magic and Craftsmanship di ungkapkan bahwa topeng bagi masyarakat Bali mempunyai nilai kesaktian yang dalam bahasa Bali disebut dengan Tenget (sakral dan suci). Dalam The Mask and Characterisation System, R.M Soedarsono mengelompokan jenis-jenis topeng dalam kelompok mahluk mythologi, topeng halus dan berhias, serta topeng muka manusia . sistem karakter topeng diperkuat dengan tulisan I Wayan Dibia yang menguraikan nama-nama jenis dan kelompok topeng tampil dalam upacara agama dan adat, karakter Patih (Perdana Menteri) tegas, kuat dan berani, warna raut topeng merah/coklat dilengkapi dengan kumis. Tokoh Tua, warna topeng putih dan dilengkapi dengan garis wajah yang identik dengan usia tua. Tokoh Penasar dapat berbicara hanya dalam Bali/sansekerta/bahasa Kawi, tidak memiliki mulut bawah. Raja-Ratu raut muka halus penuh dengan hiasan yang bermakna dan berwarna putih atau hijau muda. Bondres raut muka cacat, fantastik atau komik, menterjemahkan kalimat Penasar ke dalam banyak bahasa. Sidhakarya tokoh penutup.

Ekspresi topeng Bondres dapat ditelaah dengan ilmu physiognomy, yaitu ilmu yang dapat digunakan mengungkap tanda-tanda dari karakter manusia melalui tanda perilaku, sifat, dan bentuk eksternal fisik dari raut muka yang ditimbulkan oleh suasana hati, perasaan, pikiran dan konfigurasi dari usia, kesehatan, ras atau suku bangsa, dan pekerjaan. Menurut samuel R. Wells dalam bukunya yang berjudul New Physiognomy or Signs of Character as Manifested through Temperament and External Forms and Espcially in the Human Face Divine (1876) menyatakan

(5)

251

whether animate or inanimate. As retricted in its application to man, it may be defined as a knowledge of the relation between the external and the internal, and of the signs through which the character of mind is indicated by the developments of the body. Popular usage limits the signification of the term still more, and makes it mean simply, the art of reading character by means of signs in the face.

2. Permasalahan ekspresi topeng Bondres

Berdasarkan data visual ( aspek wujud atau rupa, warna, bagian raut muka dan mutu ekspresi yang di hasilkan) dari topeng Bondres tradisional, diperoleh fakta bahwa terdapat raut topeng berbentuk figur yang dramatik seperti penyakit muka seperti sumbing, gigi tonggos dan besar, hidung besar, mata bolong, tidak punya bibir atau hidung , pemabok, dan ngantuk yang sedikit banyak menimbulkan rasa takut dan penampilan yang membuat tidak nyaman. Secara keseluruhan tampilan topeng Bondres memberikan kesan keburukan, kemudian bagaimana keburukan akan berubah/terabaikan ketika topeng Bondres masuk dalam alur cerita yang hampir banyak menonjolkan komedi, humor dan gesture yang lucu penuh kenakalan sesuai dengan ekspresi raut topeng.

Kesan keburukan dalam visual topeng Bondres tradisional tidak untuk dipertentangkan dengan nilai keindahan dari topeng lain seperti topeng Raja-Ratu, bagaimana ekspresi-ekspresi keburukan topeng Bondres adalah juga nilai keindahan yang tekstual dan kontekstual. Ekspresi keburukan topeng Bondres merupakan representasi dari sebuah tatanan / hirarki kemasyarakatan, sebuah perwakilan untuk menandai; kemudian bagaimana secara intuitif akan berkembang dalam kreativitas yang tak terbatas dan menjadi modul-modul kebaharuan topeng Bondres. Bagaimana Ekspresi keburukan dalam topeng Bondres tradisional lebih mewakili unsur tragedi dan komedi yang secara realitas menjadi ciri khas yang menjadikan faktor keterpesonaan. Representasi keburukan topeng Bondres tradisional menggugah bagaimana faktor keterpesonaan bekerja pada audience dan menimbulkan rasa keindahan pada unsur keburukan.

B. Metodologi

Physiognomy adalah ilmu yang mempelajari ekspresi eksternal raut wajah / topeng yang ditimbulkan oleh suasana hati, perasaan, dan pikiran; ekspresi eksternal raut wajah dapat juga terbentuk karena konfigurasi bagian-bagian yang terdapat pada raut wajah (mata-alis-hidung dan mulut,juga dahi); ekspresi eksternal raut wajah dapat dilihat karena usia , kesehatan, ras atau suku bangsa, serta jenis pekerjaan. Menurut Wells ekspresi eksternal raut wajah terbentuk oleh pengaruh suasana hati dan pikiran terhadap otot-otot yang banyak terdapat di bagian wajah.

Analisis physiognomy dalam tulisan Samuel R Wells mengungkapkan secara keseluruhan mengenai a) bentuk wajah, alis, mata, hidung, bibir, dan dahi serta garis wajah. b) tingkat kepandaian c) Comparative Physiognomy menyerupai atau mirip dengan sesuatu, dan d) karakter ras atau suku bangsa yang dikelompokan dalam ras Kaukasus, mongolia, melayu, amerika dan atau etopia.

(6)

252

Orang bijak mengatakan bahwa perasaan dan pikiran dapat disembunyikan namun mata tidak pernah berbohong. Bentuk Hidung merupakan bagian eksternal raut muka yang tidak menunjukan ekspresi yang kuat namun kadang bentuk hidung menjadi sangat berperan ketika muncul bentuk hidung yang ekstrim misalkan’ Jewish Nose’.

Secara keseluruhan bentuk dari bagian – bagian yang ada di raut muka merupakan kesatuan yang utuh yang menghasilkan ekspresi muka (physiognomy) Ekspresi raut topeng yang berlebihan atau ekstrim sering kali menimbulkan rasa tertentu pada audience, ekspresi yang ekstrim kadang berfungsi sebagai alat untuk menakut-nakuti, menyeramkan atau bahkan ke lucu an.

Analisis physiognomy menurut Richard Corson mengungkapkan bahwa hubungan antara penampilan fisik dengan karakter dan kepribadian, misalkan adanya pengaruh hidung terhadap mata dan dahi mengungkapkan tingkat kepandaian seseorang.

Disamping mengkaji bentuk dan bagian wajah, physiognomy mengungkapkan tentang genetika atau keturunan, suku bangsa yang dapat mencuatkan tentang warna kulit, rambut, bentuk mata dan hidung. Perilaku berkaitan dengan penampilan, kepribadian, dan kebiasaan misalkan marah malu, dan gembira. Dan yang berikutnya adalah lingkungan alam misalkan wilayah tropis dengan mataharinya akan berpengaruh pada warna kulit dan kemungkinan garis wajah, serta bentuk matahari.

Di dalam tinjauan physiognomy, dikuatkan dengan bahasan yang berkaitan dengan ‘Craniofacial Malformations’ yang mengungkapkan tentang mitos cacat wajah pada wajah manusia yang selanjutnya data malformations meningkat sampai ketahap intuisi untuk mendatakan kerusakan2 tersebut menjadi model (alat peraga) untuk proses pembelajaran yang selanjutnya secara kreativ meningkat sebagai karya seni yang dilengkapi elemen-elemen tambahan sehingga memperoleh peningkatan nilai yang dapat mempengaruhi penilaian baru.

Ekspresi raut topeng Bondres memunculkan fenomena dalam segala segi, seperti bentuk yang lebih menampilkan ke khusus an, dimana keburukan Bondres menjadi keterpesonaan tersendiri, keburukan wajah Bondres menjadi fenomena terbalik untuk rasa keindahan – estetika, yang memunculkan ketertarikan.

Fenomena topeng Bondres sebenarnya melihat raut topeng yang buruk sebagai realitas dan kesadaran terhadap bentuk topeng sebagai sesuatu, dapat juga terjadi persepsi. Menurut Donny Gahral Adian fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelat kesadaran. ( kesadaran menjabarkan tindakan, interaksi, obyek, subyek)

Kegiatan atau proses penulisan ini mencoba untuk mendeskriptifkan segala sesuatu tentang topeng khususnya topeng Bondres sebagai fenomena ekspresi topeng yang selanjutnya dapat saja menggeret bidang estetika. Penulisan ini menggunakan pendekatan sampel, karena tidak semua topeng Bali menjadi obyek penulisan, hanya topeng Bondres. Namun untuk memperoleh fokus bahasan maka topeng ini di komparasikan dengan topeng lain untuk memperoleh ke khusus an yang menghasilkan keterpesonaan bentuk yang sehingga terjadi fenomena terbalik untuk rasa keindahan .

C. Analisis

Bagian analisis akan mengungkapkan secara detail bahasan tentang:

(7)

253  Ekspresi

 Physiognomy Topeng

 Fenomenologi Topeng Bondres

D. Kesimpulan

Topeng Bondres sebagai obyek memang menampilkan ekternal visual yang sangat ekstrim dan menyedot rasa yang sangat beragam, jijik, seram dan tidak lumrah, namun ketika topeng Bondres masuk dalam sebuah narasi cerita dan gerak, seketika rasa anti keindahan yang ada berganti menjadi proses keterpesonaan.

Fenomena ekspresi eksternal topeng Bondres sedikit banyak dipengaruhi oleh gaya atau gesture yang muncul sesuai dengan eksternal yang ditampilkan,

Uraian tentang physiognomi terhadap eksternal topeng Bondres dapat menyempurnakan bahasan tentang gesture dari ekspresi; physiognomy dapat dimanfaatkan sebagai proses intuisi untuk proses kreativ dalam memperoleh topeng Bondres baru,.

Penulisan ini akan dilanjutkan kepokok-pokok bahasan yang lebih mendalam tentang estetika keburukan, semitioka bentuk raut muka Bondres dan semiotika estetika Bondres.

Daftar Pustaka

AAGN Ari Dwipayana. (2001) Kelas dan Kasta: Pergulatan Kelas Menengah Bali. Yogyakarta. Lapera Pustaka Umum.

Adorno, T.W. (2000). Aesthetic Theory. Trans. Robert Hullot. London: Continuum. Agus Sachari. (2002). Estetika: Makna, Simbol dan Daya. Bandung, Penerbit ITB. Alisyahbana, S. Takdir, (ed), (1991). Philosophy and The Future of Humanity. Jakarta:

PT.Dian Rakyat.

Anh, Ton Thi, (1984). Nilai Budaya Timur dan Barat. Konflik atau Harmoni?. Jakarta : Penerbit Gramedia.

Arnheim, Rudolf. (1964). Art and Visual Perception : A Psychology of the Creative Eye. California: University Of California Press.

--- (1997). Visual Thinking. London : University of California Press Ltd. Renewed.

Aristotle. (1996). Poetics. London. England. Penguin Books. 1996.

Baker, Dr.Anton, dan drs Achmad C.Z. (1990) Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Barthes, Roland. (1972). The Death of the Author, Trans. Annette Lavers. New York: Hill and Wang,

(8)

254

Baudrillard, (1994) Jean. Simulacra and Simulation. Trans. Sheila Faria Glaser. Michigan: The University of Michigan Press,

Berger Arthus Asa. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,2000.

B. Eiseman. Jr. Fred. Bali (1999) Sekala & Niskala Vol.II : Essays on Society, Tradition, and Craft. HK. Periplus.

Corson, Richard (1981) Stage Make Up. Edisi ke enam. Englewood Cliffs, New Yersey: Prentice Hall, Inc.

Coollinwood. (1958). The Principles of Art. London. Oxford University Press. 1958 Danesi, Marcel. (2004) Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics

and Communication Theory. Canada. Canadian Scholars’ Press Inc.

Danto, Arthur C.(2003). The Abuse of Beauty, Aesthetics and The Concept of Art. Illinois: Carus Publishing Company,

Dickie, George.(1997) Aesthetics : An Analytic Approach. NY. Oxford University Press.

Eaton, Marcia Muelder (2010). Basic Issues in Aesthetics. Embun Kenyowati Ekosiwi (Terj) Estetika Persolan-Persoalan Dasar Estetika. Penerbit Salemba Humanika. E.K.M. Masinambow, Rahayu s. Hidayat. (2001). Semiotik: Mengkaji Tanda Dalam

Artifak. Jakarta, Balai Pustaka.

--- (ed) (2000) Semiotik : Kumpulan Makalah Seminar Depok. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.

Feldman, Edmund Burke. Varieties of Visual Experience. Arts As Image and Idea. New York: Printice Hall.

Giddens, Anthony, (1990) The Cosequences of Modernity. Terj. Yogya karta: Pustaka Pelajar.

Gombrich, E.H. (1982) The Image and The Eye, Further Studies in the Psychology of Pictorial Representation. 5th Ed. London: Phaidon Press Limited.

Gordon, Ian E. (2001) Theories of Visual Perception. John Wiley& Sons. Herold Eric, Hamlyn. (1992) The World Of Masks. Prague. Anventinum.

Jananway, Chrsitopher. (2006) Reading Aesthetics and Philosophy of Art. Blackwell Publishing.

King, Elaine.A. and Gail Levin (ed). (2006). Ethics and The Visual Art. NY. Allworth Press.

Ken-ichi Sasaki. (2010). Asian Aesthetics. Kyoto. Kyoto University Press..

Langer, Susanne K. (1953). Feeling and Form, A Theory of Art develop from Philosophy .New Key. New York: Charles Scrbner’s Sons.

(9)

255

Loesberg, Jonathan. (2005) A Return to Aesthetics ; Autonomy, Indifference, and Postmodernism. California. Stanford University Press.

Lubis, Akhyar Yusuf.( 2004). Metodologi Posmodernis. Bogor: Akademia.

---(2009). Epistemologi Fundasional : isu-isu Teori Pengetahuan, Filsafat Ilmu Pengetahuan, dan Metodologi. Bogor: Akademia.

Lyotard, Jean Francois. (1992). The Post Modern Explained. Minneapolis : University of Minnesota Press.

Mack, John.(ed) (1996). Mask: The Art of Expression. British. British Museum Press. Nietzsche, Friedrich.(1993) (2002) The Birth Of Tragedy. Saut Pasaribu (terjh) Lahirnya

Tragedy. NY. . penerbit Bentang Budaya.

Peursen, C.A. van. (1985) Susunan ilmu Pengetahuan: Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Terj, J.Dorst. jakarta: PT.Gramedia.

Rader, Melvin. (1973). A Modern Book Of Esthetics : An Anthology. USA. Reinhart and Winston, Inc.

Ramseyer, Urs, (1977), The Art and Culture of Bali. Oxford: Oxford University Press. Rapaport, Herman.(1997) Is there Truth in Art? New York: Cornell University Press, Santayana, George.(1961) The Sense Of Beauty . Being the Outline of Aesthetic Theory.

NY. Collier Books .

S.I Hayakawa. (1950) Symbol, Status, and Personality. Sand Dichultz Inc.

Shri Ahimsa Putra, Heddy, (2001) Strukturalisme Levi-Strauss. Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta; Galang Printika.

Shils, Edward. Tradition. (1911) London. Faber & Faber Ltd.

Slattum.Judi. Paul Schraub.(2003) Balinese Mask : Spirits of an Ancient Drama. HK. Periplus.

Stricker, M et,al,ed (1990) Cranifacial Malformations. Edinburgh, Londan, Melbourne, New . York: Churchilll Livingstone

Umberto Eco, (ed) (2007) On Uglyness. New York. RCS Libri S.p.A Bompiani .

---(2007) history on Beauty.New York. RCS Libri S.p.A Bompiani. ---(1976) A Theory of Semiotics. Indiana. Indiana University Press. 1976. Walton, Kendall.L. (1990). Mimesis as Make-Believe. On The Foundations of The

Representational Arts. London: Harvard University Press.

Wells, Samuel R. (1876). New Physiognomy or Signs of Character as Manifested Through Temperament and External Forms and especially in the Human Face divine. New York: SR Wells & Co, Publisher.

Yasraf Amir Piliang. Hipersemiotika (2003) Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta, PT Jalasutra.

(10)

256

Lampiran

Gambar – data visual.

Gambar 1: bukti sejarah tentang budaya topeng pada temuan nekara Pejeng

Gambar 2 Bondres Perempuan ( tengah Koleksi I Wayan Diya)

(11)

257

Bondres Bongol

Bondres Bues Bondres Cungih

Bondres Kete Bondres Pasek

(12)

258

Bondres koleksi I Wayan Diya (kiri atas), Karya I Wayan Tangguh (bawah)

Gambar 4 : Topeng Raja-Ratu (sumber Baliness Mask)

(13)

259

(14)

260

Jenis kerusakan / cacat pada raut wajah yang menjadi tema topeng (sumber

‘Craniofacial Malformations 1990)

Gambar

Gambar 2 Bondres Perempuan ( tengah Koleksi I Wayan Diya)
Gambar 3 Ekspresi Topeng Bondres
Gambar 4 : Topeng Raja-Ratu (sumber Baliness Mask)

Referensi

Dokumen terkait