PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP SOLUBILISASI
PARASETAMOL MENGGUNAKAN TWEEN 80
Yenni Sri Wahyuni1, Auzal Halim2, Salman2 1
STIFI Bhakti Pertiwi Palembang 2
Universitas Andalas (UNAND) Padang
Email : yenisukri.ys@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ukuran partikel parasetamol terhadap solubilisasi parasetamol menggunakan larutan tween 80 dalam pelarut air. Penentuan nilai Kritikal Misel Konsentrasi (KMK) dilakukan dengan menggunakan metode tegangan permukaan “Torsion Balance Type OS White. Inst. Co. Ltd” dan metode indeks bias menggunakan Refraktometer ABBE. Pada penelitian ini, larutan tween 80 mempunyai nilai KMK pada 0,05 mg/mL. Pengurangan ukuran partikel parasetamol dilakukan dengan penggerusan dengan variasi waktu 1 jam, 6 jam, 12 jam dan tanpa penggerusan menggunakan Ball Mills ”The Pascal Engineering”. Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi parasetamol yang tersolubilisasi adalah 16,1276 mg/mL, 16,1036 mg/mL; 15,6382 mg/mL 16,8184 mg/mL secara langsung setelah penggerusan 1 jam, 6 jam, 12 jam dan tanpa digerus. Parasetamol tanpa digerus menunjukkan solubilisasi yang lebih baik dibandingkan solubilisasi parasetamol yang telah mengalami penggerusan dengan variasi waktu.
Kata Kunci : Parasetamol, solubilisasi, Tween 80
ABSTRACT
A Research has been done on the effect of particle size on solubilization of paracetamol using tween 80 in water solvent. Surface tension method using “Torsion Balance Type OS White. Inst. Co. Ltd and refraction method using Refractometer ABBE were done for determination of CMC (Critical Micelle Concentration) values of surfactant with Tween 80. In this study, solution of tween 80 had CMC value at 0,05 mg/mL. Size of paracetamol particle was reduced by milling process with various duration 0 hour, 1 hour, 6 hours and 12 hours using Ball Mills “The Pascall Engineering”. Result showedthat concentration ofparacetamol in solubilization was16,8184 mg/mL; 16,1276 mg/mL; 16,1036 mg/mL; 15,6382 mg/mL and 16,8184 mg/mL at various millig period of 1 hour, 6 hours, 12 hours and without milling. Solubilization of Paracetamol showed that it was without milling is better than varios milling 1 hour, 6 hours and 12 hours.
Keywords : Paracetamol, Solubilization, Tween 80
PENDAHULUAN
Bioavalaibilitas obat secara oral tergantung pada kelarutan senyawa obat tersebut. Beberapa masalah seringkali terjadi dalam menyusun formula sediaan cair dimana obat yang digunakan agak sukar larut dalam pelarut air, sehingga dalam pemberiannya tidak mencapai dosis
terapi. Salah satu senyawa yang agak sukar larut dalam pelarut air adalah parasetamol. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek analgetika dan antipiretika. Kelarutan parasetamol adalah 1:70 dalam air (Lachman dkk, 1979)
peningkatan suhu, pembentukan kompleks, menggunakan pelarut campur, memperkecil ukuran partikel atau dengan penambahan pelarut organik dan senyawa hidrotropi, seperti propilenglikol, etanol, gliserol dan melalui proses solubilisasi (Halim dkk, 1997).
Solubilisasi merupakan salah satu perbaikan kelarutan melalui senyawa aktif permukaan yang berfungsi merubah bahan obat yang kurang larut atau tak larut air menjadi larutan jernih dalam air atau maksimal larutan yang berpendar, tanpa menyebabkan terjadinya perubahan struktur kimiawi bahan obat. Senyawa yang dapat berfungsi sebagai pensolubilisasi adalah senyawa aktif permukaan (surfaktan) (Voigt, 1994).
Solubilisasi berhubungan dengan pembentukan misel oleh surfaktan. Misel mulai terbentuk dalam larutan surfaktan pada konsentrasi tertentu. Konsentrasi ini dinamakan Konsentrasi Misel Kritik (KMK) (Atwood and Florence, 1985).
Tween 80 adalah ester sorbiton dengan gugus etilenoksida yang disebut derivat polioksietilen ester sorbiton dengan asam lemak oleat. Salah satu surfaktan nonionik dimana gugus polar dan non polar berikatan langsung membentuk molekul dengan bagian yang aktif dari surfaktan adalah yang tidak bermuatan atau netral sehingga stabil dalam suasana asam dan basa (Depkes RI, 1995).
Pada penelitian ini dilihat pengaruh besar ukuran partikel parasetamol setelah penggerusan 1 jam, 6 jam dan 12 jam terhadap solubilisasi parasetamol dalam tween 80. Jumlah parasetamol terlarut ditentukan berdasarkan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel.
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ball mill“ The Pascall Engineering”, magnetik stirer, mikroskop yang dilengkapi dengan point counter swift automatic, refraktometer Abbe, Torsion Balance Type OS White. Inst. Co. Ltd,
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, Alat-alat gelas standar laboratorium.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah parasetamol yang diperoleh dari PT. Riasima Abadi Farma Bogor-Indonesia, Tween 80, natrium hidroksida, Paraffin liquidum dan air suling, kertas saring Whatman No. 42
Pembuatan kurva kalibrasi
Parasetamol ditimbang 10 mg dalam 100 ml air suling didapatkan larutan induk
lalu diukur serapan pada panjang gelombang maksimum.
Penggerusan parasetamol selama 1 jam, 6 jam dan 12 jam
Digunakan Ball Mills dengan tiga variasi bola penggerus. Volume bola penggerus dibuat 30% dari volume ruang penggerus. Lama penggerusan masing-masing 1 jam, 6 jam dan 12 jam dengan berat parasetamol yang sama.
Penentuan distribusi ukuran partikel Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan mikroskop yang dilengkapi dengan okulomikrometer. Mikrometer sebelum digunakan dikalibrasi terlebih dahulu. Sejumlah kecil parasetamol disuspensikan dalam paraffin cair, kemudian diteteskan pada objek glass, tutup dengan cover glass dan diamati dibawah mikroskop sebanyak seribu partikel. Partikel dikelompokkan pada ukuran-ukuran tertentu, kemudian masing-masing kelompok ditentukan jumlahnya. Lakukan hal ini pada parasetamol yang digerus 1 jam, 6 jam dan 12 jam dan tanpa penggerusan.
Penentuan harga KMK larutan Tween 80 dengan berbagai metoda
Metoda Indeks Bias
mg/ml; 0,06 mg/ml; 0,07 mg/ml; 0,08 mg/ml; 0,09 mg/ml; 0,10 mg/ml pada suhu kamar. Larutan surfaktan yang akan diperiksa ini diteteskan ke dalam lubang tepi prisma alat refraktometer. Mikrometer diputar perlahan-lahan sampai pada medan penglihatan diteleskop batas antara gelap terang berada pada titik potong kedua garis halus yang bersilangan. Skala yang tertera pada alat kemudian dibaca.
Metoda Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan surfaktan ditentukan dengan menggunakan alat Torsion Balance tipe “OS” pada suhu kamar. Dibuat larutan Tween 80 dengan konsentrasi konsentrasi 0,006 mg/ml; 0,007 mg/ml; 0,008 mg/ml; 0,009 mg/ml; 0,010 mg/ml; 0,02 mg/ml; 0,03 mg/ml; 0,04 mg/ml; 0,05 mg/ml; 0,06 mg/ml; 0,07 mg/ml; 0,08 mg/ml; 0,09 mg/ml; 0,10 mg/ml. Lalu diukur tegangan permukaan larutan.
Penentuan Daya pensolubilisasi tween 80 terhadap solubilisasi parasetamol pada titik KMK, diatas dan dibawah KMK
Dibuat larutan Tween 80 dengan konsentrasi 0,03 mg/ml; 0,04 mg/ml; 0,05 mg/ml; 0,06 mg/ml; 0,07 mg/ml. Dua gram parasetamol ditambahkan kedalam 100 ml
larutan surfaktan. Aduk dengan magnetik stirer. Saring dengan kertas saring Whatman No.42. Pipet larutan ini sebanyak 1 ml dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Larutan ini dipipet lagi sebanyak 5 ml dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Ukur serapan larutan pada panjang gelombang maksimal (243,5 nm). Lakukan hal yang sama pada parasetamol yang telah digerus selama 1 jam, 6 jam dan 12 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penghalusan merupakan proses pengurangan besar ukuran partikel menjadi partikel – partikel yang lebih halus dengan menggunakan tenaga mekanik. Ball mill merupakan salah satu mesin penghalus yang terdiri dari trommel (silinder) baja atau porselen dan bola-bola penggiling dari material yang sama. Trommel ini diputar dengan suatu mesin pemutar yang dapat diatur kecepatannya. Untuk mendapatkan efek penggerusan yang optimum maka kecepatan putar 75% dari kecepatan putar kritis (Halim, 1991). Parasetamol dilakukan penggerusan dengan variasi waktu 1 jam, 6 jam dan 12 jam menggunakan Ball Mill. Maka didapatkan ukuran partikel yang lebih kecil. Hasilnya dapat dilihat pada tabel XX.
Tabel I. Distribusi ukuran partikel parasetamol tanpa penggerusan
18 86 – 90 88,0 13 1,3 98,0 1144
19 91 – 95 93,0 4 0,4 98,4 372
20 96 – 100 98,0 16 1,6 100 1568
1000 39585,5
d
= = ,Tabel II. Distribusi ukuran partikel parasetamol penggerusan 1 jam
No
Ukuran partikel
Diameter Partikel
Jumlah Partikel
(n)
Frekuensi (%)
Frekuensi kumulatif
(%)
nd
1 0 – 5 2,5 124 12,4 12,4 310
2 6 – 10 8,0 147 14,7 27,1 1176
3 11 – 15 13,0 185 18,5 45,6 2405
4 16 – 20 18,0 76 7,6 53,2 1368
5 21 – 25 23,0 73 7,3 60,5 1679
6 26 – 30 28,0 102 10,2 70,7 2856
7 31 – 35 33,0 48 4,8 75,5 1584
8 36 – 40 38,0 45 4,5 80,0 1710
9 41 – 45 43,0 42 4,2 84,2 1806
10 46 – 50 48,0 27 2,7 86,9 1296
11 51 – 55 53,0 24 2,4 89,3 1272
12 56 – 60 58,0 21 2,1 91,4 1218
13 61 – 65 63,0 8 0,8 92,2 504
14 66 – 70 68,0 23 2,3 94,5 1564
15 71 – 75 73,0 15 1,5 96,0 1095
16 76 – 80 78,0 8 0,8 96,8 624
17 81 – 85 83,0 9 0,9 97,7 747
18 86 – 90 88,0 10 1,0 98,7 880
19 91 – 95 93,0 4 0,4 99,1 372
20 96 – 100 98,0 1 0,1 99,2 98
21 101 - 105 103 4 0,4 99,6 412
22 106 – 110 108 2 0,2 99,8 216
23 111 - 115 113 2 0,2 100 226
1000 25418
d
= =Tabel III. Distribusi ukuran partikel parasetamol penggerusan 6 jam
No
Ukuran partikel
Diameter Partikel
Jumlah Partikel
(n)
Frekuensi (%)
Frekuensi kumulatif
(%)
nd
1 0 – 5 2,5 157 15,7 15,7 392,5
2 6 – 10 8,0 243 24,3 40,0 1944
3 11 – 15 13,0 232 23,2 63,2 3016
4 16 – 20 18,0 104 10,4 73,2 1872
5 21 – 25 23,0 84 8,4 82,0 1932
6 26 – 30 28,0 82 8,2 90,2 2296
7 31 – 35 33,0 49 4,9 95,1 1617
8 36 – 40 38,0 13 1,3 96,4 494
9 41 – 45 43,0 15 1,5 97,9 645
10 46 – 50 48,0 2 0,2 98,1 96
11 51 – 55 53,0 4 0,4 98,5 212
13 61 – 65 63,0 3 0,3 99,3 189
14 66 - 70 68,0 3 0,3 99,6 204
15 71 – 75 73,0 2 0,2 99,8 146
16 76 - 80 78,0 2 0,2 100 156
1000 15501,5
d
= = ,Tabel IV. Distribusi ukuran partikel parasetamol penggerusan 12 jam
No
Ukuran partikel
Diameter Partikel
Jumlah Partikel
(n)
Frekuensi (%)
Frekuensi kumulatif
(%)
nd
1 0 – 5 2,5 610 61,0 61,0 1525
2 6 – 10 8,0 178 17,8 78,8 1424
3 11 – 15 13,0 137 13,7 92,5 1781
4 16 – 20 18,0 37 3,7 96,2 666
5 21 – 25 23,0 29 2,9 99,1 667
6 26 – 30 28,0 6 0,6 99,7 168
7 31 – 35 33,0 2 0,2 99,9 66
8 36 – 40 38,0 1 0,1 100 38
1000 6335
d
= =Penentuan nilai Konsentrasi Misel Kritis (KMK) dari berbagai konsentrasi larutan Tween 80 dalam air suling dengan menggunakan metoda tegangan permukaan dan indeks bias (Rosen, 1978). Pada metoda tegangan permukaan digunakan metoda cincin dengan menggunakan alat
Torsion Balance didapatkan nilai KMK pada konsentrasi 0,05 mg/mL. Sedangkan menurut metoda indeks bias ditentukan nilai KMK menggunakan refraktometer ABBE yaitu 0, 05 mg/mL. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Kurva hubungan antara konsentrasi tween 80 dengan tegangan permukaan
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1
T
e g
a n
g a n
P e
r m
u k
a a
n d
y n
e /
c m
Konsentrasi Tw een 80 (mg/ mL) y1
y2 y1 = 71,0820 - 443,2301x
Gambar 2. Kurva hubungan antara konsentrasi tween 80 dengan indeks bias
Pada metode tegangan permukaan menggunakan alat Torsion Balance. Penentuan dengan metoda ini didasarkan bahwa nilai KMK tegangan permukaan dari larutan surfaktan akan turun secara cepat dengan meningkatnya konsentrasi sampai pada titik KMK, dari titik KMK ini sampai konsentrasi selanjutnya maka tegangan permukaan tidak akan turun lagi (Halim dkk, 1997). Pada gambar 1 dapat dilihat kurva mula-mula turun secara cepat dan kemudian berjalan sejajar dengan sumbu x, kemudian dibuat dua persamaan garis lurus sehingga didapatkan nilai KMK dari perpotongan kedua garis tersebut.
Pada metode indeks bias dengan menggunakan refraktometer ABBE. Metode ini didasarkan bahwa pada saat tercapai titik KMK maka pembentukan misel akan berlangsung sangat cepat sehingga akan terjadi perubahan sifat-sifat fisika seperti perubahan kerapatan larutan surfaktan yang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan sebelum mencapai titik KMK. Ini menyebabkan terjadinya perubahan indeks bias (Halim dkk, 1996). Pada gambar 2 dapat dilihat kurva perubahan indeks bias terhadap konsentrasi kemudian dibuat dua persamaan garis lurus nilai KMK didapatkan dari perpotongan dari kedua garis lurus. Dengan menggunakan metoda ini didapatkan nilai
KMK yang tidak jauh berbeda
dibandingkan dengan metode tegangan permukaan yaitu 0,0557 mg/mL.
Dari tabel 5 dapat dilihat data uji solubilisasi parasetamol dengan menggunakan tween 80 dibawah titik KMK, pada titik KMK dan diatas titik KMK masing-masing 2 konsentrasi dengan perbedaan ukuran partikel terjadi penurunan konsentrasi parasetamol yang terlarut setelah penggerusan 1 jam, 6 jam dan 12 jam.
Tabel V. Data solubilisasi parasetamol pada konsentrasi dibawah, pada KMK dan diatas KMK dari larutan tween 80 pada suhu kamar
Konsentrasi
0,03 16,3798 15,6938 15,9044 15,5568
0,04 16,4768 16,0310 15,9184 15,6382
0,05* 16,8184 16,1276 16,1036 15,6382
0,06 16,8454 16,1534 16,1356 16,0936
0,07 16,8752 16,3588 16,3578 16,1036
1,3326
Konsentrasi Tween 80 (mg/mL) y 1 = 1,3328 + 00138x
y2 = 1,3334 + 0,0009x
y1
*) menyatakan nilai KMK
Terlihat bahwa pada daerah KMK kadar parasetamol tanpa penggerusan yang terlarut terlihat meningkat dibandingkan di bawah daerah KMK, dan setelah diatas daerah KMK cenderung terlihat konstan. Hal lain berkaitan dengan kelarutan parasetamol yang telah digerus dalam waktu 1 jam, 6 jam dan 12 jam terlihat kadar parasetamol yang terlarut lebih rendah dibandingkan tanpa penggerusan. Hal ini membuktikan bahwa makin lama proses penggerusan partikel parasetamol makin halus serbuk parasetamol yang didapatkan tetapi bersamaan dengan itu terjadi proses agregasi partikel (Halim dkk, 1997).
KESIMPULAN
Diameter rata-rata partikel parasetamol dengan variasi waktu penggerusan 0 jam, 1 jam, 6 jam dan 12 jam dengan menggunakan ball mill adalah
berturut- ; ; 15,50
Konsentrasi parasetamol tanpa penggerusan, penggerusan 1 jam, 6 jam dan 12 jam yang tersolubilisasi berturut-turut adalah 16,8184 mg/mL; 16,1276 mg/mL; 16,1036 mg/mL; 15,6382 mg/mL. Parasetamol tanpa penggerusan lebih baik solubilisasinya dibandingkan dengan penggerusan.
DAFTAR PUSTAKA
Atwood, P and A.T. Florence. 1985.
Surfactant System. Chapman and Hall, London and New York
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
Halim, A., Malik, M dan Permata, D. 1996. Pengaruh surfaktan terhadap solubilisasi kofein. Jurnal Penelitian Andalas, No 21/ Tahun VIII//1996, Universitas Andalas, Padang. 134-140
Halim, A. 1991. Teknologi Partikel. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang
Halim, A. V. Hosiana, L. Elfita, 1997.
“Pengaruh pemakaian
Propilenglikol dan NaCl terhadap Solubilasi Kofein Dalam Larutan Air –Brij – 35”, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 2, No. 2,Padang. 64 - 72
Lachman, L. H. A. Lieberman and J.L. Kanig. 1979.The theory and practice of industrial pharmacy2nd Edition, Lea and Febiger, Philadelphia