• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN SEBAGAI INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM PADA PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGAWASAN SEBAGAI INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM PADA PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Fent y U. Puluhulawa

Universit as Negeri Goront alo E-mail: f ent yp@yahoo. com

Abst r act

Thi s r esear ch i s i nt ended t o expl ai n t he monit or ing as an i nst r ument of l aw enf or cement , t o exami ne how t he i nt ensit y of super visi on on t he busi ness of mi ner al and coal , whi ch i s expect ed t o suppor t t he est abl i shment of l aw enf or cement . The met hod i n t hi s st udy ar e soci o j ur i di cal , wi t h qual i t at i ve and quant i t at ive met hods. Resear ch shows t hat i n t er ms of pl anni ng and coor dinat i on of impl ement at ion super vi sion has not been i mpl ement ed opt i mal l y, so t hat does not yet suppor t t he est abl i shment of l aw enf or cement . Based on t hi s, i t is necessar y t o t he f or mat ion of an int egr at ed envir onment al l i censi ng syst em speci al i zed in t he management of t he mi ni ng busi ness.

Keywor ds: moni t or i ng, l aw enf or cement , mi ni ng

Abst rak

Penelit ian ini dimaksudkan unt uk menj elaskan pengawasan sebagai salah sat u inst rumen penegakan hukum, dengan mengkaj i bagaimana int ensit as pelaksanaan pengawasan pada usaha pert ambangan mineral dan bat ubara , sehingga diharapkan dapat mendukung t erwuj udnya penegakan hukum. Met ode pendekat an dalam penelit ian ini adalah sosio yuridis, dengan met ode analisis secara kualit at if dan kuant it at if . Hasil Penelit ian menunj ukkan bahwa baik dari aspek perencanaan maupun koordinasi pelaksanaan pengawasan belum dilaksanakan secara opt imal, sehingga belum mendukung t erwuj udnya penegakan hukum. Berdasarkan hal t ersebut , maka diperlukan pembent ukan sist em perizinan lingkungan yang t erpadu khusus dalam pengelolaan usaha pert ambangan.

Kat a Kunci: pengawasan, penegakan hukum, pert ambangan

Pendahuluan

Bumi dan segala isinya yang dicipt akan oleh Allah SWT merupakan suat u karunia yang sangat sempurna. Hal ini t elah diat ur dalam Firman Allah SWT Surat Al Mulk (Surat ke-67) ayat (3) yang art inya Kamu sekali-sekali t idak melihat pada cipt aan Tuhan Yang Maha Esa se-suat u yang t idak seimbang. Maka lihat lah ber-ulang-ulang, adakah kamu lihat sesuat u yang t idak seimbang? Dilanj ut kan dengan ayat (4) yang art inya, kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihat anmu akan kembali kepadamu dengan t idak menemukan sesuat u cacat dan penglihat anmu it upun dalam keadaan payah. Selanj ut nya dalam Surat Al A’ Raaf (Surat ke-7) ayat (56) diat ur bahwa dan j anganlah kamu

* Art ikel ini merupakan bagian dari Diser t asi yang dana penel i t i annya sebagi an dibiayai ol eh DIKTI.

membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Al-lah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya dengan rasa t akut (t idak akan dit erima) dan ha-rapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang ber-buat baik. Ket ent uan yang t ercant um dalam f ir-man Allah di at as, pada hakikat nya menganj ur-kan set iap manusia unt uk selalu menj aga ke-seimbangan t erhadap lingkungan sert a t idak melakukan t indakan semena-mena yang meng-akibat kan t imbulnya ef ek adanya kerusakan lingkungan, yang pada akhirnya menghancurkan kehidupan unt uk j angka panj ang.

(2)

maupun The Ear t h Char t er. Konf erensi int erna-sional ini t elah melahirkan konsep sust ai nabl e devel opment yakni pembangunan j angka pan-j ang dan berkelanpan-j ut an.

Terlaksananya pembangunan j angka pan-j ang dan berkelanpan-j ut an t ersebut memerlukan penget ahuan yang serius baik dari segi yuridis, maupun t eknis dalam pemanf aat an sumber da-ya alam da-yang t ersedia.1 Komit men t ent ang pe-ngelolaan lingkungan hidup di Indonesia t elah diat ur dalam Pasal 28 H, ayat (1) dan Pasal 33 Ayat (3), dan (4) UUD 1945. Selanj ut nya dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 t ent ang Rencana Pembangunan Jangka Panj ang Nasional, UU No-mor 39 Tahun 1999 t ent ang Hak Asasi Manusia, maupun UU Nomor 32 Tahun 2009 t ent ang Per-lindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanj ut nya di-singkat UUPPLH). Hal ini sema-kin mempert egas bahwa negara bert anggung j awab unt uk memenuhi hak warga negara, yak-ni unt uk mendapat kan lingkungan baik dan se-hat sesuai dengan ket ent uan yang berlaku. Ne-gara menj amin bahwa pemanf aat an sumber da-ya alam akan mem-berikan manf aat da-yang se-besar-besarnya bagi kesej aht eraan dan mut u hidup rakyat , baik bagi generasi masa kini, mau pun yang akan dat ang. Menurut Gunawan, ling-kungan hidup adalah bagian yang t idak t erpi-sahkan dari urusan Hak Asasi Manusia.2 Oleh se-bab it u kegiat an pemanf aat an sumber daya alam yang bert ent angan dengan undang-un-dang, seyogyanya dapat dicegah.

Persoalan lingkungan hidup pada pert am-bangan dalam kenyat aannya di Indonesia, ba-nyak dipersoalkan. Penyebabnya adalah t imbul-nya dampak negat if dalam pengusahaan bahan galian sebagai akibat dari usaha pert ambangan berupa, rusaknya hut an, t ercemarnya laut , t er-j angkit nya penyakit , sert a t erer-j adinya konf lik masyarakat pada lingkar t ambang. Dampak langsung adalah kerusakan ekologis sert a pe-luang t erj adinya banj ir dan t anah longsor.

1 Puspa Mel at i Hasibuan, “ Dampak Penambangan Bahan Gal i an Gol ongan C Terhadap Lingkungan Sekit arnya Di Kabupat en Del i Ser dang” , Jurnal Equal it y, Vol . 11, No. 1, Februari 2006, Hal . 26-28.

2 Gunaw an, Hak At as Li ngkungan dan Tanggung Jawab

Li ngkungan Kor por asi , Jurnal Hukum Jent era, Nomor 18, Tahun IV, 2008, hl m. 46.

bah t ailing pada penambang emas mengandung bahan beracun yang menyebabkan ket idak-mampuan masyarakat dalam memperoleh ling-kungan yang sehat .3

Perset uj uan pert ambangan pada hut an lindung membawa dampak negat if bagi sekt or kehut anan di Indonesia. Konf lik pert ambangan lebih dianggap sebagai persoalan administ rat if , oleh karena lemahnya pengawasan inspekt ur t ambang, sehingga dihindari penyelesaian me-lalui pengadilan.4

Kalt im Post mencat at bahwa, di Provinsi Kalimant an Timur, luas KP bat ubara secara ke-seluruhan adalah 3, 08 j ut a hekt are. Dat a Dinas Pert ambangan dan Energi Kalimant an Timur bahwa t ot al KP adalah 1. 180 KP. Berdasarkan j umlah t ersebut seluas 391 ribu hekt are berasal dari 260 izin KP yang sudah masuk pada t ahap eksploit asi. Dit inj au dari j umlah izin KP, maka Kut ai Kart anegara menempat i peringkat t erat as dengan 271 izin KP yang diikut i dengan Kut ai Barat 138 izin KP dan Paser 73 izin KP selan-j ut nya kabupat en/ kot a lainnya. Seselan-j umlah Lem-baga Swadaya Masyarakat (selanj ut nya dising-kat LSM) bidang lingkungan baik di Kalimant an Selat an, maupun Kalimant an Timur membenar-kan keengganan perusahaan mereklamasi t am-bang karena pengawasan yang minim.5 Fakt a empiris sebagaimana diuraikan di at as menun-j ukkan bahwa ada kecenderungan lemahnya, int ensit as pelaksanaan pengawasan dan hal ini berdampak pada belum t erwuj udnya pelaksa-naan penegakan hukum. Oleh sebab it u relevan apabila dalam rangka mengef ekt if kan penegak-an hukum administ rasi, maka seyogypenegak-anya dimu-lai dari upaya yang sif at nya prevent if yakni me-lalui pelaksanaan pengawasan. Meme-lalui upaya prevent if , diharapkan penyelesaian secara rep-resif melalui pengadilan dapat diminimalkan.

3 Lihat dan bandingkan dengan Yusni Yet t i, “ Anal i si s Kebi j akan AMDAL Dal am Mencegah Kerusakan” , Lembaran Publ ikasi Lemigas, Vol . 41, No. 3, Desember 2007, Hal . 24

4

Supri at na Suhal a, 2009, “Penyel esai an Konf l i k Per t ambangan But uh Lembaga Khusus” , t ersedi a di websit e www. maj al aht ambang. com, diakses t anggal 2 Apr il 2009.

5

(3)

Permasalahan

Berdasarkan lat ar belakang di at as, maka permasalahan yang akan dibahas pada art ikel ini adalah mengenai int ensit as pengawasan, yang mendukung pelaksanaan penegakan hu-kum pada pengelolaan usaha pert ambangan mi-neral dan bat ubara.

Met ode Penelitian

Penelit ian ini adalah penelit ian hukum dengan f okus kaj ian pada aspek sosio yuridis (sosi o l egal r esear ch).6 Ada dua indikat or yang akan dianalisis yakni, perencanaan dan koordi-nasi pengawasan. Pada t at aran t ersebut akan dianalisis realit as melalui gej ala empirik yang dapat diamat i pelaksanaannya melalui pene-gakan hukum dalam masyarakat .

Penelit ian dilaksanakan di Provinsi Kali-mant an Timur dengan lokasi Kabupat en Kut ai Kart anegara mewakili lokasi unt uk wilayah per-t ambangan baper-t ubara, serper-t a Provinsi Sulawesi Selat an mewakili lokasi unt uk pert ambangan mineral logam. Sampel wilayah dit et apkan se-cara purposive. Populasi dalam penelit ian ini adalah pihak-pihak yang t erkait dengan obj ek penelit ian, yang t erdiri dari seluruh komponen t erlibat dalam melaksanakan t ugas pengawas-an. Kelompok t ersebut di at as merupakan ke-lompok yang memiliki deraj at keseragaman (degr ee of homogeneit y), sehingga penet apan sampel yang sif at nya purposive dalam j umlah yang t ert ent u dari seluruh populasi dianggap cukup represent at if . Sampel dalam penelit ian ini t erdiri dari warga masyarakat , pengawas pert ambangan aparat pada inst ansi pemerint ah yang t erkait secara langsung, dipilih secara pur-posive. Secara keseluruhan sampel berj umlah 80 orang.

Dat a yang berupa angka diperoleh mela-lui penelit ian akan dianalisis secara kuant it at if dengan menggunakan prosent ase, selanj ut nya diolah dan dianalisis melalui panduan landasan t eori, dengan menggunakan t eknik analisis kua-lit at if . Dat a sekunder pada penekua-lit ian ini akan

6 Soet andyo Wignyosoebrot o, Sedi ki t Penj el asan

Tent ang Kaj i an-Kaj i an Hukum Dar i Per spekt i f Il mu Sosi al ” , Jurnal Wart a Hukum dan Masyarakat , No 1 Tahun ke 1 November 1995, hl m. 3

dianalisis melalui cara melakukan penaf siran dengan membandingkannya pada bahan-bahan hukum, sert a konsep hukun yang relevan de-ngan penelit ian dimaksud.

Pembahasan Perencanaan

Sebagai konsekuensi dari dit erbit kannya Izin Usaha Pert ambangan (IUP), maka langkah selanj ut nya adalah melakukan pengawasan. Pe-ngawasan merupakan salah sat u unsur dalam kegiat an manaj emen. Pengawasan pada prin-sipnya dilakukan sebagai upaya prevent if apa-kah kegiat an dilakukan sesuai ket ent uan yang ada.7 Pengawasan pada pengelolaan usaha per-t ambangan pada prinsipnya berper-t uj uan agar pe-megang IUP lebih t erarah dalam melakukan ak-t iviak-t as dalam rangkaiannya dengan usaha per-t ambangan, sehingga per-t idak menyimpang dari perint ah dan larangan yang t elah dit et apkan dalam izin. Secara t eori George R. Terry ber-pendapat bahwa pengawasan dimaksudkan un-t uk menenun-t ukan apa yang un-t elah dicapai, meng-evaluasi dan menerapkan t indakan korekt if j ika perlu, unt uk dapat memast ikan hasil yang sesuai dengan rencana.8 Relevan dengan penda-pat t ersebut , maka pengawasan mut lak diperlu-kan dalam rangkaian dengan pegelolaan usaha pert ambangan sesuai dengan prinsip t uj uan ngawasan yakni agar t idak menyimpang dari pe-rint ah dan larangan yang t elah dit et apkan da-lam izin. Oleh sebab it u sebagai bagian dari f ungsi manaj emen, perencanaan menj adi sema-kin pent ing unt uk ef ekt ivit asnya t ugas peng-awasan, dan sebagai realisasi dari t ugas pene-gakan hukum sebagaimana yang t elah diama-nat kan oleh perat uran perundang-undangan. Sukses t idaknya rangkaian t ugas pengawasan dit ent ukan oleh perencanaan awal dari kegiat -an pengawas-an it u sendiri.

7 Fent y Pul uhul awa, Subst ansi Hukum Tent ang

Pengawasan Izi n Pada Usaha Per t ambangan”, Jurnal Pel angi Il mu, Vol 3 Nomor 4, 4 Sept ember 2010, hl m. 148.

(4)

Walaupun t idak diat ur secara limit at if ke-giat an perencanaan pada pengawasan dalam PP 55 Tahun 2010 t ent ang P4UPMB dan Kepmen Pert ambangan dan Energi Nomor 2555. K Tahun 1993 t ent ang Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) pada Usaha Pert ambangan Umum, namun da-lam kenyat aannya t ahapan t ersebut seharusnya dilaksanakan dalam rangka ef ekt ivit asnya t ugas pengawasan. Tidak diat urnya secara limit at if mengenai hal t ersebut , t ent unya akan berdam-pak pada pelaksanaan at uran pada t at aran em-pirik. Oleh sebab it u secara normat if masih di-but uhkan penyempurnaan.

Perencanaan mut lak diperlukan meng-awali pelaksanaan pengawasan unt uk mewuj ud-kan kehendak hukum yang berisi perint ah dan larangan dalam bidang pert ambangan. Di Kabu-pat en Kut ai Kart anegara Provinsi Kalimant an Timur, salah sat u misi yang merupakan j abaran dari visi Dinas Pert ambangan dan Energi Kabu-pat en Kut ai Kart anegara adalah, penyusunan perencanaan sert a program melakukan evaluasi dalam bidang pert ambangan. Sebagai realisasi dari misi t ersebut , dan dalam rangkaian dengan t ugas pengawasan pert ambangan, maka dilak-sanakan st rat egi melalui perencanaan. Hasil wawancara dengan Aj i Wahyu Set iawan, Pelak-sana Inspeksi Tambang (PIT) Fungsional Dinas Pert ambangan dan Energi Kabupat en Kut ai Kar-t anegara (Kar-t anggal 25 OkKar-t ober 2010) bahwa pe-ngawasan pada usaha pert ambangan dilaksana-kan dengan berpedoman pada Kepmen Pert am-bangan dan Energi Nomor 2555. K Tahun 1993. Terkait dengan pengelolaan lingkungan, di-dasarkan pada Kepmen Pert ambangan dan Energi Nomor 1211. K Tahun 1995 t ent ang Pen-cegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan Pada Usaha Pert am-bangan Umum. Dalam kenyat aannya walaupun UUPP yang menj adi dasar pembent ukan Kep-men t ersebut t elah digant i dengan UUPMB, na-mun demikian selama belum dit erbit kannya Kepmen yang baru, at uran t ersebut masih t et ap digunakan dan dalam realisasinya masih relevan dengan kondisi saat ini. Berpedoman pada Kep-men Pert ambangan dan Energi Nomor 1211. K Tahun 1995, maka set iap pengusaha t ambang

diwaj ibkan unt uk menyampaikan rencana t a-hunan pengelolaan lingkungan. Perencanaan di-buat unt uk mencegah sert a mengant isipasi t er-j adinya pencemaran dan/ at au perusakan ling-kungan. Perencanaan ini unt uk selanj ut nya di sampaikan kepada Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) yang memuat rencana perunt ukan lahan; t eknik met ode pengelolaan lingkungan; j adwal pelaksanaan pekerj aan dan penyelesaian t iap t ahap reklamasi; j enis t anaman yang akan di-t anami; dan perkiraan biaya.

Selain perencanaan yang dibuat oleh pi-hak pengusaha pert ambangan, maka t ugas pe-ngawasan kegiat an pert ambangan yang selama ini dilakukan oleh PIT dilaksanakan melalui t a-hapan perencanaan. Sebelum pengawasan di-laksanakan, sesuai dengan perencanaan bebe-rapa hal yang t elah dilakukan adalah sebagai berikut . Per t ama, pemberian pedoman sert a st andar pelaksanaan pengelolaan usaha per-t ambangan; kedua, pemberian bimbingan, su-pervisi dan konsult asi; dan ket i ga, pendidikan dan pelat ihan. Selanj ut nya pengawasan dilaksa-nakan melalui evaluasi t erhadap rencana kerj a sert a pelaksanaan kegiat an usaha pert ambang-an dambang-an inspeksi lambang-angsung ke lokasi usaha per-t ambangan. Evaluasi per-t erhadap rencana kerj a sert a pelaksanaan kegiat an usaha pert ambang-an dilaksambang-anakambang-an melalui laporambang-an yambang-ang dibuat set iap 3 bulan, selain it u, inspeksi langsung ke lokasi secara rut in. Sebagai pengecualian, j ika t erj adi kasus. Mekanisme yang sama ini berlaku pula pada Kabupat en Luwu Timur.

(5)

bulan sekali. Pada Kabupat en Luwu Timur, se-belumnya Dinas Lingkungan Hidup digabung de-ngan Dinas Pert ambade-ngan, sehingga perencana-annya dilaksanakan bersama. Sej ak t ahun 2008 t erj adi pemisahan ant ara kedua inst ansi t er-sebut , dan hal ini berdampak pada penyusunan program masing-masing pada dinas inst ansi masing-masing t ermasuk pengawasan.

Fakt a di at as menunj ukkan bahwa pada inst ansi sekt oral st rat egi perencanaan t erkait dengan pengawasan mengenai pengelolaan ling-kungan sebagai realisasi dari dit erbit kannya Izin Usaha Pert ambangan (IUP) t elah dilakukan, wa-laupun dalam kenyat aannya belum dilaksana-kan secara t erpadu ant ara inst ansi sekt oral. Kenyat aan di at as j uga membukt ikan bahwa pe-rencanaan pengawasan dilaksanakan secara sendiri-sendiri oleh masing-masing inst ansi sek-t oral yakni ansek-t ara Dinas ESDM dan BLHD. Ideal-nya perencanaan yang dilakukan secara t erpadu pada esensinya memegang peranan yang pen-t ing dan menenpen-t ukan oppen-t imal pen-t idaknya pelak-sanaan pengawasan. Oleh sebab it u melalui pe-rencanaan yang t erpadu, diperlukan komit men bersama, kesamaan persepsi, sehingga dengan demikian diharapkan seluruh rangkaian pelak-sanaan pengawasan dapat t erlaksana sesuai t arget yang dit et apkan secara t erpadu melalui perencanaan, sehingga dengan demikian upaya penegakan hukum administ rasi dapat dilaksana-kan. Melalui pengawasan yang t erpadu, maka diharapkan pelaksanaannya t idak akan menyim-pang dari hakikat sert a esensi dari t uj uan pe-ngawasan. Demikian pula dengan perubahan perundang-undangan yang t idak sert a mert a di-ikut i dengan perubahan sist em, karena t erkait dengan belum adanya perat uran pelaksanaan. Cont ohnya, saat ini berlakunya UU Pert amba-ngan Mineral dan Bat ubara (UUPMB) yang belum dapat berlaku secara ef ekt if di lapangan. Se-cara t eori menurut Ridwan salah sat u mot if di-lakukannya pengawasan adalah koordinasi.9 Ke-nyat aan berdasarkan hasil wawancara di at as t idak relevan dengan pendapat yang

9 Lihat P. de Haan dan Ver st eden (dal am Ri dwan), 2006,

Hukum Admi ni st r asi di Daer ah, Bandung: PT Raj a Graf indo Per sada, hl m. 126.

kan oleh Ridwan. Koordinasi seharusnya sudah dimulai pada t ahap perencanaan, sehingga da-lam pelaksanaannya diharapkan dapat mendu-kung t erwuj udnya pelaksanaan penegakan hu-kum administ rasi. Melalui pengawasan diharap-kan t erj alinnya keseimbangan ant ara pengelo-laan pert ambangan dan pelest arian f ungsi ling-kungan, sehingga diharapkan dapat mewuj ud-kan pengelolaan pert ambangan yang berwawas-an lingkungberwawas-an. Pelaksberwawas-anaberwawas-an pert ambberwawas-angberwawas-an yberwawas-ang berwawasan lingkungan akan mendukung pelak-sanaan konsep pembangunan unt uk masa kini dan masa yang akan dat ang sebagaimana ha-rapan yang t elah dit et apkan melalui konf erensi int ernasional yang t elah menghasilkan berbagai deklarasi int ernasional.

Koordinasi

Usaha pert ambangan dalam wuj ud pelak-sanaannya secara t eknis t idak dapat dilepaskan dari lembaga/ inst ansi pemerint ah lainnya se-cara lint as sekt oral. Hal ini mengandung makna bahwa secara keseluruhan pelaksanaan usaha pert ambangan seharusnya selalu melibat kan lembaga/ inst ansi pemerint ah secara lint as sek-t oral unsek-t uk keberlangsungan kegiasek-t an sek-t ersebusek-t , khususnya t erkait dengan kinerj a yang berkait -an deng-an pengawas-an pengelola-an lingkung-an hidup. Harapan ket erlibat an inst ansi ini dimak-sudkan sebagai realisasi dari dit erbit kannya IUP, baik IUP Eksplorasi maupun IUP Operasi produksi yang merupakan inst rumen dari pene-gakan hukum pada kawasan pert ambangan. Oleh sebab it u idealnya pengelolaan pert am-bangan yang berwawasan lingkungan diharap-kan adiharap-kan t erwuj ud j ika t erj alin hubungan kerj a yang sinergis ant ar inst ansi dalam bent uk koor-dinasi.

(6)

kewena-ngan inst ansi t eknis dalam hal ini Dinas ESDM, akan t et api t erkait dengan inst ansi sekt oral lainnya. Ket erkait an ini t ampak dalam bebera-pa hal t ent ang perizinan. Misalnya, t erkait dengan Amdal dan Izin lingkudengan yang melibat -kan inst ansi Bapedalda, izin mengenai limbah B3 yang t erdiri dari izin pengangkut an, peng-hasil, pengumpulan, pengolahan, dan izin pe-nyimpanan yang sebagian merupakan kewe-nangan pemerint ah pusat dan sebagian menj adi kewenangan daerah, dan j ika wilayah pert am-bangan berada pada wilayah kabupat en/ kot a, maka IUP dit erbit kan oleh Dinas ESDM. Di sini-lah dibut uhkan adanya koordinasi sebelum me-nerbit kan berbagai izin t ersebut , maupun da-lam melakukan pengawasan sebagai konsekuen-si dit erbit kannya IUP. Oleh sebab it u diperlukan norma hukum yang secara t egas mengat ur. Pada t ahap operasional diperlukan pemahaman yang sama dari berbagai pihak t erut ama pelak-sana hukum di lapangan t erkait dengan hal di maksud. Koordinasi mut lak diperlukan unt uk t erj alinnya sinergis dan khususnya dalam me-nyikapi permasalahan t erkait dengan lingkung-an sebagaimlingkung-ana ylingkung-ang t erclingkung-ant um dalam Pasal 28 PP Nomor 55 Tahun 2010 t ent ang P4UPMB, dan Pasal 13 Perda Kabupat en Kut ai Kart anegara Nomor 2 Tahun 2001 yang mengat ur t ent ang permint aan saran, pendapat dari inst ansi t eknis t erkait sebelum dit et apkannya IUP.

Para pelaksana hukum di lapangan ideal-nya harus memiliki pemahaman yang sama t er-hadap sist em sert a mekanisme pengawasan. Melalui upaya penyamaan persepsi t ersebut maka diharapkan dapat melakukan beberapa hal. Per t ama, mewuj udkan kesamaan persepsi ant ara aparat pengawas dalam melakukan t u-gas pengawasan; kedua, menyat ukan t ugas pe-ngawasan dalam menyelesaikan permasalahan t erkait dengan pert ambangan; ket i ga, membe-rikan suasana kondusif dalam menyelesaikan berbagai permasalahaan yang t erj adi.

Koordinasi sej ak t ahap perencanaan awal dibut uhkan unt uk menghasilkan masukan sert a persepsi berguna bagi masyarakat yang berke-pent ingan (publ i c i nt er est ) dalam rangka unt uk meningkat kan kualit as dalam rangkaiannya

de-ngan pengambilan keput usan lingkude-ngan. Oleh sebab it u maka idealnya, sist em koordinasi pun sudah harus dirumuskan sej ak awal.

Hasil penelit ian baik pada Kabupat en Ku-t ai KarKu-t anegara maupun pada KabupaKu-t en Luwu Timur dominan menyat akan bahwa koordinasi t ent ang pengawasan belum t erlaksana sesuai harapan. Hal ini dapat dilihat dari 28 (70%) j awaban responden pada Kabupat en Kut ai Kar-t anegara. Jumlah dimaksud dapaKar-t dirinci 2 (5%) responden aparat dan 26 (65%) responden ma-syarakat . Selanj ut nya pada Kabupat en Luwu Ti-mur t erdapat 50% yang menj awab bahwa koor-dinasi belum t erlaksana. Jumlah t ersebut seluruhnya adalah responden masyarakat . Selanj ut -nya 8 (20%) responden aparat pada Kabupat en Kut ai Kart anegara menyat akan bahwa koordina-sinya t erlaksana, dan 4 (10%) responden yang t erdiri dari 2 (5%) masyarakat dan 2 (5%) LSM menyat akan bahwa koordinasi t idak t erlaksana. Pada Kabupat en Luwu Timur t erdapat 16 (40%) yang t erdiri dari 4 (10%) PIT, 6 (15%) aparat , dan 6 (15%) masyarakat menyat akan bahwa koordinasinya t erlaksana, sedangkan 4 (10%) yang t erdiri dari 2 (5%) masyarakat dan 2 (5%) LSM menyat akan bahwa koordinasi dalam pe-ngawasan t idak t erlaksana. Dari dat a di at as t ampak bahwa t erdapat kesamaan persepsi an-t ara responden yang ada pada Kabupaan-t en Kuan-t ai Kart anegara dan Kabupat en Luwu Timur bahwa pelaksanaan f ungsi koordinasi belum t erlaksa-na. Dominannya j awaban responden masyara-kat yang menyat akan bahwa koordinasi belum t erlaksana, karena masyarakat merasakan ada-nya dampak negat if sebagai akibat dari belum t erlaksananya koordinasi dimaksud.

(7)

su-at u j aringan hubungan yang saling bergant ung ant ar sat u dengan yang lainnya. Kegiat an koor-dinasi ini sangat pent ing dilakukan unt uk me-nget ahui keadaan lingkungan yang selalu ber-ubah.10 Hal ini belum t ampak dalam realisasi-nya di lapangan baik pada Kabupat en Kut ai Kar-t anegara mau-pun KabupaKar-t en Luwu Timur ber-dasarkan j awab-an responden. Berpedoman pa-da UUPMB, maka koordinasi yang t erpadu supa-dah dimulai sej ak pada penet apan Wilayah Pert am-bangan (WP).

Pengelolaan usaha pert ambangan t idak t erlepas dari ket erlibat an berbagai inst ansi sek-t oral, sehingga dengan demikian perlu unsek-t uk melakukan koordinasi agar pengawasan dapat t erlaksana sesuai harapan. Berikut ini berbagai inst ansi sekt oral yang t erkait dengan urusan pert ambangan dapat dilihat pada t abel di bawah ini.

Beragamnya perat uran perundangan yang mengat ur sert a lembaga yang bert anggung j a-wab pada bidang masing-masing mengharuskan inst ansi t ersebut unt uk melakukan koordinasi. Berdasarkan t abel t ersebut , j ika dikait kan de-ngan pert ambade-ngan, maka ket erlibat an lemba-ga-lembaga sebagaimana diuraikan dalam t abel diperlukan dalam hal-hal sebagai berikut .

Per t ama, penilaian dokumen Amdal dan Izin Lingkungan melibat kan BLH baik pada t ingkat pusat maupun di daerah; kedua, pene-t apan WP yang mengharuskan kepene-t erlibapene-t an ber-bagai inst ansi sekt oral secara t erpadu, sepert i PU, Depart emen Kehut anan, BLH, BPN, Depar-t emen ESDM, di Depar-t ingkaDepar-t pusaDepar-t maupun Pemerin-t ah daerah dalam menePemerin-t apkan WP sebagai ba-gian dari t at a ruang nasional unt uk pert am-bangan; ket iga, penerbit an IUP, melibat kan De-part emen ESDM j ika berada pada lint as wi-layah provinsi, Dinas ESDM Provinsi j ika berada pada lint as kabupat en/ kot a, dan Dinas ESDM j i-ka berada pada wilayah i-kabupat en/ kot a; keem-pat, urusan pemanf aat an areal pert anahan yang melibat kan Badan Pert anahan Nasional; kel i ma, izin pinj am pakai hut an sert a alih f

10 Prihat i , “ Komunikasi Organi sasi Birokrasi Pemer int ahan Daer ah” , Jurnal Hukum Respubl i ca, Vo. 5, No. 1, Tahun 2005, Hal . 123-124.

si hut an dilaksanakan dengan mengharuskan ket erlibat an Depart emen Kehut anan baik pada t ingkat pusat maupun daerah, j ika areal per-t ambangan per-t ersebuper-t berada pada wilayah hu-t an; keenam, izin gangguan yang melibat kan Pemerint ah daerah; dan ket uj uh, t erkait inves-t asi, maka keharusan uninves-t uk berkoordinasi de-ngan inst ansi BKPM.

Jika dianalisis, maka koordinasi ant ar lint as sekt oral sebagaimana dikemukakan di at as, baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar seharusnya ada pada dinas/ inst ansi. Pada prinsipnya mekanisme sist em koordinasi pada lint as sekt oral memiliki makna yakni di sat u pihak dapat membent uk dan menunt un t erwuj udnya suat u kinerj a lint as sekt oral yang t erpadu dari set iap inst ansi, di samping it u j uga diharapkan dapat membent uk suat u sist em ker-j a yang lebih baik dalam suat u f orum operasio-nal koordinat if lint as sekt oral yang digerakkan secara t erpadu, dan lebih mudah.

(8)

Tabel. Perat uran Perundang-Undangan Sert a Lembaga Yang Bert anggung Jawab

No Peraturan Perundang-Undangan LembagaYang Bertanggungj awab

1.

2.

3.

4.

5.

6. 7.

8.

9.

UU Nomor 32 Tahun 2009 t ent ang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU Nomor 32 Tahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah

UU Nomor 4 Tahun 2009 t ent ang Pert ambangan Mineral dan Bat ubara

UU Nomor 5 Tahun 1990 t ent ang Konservasi SDA

UU Nomor 41 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 t ent ang Perubahan UU Nomor 41 Tahun 1999 t ent ang Kehut anan

UU Nomor 26 Tahun 2007 t ent ang Penat aan Ruang UU Nomor 5 Tahun 1960 t ent ang Ket ent uan-Ket ent uan Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 t ent ang Penanaman Modal

Hi nder Or donant i e (HO)

Kement erian Lingkungan Hidup (KLH)

Depdagri & Pemda

Depart emen ESDM

KLH, Depart emen Kehut anan, Depart emen Kelaut an, Depart emen Perikanan

Depart emen Kehut anan

PU

Badan Pert anahan Nasional (BPN)

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pemda

Sumber: Maharani Sit i Sophi a, “ Cat at an Ket i dakadil an Hukum At as Lingkungan” , Jurnal Hukum Jent era, Edisi 18, Tahun IV, 2008.

.

ngawasan di lapangan t ernyat a perusahaan t er-sebut sudah t ut up (t idak melakukan akt ivit as usaha pert ambangan).

Kenyat aan sepert i inilah yang menj adi hambat an dalam menj adikan pengawasan se-bagai inst rumen penegakan hukum, oleh karena belum mencerminkan ket erpaduan dan masih bersif at sekt oral sert a belum t erj alinnya koor-dinasi ant ar inst ansi sat u sama lain. Penj elasan yang dikemukakan oleh Asyhar Kepala Bidang Geologi Dinas Energi Sumber Daya Mineral (13 Okt ober 2010) bahwa di Kabupat en Luwu Timur t elah dibent uk Sist em Perizinan Sat u At ap, akan t et api t erkait dengan izin pert ambangan, t idak t ermasuk dalam sist em perizinan sat u at ap, sehingga t et ap menj adi kewenangan Di-nas Energi Sumber Daya Mineral Kabupat en Lu-wu Timur j ika lokasi usaha pert ambangan ber-ada pber-ada wilayah kabupat en. Pber-ada Kabupat en Kut ai Kart anegara pendelegasian sebagian kewenangan di bidang pelayanan perizinan dan non perizinan kepada Badan Pelayanan Terpadu t elah diat ur dalam Perat uran Bupat i Kut ai Kar-t anegara Nomor 4 Tahun 2010 yang diKar-t eKar-t apkan pada t anggal 14 Maret 2010. Terkait dengan pert ambangan, beberapa izin yang t elah dide-legasi dalam Badan Pelayanan Terpadu sepert i, IUP Eksplorasi dan IUP Operasi produksi, Surat Keput usan Kelayakan Lingkungan (AMDAL), Su-rat Izin Pemant auan Lingkungan/ Upaya Kelola Lingkungan

Menurut Asrani Kepala Sub Bidang Pe-ngendalian Dampak Lingkungan BLHD Kabupa-t en KuKabupa-t ai KarKabupa-t anegara (wawancara Kabupa-t anggal 25 Okt ober 2010) bahwa f ungsi Badan Pelayanan Terpadu hanyalah memf asilit asi pemberian ber-bagai bent uk izin. Kewenangan unt uk memberi-kan rekomendasi t et ap berada pada masing-masing inst ansi t eknis, sehingga apabila oleh inst ansi t eknis t elah diberikan rekomendasi la-yak unt uk memperoleh izin, maka izin akan di-t edi-t apkan. Dalam kenyadi-t aannya keberadaan ba-dan t ersebut belum berlaku secara ef ekt if oleh karena belum lama dibent uk. Selain it u Badan Pelayanan Terpadu belum dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan t umpang t indih lahan di masa lampau yang hingga saat ini masih menj adi persoalan.

(9)

ke-t erpaduan. Misalnya j adual pengawasan lapang-an ylapang-ang dilakslapang-anaklapang-an sendiri-sendiri oleh ins-t ansi ins-t eknis masing-masing. Jika dianalisis, ada beberapa f akt or penyebab belum t erlaksananya koordinasi. Per t ama, masing-masing inst ansi t eknis memiliki program sendiri, sehingga me-rasa t idak perlu unt uk melakukan koordinasi; kedua, munculnya egoisme sekt oral oleh kare-na merasa lebih memiliki kewekare-nangan unt uk it u; ket i ga, hambat an t eknis yang menghambat pelaksanaan koordinasi, sepert i, kurangnya sa-rana pendukung, wakt u, sert a biaya, sehingga koordinasi pun t idak dapat dilaksanakan.

Selain f akt or-f akt or yang dikemukakan di at as, kebij akan inst ansi pemerint ah yang saling bert ent angan masih dianggap sebagai f akt or yang berdampak pada penegakan hukum. 11Hal ini t ent unya berdampak pada pengambilan ke-put usan sert a t indakan lambat nya penyelesaian pada set iap permasalahan yang t imbul. Pene-rapan prinsip koordinasi dalam pengawasan adalah merupakan salah sat u upaya pencegah-an dini dpencegah-an dalam rpencegah-angka unt uk mengpencegah-ant isipasi t imbulnya berbagai kemungkinan t erj adinya pencemaran/ perusakan lingkungan pada usaha pert ambangan.

Pengawasan pada hakikat nya adalah dit u-j ukan unt uk mencegah t eru-j adinya kekeliruan dan menunj ukkan cara sert a t uj uan yang be-nar. Oleh sebab it u melalui penerapan prinsip koordinasi, maka hakikat pengawasan dapat opt imal sert a diharapkan dapat menj adi solusi dalam mewuj udkan adanya keseimbangan, yak-ni pengelolaan pert ambangan yang berwawasan lingkungan, sehingga dengan demikian dapat mewuj udkan t erselenggaranya pelaksanaan pe-negakan hukum pada usaha pert ambangan.

Selain pengawasan sebagaimana pada uraian di at as, maka pengawasan dapat dilaku-kan dengan melibat dilaku-kan masyarakat sebagai pe-ngawas ekt ernal sebagaimana yang diat ur da-lam Pasal 70 UUPPLH. Pengawasan masyarakat yang dimaksud adalah pengawasan sosial yang t ent unya berbeda dengan pengawasan yang dilakukan oleh pej abat yang secara langsung bert anggung j awab t erhadap t erselenggaranya

11 Maharani Sit i Sophi a, “Cat at an Ket i dakadi l an Hukum

At as Li ngkungan”, Jurnal Hukum Jent er a, Edi si 18, Tahun IV, 2008, hl m. 33.

usaha pert ambangan. Pengawasan masyarakat pada hakikat nya adalah berf ungsi unt uk pe-ngendalian. Melalui pengawasan masyarakat , maka diharapkan dapat menj adi kont rol sekali-gus menumbuhkan kesadaran dalam diri set iap orang t ent ang pent ingnya perlindungan dan pe-ngelolaan lingkungan. Oleh sebab it u, idealnya, kerj a sama dalam bent uk kemit raan dengan masyarakat menj adi sangat dibut uhkan dalam melakukan pengawasan sosial t erut ama pada masyarakat sekit ar yang memperoleh dampak langsung dari akibat usaha pert ambangan.

Menurut Sit i Sundari Rangkut i bahwa pe-ngelolaan lingkungan hanya dapat berhasil me-nunj ang pembangunan berkelanj ut an apabila pemerint ahan berf ungsi ef ekt if dan t erpadu.12 Relevan dengan pendapat yang dikemukakan Sit i Sundari Rangkut i maka, perlunya kebij akan, sert a st andar yang sama dalam pengawasan, sehingga dapat membukt ikan bahwa secara in-t ernal prinsip koordinasi in-t elah diin-t erapkan me-lalui kebij akan menet apkan sist em perizinan t erpadu. Secara ekst ernal, peran masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 70 UU-PLH diperlukan dalam menunj ang sist em yang t erpadu. Hal ini dengan disert ai harapan dapat mendukung opt imalnya prinsip t uj uan pelak-sanaan pengawasan yakni, sebagai upaya pre-vent if dalam mewuj udkan penegakan hukum.13 Menurut Nabiel Makarim bahwa penegakan hu-kum lingkungan meliput i, pengembangan sis-t em sasis-t u asis-t ap.14 Model sepert i ini dapat di-t erapkan di Indonesia, undi-t uk meminimalkan t erj adinya pencemaran/ kerusakan lingkungan. Berdasarkan uraian di at as, maka unt uk opt imalnya t ugas pengawasan dan sebagai al-t ernaal-t if solusi unal-t uk menganal-t isipasi al-t erj adinya pencemaran/ kerusakan lingkungan pada usaha pert ambangan, maka diperlukan berbagai upa-ya. Melalui upaya t ersebut , maka diharapkan dapat mewuj udkan prakt ik pert ambangan yang

12 Sit i Sundari Rangkut i, 2006, Hukum Li ngkungan dan

Kebi j akan Li ngkungan Nasi onal , Edi si Ket iga, Surabaya: Airl angga Univer si t y Press, h. 126.

13 Fent y Pul uhul aw a, “Kewenangan Per i zi nan Dal am

Pengel ol aan Li ngkungan Pada Usaha Per t ambangan Mi ner al dan Bat ubar a”, Jurnal Hukum Legal it as, Vol 3, Nomor 2, 2 Agust us 2010, hl m. 7.

14 Absori, “Penegakan Hukum Li ngkungan Pada Er a

(10)

baik (good mi ning pr act i ce). Ada dua upaya yang perlu dilakukan. Pert ama, perlunya pem-bent ukan sist em perizinan lingkungan yang t er-padu sepert i halnya di Belanda unt uk memu-dahkan pelaksanaan koordinasi, sert a opt imal-nya pengawasan, sehingga dengan demikian t indakan kerj a sama saling menunj ang unt uk mendapat kan keselarasan pada akhirnya akan menghasilkan kerj a sama yang baik ant ara se-mua pihak, sebagaimana prinsip koordinasi. Sis-t em perizinan lingkungan yang Sis-t erpadu diha-rapkan akan meningkat kan ef isiensi dari segi wakt u dan biaya; dan kedua, perlunya ket erli-bat an masyarakat , t erut ama di sekit ar t ambang yang memperoleh dampak langsung dari usaha pert ambangan at aupun melalui LSM relevan, unt uk menj alin kemit raan berperan dalam me-lakukan pengawasan sosial, yang berupa pem-berian saran, usul sert a kepedulian t erhadap lingkungan sebagaimana harapan Pasal 70 UU-PLH unt uk mendukung opt imalnya pelaksanaan pengawasan.

Penut up Simpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan di at as, maka disimpulkan bahwa baik dilihat dari segi perencanaan, maupun koordinasi int ensit as pelaksaaan pengawasan belum dilaksanakan se-cara opt imal, sehingga belum mendukung t er-wuj udnya pert ambangan berkelanj ut an dan berwawasan lingkungan melalui upaya pene-gakan hukum. Fakt a ini dapat dit emui pada st rat egi perencanaan t erkait dengan pengawas-an pengelolapengawas-an lingkungpengawas-an ypengawas-ang t elah dilaku-kan, walaupun dalam kenyat aannya belum di-laksanakan secara t erpadu dan t erkoordinasi. Mekanisme koordinasi ant ar lint as sekt oral yang lemah, sehingga berdampak pada belum opt i-malnya pengawasan. Oleh sebab it u dibut uhkan kelembagaan melalui sist em perizinan lingkung-an ylingkung-ang t erpadu. Pembent uklingkung-an sisit em perizin-an yperizin-ang t erpadu diharapkperizin-an akperizin-an memudahkperizin-an dalam pelaksanaan perencanaan sehingga da-pat melaksanakan koordinasi yang ef ekt if dan ef isien, sehingga dengan demikian mendukung pelaksanaan penegakan hukum melalui upaya yang sif at nya prevent if melalui pengawasan.

Daft ar Pust aka

Absori. “ Penegakan Hukum Lingkungan Pada Era Ref ormasi” . Jur nal Il mu Hukum, No. 2, Vol 8 2005;

Gunawan. “ Hak At as Lingkungan dan Tanggung Jawab Lingkungan Korporasi” . Jur nal Hu-kum Jent er a, Nomor 18, Tahun IV, 2008;

Hamidi, Jazim dan Must af a Lut f i. “ Eksist ensi Komisi Ombudsman Nasional dalam Me-wuj udkan Good Governance” . Maj al ah Hukum Var i a Per adi l an, Edisi April 2009;

Hasibuan, Puspa Melat i. “ Dampak Penamba-ngan Bahan Galian GoloPenamba-ngan C Terhadap Lingkungan Sekit arnya Di Kabupat en Deli Serdang” . Jur nal Equal i t y, Vol. 11, No. 1, Februari 2006;

Prihat i. “ Komunikasi Organisasi Birokrasi Peme-rint ahan Daerah” . Jur nal Hukum Respub-l i ca, Vo. 5, No. 1, Tahun 2005;

Puluhulawa, Fent y. “ Kewenangan Perizinan da-lam Pengelolaan Lingkungan Pada Usaha Pert ambangan Mineral dan Bat ubara” . Jur nal Hukum Legal it as, Vol 3, Nomor 2, 2 Agust us 2010;

---. “ Subst ansi Hukum Tent ang Pengawasan Izin Pada Usaha Pert ambangan” . Jur nal Pel angi Il mu, Vol 3 Nomor 4, 4 Sept em-ber 2010;

Rangkut i, Sit i Sundari. 2006. Hukum Li ngkungan dan Kebi j akan Li ngkungan Nasional . Edisi Ket iga. Surabaya: Airlangga Universit y Press;

Ridwan. 2006. Hukum Admini st r asi di Daer ah, Bandung: PT Raj a Graf indo Persada;

Sophia, Maharani Sit i. “ Cat at an Ket idakadilan Hukum At as Lingkungan” . Jur nal Hukum Jent er a, Edisi 18, Tahun IV, 2008;

Suhala, Supriat na. 2009. Penyel esai an Konf l i k Per t ambangan But uh Lembaga Khusus” . Tersedia di websit e www. maj alaht am-bang. com, diakses t anggal 2 April 2009; Wignyosoebrot o, Soet andyo. “ Sedikit Penj

elas-an Tent elas-ang Kaj ielas-an-Kaj ielas-an Hukum Dari Perspekt if Ilmu Sosial” . Jur nal War t a Hu-kum dan Masyar akat, No 1 Tahun ke 1 November 1995;

(11)

Gambar

Tabel. Peraturan Perundang-Undangan Serta Lembaga Yang Bertanggung Jawab

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan tingkat persepsi di Dusun Banjarharjo II didominasi oleh persepsi yang sangat baik terhadap hak-hak perempuan pada kategori tingkat pendidikan Sekolah Dasar dan SMA

Dalam penelitian ini tujuan yang akan penulis capai adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan dalam kepuasan terhadap pelayanan Batavia Air berdasarkan pada

Makna asosiasi dapat dihubungkan dengan waktu atau peristiwa, makna asosiasi dapatpula dihubungkan dengan tempat atau lokasi, dan makna asosiasi dapat pula dihubungkan

Di samping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator menurtut fleming (1987: 234) adalah prenyebab atau alat yang

pola hidup sehat khususnya mengurangi mengkonsumsi makanan yang dapat menimbulkan kolesterol dan diabetes meningkat (lihat Tabel 3). Temuan ini mengindikasikan bahwa

Tahun 2012 dengan penerapan yang dilakukan melakukan pengendalian , pengawasan, dan komunikasi masih banyak yang melakukan pelanggaran dengan

pipilan kering biji per tanaman g, bobot pipilan kering biji per hektar ton/ha dan intersepsi cahaya % pada perlakuan pemangkasan 50% daun bawah dan bunga jantan serta

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika