• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SATUAN TAHANAN DAN BARANG BUKTI (SATTAHTI) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGAMANAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI SITAAN (Studi Di Polresta Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN SATUAN TAHANAN DAN BARANG BUKTI (SATTAHTI) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGAMANAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI SITAAN (Studi Di Polresta Bandar Lampung)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN SATUAN TAHANAN DAN BARANG BUKTI (SATTAHTI) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGAMANAN DAN

PENYIMPANAN BARANG BUKTI SITAAN (Studi Di Polresta Bandar Lampung)

(Jurnal)

Oleh :

ELSA INTAN PRATIWI 1412011130

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERAN SATUAN TAHANAN DAN BARANG BUKTI (SATTAHTI) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGAMANAN DAN

PENYIMPANAN BARANG BUKTI SITAAN (Studi Di Polresta Bandar Lampung)

Oleh

Elsa Intan Pratiwi, Sunarto DM, Budi Rizki Husin (elsaintanp@gmail.com)

Selama ini proses hukum hanya terfokus kepada tersangka, sementara barang bukti nyaris luput dari pantauan. Akibatnya pengelolaan barang bukti sitaan menjadi tidak tertib. Permasalahan: Bagaimana peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan dan apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan. Penelitian: Yuridis normatif dan yuridis empiris. Data: Studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber: Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kasubsi Minhara Rupbasan Kelas I Bandar Lampung, Kanit Barbuk Sattahti Polresta Bandar Lampung, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Hasil penelitian: Peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam pengamanan dan penyimpananan barang bukti sitaan yaitu: Peran normatif, peran dilakukan berdasarkan Standart Operating Prosedure (SOP) Sattahti. Peran ideal, Sattahti berperan aktif dan memastikan tidak ada barang bukti yang hilang atau rusak. Peran faktual, Sattahti tidak diperbolehkan menyalahgunakan barang bukti sitaan. Faktor penghambat dalam pelaksanaan pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan adalah faktor perundang-undangan, tidak dijelaskan secara eksplisit mengenai barang bukti dalam KUHAP; Faktor aparat penegak hukum, rendahnya kualitas aparat penegak hukum berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang terhadap barang bukti sitaan. Faktor sarana dan prasarana, gudang penyimpanan Sattahti belum memadai. Saran: Sattahti perlu meningkatkan fasilitas, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Pengelolaan barang bukti sitaan seharusnya dilakukan oleh satu pintu agar pelaksanaannya lebih efektif dan efisien.

(3)

ABSTRACT

THE ROLE OF CUSTODY AND EVIDENCE UNITS (SATTAHTI) OF BANDAR LAMPUNG POLLICE OFFICE IN SECURING AND

STORING CONFISCATED EVIDENCE (Study at Bandar Lampung Police Office)

By

Elsa Intan Pratiwi, Sunarto DM, Budi Rizki Husin (elsaintanp@gmail.com)

All this time, legal proceedings only focus on suspect while confiscated evidence almost miss from the monitoring. It makes the management of confiscated evidence is not discipline. The problem: how the role of Custody and Evidence Units of Bandar Lampung Police Office in securing and storing confiscated evidence and what are inhibitor factors in implementing securing and storing confiscated evidence. The research: normative juridical and empiric juridical. Data: literature study and field study. Source: Prosecutor of Bandar Lampung Prosecutor’s office, Minhara Rupbasan as Head of Subsection Class I Bandar Lampung, Head of Custody and Evidence Units of Bandar Lampung Police Office, Criminal Law Academy of Law Faculty University of Lampung. The result of the study: the role of Custody and Evidence Units of Bandar Lampung Police Office in securing and storing confiscated evidence that was: normative role, it was conducted based on standard operating procedure (SOP). ideal role, Custody and Evidence Units had active role and made sure that there were no evidences which were broken or lost. Factual role, Custody and Evidence Units are nor allowed to abuse confiscated evidences. Inhibitor factors in implementing securing and storing confiscated evidences were the factor of legislation, it was not explained explicitly about evidences in KUHP; the factor from law enforcement apparatus, the low quality of law enforcement apparatus arose authority misuse toward confiscated evidences. The factor of infrastructure, the warehouse of Custody and Evidence Units has not been appropriate. Suggestion: Custody and Evidence Units need to improve facility, quality and quality of human resources. Management of confiscated evidence should be done by one door so the implementation will be more effective and efficient.

(4)

I. PENDAHULUAN

Pasal 1 Angka 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 menjelaskan pengertian barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Barang bukti tersebut merupakan benda-benda yang terkait atau digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Barang bukti kemudian disebut sebagai benda sitaan pada saat benda/barang bukti tersebut disita oleh penyidik berdasarkan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

Pada proses penyidikan, penyidik berwenang untuk melakukan penyidikan antara lain penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan. Pasal 1 Angka 16 KUHAP menjelaskan definisi penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.1 Benda sitaan/barang bukti yang tanggungjawab dan kewenangan yuridisnya berada pada penyidik maka barang bukti tersebut disebut barang bukti penyidikan.

Pengelolaan barang bukti di tingkat penyidikan sendiri sampai saat ini

1

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm.147.

masih belum tertib meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan,

pengamanan, perawatan,

pengeluaran, dan pemusnahannya. Selain itu besar kemungkinan terjadi hal-hal seperti: penyalahgunaan barang bukti sitaan, barang bukti sitaan mengalami kerusakan, dan bahkan kemungkinan adanya kejadian barang bukti sitaan yang hilang pada saat hendak digunakan untuk proses peradilan. Benda atau barang bukti yang disita dari terdakwa kasus-kasus pidana oleh aparat penegak hukum masih belum dikelola dengan baik, artinya benda atau barang bukti tersebut disita namun tidak dikelola sebagaimana mestinya. Karena itu keamanan barang bukti dan aset kejahatan-pun menjadi rawan terhadap kriminalitas.

Proses hukum yang dilakukan selama ini hanya terfokus pada si tersangka, sementara untuk barang bukti nyaris luput dari pantauan. Hal inilah yang diindikasikan menjadi celah bagi oknum tertentu untuk melakukan aksi kriminal. Oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab tersebut biasanya mengambil keuntungan atas barang bukti sitaan dan mengambil alih manajemen barang bukti sitaan untuk kepentingan pribadinya.

(5)

Sejumlah perkara saat ini, pada prakteknya tidak semua barang buktinya disimpan atau dititipkan di Rupbasan. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan ketentuan Pasal 44 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang menyatakan bahwa: (1) Benda sitaan disimpan dalam

rumah penyimpanan benda sitaan Negara.

(2) Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk digunakan oleh siapa pun juga.

Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara (Rupbasan) di tempat bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor Kejaksaan Negeri, di gedung bank pemerintah dan di dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.2

Pelaksanaan penyimpanan barang bukti sitaan yang terjadi di lapangan saat ini belum sesuai prosedur. Tempat penyimpanan barang bukti sitaan seharusnya berada atau disimpan di Rupbasan sesuai dengan ketentuan Pasal 44 Ayat (1) KUHAP. Namun faktanya selain disimpan di Rupbasan barang bukti sitaan tersebut juga masih disimpan di

2

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang.,

Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu

Pengetahuan Hukum Pidana &

Yurisprudensi, Sinar Grafika, 2010, hlm.173.

Kejaksaan dan Kepolisian. Tugas pokok dan fungsi Rupbasan-pun justru terkesan dikerdilkan.

Pada tingkat penyidikan barang bukti yang telah disita oleh penyidik disimpan dan dikelolan oleh Pejabat Pegelola Barang Bukti sesuai ketentuan Peraturan Kepala Kepolisisan Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di Polresta Bandar Lampung barang bukti sitaan dikelola oleh Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sattahti). Sattahti Polresta Bandar Lampung memiliki gudang khusus tempat penyimpanan barang bukti, namun gudang penyimpanan tersebut tidak memadai untuk menyimpan seluruh barang bukti sitaan yang ada. Keterbatasan gudang penyimpanan itu menyebabkan penyimpanan dan pengontrolan barang bukti sitaan tersebut tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh Sattahti tetapi masih dilakukan secara bersama-sama antara Sattahti dan Satreskrim serta seluruh anggota polisi di Polresta Bandar Lampung.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana pengamanan dan penyimpanan barang bukti Sitaan yang berada di kepolisian dalam

bentuk skripsi dengan judul “Peran

Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Sattahti) Polresta Bandar Lampung

dalam Pengamanan dan

(6)

Permasalahan dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan?

2. Faktor apakah yang menjadi

penghambat dalam

pelaksanaan pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber penelitian ini adalah Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Kasubsi Minhara Rupbasan Kelas I Bandar Lampung, Kanit Barbuk Sattahti Polresta Bandar Lampung, Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Peran Sattahti Polresta Bandar Lampung Dalam

Pengamanan dan

Penyimpanan Barang Bukti Sitaan

Sattahti sebagai unsur pelaksana tugas pokok fungsi perawatan tahanan dan pemeliharaan barang bukti pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres, tentunya memiliki tugas dan fungsi yang sudah diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Tugas dan fungsi tersebut merupakan salah satu unsur pembentuk peran dari Sattahti terhdadap pengelolaan barang bukti

sitaan. Menurut Soerjono Soekanto, “

Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan”.3

Perihal tugas dan fungsi Sattahti, diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor. Tugas dan fungsi Sattahti berdasarkan Pasal 70 Ayat (2) adalah sebagai berikut:

1. Sattahti bertugas

menyelenggarakan perawatan tahanan meliputi pelayanan kesehatan tahanan dan pembinaan tahanan;

2. Menerima, menyimpan, dan mengamankan barang bukti beserta administrasinya dilingkungan Polres;

3. Melaporkan jumlah dan kondisi tahanan seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Medi Heryanto menjelaskan bahwa4 Peran Sattahti dalam pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan adalah sebagai berkut:

1) Peran normatif

Peran yang dilaksanakan oleh Sattahti dalam hal pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan tersebut didasarkan pada Standart Operating Prosedure (SOP) Sattahti

3

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 2017, hlm. 210.

4

(7)

yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan perawatan tahanan dan barang bukti, baik tugas, wewenang, menejemen dan administrasi sebagai pedoman bagi petugas dalam rangka melaksanakan tugas perawatan tahanan dan barang bukti di wilayah Polresta Bandar Lampung. SOP Sattahti tersebut dibuat dengan mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor; Dan juga Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010.

2) Peran Ideal

Sattahti berperan aktif dalam melakukan pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan dan memastikan tidak ada barang bukti yang hilang atau rusak. Pelaksanaan kegiatan penyimpanan dan perawatan barang bukti dilakukan di tempat yang aman dan layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang berlaku.

3) Peran Faktual

Sattahti berperan dalam pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan

tidak diperbolehkan

menyalahgunakan barang bukti yang telah disita. Seperti mengambil, memiliki, menggunakan dan menjual barang bukti sitaan tersebut. Barang bukti sitaan tidak boleh dipergunakan oleh siapapun juga termasuk oleh oknum kepolisian, kecuali untuk

digunakan sebagai alat pembuktian dalam persidangan atau dipinjam pakaikan kepada pemilik atau pihak yang berhak atas barang bukti yang disita tersebut.

Sattahti dalam melakukan peranannya juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pelaksanakan pengamanan dan pengelolaan barang bukti sitaan beserta adminstrasinya, yaitu melaui kegiatan-kegiatan seperti berikut:

a) Mengadakan penyuluhan

kepada seluruh

personil/anggota.

b) Meningkatkan pengawasan dan pengamanan barang bukti sitaan di lingkungan Polresta Bandar Lampung.

c) Melakukan perawatan barang bukti sitaan yang berada di gudang penyimpanan secara berkala/periodik.

d) Mempererat kerjasama serta berkoordinasi dengan pengembanan satuan fungsi kepolisian (Satlantas, Satreskrim dan Satresnarkoba) baik pembinaan maupun operasional dan instansi terkait lainya.

B. Faktor-Faktor Penghambat

dalam Pelaksanaan

Pengamanan dan

Penyimpanan Barang Bukti Sitaan

Banyak faktor yang mempengaruhi dan mementukan kualitas penegakkan hukum. Faktor itu dapat berupa:

a. Kualitas individual (SDM); b. Kualitas Institusional/struktur

(8)

c. Kualitas sarana/prasarana; d. Kualitas perundang-undangan

(substansi hukum); dan

e. Kualitas kondisi lingkungan (sistem sosial, ekonomi, politik, budaya, termasuk hukum masyarakat).5

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat bagi Sattahti dalam hal pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan di Polresta Bandar lampung, yaitu:

1) Faktor Perundang-Undangan Menurut Soerjono Soekanto6 ditarik suatu kesimpulan, bahwa gangguan terhadap penegakkan hukum yang berasal dari undang-undang mungkin disebabkan, karena:

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang; b. Belum adanya peraturan

pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menurutkan undang-undang;

c. Ketidak jelasan arti kata-kata di dalam undang-undng yang mengakibatkan

kesimpangsiuran di dalam penafsirannya.

KUHAP tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai apa yang dimaksud dengan barang bukti. Sosialisasi tentang aturan pengelolaan barang bukti juga tidak berjalan secara maksimal. Selain itu tidak adanya aturan perundang-undangan terkait penyitaan hewan secara teperinci juga menjadi salah

5

Sunarto DM, Keterpaduan Dalam Penanggulangan Kejahatan, Bandar Lampung, 2016, hlm.53.

6

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 17.

satu faktor penghambat dalam pengelolaan barang bukti sitaan.

2) Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) atau Aparat Penegak Hukum

Menurut Faisal7 keterbatasan atau kurangnya sumber daya manusia (SDM) adalah faktor yang paling berpengaruh, berjalannya sebuah kegiatan dalam hal penyimpanan, pengamanan dan perawatan dari barang sitaan memerlukan sejumlah tenaga kerja yang ahli dibidangnya, seperti tenaga ahli peneliti dalam hal meneliti barang bukti berupa minyak, pupuk dan sebagainya.

Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penegakkan hukum adalah kualitas dari penegak hukum itu sendiri. Tidak jarang masyarakat yang mengeluhkan kinerja aparat penegak hukum yang belum memuaskan. Faktor aparat penegak hukum dinilai dapat menghambat peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam Pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan, karena kualitas aparat penegak hukum yang rendah berpotensi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan salah satunya seperti, penyalahgunaan wewenang terhadap barang bukti sitaan tersebut.

3) Faktor Sarana dan Prasarana Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakkan hukum akan

berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil,

7

(9)

organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.8

Menurut Medi Heryanto9 Belum memadainya fasilitas sarana dan prasarana juga menjadi penghambat pelaksanaan pengelolaan barang bukti sitaan bagi Sattahti Polresta Bandar Lampung. Pengelolaan barang bukti sitaan terkendala karena sarana prasarana dan anggaran yang mendukung fungsi Sattahti saat ini masih belum maksimal, sehingga banyak barang bukti yang tidak dapat dikelola dengan baik dan hanya dibiarkan saja.

Pada Sattahti Polresta Bandar Lampung memang sudah memiliki gudang tempat penyimpanan barang bukti, namun gudang penyimpanan tersebut tidak memadai untuk menyimpan barang bukti dalam jumlah yang banyak. Karena keterbatasan gudang penyimpanan itulah maka penyimpanan dilakukan secara bersama-sama antara Sattahti dan Satreskrim serta seluruh anggota polisi di Polresta Bandar Lampung. Biasanya Sattahti hanya menyimpan berkas administrasi barang bukti sitaan tersebut.

Menurut Gunawan Jatmiko10 Semua barang bukti sitaan wajib disimpan di

dalam Rupbasan (Rumah

Penyimpanan Benda Sitaan Negara) baik itu masih di tingkat penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan di

8

Soerjono Soekanto, Op.Cit, 2012, hlm. 37.

9

Hasil wawancara dengan Medi Heryanto, Kanit Barbuk Sattahti Polresta Bandar Lampung, Hari Rabu, Tanggal 11 Oktober 2017, Pukul 09.00.

10

Hasil wawancara dengan Gunawan Jatmiko, Dosen Fakutas Hukum bagian Hukum Pidana, Hari Selasa, Tanggal 31 Oktober 2017, Pukul 10.00.

sidang pengadilan. Dan hanya dapat disimpan di Kejaksaan, Kepolisian dan instansi terkait lainnya apabila di Kota tempat perkara itu terjadi belum memiliki Rupbasan. Hal tersebut sudah jelas diatur di dalam KUHAP.

Faisal menjelaskan11 Untuk barang sitaan seperti narkotika, uang, emas dan perhiasan memang tidak dititipkan di Rupbasan, tetapi penyimpanannya tetap dibiarkan berada di Kejaksaan atau Kepolisian. Rupbasan bisa menitipkan kembali barang-barang sitaan tersebut kepada rekan kerjanya seperti kejaksaan, pengadilan, kepolisian atau tempat-tempat lain yang disewa untuk penyimpanan barang sitan apabila gudang penyimpanan di Rupbasan tidak memadai atau overload, dengan surat-surat yang sah dan resmi. Tanggungjawab secara fisik atas benda sitaan ada pada Kepala Rupbasan, sedang tanggungjawab yuridis atas benda sitaan pada pejabat yang sesuai tingkat pemeriksaan.12

Oleh sebab itu berdasarkan pemaparan Faisal13 bahwa Rupbasan tidak bertanggung jawab terhadap barang bukti sitaan di luar Rupbasan kecuali, kalau Rupbasan sendiri yang menitipkan barang-barang tersebut ke pihak lain, seperti Kejaksaan, Kepolisian, Pengadilan, BNN atau badan karantinya lainnya. Rupbasan

11

Hasil wawancara dengan Faisal, Kasubsi Minhara Rupbasan Kelas I Bandar Lampung, Hari Senin, Tanggal 27 November 2017, Pukul 11.00.

12

Anang Priyanto, Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2012, hlm.39.

13

(10)

hanya bertanggung jawab kepada barang-barang sitaan yang telah dititipkan di Rupbasan.

Menurut penjelasan Medi Heryanto14 Mengapa masih banyak barang bukti sitaan yang tidak dititipkan ke Rupbasan karena, perkara dari barang bukti sitaan tersebut belum sampai dilanjutkan ke persidangan atau perkaranya belum tuntas. Sehingga barang bukti sitaan tersebut masih disimpan di gudang sampai nanti sudah ada keputusan hukum atas perkaranya tersebut.

Adi Wibowo menjelaskan15 Alasan mengapa barang bukti sitaan tidak diserahkan ke Rupbasan, yakni karena barang bukti tersebut masih dibutuhkan untuk proses pembuktian di persidangan sedangkan letak Rupbasan di kota Bandar Lampung cukup jauh dan itu menjadi kendala bagi penyidik untuk menghadirkan barang bukti di persidangan nantinya. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan barang bukti sitaan belum diserahkan kepada Rupbasan dan masih disimpan di Kepolisian dan juga di Kejaksaan.

Dilihat dari permasalahan di atas, menurut penulis pengelolaan barang sitaan yang tidak dijalankan dalam satu pintu ini sebenarnya tidak jadi masalah, apabila masing-masing tempat penyimpanan barang bukti sitaan tersebut memang dinilai layak dan dapat menjamin keutuhan dan

14

Hasil wawancara dengan Medi Heryanto, Kanit Barbuk Sattahti Polresta Bandar Lampung, Hari Rabu, Tanggal 11 Oktober 2017, Pukul 09.00.

15

Hasil wawancara dengan Adi Wibowo, Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hari Selasa, Tanggal 10 Oktober 2017, Pukul 14.30.

keamanan barang sitaan tersebut. Tetapi apabila pengelolaan barang bukti sitaan dilaksanakan dalam satu tempat, penyimpanan dan pengamanannya bisa lebih efektif dan efisien. Dan juga meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses pengelolaan barang bukti sitaan tersebut.

III. PENUTUP A. Simpulan

Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam pengamanan dan penyimpananan barang bukti sitaan yaitu: a) Peran normatif, peran yang dilaksanakan oleh Sattahti dalam hal pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan tersebut didasarkan pada

Standart Operating Prosedure

(SOP) Sattahti; b) Peran Ideal, Sattahti berperan aktif dalam melakukan pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan dan memastikan tidak ada barang bukti yang hilang atau rusak; c) Peran Faktual, Sattahti tidak diperbolehkan menyalahgunakan barang bukti yang telah disita. Seperti mengambil, memiliki, menggunakan dan menjual barang bukti sitaan tersebut.

2. Faktor-Faktor Penghambat Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam Pelaksanaan Pengamanan dan Penyimpanan Barang Bukti Sitaan, adalah sebagai berikut:

(11)

dijelaskan secara eksplisit mengenai apa yang dimaksud dengan barang bukti dalam KUHAP dan juga belum adanya aturan perundang-undangan terkait penyitaan hewan secara teperinci.

b) Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) atau Aparat Penegak Hukum, faktor aparat penegak hukum menjadi penghambat peran Sattahti Polresta Bandar Lampung dalam Pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan karena, kualitas aparat penegak hukum yang rendah berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang terhadap barang bukti sitaan tersebut.

c) Faktor Sarana dan Prasarana, pengelolaan barang bukti sitaan terkendala karena sarana prasarana seperti gudang penyimpanan yang tidak memadai dan anggaran yang mendukung fungsi Sattahti saat ini masih belum maksimal.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan berupa anggaran bagi Polresta Bandar Lampung. Sebaiknya Polresta Bandar Lampung perlu memperbaiki fasilitas atau sarana dan prasarana seperti gudang tempat penyimpanan agar kedepannya bisa lebih layak dan efisien untuk menyimpan barang bukti sitaan yang ada. Selain itu Polresta Bandar Lampung juga perlu meningkatkan kualitas dan

kuantitas sumber daya manusia (SDM) atau tenaga ahli khusus pada Sattahti agar dapat menjalankan tugasnya secara baik dan profesional sehingga kedepannya akan membawa

kemajuan terhadap

pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan di Polresta Bandar Lampung menuju ke arah yang lebih baik.

2. Pengelolaan barang bukti sitaan di Polresta Bandar Lampung sebaiknya dilakukan oleh satu pintu agar pengamanan dan penyimpanan barang bukti sitaan dapat berjalan lebih efektif dan efisien, sehingga Sattahti Polresta Bandar Lampung dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya secara optimal. Atau lebih baik jika barang bukti sitaan tersebut dititipkan kepada Rupbasan sebagai tempat penitipan atau penyimpanan barang-barang sitaan yang sehahrusnya.

DAFTAR PUSTAKA

DM, Sunarto. 2016. Keterpaduan Dalam Penanggulangan Kejahatan, Aura, Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 2015. Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Lamintang, P.A.F. dan Theo

Lamintang, 2010.

Pembahasan KUHAP

Menurut Ilmu Pengetahuan

Hukum Pidana &

Yurisprudensi, Sinar

(12)

Priyanto, Anang. 2012. Hukum Acara Pidana Indonesia,

Penerbit Ombak,

Yogyakarta.

Soerjono soekanto. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

________________ 2017. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah ini akan lebih menantang untuk dikaji manakala tidak hanya kenyataan bahwa di wilayah Polsek Metro Pamulang tersebut peran FKPM tidak berjalan, tapi justru ada satu

Isi pesan yang disampaikan PT Djarum me- lalui kegiatan KLM adalah ajakan kepada masyarakat untuk bersama-sama terlibat aktif dalam melakukan konservasi lereng Gunung

Alamat : Gedung Gajah Unit Z,Jl.Dr.Sahardjo No.111 Tebet, Jakarta Selatan

B- Jika hadir mengikuti perkuliahan minimal 80% dari jumlah perkuliahan, mengumpulkan tugas individu dan kelompok terlambat dua hari dari tanggal presentasi yang

Kebutuhan-kebutuhannya ialah membutuhkan aplikasi yang terintergrasi dalam membantu mengelola sumber daya manusia, aplikasi yang mempermudah dalam perekrutan karyawan, penempatan

Generasi kedua memperkenalkan Batch Processing Syste m, yaitu Job yang dikerjakan dalam satu rangkaian, lalu dieksekusi secara berurutan.Pada generasi ini sistem

di sekolah merupakan hal yang wajar karena masih anak-anak. Kakak subyek juga berpendapat perlakuan yang dialami subyek tidakT. perlu campur tangan guru atau pihak

Berdasarkan hasil data yang sudah diuji secara statistik pada pretest, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat penguasaan konsep