• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal dan Citra Presiden Joko Widodo (Analisis Semiotika Komunikasi Nonverbal Serta Citra yang terbentuk dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal dan Citra Presiden Joko Widodo (Analisis Semiotika Komunikasi Nonverbal Serta Citra yang terbentuk dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Sejak lahirnya era reformasi dan tumbangnya rezim orde baru hingga saat

ini, Indonesia masih mengalami krisis kepemimpinan dan belum tampak adanya

perbaikan yang signifikan. Beberapa tindakan kekerasan dan kesejahteraan rakyat

yang tidak merata masih menjadi masalah utama di negeri ini, bahkan tindak

pidana korupsi semakin marak terjadi di kalangan para pejabat dan elite politik.

Pada saat kampanye, calon wakil rakyat mengatakan membela kepentingan

rakyat. Namun, setelah menjabat sebagai wakil rakyat, mereka justru

memperjuangkan kesejahteraan diri sendiri dan partai. Selain itu, banyak

pemimpin bangsa ini yang membuat jarak pemisah dengan rakyat. Mereka

memposisikan diri di tempat yang “tinggi”, hingga kurang dapat melihat secara

dekat beserta permasalahan yang sedang dihadapi dan dirasakan oleh masyarakat

(Aditya, 2014: 3-4).

Di tengah krisis kepercayaan dan kepemimpinan di negeri ini, hadir satu

sosok yang memiliki citra sederhana namun tegas. Meskipun berasal dari desa dan

anak “orang biasa”, prestasi dan jiwa kepemimpinannya telah mendunia. Sosok

tersebut adalah Joko Widodo atau Jokowi yang saat ini telah menjabat sebagai

Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Nama Jokowi mulai dikenal

masyarakat sebagai salah satu tokoh politik ketika menjadi Wali Kota Solo

bersama FX Hadi Rudyatmo, sebagai Wakil Wali Kota Solo, untuk dua periode,

yang terhitung dari tanggal 28 Juli 2005 sampai 1 Oktober 2012. Pada tanggal 3

Januari 2012, Jokowi berkomitmen untuk menggunakan Esemka, yaitu mobil

rakitan siswa SMK 2 Solo dan SMK Warga Solo, sebagai mobil dinas. Niat beliau

tersebut menjadi fenomenal karena sempat menjadi polemik di tingkat nasional,

baik karena menyangkut dasar hukum penggunaan mobil dinas pejabat, sampai

dengan penilaian yang dianggap terburu-buru karena Esemka belum diuji emisi

(2)

Saat Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012, Jokowi menjadi salah satu calon

gubernur bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon wakil

gubernurnya. Pasangan Jokowi-Ahok saat itu harus berhadapan dengan calon

lainnya yang dianggap lebih kuat, diantaranya calon incumbent, Fauzi Bowo

(Foke) yang berpasangan dengan Nahrowi Ramli (Nara). Selain itu, Hidayat Nur

Wahid yang pernah menjadi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (MPR-RI) juga ikut menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Akhirnya,

setelah melalui dua putaran pilkada, pada tanggal 29 September 2012, Jokowi dan

Ahok ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih untuk periode

2012-2017 (Aditya, 2014: 85 dan 107). Selama proses menjadi Wali Kota Solo

dan Gubernur DKI Jakarta, beliau mendapat banyak dukungan dari masyarakat,

terutama kalangan bawah, dan para wartawan yang selalu meliput kegiatan

“blusukan” Jokowi. Blusukan tersebut merupakan kegiatan beliau yang bertujuan

untuk meninjau permasalahan yang terdapat di dalam masyarakat dengan

langsung turun ke lapangan.

Setelah menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi dipilih

rakyat Indonesia sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019,

dan dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014. Jokowi tidak hanya dikenal di

kalangan nasional, namun juga dunia. Satu minggu setelah pelantikannya sebagai

presiden, Jokowi menjadi cover majalah Time, edisi 27 Oktober 2014, dan

dinobatkan sebagai “A New Hope” bagi Republik Indonesia. Sebelumnya, ketika

menjabat sebagai Wali Kota Solo, Jokowi juga dinobatkan oleh The City Mayors

Foundation pada bulan Januari 2013 sebagai wali kota terbaik ketiga di dunia. The

City Mayors Foundation merupakan organisasi nirlaba yang didirikan pada tahun

2003 untuk mempromosikan, mendorong, dan memfasilitasi pemerintahan lokal

yang terbuka dan kuat. Organisasi ini memberikan penghargaan bagi para wali

kota di seluruh dunia yang unggul dan berkualitas (Ambarita, 2014: 175). Dikutip

dari

Jokowi sebagai salah satu wali kota terbaik karena menjadikan Solo sebagai

destinasi pariwisata bagi dunia internasional, kampanye melawan korupsi,

menolak untuk mengambil gaji, pribadinya yang rendah hati, dermawan dan

(3)

yang baik karena mau langsung terjun ke lapangan atau melakukan blusukan

untuk melihat permasalahan yang sedang dialami oleh masyarakat.

Ketika Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia, beliau dianggap

sebagai pemimpin yang memiliki citra sederhana di awal masa kepemimpinannya.

Pada umumnya, pemimpin atau pejabat lebih memilih untuk menggunakan busana

ataupun setelan jas yang mahal, akan tetapi beliau tetap lebih memilih untuk

menggunakan setelan kemeja putih dan celana hitam yang terlihat sederhana,

bahkan sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo. Citra sederhana yang melekat

padanya tersebut pun mengundang banyak tanya, apakah kesederhanaannya hanya

sekedar pencitraan ataukah bukan. Terlepas dari hal tersebut, ketika

berkomunikasi dengan masyarakat dan media, Jokowi tidak hanya menunjukkan

bahasa verbal namun juga bahasa nonverbal yang apa adanya yang mendukung

citranya tersebut. Karenanya, sikapnya yang sederhana dalam bertingkah laku dan

berbicara menjadi salah satu karakter yang paling disukai rakyat Indonesia pada

saat ini (Aditya, 2014: 236).

Jokowi sebagai presiden ketujuh di Indonesia, juga membawa

kebiasaannya yang sederhana dalam hal pemilihan busana kepada para menteri

yang ditunjuknya untuk menjalankan tugas bersamanya. Ketika mengumumkan

nama-nama menteri dalam Kabinet Kerja yang telah dibentuknya tersebut, seluruh

menteri terlihat hadir menggunakan setelan yang serupa, kemeja putih dan celana

hitam. Gerak atau langkah cepat yang sering dilakukannya ketika menjabat

sebagai Gubernur DKI Jakarta juga diterapkannya kepada seluruh menteri yang

ada. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 26 Oktober 2014 di halaman Istana

Negara, Jakarta, yang juga dihadiri oleh istri Jokowi, Iriana Widodo, dan Jusuf

Kalla beserta istrinya. Ketika melakukan blusukan ke beberapa daerah, Jokowi

(4)

Gambar 1.1

Jokowi Memakai Kemeja Putih dan Celana Hitam ketika Mengumumkan Nama-nama Menteri dalam Kabinet Kerja

Sumber: hariansib.co

Selain menggunakan setelan kemeja putih dan celana hitam, ketika

menjabat sebagai presiden, Jokowi juga menggunakan batik dan setelan jas.

Dalam beberapa kesempatan, beliau menggunakan batik, misalnya ketika

melakukan kegiatan kenegaraan seperti menerima tamu negara ketika baru saja

dilantik menjadi presiden dan ketika melakukan blusukan keluar negeri. Pada saat

tertentu, Jokowi juga menggunakan setelan jas, seperti ketika menghadiri APEC

CEO Summit di Beijing. Sebelumnya, Majalah Tempo edisi 31 Agustus 2014,

mengatakan bahwa Jokowi sempat terlihat tidak nyaman menggunakan setelan

jas. Jokowi menggunakan setelan jas tersebut karena permintaan Majalah Tempo

untuk melakukan sesi wawancara di Kantor Redaksi Majalah Tempo. Menurut

majalah tersebut, Jokowi mengaku bahwa beliau lebih nyaman menggunakan

setelan kemeja putih, celana hitam, dan sepatu kets yang dipakainya ketika

bermain bola pada acara tujuh belasan beberapa waktu yang lalu.

Dari segi penampilan, Jokowi memang tidak seperti pemimpin pada

umumnya yang sangat memperhatikan penampilan. Namun, beliau merupakan

tipe pemimpin yang dianggap mau belajar. Selain itu, beliau juga dianggap

mampu mendapatkan berbagai jawaban dari permasalahan yang terjadi di dalam

masyarakat dengan melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Hal tersebut

dikarenakan beliau memiliki pandangan bahwa para pemimpin harus turun ke

bawah (Ambarita, 2014: 248). Pandangan ini tidak terlepas pula dari rasa empati

(5)

merasakan kehidupan yang prihatin, seperti pernah tinggal di Bantaran Kali Anyar

sewaktu masih kecil, beliau pun mampu berkomunikasi dengan kalangan bawah.

Beliau menyadari dalam kondisi susah, orang akan mampu menghargai

tindakan-tindakan manusiawi, dari sinilah beliau belajar untuk menjadi rendah hati

493130327379382). Rasa empati ini pun secara tidak langsung mampu

mempengaruhi komunikasi verbal dan nonverbal serta citra yang terbentuk dari

Jokowi.

Kesederhanaan Jokowi dapat dikatakan sebagai suatu simbol yang dapat

menjadi sebuah citra yang tersirat dari komunikasi nonverbal yang dimilikinya.

Adapun dalam wawasan Saussurean, simbol adalah diagram yang mampu

menampilkan gambaran suatu objek, meskipun objek itu tidak dihadirkan.

Misalnya, peta bisa memberikan gambaran hubungan objek-objek tertentu

meskipun objek itu tidak dihadirkan. Simbol memiliki arti sebagai media primer

dalam proses komunikasi yang dapat berupa bahasa, isyarat, gambar, warna, dan

lain sebagainya (Elbadiansyah, 2014: 63). Sedangkan menurut Eickelman dan

Piscatori, simbol merupakan tanda yang menunjuk kepada nilai-nilai, dan

seringkali simbol ini diungkapkan melalui bahasa. Kadang-kadang juga

diungkapkan melalui citra di samping bahasa. Keterkaitan antara nilai, simbol,

dan bahasa, menurut mereka, memiliki pengaruh yang sangat kuat. Hal ini sejalan

dengan pendapat Pekonen, yaitu dimana ungkapan simbolik yang saling terjalin

dan diartikulasikan melalui bahasa, merupakan sarana sosialisasi yang sekaligus

dapat menciptakan suatu ikatan sosial antara individu dan kelompok, sebab

peran-peran dan relasi sosial yang ada di masyarakat disampaikan melalui bahasa

(Sobur, 2004: 176).

Simbol meliputi apa yang dirasakan atau dialami. Simbol tersebut adalah

objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada suatu hal. Semua simbol, baik

kata-kata yang terucapkan, sebuah objek seperti sebuah bendera, suatu gerak

tubuh seperti melambaikan tangan, sebuah tempat seperti masjid atau gereja, atau

suatu peristiwa seperti perkawinan, merupakan bagian-bagian suatu sistem

simbol. Clifforg Geertz mengatakan makna hanya dapat disimpan di dalam

(6)

ungkapan-ungkapan yang simbolis. Setiap orang, dalam arti tertentu

membutuhkan sarana atau media untuk berkomunikasi. Media ini terutama ada

dalam bentuk-bentuk simbolis sebagai pembawa atau pelaksana makna atau pesan

yang akan dikomunikasikan. Makna atau pesan yang sesuai dengan maksud pihak

komunikator diharapkan dapat ditangkap dengan baik oleh pihak lain (Sobur,

2004: 177-178).

Kaum profesional dan eksekutif pada umumnya berharap akan

produk-produk berkelas, bercita rasa tinggi dan bernilai tinggi untuk membentuk suatu

pesan atau citra positif. Meskipun Jokowi saat ini telah menjabat sebagai pejabat

negara dan di sisi lain juga sebagai pengusaha di bidang bisnis perkayuan, beliau

tetap bersikap low profile dengan terlihat nyaman menggunakan pakaian yang

berkisar seratusan ribu rupiah (Putra dkk., 2014: 120). Menurut Desmond Morris,

sekurangnya ada tiga fungsi mendasar dari pakaian yang dikenakan manusia,

yakni memberikan kenyamanan, sopan-santun, dan pamer (display). Setiap bentuk

dan apapun yang mereka kenakan, baik secara gamblang maupun samar-samar,

akan menyampaikan penanda sosial (social signals) tentang si pemakainya

(Sobur, 2004: 170).

Komunikasi nonverbal Jokowi memiliki kemungkinan berasal dari

pengalaman hidupnya yang pernah merasa susah. Karenanya, gaya hidup yang

dijalaninya selama ini pun terlihat lebih sederhana dibandingkan pejabat negara

pada umumnya. Orang yang punya status tertentu kerap kali dihubungkan dengan

gaya hidup, terutama bagi para pejabat yang biasanya dihubungkan dengan gaya

hidup mewah. Gaya hidup merupakan istilah menyeluruh yang meliputi cita rasa

seseorang dalam fashion, mobil, hiburan dan rekreasi, bacaan, dan lainnya. Gaya

menggambarkan bagaimana seseorang berpakaian dan bertingkah laku (Sobur,

(7)

Gambar 1.2

Jokowi Terlihat Menunjukkan Kedekatannya terhadap Warga disertai Raut Muka yang Ramah Ketika Melakukan Blusukan

Sumber: google.com

Citra sederhana yang diikuti oleh kedekatan Jokowi dengan masyarakat

dan wartawan dianggap tidak terlepas dari asas yang kuat dalam mengadakan

komunikasi yang baik antara dirinya sendiri dengan orang lain. Jokowi memiliki

citra yang mampu diterima banyak masyarakat, dimana beliau juga mampu

memberikan pengaruh kepada mereka. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya

Jokowi dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden

Republik Indonesia pada periode 2014-2019 dan tetap dekat dengan rakyat.

Komunikasi yang telah terjalin tersebut mampu meningkatkan aspirasi masyarakat

dan membantu pemimpin negara dalam membuat keputusan di tengah kehidupan

bermasyarakat (Nasution, 2004: 103). Cara berkomunikasi secara verbal maupun

nonverbal sangat menentukan citra diri seorang pemimpin, seperti cara

berkomunikasi Jokowi yang dinilai sangat sederhana dan merakyat.

Komunikasi verbal dan nonverbal merupakan komponen yang wajib hadir

dalam setiap proses komunikasi. Komunikasi verbal merupakan penyampaian

pesan melalui kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Sedangkan komunikasi

nonverbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata (Sobur, 2004: 122).

Komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal memiliki perbedaan dan persamaan

yang turut ambil bagian dalam proses penelitian ini. Adapun persamaan yang

dimiliki oleh keduanya adalah aturan-perintah dan kesengajaan. Aturan-aturan

dalam pesan nonverbal dapat diidentifikasi seperti halnya dalam pesan verbal.

(8)

emosi yang ditampilkan. Misalnya, bagaimana pesan verbal dan nonverbal

seseorang dalam pertemuan pertama dengan orang lain. Seperti pesan verbal,

beberapa pola pesan nonverbal bersifat umum dan dapat menjadi perilaku

perseorangan. Misalnya, ekspresi (mimik) muka sedih, gembira, terkejut, dan

takut, yang terlepas dari budaya seseorang. Persamaan lainnya adalah

kesengajaan. Bahasa digunakan secara sadar oleh orang untuk tujuan pengiriman

pesan, baik lisan maupun tulisan. Hal ini juga sering terjadi dalam komunikasi

nonverbal (Ruben, 2013: 171).

Perbedaan komunikasi verbal dan nonverbal adalah kesadaran dan

perhatian, aturan terbuka dan tertutup, pengendalian, status umum versus status

pribadi, dan spesialisasi belahan otak. Kesadaran dan perhatian orang pada

umumnya lebih tertuju kepada komunikasi verbal dibandingkan komunikasi

nonverbal. Dalam dunia pendidikan, keterampilan seseorang berkomunikasi

secara verbal dianggap sebagai salah satu keterampilan dasar, dibandingkan

komunikasi nonverbal yang kurang mendapatkan perhatian. Mengenai aturan,

komunikasi verbal bersifat terbuka. Informasi aturannya adalah berupa struktur

dan penggunaan bahasa yang tersedia dalam berbagai sumber. Sedangkan

komunikasi nonverbal bersifat tertutup, dimana terdapat pola-pola berupa ekspresi

kasih sayang, cara berjabat tangan, dan sebagainya, yang adalah bukan

kesepakatan universal (Ruben, 2013: 172-174).

Selain itu, pengendalian juga merupakan perbedaan antara komunikasi

verbal dan nonverbal yang terlihat mencolok. Di saat seseorang mampu

mengendalikan komunikasi verbal, terkadang orang tersebut tetap tidak dapat

mengendalikan komunikasi nonverbalnya. Misalnya, tata bahasa seseorang ketika

berbicara di depan umum adalah baik, namun diucapkan dengan suara yang

gemetar dan keringat yang mengucur deras. Dalam hal status, komunikasi verbal

atau pola penggunaan bahasa dianggap sebagai topik yang sesuai untuk diskusi

publik dan pengawasan dibandingkan komunikasi nonverbal yang berupa

penampilan, gerak-gerik, tingkah laku, dan posisi badan. Akan tetapi, saat ini

terdapat aturan untuk membahas perilaku nonverbal, terutama nonverbal para

tokoh masyarakat. Banyak perhatian yang diberikan ke berbagai bagian tubuh

(9)

komunikasi verbal dan nonverbal adalah spesialisasi belahan otak, dimana otak

kiri memainkan peran utama dalam proses bahasa atau komunikasi verbal, dan

otak kanan yang merupakan spesialisasi komunikasi nonverbal yang mampu

mengenali gambar, tubuh, seni, dan musik (Ruben, 2013: 174-175).

Komunikasi verbal dan nonverbal tersebut saling berkaitan. Akan tetapi,

menurut Birdwhistell, “barangkali tidak lebih dari 30% sampai 35% makna sosial

percakapan atau interaksi dilakukan dengan kata-kata.” Sisanya dilakukan dengan

pesan nonverbal. Mehrabian, penulis The Silent Message, bahkan memperkirakan

93% dampak pesan diakibatkan oleh pesan nonverbal. Komunikasi nonverbal

sangat penting dalam mencapai komunikasi yang efektif. Dale G. Leathers,

penulis Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa

komunikasi nonverbal sangat dibutuhkan (Rakhmat, 2007: 287).

Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam

komunikasi interpersonal. Ketika berkomunikasi tatap muka, kita banyak

menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Kedua,

perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal daripada

pesan verbal. Misalnya, menurut Mehrabian, hanya 7% perasaan kasih sayang

dapat dikomunikasikan dengan kata-kata. Selebihnya, 38% dikomunikasikan

lewat suara, dan 55% dikomunikasikan melalui ungkapan wajah (senyum, kontak

mata, dan sebagainya). Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan

maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Dalam situasi

komunikasi yang disebut “double binding”―ketika pesan nonverbal bertentangan

dengan pesan verbal―orang bersandar pada pesan nonverbal (Rakhmat, 2007:

288).

Alasan selanjutnya mengenai pentingnya komunikasi nonverbal adalah

pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan

untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi, dimana fungsi tersebut

memiliki arti memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan

makna pesan. Yang kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang

lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Pesan verbal membutuhkan lebih

banyak waktu untuk mengungkapkan apa yang ada di pikiran seseorang

(10)

pesan nonverbal sangat dibutuhkan, karena pesan nonverbal merupakan sarana

sugesti yang paling tepat. Sugesti yang dimaksud dalam hal ini adalah

menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (secara tersirat) (Rakhmat,

2007: 288).

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Dengan berkomunikasi,

kita dapat menyamakan pendapat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Seperti

komunikasi diantara pemimpin negara dengan masyarakatnya. Komunikasi juga

dapat diasosiasikan sebagai simbol, dimana sebuah label arbitrer atau representasi

terdapat dari fenomena. Dalam berkomunikasi, terdapat proses sosial dimana

individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan

menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (West, 2009: 7).

Simbol-simbol tersebut pun pada akhirnya dapat diketahui dengan jelas pada komunikasi

nonverbal seseorang. Karenanya, peneliti merasa tertarik untuk meneliti

komunikasi nonverbal, yang dalam hal ini adalah komunikasi nonverbal dari Joko

Widodo atau Jokowi ketika menjadi Presiden Republik Indonesia serta citra apa

saja yang terbentuk darinya.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah di atas, peneliti merumuskan bahwa fokus

masalah yang diteliti lebih lanjut adalah: “Bagaimana pemaknaan simbol

nonverbal serta citra yang terbentuk dari Presiden Joko Widodo?”

1.3 Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah komunikasi nonverbal serta

citra yang terbentuk dari Presiden Joko Widodo dalam tiga video mengenai

aktifitas beliau di awal masa kepemimpinannya (20 Oktober 2014 - Januari 2015)

yang masing-masing berdurasi di bawah 4 menit. Video tersebut merupakan

media dokumentasi yang dipilih dan diambil oleh peneliti secara acak dari website

Youtube. Adapun video yang dipilih tersebut mewakili ketiga pakaian yang sering

digunakan oleh beliau dalam berbagai kegiatannya sebagai presiden, yaitu setelan

jas dan celana berwarna hitam, kemeja berwarna putih dan celana berwarna hitam,

(11)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan makna dari simbol

nonverbal serta citra yang terbentuk dari orang yang paling berpengaruh di

Indonesia saat ini, dimana yang dimaksud oleh peneliti adalah Presiden Joko

Widodo (Jokowi).

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian diharapkan bermanfaat bagi

perkembangan Ilmu Komunikasi FISIP USU. Penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan refrensi bagi penelitian

serupa di hari dan masa yang akan datang. Dalam penelitian ini,

peneliti berharap dapat memberikan kontribusi untuk memahami cara

berkomunikasi dari seorang pemimpin yang memiliki citra sederhana

dan dianggap berbeda dengan para pemimpin sebelumnya.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan

kontribusi pengetahuan di bidang Ilmu Komunikasi yang berkaitan

dengan analisis semiotika. Adapun yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah menganalisis makna dari komunikasi nonverbal dari

Presiden Joko Widodo serta citra yang terbentuk darinya.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada siapa saja yang ingin menganalisis komunikasi nonverbal dan

citra seseorang melalui analisis semiotika. Peneliti juga berharap

pembaca dapat lebih memahami makna dari simbol yang terdapat

pada seseorang yang sangat berpengaruh di saat penelitian ini

dilakukan, yaitu Joko Widodo atau Jokowi (Presiden Republik

Gambar

Gambar 1.1 Jokowi Memakai Kemeja Putih dan Celana Hitam ketika Mengumumkan
Gambar 1.2 Jokowi Terlihat Menunjukkan Kedekatannya terhadap Warga disertai Raut

Referensi

Dokumen terkait

education of students for the category 'Edotel' or hotel training although. not dismiss the relatively large benefit for income of

Dari analisa empiris terhadap 24 akun Instagram yang menawarkan jasa gesek tunai melakukan unggahan berupa promo, testimoni dan ajakan gesek tunai, dimana pada unggahan

sehingga makanan yang khusunya dihidangkan oleh konsusmen muslim seharusnya tidak menggunakan Ang Ciu. Kandungan Alkohol di dalam Ang Ciu memang tidak tertulis jelas di

Seperti halnya pada pengujian ALT, kadar kreatinin pada kelompok perlakuan memiliki pola yang relatif sama dengan kontrol (Gambar 4.F), sehingga dapat disimpulkan bahwa filtrat

Hubungan antara pembentukan identitas diri dengan perilaku konsumtif pembelian merchandise pada remaja.. Journal Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan

Selain kondisi fisik dari material lempung sendiri, gerakantanah rayapan pada lokasi penelitian juga didukung oleh ketebalan batulempung yang cukup tebal yaitu

Penelitian ini dilakukan di SDN Centre Mangalli pada bulan Februari 2014-Agustus 2014 dengan melakukan observasi partisipan dalam bentuk partisipasi moderat

Pelatihan manajemen pemasaran: tujuan dari pelatihan manajemen pemasaran ini adalah untuk memberikan wawasan dan pemahan kepada para peserta upaya pemasaran melalui promosi