ABSTRACT
Introduction. Operated fracture patients are always given analgesic to overcome postoperative pain. Analgesic being given is non-steroidal anti-inflammatory drugs which also give anti-inflammatory effect. However, anti-in-flammatory effect is believed to inhibit inflammation which is needed in fracture healing. The differences between selective and non-selective NSAID in inhibiting fracture healing need to be evaluated in the planning of fracture management.
Materials and methods. We conducted an experimental research involving 90 Wistar mice aged below 6 months. They were randomly allocated into 3 groups to receive either non-selective NSAID (ibuprofen), selective NSAID (celecoxib) or aquades. At the beginning of the study, tibia of the mouse was fracturized and immobilized. After 30 days, mice were sacrificed and their tibiae were mechanically tested to examine the quality of the callus. The results were statistically analyzed using multivariate analysis.
Results. There were significant differences in lateral bending and torsion force among groups (p<0.05). Univariate analysis revealed they were due to the difference between ibuprofen and celecoxib. Comparison of torsion force between ibuprofen and control was insignificant (p>0.05).
Conclusions. Ibuprofen provides less suppresion effect on fracture healing biomechanicaly than celecoxib with significant difference in the bending and torsion test.
Keywords: ibuprofen, celecoxib, fracture healing biomechanic
The Comparison of Ibuprofen and Celecoxib Effect on Tibial Fracture Healing in
Wistar Mice: a Biomechanical Analysis
Handoko A, Tandjung FA, Rasyid HN, Tiksnadi B, Dirgantara T Department of Orthopaedic and Traumatology
Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran / Hasan Sadikin General Hospital Bandung, Indonesia
Corresponding author: Hermawan Nagar Rasyid Bagian Orthopaedi dan Traumatologi FK UNPAD/RS Hasan Sadikin Jl. Pasteur No. 38 BANDUNG Phone:022– 203 5477, 91141014 Fax:022 – 708 11007
Perbandingan Kekuatan Biomekanik Penyembuhan Fraktur Tibia Wistar pada
Pemberian Ibuprofen dan Celecoxib
ABSTRAK
Pendahuluan. Untuk mengatasi nyeri pasca operasi, pasien fraktur yang dioperasi selalu diberikan analgetik anti inflamasi non steroid. Akan tetapi, analgetik tersebut diyakini dapat menghambat proses inflamasi yang diperlu-kan dalam penyembuhan patah tulang. Perbedaan antara AINS selektif dan nonselektif dalam menghambat fraktur perlu dievaluasi dalam manjemen fraktur.
Bahan dan cara kerja. Penelitian merupakan penelitian eksperimental yang melibatkan 90 tikus Wistar usia dibawah 6 bulan. Tikus tersebut dialokasikan secara acak ke dalam tiga kelompok untuk mendapatkan AINS sele-ktif, AINS non-selesele-ktif, atau akuades. Pada awal penelitian, tibia tikus difrakturisasi dan diimobilisasi. Setelah 30 hari, tikus dikorbankan. Tibia tikus diambil dan diuji secara biomekanik kualitas penyembuhannya. Hasil uji penelitain kemudian di analisa dengan analisis multivariat.
Hasil. Terdapat perbedaan yang bermakna gaya lateral bending dan torsi antara kelompok penelitian (p<0,05). Analisis univariat mendapati bahwa perbedaan tersebut disebabkan perbedaan antara kelompok ibuprofen dan celecoxib. Perbanding gaya torsi antara ibuprofen dan kontrol tidak signifikan (p>0,05).
Simpulan. Ibuprofen memberikan efek supresi penyembuhan tulang yang lebih rendah dibandingkan celecoxib dalam uji bending dan torsi.
Kata kunci: ibuprofen, celecoxib, biomekanik penyembuhan tulang Pendahuluan
Patah tulang merupakan cedera yang sering terjadi dan sangat mempengaruhi keadaan kesehatan seseorang.1 Patah tulang menyebabkan nyeri akibat putusnya ujung-ujung syaraf sensoris. Untuk mengurangi rasa nyeri, di-perlukan obat anti nyeri dan imobilisasi.2,3
Obat anti inflamasi non steroid (AINS) umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri dan meredakan in-flamasi akibat fraktur. AINS menghambat biosintesis prostaglandin yang terbentuk sebagai respons terhadap kerusakan jaringan. AINS menghambat enzim siklook-sigenase (COX) yang dikenal dalam dua bentuk, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan di semua jarin-gan dan berperan terutama dalam proses haemostatik, si-toprotektif dan pengaturan regulasi mukosa saluran cer-na dan tidak berperan banyak dalam proses inflamasi.2,4 COX-2 memproduksi prostaglandin yang merangsang sitokin dan terlibat dalam proses inflamasi jaringan dan
nyeri. Fungsi utama COX-2 adalah mengundang mak-rofag dan fibroblas ke tempat terjadinya inflamasi untuk regulasi prostaglandin dan sintesa mediator proinflamasi lainnya.3,4 Produksi COX-2 selama fase inflamasi ban-yak ditemukan di daerah fraktur dan dibutuhkan untuk proses penyembuhan patah tulang.4-6
AINS non selektif seperti ibuprofen telah banyak digunakan untuk mengurangi nyeri pasca operasi patah tulang atau cedera tarikan otot. Akan tetapi, penggunaan AINS non selektif dilaporkan dapat menimbulkan nyeri lambung dan gangguan pembekuan darah.6
Pada dekade terakhir, telah diteliti dan dipasarkan obat penghambat selektif enzim COX-2 yaitu celecox-ib.6,7 Obat itu bekerja selektif menghambat enzim COX-2 yang berperan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, mediator utama proses inflamasi.1,7,8 Jika sintesa prostaglandin dihambat, proses inflamasi akan terhambat sehingga mengurangi nyeri. Obat itu tidak
menghambat COX-1, sehingga tidak akan menggangu pembentukan platelet dan tidak menimbulkan gangguan lambung yang biasa terjadi pada penggunaan AINS non selektif.6,8
Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa penggu-naan AINS selektif memiliki efek supresi penyembuhan patah tulang dan meningkatkan insidens hipertensi serta penyakit jantung koroner.8 Huo dkk,9 dalam penelitian tentang pengaruh penggunaan ibuprofen terhadap kuan-titas patah tulang secara histologis dan serologis menu-rut konsentrasi osteocalsin menemukan bahwa tidak ter-dapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diberi ibuprofen dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan AINS.
Penggunaan AINS selektif sebagai anti inflamasi dan analgetik untuk mengatasi nyeri pada patah tulang akan menghambat COX-2 yang berpengaruh terhadap proses inflamasi tanpa mempengaruhi fungsi enzym COX-1 sehingga tidak menimbulkan gangguan gastrointestinal dan pembekuan darah.
Di lain pihak,hambatan terhadap COX-2 juga meng-hambat proses inflamasi yang dibutuhkan untuk pertum-buhan kalus. Akibatnya, pertumpertum-buhan kalus terganggu dan penyembuhan tulang dapat turut terhambat.
Penelitian ini betujuan mengetahui pengaruh pem-berian celecoxib terhadap biomekanis penyembuhan tulang dinilai dari gaya lateral bending, kompresi dan torsi.
Bahan dan cara kerja
Penelitian adalah uji eksperimental pada 90 ekor hewan coba tikus Wistar yang berusia 2 bulan dengan rentang berat badan 200-250 g dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi. Tikus yang cacat tidak diikutkan dalam penelitian.
Hewan coba kemudian dikelompokkan secara acak ke dalam tiga kelompok penelitian, masing-masing mendapat aquades, ibuprofen, atau celecoxib 2 mg/kgBB/hari selama 7 hari.
Sebelum pengumpulan data dimulai, tikus Wistar diadaptasikan selama 7 hari dalam kandang masing-
masing dan diberi makan dan minum secukupnya. Setelah dibius dengan 30 mg/kgBB ketalar secara in-tramuskular, dilakukan frakturisasi pada sepertiga tengah kruris secara manual dengan melakukan three point bending. Fraktur kemudian diimobilisasi dengan long leg cast dengan lutut dalam flesi 15°. Hewan coba kemudian mendapat aquades/ibuprofen/celecoxib yang diberikan peroral dengan tabung orogaster selama 7 hari sesuai lama fase inflamasi.10 Ketiga kelompok hewan coba diperbolehkan melakukan aktivitas dan mendapat per-lakuan yang sama.
Pengamatan dilakukan setiap hari untuk menilai tingkah laku tikus. Setelah 30 hari, semua hewan coba dikorbankan. Tulang tibia hewan coba diambil dan di-bebaskan dari otot dan jaringan lunak yang menempel untuk kemudian dilakukan uji biomekanik.
Uji biomekanik dilakukan dengan memberikan gaya kompresi aksial, lateral bending dan torsi menggunak-an mesin penguji LLOYD Instrument, USA. Besar gaya yang diberikan ditentukan dengan rumus F = A x , di mana A adalah luas permukaan tulang tibia tikus dan x adalah batas kekuatan luluh (yield strength) tulang ti-kus yang bernilai konstan yaitu kompresi aksial, lateral bending dan torsi yang didapat dari literatur.
Mesin uji diatur untuk memberikan beban dan meng-hasilkan pergeseran sebesar 0,01 mm/detik. Pada saat pergeseran mencapai fraktur, mesin akan berhenti secara otomatis. Besarnya beban yang diberikan untuk peruba-han ke titik yield point deformity sampai terjadi fraktur (breaking point) kemudian di catat.
Data yang diperoleh berupa beban minimal untuk terjadinya pergeseran tulang atau struktur fiksasi kalus untuk masing-masing gaya dan efek supresi obat kemu-dian diuji dengan uji Manova.
Hasil
Sebanyak 90 ekor hewan coba diikutsertakan pada awal penelitian. Selama penelitian, 2 hewan coba dari kelom-pok kontrol sakit dan 4 mati sehingga dikeluarkan dari penelitian.
perbedaan bermakna kekuatan biomekanik terhadap
lat-eral bending dan torsi antara ketiga kelompok.
Pada kelompok uji biomekanik kompresi, bending dan torsi didapatkan bahwa kekuatan kalus pada kelom-pok ibuprofen lebih besar jika dibandingkan kelomkelom-pok celecoxib. Secara statistik dengan menggunakan uji post hoc Tukey, didapatkan perbedaan signifikan an-tara kelompok ibuprofen dan celecoxib pada uji bend-ing dan torsi (p<0,05). Pada uji kompresi, didapatkan perbedaaan walaupun tidak bermakna secara statistik (p>0,05). (tabel 2)
Diskusi
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental un-tuk menilai kualitas kalus secara biomekanik pada pa-tah tulang yang diberikan AINS. Tikus galur Wistar di-pilih sebagai binatang percobaan dengan pertimbangan bahwa tikus memiliki daya tahan yang baik terhadap stress dan memiliki tulang tibia yang mudah dilakukan manipulasi (dalam penelitian ini dilakukan frakturisasi dan imobilisasi dengan long leg cast). Selain itu, he-wan itu relatif lebih mudah dan murah didapat. Proses penyembuhan patah tulang pada tikus jenis ini mirip dengan proses penyembuhan patah tulang pada manu-sia.11
Untuk meminimalkan bias pada penelitian, digunakan hewan coba yang homogen baik berat mau-pun usianya. Semua hewan coba juga mendapatkan per-lakuan dan perawatan yang sama selaam periode pene-litian. Frakturisasi dan imobilisasi dengan long leg cast dilakukan oleh operator yang sama dengan teknik yang sama. Uji biomekanik dilakukan dengan menggunakan mesin yang sama yang telah distandarisasi sebelum penelitian.
Kelemahan penelitian ini terjadi jika bentuk geome-tri patah tulang mengalami deformitas angulasi. Bila terdapat angulasi, gaya yang timbul pada uji kompresi tidak murni gaya kompresi, melainkan merupakan cam-puran dengan gaya kompresi dengan gaya bending.12,13 Selain itu, penggunaan long leg cast untuk imobil-isasi kurang efektif sehingga pada beberapa hewan coba
kontrol
(n=9) fen (n=9)ibupro- celecox-ib (n=9) p kompresi (MPa) 158,06 152,48 146,73 0,131
lateral bending
(MPa) 139,17 137,86 132,00 0,021 torsi (MPa) 48,49 47,46 40,96 0,014
Tabel 1. Perbandingan kekuatan biomekanik penyembu-han patah tulang
variabel Perbandingan p
kompresi kontrol-ibuprofen 0,196 kontrol-celecoxib 0,173 ibuprofen-celecoxib 0,997
lateral bending kontrol -ibuprofen 0,990 kontrol-celecoxib 0,034 ibuprofen-celecoxib 0,045 torsi kontrol -ibuprofen 0,915 kontrol-celecoxib 0,019 ibuprofen-celecoxib 0,046
Tabel 2. Hubungan jenis perlakuan terhadap gaya dalam uji biomekanik
harus diganti karena rusak.
Proses penyembuhan patah tulang terjadi melalui proses pembentukan kalus, yang dipengaruhi berbagai faktor antara lain faktor ekstrinsik dan faktor instrinsik. Seakin itu, proses penyembuhan tulang juga ditentukan oleh faktor mekanik dan biologis. Stabilisasi merupak-an contoh faktor mekmerupak-anis ymerupak-ang diperlukmerupak-an dalam peny-embuhan patah tulang. Hormon dan sitokin merupakan contoh faktor biologis yang sangat penting dalam proses penyembuhan patah tulang. Dalam penyembuhan patah tulang yang baik, peran kedua faktor tersebut harus di-optimalkan.
Hambatan pada faktor biologis tersebut akan meng-ganggu proses penyembuhan tulang. AINS merupakan salah satu obat yang dapat menghambat pembentukan prostaglandin yang diperlukan dalam penyembuhan pa-tah tulang.2,14,15
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa AINS mempengaruhi proses penyembuhan patah tulang den-gan menghambat pembentukan kalus dalam berbagai gradasi. Temuan tersebut dicapai melalui konfirmasi
di-agnostik x-ray, enzim osteokalsin, fosfatase alkali, dan secara histopalogis.16-19
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan kalus ibuprofen lebih baik dibandingkan celecoxib. Kekuatan kalus kelompok kontrol lebih baik dibanding ibuprofen dan celecoxib. Hal ini mendukung hipotesis bahwa penekanan prostaglandin inflamasi oleh AINS akan menggangu proses pembentukan kalus.6,20
Oleh karena itu, penggunaan AINS untuk mereda-kan nyeri pasca operasi pada pasien patah tulang ha-rus dipertimbangkan dengan baik. Penggunaan AINS dapat menghambat penyembuhan patah tulang sehingga pasien mungkin perlu menunda program rehabilitasinya pada saat partial weight bearing dan weight bearing.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemakaian obat anti inflamasi non steroid akan menurunkan kualitas ka-lus, semakin kuat efek anti inflamasi maka semakin be-sar penurunan kualitas kalus yang terbentuk. Perbandin-gan Kelompok kontrol mempunyai kekuatan kalus lebih baik dibanding kelompok AINS.
Simpulan
Supresi penyembuhan patah tulang berbeda bermakna antara tikus yang diberikan ibuprofen dibandingkan dengan celecoxib. Hasil analisis statistik menunjuk-kan terdapat perbedaan yang bermakna dalam lateral bending dan torsi.
Referensi
1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of muscu-loskeletal system. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1999.
2. Uthoff HK. Fracture Healing. In: Gustilo RB, Kyle RF, Templeman DC, ed. Fracture and Dislocation. 2nd ed. St. Louis: Mosby Year Book;1993.p. 45-75
3. Einhorn TA. Use of Cox-2 inhibitors in patient with frac-tures: Is there a trade-off between pain relief and heal-ing? Am Acad Orthop Surgeon Bull. 2002; 50:43-4. 4. Dimmen S. Effects of cox inhibitors on bone and tendon
healing. Acta Orthop Suppl. 2011;82(342):1-22.
5. Brown KM, Saunder MM, Kirsch T, Donahue HJ, Reid JS. The effect of cox -2 inhibitors on fracture healing. J Bone Joint Surg Am. 2004;86(1):116-23.
6. Gerstenfeld LC, Al-Ghawas M, Alkhiary YM,
Cul-linane DM, Krall EA, Fitch JL, et al. Selective and non selective cyclooxygenase-2 inhibitors and experimental fracture-healing. Reversibility of effects after short-term treatment. J Bone Joint Surg Am. 2007;89(1):114-25. 7. Long J, Lewis S, Kuklo T, Zhu Y, Riew KD. The effect
of cox-2 inhibitors on spinal fusion. J Bone Joint Surg Am.2002;84:1763-8.
8. Abdul-Hadi O, Parvizi J, Austin MS, Viscusi E, Einhorn T. Nonsteroidal anti-inflamatory drugs in orthopaedics. J Bone Joint Surg Am. 2009;91(8):2020-7.
9. Herbenick MA, Sprott D, Stills H, Lawless M. Effects of a cyclooxygenase 2 inhibitor on fracture healing in a rat model. Am J Orthop. 2008;37(7):E133-7.
10. Babak S. Bone Healing. In: Hoppenfield S, ed. Treat-ment and rehabilitation of fractures. Philadelphia: Lippincot;2000.p.2-5.
11. Stuart G, Ting M, Michael T, Takashi I. COX-2 Selec-tive NSAID decrease bone growth in vivo. J Orthop Res. 2002;11(20):1164-9.
12. An YH, Barfield WR, Draughn RA. Basic concepts me-chanical property measurement and bone biomechanics. In: An YH, Draughn RA, ed. Mechanical testing of bone and the bone-implant interface. New York: CRC Press; 1999. p.23-41.
13. Timoshenko S, Young DH. Engineering mechanic. 4th ed. Tokyo: McGraw Hill; 2000.
14. Puzas JE, O’Keefe RJ, Schwarz EM, Zhang X. Phar-macologic modulators of fracture healing : the role of cyclooxygenase inhibition. J Musculoskelet Neuronal Interact. 2003;3(4) 308-12.
15. Simon AM, Manigraso MB, O’Connor JP. Cox-2 func-tion is essential for bone fractures healing. J Bone Miner
Res. 2002;17(6):663-76.
16. Huo L, Tornkvist H, Lindhollm T.S. Effect Ibuprofen on mass and composition of fracture callus and bone. An experimental study on adult rat. Intl Scandiv J Rheuma-tol. 1990;9(3):167-71.
17. Clark E, Plint AC, Correl R, Gaboury U, Passy B. A randomized, controlled trial of acetaminophen, ibuprofen, and codeine for acute pain relief in children with musculoskeletal trauma. Pediatrics. 2007;3(119):460-7.
18. Arnadi. Pengaruh celecoxib pada fase inflamasi
peny-embuhan patah tulang kruris tikus terhadap aktivitas osteoblas dengan melihat kadar alkali fosfatase [PhD
Thesis]. Bandung: Universitas Padjajaran; 2004.
19. Zang X, Schwarz EM, Young DA, Puzas JE, Rosier RN, O’Keefe RJ. Cyclooxygenase-2 regulates mesen-chymal cell differentiation into the osteoblast lineage and is critically involved in bone repair. J Clin Invest. 2002;109(11):1405-15.
20. Kenji E. Cyclooxygenase-2 inhibitors inhibits the
fracture healing. J Physiol Anthropol Appl Hum Sci.