• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI

Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya

Sugiyarto Azhari

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

(2)

LATAR BELAKANG

Pendahuluan

Bagi petani umumnya modal identik dengan pembiayaan yang sangat sulit untuk ditanggulangi, khususnya dalam mengembangkan usahatani di pedesaan. Akses petani terhadap sumber-sumber permodalan resmi masih sangat terbatas, tetapi lebih mudah mendapatkan modal dari para pelepas uang dengan bunga tinggi. Umumnya hanya petani yang lahannya luas yang lebih mudah mendapatkan modal, sedangkan sebagian besar petani hanya menguasai lahan sempit. Jika lahan usahatani yang dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit modal dari perbankan, maka hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar petani tidak layak mendapatkan modal yang bersumber dari lembaga keuangan resmi. Oleh karena itu modal menjadi faktor penghambat dalam mengelola usahatani.

Masalah lain dalam pembiayaan pertanian adalah tingkat pengembalian kredit yang umumnya rendah atau menimbulkan kredit bermasalah. Penghasilan dari usahatani jauh lebih kecil dibanding kebutuhan rumah tangga sehingga hanya sebagian kecil hasil panen yang dialokasikan untuk membayar kredit. Bisnis di bidang pertanian berisiko tinggi, baik dari gangguan alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman serta fluktuasi harga yang signifikan. Persyaratan pengajuan kredit yang tidak sederhana membuat sebaian besar petani tidak bisa memanfaatkan plafon kredit yang disediakan pemerintah. Sektor swasta ternyata juga tidak tertarik untuk terlibat secara langsung dalam pembiayaan pertanian.

Jenis-jenis kredit program untuk pembiayaan pertanian yang saat ini diluncurkan Kementerian Pertanian adalah adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK-SUP 05), Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Disamping itu juga ada pembiayaan syariah yang meliputi (i) pengembangan skema pembiayaan berbasis syariah; dan (ii) pengembangan kelembagaan usaha petani yang berasal dari kelompok usaha tani. Juga ada program tambahan, yaitu (i) Program fasilitasi Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3); dan (ii) Kerjasama pemanfaatan Bantuan Luar Negeri.

Selanjutnya terdapat pembiayaan komersial yang tugasnya melaksanakan penyiapan penyusunan kebijakan, standar, norma, kriteria, pedoman dan prosedur, pelaksanaan kerjasama dan bimbingan teknis serta pemantauan dan evaluasi di bidang pembiayaan komersial. Pembiayaan komersial meliputi (1) Pengembangan Pembiayaan melalui akses Perbankan, yaitu: (a) Skim Kredit Komersial; (b) Kredit UMKM; (c) Kontrak Investasi Kolektif

(3)

2  (KIK); (2) Kredit Taskin Agribisnis; (3) Modal Ventura; dan (4) Pengembangan Sistem Tunda Jual antara lain Gadai Gabah dan Resi Gudang.

Data dari Kementerian Pertanian (2010) menunjukkan bahwa sampai bulan Juni 2009 sebanyak Rp 7.840.961 juta (96.29%) dari plafon Rp 8.143.400 juta KKP-E berhasil disalurkan oleh Bank Umum maupun Bank Pembangunan Daerah. Realisasi penyerapan kredit terbesar adalah untuk budidaya tebu, yaitu Rp 5,99 trilyun (73,55%), diikuti oleh pengembangan ternak (13,47%), pengembangan padi jagung, jagung dan kedelai (6,90%), pengadaan pangan (1,64%), pengembangan ubikayu, ubi jalar, koro (0,69%), dan hortikultura dan jahe (0,04%).

Realisasi penyaluran SUP sampai Februari 2009 adalah Rp 6.307.029,99 juta untuk seluruh sektor. Penyaluran untuk sektor pertanian sebesar Rp 499.777,47 juta (7,92%), sedangkan peyaluran terbesar adalah untuk sektor perdagangan sebanyak Rp 4.123.862,33 juta atau 65,38 persen (Kementerian Pertanian, 2010a).

Realisasi penyaluran KUR pada tanggal 30 Juni 2009 oleh bank pelaksana (Mandiri, Syariah Mandiri, BNI, Bukopin, BRI, BRI Mikto, BTN) sebesar Rp 14.882.664 juta. Penerima KUR sebanyak 2.025.087 orang. Dari total kredit tersebut sektor pertanian memperoleh Rp 3.958.159 juta (26.60%) dengan penerima kredit sebanyak 613.780 orang atau rata-rata Rp 6,45 juta per orang. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memperoleh kredit terbesar, yaitu Rp 8.177.065 juta (54,94%) dengan debitur sebanyak 1.123.379 orang atau rata-rata Rp 7,29 juta per orang (Kementerian Pertanian, 2010b).

Untuk pembiayaan pertanian yang sifatnya bantuan Kementerian Pertanian melaksanakan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan dilakukan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Untuk pelaksanaan PUAP di Kementerian Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007.

Pada tahun 2008 alokasi kredit perbankan untuk sektor pertanian secara nasional hanya mencapai 5,14 persen. Sedangkan kredit dari BPR untuk seltor pertanian baru sbesar 6,85 persen pada tahun yang sama. Mulai tahun 2010 hingga 2014 diharapkan kredit untuk sektor pertanian dari perbankan naik rata-rata 20 persen per tahun1. Pemerintah, khususnya       

(4)

3  Kementerian Pertanian, perlu melakukan terobosan agar petani bisa meningkatkan akses terhadap kredit yang sangat diperlukan dalam usahatani.

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akses petani terhadap permodalan untuk usahatani. Secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Mengidentifikasi jenis-jenis pembiayaan formal pertanian yang masih berlaku hingga saat ini.

(2) Mempelajari sumber-sumber non formal untuk pembiayaan usahatani.

(3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemudahan petani untuk mengakses sumber-sumber permodalan formal.

(4) Merumuskan saran kebijakan untuk meningkatkan penyerapan petani terhadap sumber pembiayaan formal sebesar 20 persen per tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

KKP-E sangat membantu petani pangan maupun peternak. Walaupun demikian, jangka waktu pengajuan terlalu lama dan jangka waktu pengembalian dianggap terlalu pendek. Besarnya agunan, biaya notaris, serta NPWP masih merupakan hambatan bagi petani untuk mendapatkan modal kerja. Petani yang berkelompok dan ada penjaminanya, misalnya petani tebu, bisa memanfaatkan KKP-E secara optimal. Hingga November 2009 menunjukkan bahwa petani tebi paling banyak menyerap plafon KKP-E.

SP3 umumnya hanya diminati kalangan usaha skala mikro, sementara usaha kecil I dan II yang memanfaatkan kredit tersebut relatif lebih sedikit. Proses pengajuan dan pencairan kredit dianggap terlalu lama serta persyaratan agunan dinilai memberatkan petani kecil. Demikian pula jangka waktu pengembalian kredit dirasakan relatif pendek. Masyarakat pertanian di sektor hulu hanya sedikit yang memanfaatkan SP3 dibanding penerima kredit yang bergerak di sektor hilir (Pasaribu et al., 2007).

KUR seharusnya bisa diakses dengan syarat yang lebih mudah, yaitu tanpa jaminan untuk peminjaman kurang dari Rp 5 juta. Kenyataan menunjukkan bahwa KUR tidak mudah diakses oleh petani kecil dengan berbagai kendala yang ada. Dampaknya adalah petani tidak bisa menggunakan input secara optimal karena kesulitan akses untuk mendapatkan modal.

(5)

4  Disamping pembiayaan berupa kredit program, pemerintah jusa mengucurkan program bantuan pembiayaan, yaitu LM3 (Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat) dan PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) yang bisa digunakan secara berkelompok untuk usahatani. Dana LM3 mempunyai potensi menggerakkan perekonomian pedesaan. Penilaian proposal kegiatan ini kurang cermat agar dan terkesan bahwa dana ini sangat mudah diperoleh serta sangat mudah dipertanggungjawabkan. Tidak semua lembaga model bisa mengelola dana LM3 dengan baik. Sedangkan pelaksanaan PUAP banyak menghadapi kendala, misalnya lokasi desa yang tidak memenuhi syarat, saluran irigasi tidak terawat, akses jalan tidak memadai, pupuk kimia tidak tersedia dalam jumlah memadai, tingginya seranga hama dan penyakit, kekurangan benih bermutu, dan skala usaha yang relatif kecil (Sudaryanto et al., 2010).

Bank Indonesia melalui program Pembiayaan Usaha Kecil (PUK) juga menyediakan kredit yang bisa diakses oleh petani. PUK meliputi meliputi aspek pemasaran, aspek teknis produksi, aspek finansial, aspek dampak ekonomi dan lingkungan. Sketor-sektor yang dibiayai meliputi budidaya tanaman pangan dan hortikultura, tanaman perkebunan, peternakan, perikanan, dan industri (Bank Indonesia, 2010).

Penelitian Supriyatna (2003) di Nusa Tenngara Barat menunjukkan bahwa petani lebih mudah akses ke kreditur informal dengan bunga relatif tinggi. Sedangkan petani kaya dan pedagang saprodi dan produk pertanian lebih mudah akses ke lembaga keuangan formal untuk mendapatkan kredit dengan nunga relatif rendah. Umumnya petani menghendaki persyaratan kredit berupa agunan selain sertifikat tanah, berupa uang tunai, pengembali bersifat jangka pendek atau musiman, pengembalian tidak diangsur tetapi sekali langsung lunas, dan tingkat suku bunga maksimal 18 persen.

Relatif sedikitnya penyaluran kredit di sektor pertanian terutama disebabkan oleh risiko pembiyaan yang tinggi, persyaratan kredit relatif ketat, kelemahan manajemen usahatani yang umumnya berskala mikro dan kecil, dan keterbatasan kompetensi perbankan di bidang pertanian (Ashari, 2009a). Perlu perbaikan sasaran dan prosedur termasuk mekanisme penyaluran dan pengembalian kredit agar kredit program lebih banyak diaskes petani (Ashari, 2009).

Terdapat beberapa variabel penting bagi nasabah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengajukan kredit ke BPR. Variabel-varaibel tersebut adalah: (i) rasio angsuran terhadap penghasilan dimana semakin kecil rasio angsuran terhadap penghasilan akan

(6)

5  semekin besar peluang memperoleh kredit; (ii) nama pemilik jaminan, yaitu nama pemilik jaminan sama dengan nama yang mengajukan kredit; dan (iii) keuntungan, yaitu semakin besar keuntungan per bulan semakin besar peluang mendapatkan kredit (Riskayanto dan Sulsitiowati, 2009).

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

Input usahatani secara umum berupa lahan, tenaga kerja, dan modal. Secara umum rata-rata pemilikan lahan usahatani relatif rendah. Sebagian petani tidak mempunyai lahan sehingga harus menjadi penyewa atau melakukan bagi hasil maupun menjadi buruh tani. Tenaga kerja keluarga merupakan andalan untuk menggarap lahan dengan skala usaha yang relatif kecil. Walaupun demikian pada taraf tertentu petani juga harus menggunakan tenaga luar keluarga. Sedangkan modal merupakan faktor input yang sangat penting karena dibutuhkan untuk menyewa lahan, membayar tenaga kerja maupun membeli sarana produksi.

Petani yang mampu atau berskala besar mengatasi kendala modal dengan mneggunakan modal sendiri atau meminjam kredit program maupun kredit yang sifatnya komersial. Sedangkan petani yang tidak mampu berusaha mengatasi keterbatasn modal dengan menghemat penggunaan sarana produksi atau meminjam modal dari lembaga keuangan yang tidak resmi yang lebih mudah persyaratanya walaupun bunga kreditnya relatif lebih tinggi. Lembaga keuangan resmi, termasuk kredit program pemerintah, memerlukan berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi petani berskala kecil. Hasil pnelitian Hastuti dan Supadi (2001) menunjukkan bahwa kredit informal lebih fleksibel, prosedurnya mudah serta saling mengenal antra kreditur dan debitur. Kredit formal kurang fleksibel, prosedur pengajuan kredit lebih sulit, perlu waktu relatif lama dari mengajukan hingga menerima kredit. Kadang-kadang debitur perlu biaya tambahan untuk mengurus kredit.

Menyadari pentingnya modal bagi usahatani, pemerintah meluncurkan berbagai jenis pembiayaan untuk sektor pertanian. Secara umum pembiayaan tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu program bantuan dan kredit. Program bantuan umumnya diberikan secara kelompok dan tidak ada kewajiban mengembalikan kepada pemerintah selaku kreditur, walaupun penerima bantuan harus mengembalikan kepada kelompok untuk selanjutnya digulirkan kepada kelompok lain yang belum menerima bantuan.

(7)

6  Kredit untuk pembiayaan usahatani, baik secara perorangan maupun kelompok, mewajibkan penerima kredit memenuhi persyaratan secara ketat yang ditentukan oleh bank pelaksana. Penerima kredit harus wajib mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu tetentu sesuai perjanjian. Jika penerima kredit gagal mengembalikan pinjaman maka agunan akan disita.

Walaupun pemerintah telah berusaha meluncurkan berbagai program pembiayaan tetapi penyerapan bantuan permodalan maupun kredit oleh petani relatif rendah. Program bantuan pembiayaan walaupun relatif mudah persyaratannya tetapi sifatnya tidak berlanjut dan tidak terbuka bagi semua petani. Hanya petani yang tinggal di daerah yang mendapat program bantuan yang bisa mengkases program tersebut. Kredit program juga tidak mudah diakses karena memerlukan berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi oleh petani walaupun bunganya lebih rendah dari kredit komersial. Diperlukan upaya-upaya khusus agar petani bisa lebih mudah mengakses kredit program yang sudah disediakan oleh pemerintah.

Data dan Lokasi

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer akan dikumpulkan dari bank pelaksana kredit program pertanian maupun dari petani penerima kredit. Data sekunder akan dikumpulkan dari berbagia instansi terkait penyaluran kredit program maupun bantuan pembiayaan pertanian. Dalam hal ini akan digali data target dan realisasi penyaluran kredit dan bantuan, syarat dan prosedur penyaluran pembiayaan maupun kendala yang dijumpai dalam penyaluran kredit maupun bantuan tersebut. Disamping itu juga data jenis-jenis lembaga pembiayaan non formal yang ada, serta persepsi petani terhadap kredit program, bantuan pembiayaan, dan kredit informal. Penelitian akan dilaksanakan di Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Responden

Responden penelitian meliputi Bank Penyalur Program (KUR dan KKP-E), Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Menko Kesra (PNPM-M, PUAP), Kementerian Pertanian, Dinas Teknis, Gapoktan, Kelompok Tani, dan BPR di lokasi penelitian. Disamping petani penerima kredit program, responden juga akan meliputi petani yang tidak menerima kredit program.

(8)

Metoda Analisis

Tujuan 1: Mengidentifikasi jenis-jenis pembiayaan formal pertanian yang masih berlaku hingga saat ini.

Metoda analisis akan dilakukan secara deskriptif dengan menganalisa jenis-jenis pembiayaan formal pertanian,baik berupa kredit maupun bantuan terutama dari Kementerian Pertanian..

Tujuan 2: Mempelajari sumber-sumber non formal untuk pembiayaan usahatani.

Metoda analisis akan dilakukan secara deskriptif dengan menganalisa jenis-jenis pembiayaan pertanian yang sifatnya non formal yang diterima oleh petani.

Tujuan 3: Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemudahan petani untuk mengakses sumber-sumber permodalan formal.

Metoda analisis akan dilakukan dengan menggunakan fungsi logistik. Y = f(x1, x2, x3, x4, x5), dimana:

Y = 0 untuk petani yang tidak menerima kredit pertanian 1 untuk petani yang menerima kredit pertanian

x1 = dummy kepemilikan sertifikat lahan (1: mempunyai sertifikat lahan, 0: tidak mempunya sertifikat lahan)

x2 = luas lahan (ha)

x3 = dummy keanggotaan kelompok tani (1: anggota kelompok, 0: bukan kelompok) x4 = status petani (1: pemilik penggarap, 0: bukan pemilik)

(9)

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN

Bulan Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Persiapan dan penyusunan Proposal 2. Pengumpulan data 3. Verifikasi data 4. Pengolahan data 5. Analisis data 6. Penulisan laporan 7. Seminar Hasil 8. Perbaikan 9. Penggandaan laporan DAFTAR PUSTAKA

Ashari. 2009. Optimalisasi Kebijakan Kredit Program Sektor Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7 (1): 21-42. Maret 2009.

Ashari. 2009a. Peran Perbankan Nasional dalam Pembiayaan sektor Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7 (1): 13-27. Juli 2009.

Bank Indonesia. 2010. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil. Jakarta. Hastuti, E.L. dan Supadi. 2001. Aksessibilitas Masyarakat terhadap Kelembagaan Pembiayaan

Pertanian di Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Kementerian Pertanian. 2020. Realisasi Penyaluran KKP-E (Kumulatif), Posisi Juni 2009.

Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2010a. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) per Sektor Posisi 30 Juni 2009. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2010b. Rekapitulasi Penyaluran KUMK dari Dana SUP-005 Posisi Bulan Februari 2009. Jakarta.

Riskayanto dan N. Sulistiwati. 2009. Detreminan penyaluran Kredit pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah (UMKM) melalui BPR. Universitas Gunadarma. Jakarta.

(10)

9  Sahat M. Pasaribu, B. Sayaka, J. Situmorang, W. K. Sejati, A. Setyanto, dan J Hestina. 2007. Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijaksanaan Pertanian.

Sudaryanto, T., R. S. Riva'i, M. Rahmat, H. Mayrowani, H. Supriyadi, N. K. Agustin, J. F. Sinuraya, K. M. Noekman, Y. Marisa, E. M. Lokollo, M. Iqbal, J. Situmorang, Waluyo, V. Darwia, C. Muslim, Y. Supriyatna, R. Elizabeth dan R Aldillah. 2009. Penentuan Lokasi dan Evaluasi Kinerja serta Dampak Awal Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijaksanaan Pertanian.

Supriyatna, A. 2003. Aksesibilitas Petani Kecil Pada Sumber Kredit Pertanian Di Tingkat Desa: Studi Kasus Petani Padi di Nusa Tenggara Barat.. Balai Besar Pengkajian dan PengembanganTeknologi Pertanian. Bogor.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kesimpulan dari analisis regresi dengan menggunakan pendekatan Taylor Rule, maka dapat disimpulkan bahwa Variabel Bebas (Inflasi dan Output) berpengaruh secara

disimpulkan bahwa variabel yang terbukti sebagai faktor risiko kejadian Schistosomiasis japonicum pada masyarakat pekerjaan sebagai petani, kebiasaan mandi atau

Pada Navigation view terdapat menu-menu diantaranya yaitu menu untuk menampilkan profil siswa, melihat halaman Home, data guru-guru, mengakses rapor, mengakses laporan

Tabel 1. Kemudian sikap yang memiliki hubungan langsung secara negatif terhadap perilaku berwirausaha sebesar -0,280 atau -28%. Nilai yang dihasilkan cukup menjadi

Jika kita dapat memperoleh estimasi tidak bias atas koefisien autokorelasi, misalnya melalui data, penelitian lainnya, maupun estimasi terhadap persamaan 15 (disebut

Evaluasi merupakan upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye. Ada dua aspek yang perlu

Penelitian ini dilakukan pada citra CT-Scan thorax dengan pengaruh window level dan window width , untuk memperoleh nilai window level dan window width yang optimal pada