• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELENGGARAAN KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 DAN PP NOMOR 29 TAHUN 2000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELENGGARAAN KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 DAN PP NOMOR 29 TAHUN 2000"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELENGGARAAN KONTRAK KONSTRUKSI DI INDONESIA MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 DAN PP

NOMOR 29 TAHUN 2000

A. Definisi Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, sehingga penyelenggaraannya perlu diatur untuk mewujudkan tertib pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dan peningkatan peran masyarakat. yang tertuangkan dalam UUJK.

Jasa Konstruksi secara umum memiliki arti yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawas konstruksi. Dalam pelaksanaan kegiatan jasa konstruksi dilakukan usaha perencanaan konstruksi untuk memperlancar proses jasa konstruksi, yang dimaksud dengan Usaha Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.

(2)

Pekerjaan Konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal,elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyediaan jasa.Penyedia jasa dan pengguna jasa merupakan orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau pun yang bukan berbentuk badan hukum.Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melakukan pekerjaan konstruksi yang beresiko kecil, berteknologi sederhana dan yang memakan jumlah biaya yang kecil.Sedangkan pekerjaan konstruksi yang beresiko besar dan/atau berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya tinggi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.Adapun para pihak dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa.Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan berbentuk badan hukum.

Penyedia jasa konstruksi yang berbentuk badan usaha harus memenuhi ketentuan perizinan usaha di bidang jasa konstruksi dan memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi.Standar klasifikasi dan

(3)

baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian, hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi.

Berkenaan dengan izin usaha jasa konstruksi, telah diatur lebih lanjut dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2000) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah 28 Tahun 2000 (Peraturan Pemerintah 4 Tahun 2010) dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 369/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.Pasal 1 ayat 1 UUJK Jasa Konstruksi adalah layanan Jasa Konsultasi perencanaan pekerjaan Konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Untuk itu dapat dikatakan bahwa unsur-unsur dalam jasa konstruksi yaitu: 1. Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, maksudnya

perencanaan konstruksi yaitu penyedia jasa yang mengerjakan dokumen perencanaan pembangunan atau bentuk fisik lain. Adapun ruang lingkup perencanaan konstruksi yaitu meliputi layanan jasa pelaksanaan dalam jasa konstruksi yang terdiri dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai

(4)

pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa dalam bidang pengawasan dari pekerjaan pelaksanaan konstruksi. Pengawasan tersebut dilakukan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir konstruksi.

2. Layanan jasa pengawasan pengerjaan jasa konstruksi, maksudnya adalah pihak penyelenggara melakukan pengawasan terhadap kontraktor yang menggerjakan kontrak konstruksi tersebut agar penggerjaannya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak.

3. Terdapatmya para pihak yang ikut terlibat dalam pelaksanaan jasa konstruksi, maksudnya di dalam sebuah kontrak harus ada piha-pihak yang terlibat di dalam kontrak tersebut, yang nantinya akan bertanggungjawab terhadap kelangsungan kontrak tersebut.

B. Pengertian dan Syarat Sah Kontrak Jasa Konstruksi

1. Pengertian Kontrak Jasa Konstruksi

Masalah jasa konstruksi di Indonesia diatur dalam UUJK, dimana jasa konstruksi diberikan arti adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 angka 1).

Di dalam undang-undang tersebut pula, diatur mengenai kontrak kerja konstruksi, sebagai landasan adanya hubungan antar subyek hukum pelaku jasa konstruksi atau pengadaan barang/jasa.Letak keterhubungan tersebut ada pada konsep perjanjian antar subyek hukum dalam proyek jasa konstruksi, pelaksanaan, dan

(5)

mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 angka 5).Sementara di dalam Pasal 1 angka 15, Keppres 80 Tahun 2003, Kontrak adalah perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Menurut pasal 21 PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi adalah:

1. Kontrak kerja konstruksi dengan imbalan Lump Sum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) hurud a angka 1, merupakan kontrak jasa atau penyelesaian semua pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua resiko ynag mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.

2. Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan sebagaimana dinaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa atau penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan oleh penyedia jasa.

3. Kontrak jerja konstruksi dengan bentuk imbalan Biaya Tambah Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 3 merupakan kontrak jasa atau penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana jenis

(6)

dilakukan dengan penggeluaran biaya yang meliputi pembelian beban, sewa peralatan, upah kerja dan lain-lain. Ditambah imbalan jasa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

4. Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalaan Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4 merupakan gabungan Lump Sum dan atau harga satuan dan atau tambah imbalan jasa dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan sejauh yang disepakatipara pihak dalam kontrak kerja konstruksi.

5. Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Aliansi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4 merupakan kontrak penggadaan jasa dimana suatu harga kontrak referensi ditetapkan lingkup volume dan pekerjaan yang belum diketahui ataupundiperinci secara pasti sedangkan pembayarannya dilakukan secara biaya tambah imbal jasa dengan suatu pembagian tertentu yang disepakati bersama atas penghematan ataupun biaya lebih yang timbul dari perbedaan biaya dan harga kontrak referensi.

Di dalam kontrak kerja konstruksi terdapat beberapa substansi kontrak menurut Pasal 22 ayat (2), UUJK, yakni :

a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

(7)

c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;

f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam

(8)

pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak swasta .

Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”. Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan.

Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan. Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Dalam KUHPerdata, perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1601 (b) KUHPerdata bahwa : “Perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

(9)

suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari sistem hukum maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (construction law, bouwrecht). Istilah construction law biasa dipakai dalam kepustakaan Anglo Saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan dalam kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik bersifat perdata maupun publik/administratif.

Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang membuat perjanjian .Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi.Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para pihak.Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi adalah:

a. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;

b. Adanya objek, yaitu konstruksi;

(10)

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian yang dilakukan merupakan hubungan hukum berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak mengenai harta benda yang menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang membuatnya. Selanjutnya pelaksanaan kontrak kerja antara antara para pihak harus memperhatikan berlakunya ketentuan perjanjian kereja kontruksi dalam melakukan pekerjaan, ketentuan dalam perjanjian tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pemborong, dan yang harus lebih diperhatikan lagi adalah dalam pembuatan kontrak kerja, mulainya kontrak kerja, pelaksanaan kontrak kerja dan berakhirnya kontrak kerja, yaitu fase setelah adanya pelulusan sampai dengan penyerahan pekerjaan .

2. Syarat Sah Kontrak Jasa Konstruksi

Momentum terjadinya kontrak pada umumnya adalah ketika telah tercapai kata sepakat yang ditandai dengan penandatanganan kontrak sebagai bentuk kesepakatan oleh para pihak.Fungsi kontrak adalah demi memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Agar mereka tenang dan mengetahui dengan jelas akan hak dan kewajiban mereka .

Dalam melakukan sebuah kontrak antara dua pihak atau lebih adalah dengan memenuhi syarat yang ada dalam pembuatan kontrak. Sesuai ketentuan Pasal 22 UUJK, kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus memuat uraian mengenai :1. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

(11)

2. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, batasan waktu pelaksanaan;

3. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

4. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

5. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi;

6. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

7. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

8. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

Syarat sahnya kontrak menurut KUHPerdata adalah :

(12)

Kontrak berlangsung melalui sebuah penawaran proyek kerja oleh pihak penyedia jasa dan penerimaan tawaran proyek oleh pihak pemberi proyek.Pembentukan kontrak antara pihak pengguna jasa atau PPK dengan penyedia jasa yang dinyatakan sebagai pemenang. Para pihak harus segera melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pembuatan kontrak, setelah semua lengkap maka dikeluarkanlah surat perjanjian (kontrak). selanjutnya para pihak akan saling merevisi, melengkapi isi atau klausul dalam perjanjian tersebut. Apabila telah terjadi kesepakatan, para pihak wajib menandatangani kontrak tersebut. Selanjutnya kontrak tersebut akan menjadi acuan atau pedoman bagi para pihak untuk melaksanakan pekerjaan maka disinilah terjadi proses kesepatakan penawaran dan penerimaan.

Kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak, dan menyetujui perjanjian-perjnanjian yang disetujui oleh ke dua belah pihak. Para pihak setuju atas timbal balik yang secara sama diterima oleh mereka. Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum.Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur sebagai berikut.

a) Paksaan (dwang, duress)

Paksaan yang berupa paksaan rohani atau paksaan jiwa bukan paksaan fisik. Misalnya salah satu pihak menyetujui perjanjian karena adanya ancaman dari pihak lain.

(13)

suatu hal yang dapat terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan palsu disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lainnya agar menyetujui suatu perjanjian. Misalnya menjual mobil bekas yang telah dipoles sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan seolah-olah mobil tersebut baru dengan mengatakan kepada pembeli bahwa mobil itu baru.

c) Kesilapan (dwaling, mistake)

Sebagaimana pada pasal 1321 KUHPerdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. apabila salah suatu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang telah diperjanjikan atau tentang barang yang menjadi objek perjanjian.

Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Daruz Badrulzaman menggemukakan bahwa kesepakatan terjadi karena:

1. Kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menulis surat.

2. Kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

3. Kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

(14)

5. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum.

Cakap disini menurut hukum, seseorang yang mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau untuk melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan diri sendiri atau pihak lain yang diwakili misalnya mewakili badan hukum. Pada azasnya setiap orang yang bukan oleh para pihak supaya telah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Pasal 1330 KUHPerdata menentukan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu:

a. Orang-orang yang belum dewasa

Yang dimaksud orang yang belum dewasa di sini ilah menurut pasal 330 KUHPerdata ialah orang yang berusia 21 tahun.

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

Yang dimaksud dengan dibawah pengampuan yaitu mereka yang kurang cakap bertindak dalam hukum, dan tidak bisa melakukan perbuatan hukum sepertin semestinya. Seperti halnya pada manusia, Badab Hukum juga pada dasarnya tidak memiliki kecakapan, namun karena telah berbadan hukum yang telah sah diatur oleh peraturan dan telah diwakilkan oleh seorang yang mampu di bidang hukum maka Badan Hukum dapat dikatakan cakap dimata hukum.

c. Orang perempuan

Dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang serta semua orang yang dilarang oleh Undang-undang untuk membuat suatu perjanjian tertentu (yaitu wanita

(15)

bersuami). Namun ketetntuan ini dinyatakan sudah tidak berlaku lagi dengan adanya ketentuan Pasal 31 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa istri adalah cakap untuk melakuakan perbuatan hukum, termasuk membuat perjanjian.

6. Mengenai hal tertentu

Hal tertentu yang dimaksud adalah bahwa obyek atau prestasi yang diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung, dan dapat ditentukan jenisnya. Misalnya dalam sebuah perjanjian jual beli, harus ditentukan mengenai harga dan jenis barang yang akan diperjualbelikan.

7. Suatu sebab yang halal.

Maksudnya adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud/alasan yang sesuai hukum yang berlaku.Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum.Dan isi perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan/ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata).Selain itu pasal 1335 KUHPerdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Penerapan Syarat Kontrak secara umum diatas sebenarnya telah ada dan diterapkan pada pasal 22 ayat (3), yaitu:

(16)

Dalam hal perjanjian kerja konstruksi di atas dapat dikemukakan bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya untuk diserahkannya dalam suatu jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut.

Dengan demikian perjanjian kerja konstruksi merupakan suatu bentuk perjanjian yang dibuat antara para pihak, yaitu pihak pemberi pekerjaan dan pihak kontraktor sehingga perjanjian tersebut juga berlaku sebagai undang-undang bagi mereka (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).Hal tersebut sesuai dengan Asas Kebebasan Berkontrak, dimana para pihak bebas melakukan kontrak apapun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban umum.Misalnya ketentuan tentang syarat sahnya perjanjian, penafsiran perjanjian, hapusnya perjanjian, dan sebagainya. Namun ketentuan hukum secara keseluruhan yang menjadi dasar hukum perjanjian kerja konstruksi diatur dalam UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 ayat (5)).

Melalui Peraturan Pemerintahb No.29 Tahun 2000 telah dibahas mengenai penyelenggaraan jasa konstruksi, pada pasal 16 dikatakan mengenai kontrak kerja konstruksi yang mengatakan bahwa kontrak kerja kosntruksi harus dimuat secara terpisah sesuai tahapan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk perencana konstruksi, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasann konstruksi.

(17)

C. Asas dan Tujuan Pengaturan Kontrak Jasa Konstruksi sesuai UU No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

1. Pengaturan Jasa Konstruksi berdasarkan pada :

a. Asas kejujuran dan keadilan

Dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi harus dilaksanakan dengan adanya kejujuran dari kedua belah pihak selama berlangsungnya perjanjian tersebut, agar tidak ada pihak yang nantinya akan merasa dirugikan, dan secara adil dalam pembagian hak dan kewajiban, agar para pihak yang terikat kontrak mempertanggungjawabkan hak dan kewajibannya masing-masing.

b. Mamfaat dan keserasian

Dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan mamfaat dan keserasian yang nantinya akan diberikan kepada masyarakat dari pekerjaan konstruksi tersebut.

c. Keseimbangan

Dalam asas keseimbangan menghendaki adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam pelaksanaan kontrak Jasa Konstruksi tersebut dengan tujuan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

(18)

Para pihak harus memperhatikan tanggung jawabnya masing-masing tanpa campur tangan dari orang luar, atau diluar pihak-pihak yang bersangkutan dalam kontrak Jasa Konstruksi tersebut.

e. Keterbukaan

Adanya keterbukaan kedua belah pihak dalam pelaksanaan kontrak, seperti memberikan pendapat masing-masing tentang hal-hal apa saja yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kontrak, sebelum kontrak tersebut disepakati.

f. Kemitraan

Maksud ari asas ini adalah hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, timbal balik, seperti kedua belah pihak harus saling membutuhkan dan menguntungkan satu sama lain

g. Keamanan, dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi, kedua belah pihak harus sama-sama memperhatikan keamanan, keselamatan para pekerja konstruksi, agar terhindar dari hal buruk yang mungkin saja terjadi saat pekerjaan konstruksi dilakukan, dan menjaga keamanan demi kepentingan masyarakat..

Asas-asas perjanjian sangat perlu untuk dikaji lebih dahulu sebelum memahami berbagai ketentuan undang-undang mengenai sahnya suatu perjanjian. Suatu perkembangan yang terjadi terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami setelah mengetahui asas-asas yang bersangkutan. Banyak pendapat

(19)

ahli-ahli hukum tentang asas-asas dalam suatu perjanjian, namun pada dasarnya bertujuan untuk tercapainya kepastian hukum, ketertiban hukum, dan keadilan berdasarkan asas konsensualisme (berhubungan dengan lahirnya suatu perjanjian. Terdapat 5 (lima) asas penting dalam suatu perjanjian, yaitu :

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Sebagaimana hasil analisis Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan Berkontrak ini memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

a. membuat atau tidak membuat perjanjian

b. mengadakan perjanjian dengan siapapun

c. menentukan isi perjanjian dengan siapapun

d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

2. Asas Konsensualisme

Sebagaimana dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.Dalam pasal ini ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.Asas konsensualisme pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.Disini kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

(20)

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Merupakan asas kepastian hukum sebagai akibat perjanjian. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi :“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang” Selain itu pada asas ini juga dikatakan bahwa pihak lain (hakim atau pihak ketiga) harus menghormati dan tidak boleh mengintervensi substansi kontrak yang dibuat para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

4. Asas Itikat Baik (Goede Trouw)

Asas ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik”. yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan yang baik dari para pihak. Asas itikat baik ini dibagi 2 (dua) : itikat baik nisbi, dimana orang memperhatikan tingkah laku nyata orang atau subjek. Sedangkan itikat baik mutlak, penilaiannnya terletak pada akal sehat dan keadilan, dan penilaian keadaan yang dibuat dengan ukuran objektif (penilaian yang tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas ini merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja, sebagaimana dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi : “Pada umumnya seseorang tidak

(21)

1340 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Namun ketentuan ini ada pengecualiannya sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang menyatakan : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga. Sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya .

Jika dibandingkan dengan kedua pasal tersebut, maka dalam Pasal 1317 KUHPerdata mengatur perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUPerdata untuk kepentingan : (a) diri sendiri, (b) ahli warisnya, dan (c) orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Selain itu Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata tentang ruang lingkupnya yang luas. Disamping itu menurut Mariam D.B.(1997) terdapat rumusan 8 (delapan) asas huku m perikatan nasional , yaitu :

a. asas persamaan hukum

(22)

d. asas moral

e. asas kepatutan

f. asas kebiasaan

g. asas perlindungan.

Dari semua penjelasan tentang asas-asas perjanjian, maka asas-asas yang ada saling melengkapi dan dijadikan dasar pijakan para pihak dalam menentukan dan membuat kontrak yang dapat dilihat dalam pasal 2 UUJK, yang menjelaskan tentang asas pelaksanaan jasa konstruksi.

Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk :

2. Adapun tujuan dari pengaturan jasa kosntruksi yaitu ;

a. Memberikan pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.

b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(23)

D. Syarat dan Standarnisasi dalam Pemenuhan Kontrak Jasa Konstruksi

Salah satu standar dalam perjanjian jasa konstruksi adalah Condition Of Contract for Constraction FIDIC. Dokumen persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi, FIDIC, adalah salah satu dokumen yang dapat diterapkan di Indonesia sebagai salah satu standar kontrak jasa konstruksi. FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs-Conseils (International Federation Of Consulting Engineers). Standar ini tidak bertentangan dengan perundang-undangan di Indonesia khususnya UUJK. Karena standar FIDIC ini bersifat teknis dan melengkapi UUJK .

Dalam pasal 1 ayat 3. Kepatuhan terhadap hukum (compliance with laws) ditegaskan kembali sebagai berikut: kontraktor dalam pelaksanaan kontrak ini akan tunduk pada hukum yang berlaku. Berdasarkan pasal-pasal tersebut FIDIC telah memberikan kebebasan kepada dua pihak tentang pemilihan hukum negara mana yang akan dipakai. Beberapa klausula utama yang terdapat dalam dokumen FIDIC yaitu mencakup permasalahan sebagai berikut :

a. Pengadaan dan pembayaran konstruksi

Pengadaan dan pembayaran konstruksi berdasarkan kontrrak FIDIC telah ditentukan mengenai pengadaan dan pembayaran konstruksi akan dicantumkan dalam sebuah daftar yang biasa disebut Apendix sehingga memudahkan untuk dilakukan pencarian data.

(24)

Wanprestasi dan pemutusan hubungan kontrak kerja dalam hal wanprestase dan pemutusan hubungan kerja kontrak FIDIC tidak lagi menerapkan sistem penalty (denda) melainkan menerapkan sistem ganti rugi atas keterlambatan (liquidity an ascertain damages for delay).

b. Penyelesaian perselisihan

Penyelesaian perselisihan berdasarkan kontrak internasional FIDIC deselesaikan secara arbitrase tanpa pengadilan (court) yang dirasa lebih rinci dan sederhana dalam hal penyelesaian.

Jika terjadi perselisihan atau sengketa, kedua pihak tidak ada yang memilih pengadilan, semuanya memilih arbitrase.

Dalam FIDIC, berbagai masalah tentang pembayaran untuk jasa konstruksi telah diaturdalam pasal-pasal berikut ini :

Dalam pasal 12 ayat 1 diatur jika kontrakor gagal menyelesaikan pekerjaannya pemberi tugas akan memberikan somasinya, jika dalam 14 hari setelah menerima somasi tersebut kontraktor tidak bisa menyelesaikan pembangunan maka kontrak dapat diputuskan dan menggeluarkan kontraktor dari lapangan. Demikian pula dengan pemberi tugas jika gagal dalam melaksanakan pembayaran maka kontraktor dapat memutuskan kontrak serta pemberi tugas harus membayar prestasi yang dilaksanakan ditambah kompensasi pada kontraktor.Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 12 ayat 3.

(25)

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam standar FIDIC dapat kita lihat bahwa asas proporsionalitas dapat diterapkan dengan baik dalam perjanjian jasa konstruksi karena sudah menggatur hak dan kewajiban para pihak

Menurut ketua umum Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Sudarto menyatakan jika standardisasi FIDIC ini diterapkan dengan benar akan sangat mengguntungkan penyedia jasa konstruksi karena terjadi kesetaraan hak dan kewajiban antara penyedia jasa dan pengguna jasa konstruksi. Karena yang sering terjadi adalah penyedia jasa lebih menuruti apa yang menjadi ketentuan yang diberikan oleh pengguna jasa konstruksi, karena posisi tawarnya memang lemah dengan persaingan yang relatif ketat .

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan infrastruktur di Jawa Tengah menunjukkan data yang berfluktuatif meliputi infrastruktur ekonomi (panjang jalan, listrik yang terjual, air minum yang disalurkan, dan

Berdasarkan hasil analisis bilangan iodium pada variasi penambahan konsentrasi starter diperoleh bahwa didalam VCO ini terdapat banyak terkandung ikatan tak jenuh yang

Berdasarkan data hasil penelitian yang disajikan dalam Gambar 5 terlihat bahwa ketiga bahan filter dari ijuk, jerami padi dan ampas tebu efektif digunakan sebagai filter

Hasil analisis data penilaian validator terhadap instrumen penilaian berbasis kompetensi pada praktikum pemrograman web seperti pada Tabel 4, menunjukkan rerata

Jika mengelola perputaran piutang secara efektif maka akan berdampak positif pada profitabilitas karena semakin tinggi tingkat rasio perputaran piutang karena akan semakin

Bila terjadi kelalaian dalam pelunasan Pokok Obligasi dan/atau pembayaran Bunga Obligasi, Pemegang Obligasi berhak untuk menerima pembayaran denda atas setiap kelalaian

Dengan demikian penelitian yang dilakukan ataupun buku-buku yang ditulis sbelumnya belum banyak yang mempelajari secara detail akibat hukum yang ditimbulkan bagi

Pada mode MENU, tekan "Vol+" atau "Vol-" untuk mengatur item yang Anda pilih.. Menampilkan