• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

DALAM PENGEMBANGAN UMKM

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

(2)

RINGKASAN EXECUTIVE

Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman dari luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.

Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011 adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,

Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas

(3)

diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.

Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut. Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM dan Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM

ISU KEBIJAKAN

a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM sebesar 99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan eksistensi UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia.

b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi yang diberikan, UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap PDB paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun demikian, dalam pengembangan usahanya, UMKM sektor perdagangan menghadapi beberapa kendala terutama masalah permodalan.

c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah banyak digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang merupakan manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI yaitu kewajiban bagi bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar 20% dari total kredit pada tahun 2018.

d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh UMKM yang ada.

(4)

Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru menyentuh 9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM (www.komite-kur.com). UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit tersebut menggunakan modal sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan akses dari UMKM dan sulitnya UMKM memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah baru dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai pembukuan dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan usaha membuat kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu juga kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat UMKM sektor perdagangan kalah bersaing dengan pasar modern.

PERMASALAHAN: PERANAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM

PENGEMBANGAN UMKM

a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai instansi yang kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan dengan menjalankan peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM

b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh UMKM maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama dalam hal pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan menemukan kesulitan UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai untuk menghindari adanya kredit bermasalah.

c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan masih besar.

d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian

(5)

kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan pembayaran.

e. Dalam hal pembayaran kredit/pinjaman, lembaga pembiayaan telah melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola” dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank.

f. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.

g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi kecil.

h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat usaha.

i. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan. Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai. j. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan

yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.

k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif. Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji, membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.

(6)

l. Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan pribadi dengan usaha.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

a. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki

core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.

b. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran. c. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan

lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM, sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015

d. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga pembiayaan.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga laporan analisis “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM” dapat diselesaikan.

Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat

Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun data-data yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang membantu terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang sarana dan lembaga perdangangan.

Jakarta, November 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

(8)

DAFTAR ISI

RINGKASAN EXECUTIVE ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 2

1.3. Output Penelitian ... 2

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 3

1.5. Outcome Penelitian ... 3

1.6. Sistematika Laporan ... 3

BAB II TINJAUAN LITERATUR ... 5

2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan ... 5

2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 ... 5

2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009 ... 6

2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM ... 7

2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM ... 8

2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia ... 14

2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM ... 20

2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Kerangka Pemikiran ... 24

3.2. Pendekatan Penelitian ... 25

3.3. Jenis Penelitian ... 26

3.4. Jenis Data dan Sumber Data ... 26

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.6. Populasi dan Sampel ... 28

3.7. Teknik Analisis Data ... 29

3.8. Operasionalisasi Konsep ... 31

BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM ... 33

PENGEMBANGAN UMKM ... 33

(9)

4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM

Melalui Lembaga Pembiayaan ... 33

4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui Lembaga Pembiayaan Bank ... 33

4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM ... 36

4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank ... 36

4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta ... 45

4.3.1. Karakteristik Responden UMKM ... 46

4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan ... 49

4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan . 49 4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 77

5.1. Kesimpulan ... 77

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional ………. 9

Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD ……….. 10

Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR ……… 11

Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi ………. 12

Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi ……….. 13

Tabel 2.6 Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ……… 15 Tabel 2.7 Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ………. 17 Tabel 2.8 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ……… 18 Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah) ……….. 19 Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM ………... 21 Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan UMKM ………... 22 Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep ………... 33

Tabel 4.1 Jenis Usaha Responden ……… 48

Tabel 4.2 Membantu Pengurusan Izin Usaha ……….. 66

Tabel 4.3 Membantu Pengurusan Kredit ……….. 67

Tabel 4.4 Pelatihan Pengelolaan SDM ………. 67

Tabel 4.5 Pelatihan Penggunaan IT ……….. 68

Tabel 4.6 Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus ………. 69

Tabel 4.7 Membantu Membuat Rencana Bisnis ……….. 69

Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain ……….. 71 Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran ………... 72

Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha ……… 72

Tabel 4.11 Pendampingan Berinovasi ………. 73

Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan ………. 75

Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan ……….. 76

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha ………. 39

Gambar 4.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ……….. 39

Gambar 4.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank ………... 40

Gambar 4.4 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ………... 40

Gambar 4.5 Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek ……….. 41

Gambar 4.6 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha ... 42

Gambar 4.7 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan 42 Gambar 4.8 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank ………. 43

Gambar 4.9 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi ………. 43

Gambar 4.10 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek ………… 44

Gambar 4.11 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha .. 45

Gambar 4.12 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan 45 Gambar 4.13 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank ………. 46

Gambar 4.14 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi ………. 46

Gambar 4.15 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek ………… 47

Gambar 4.16 Omzet Responden Per Bulan ……….. 50

Gambar 4.17 Lama Usaha ……… 51

Gambar 4.18 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan ……….. 52

Gambar 4.19 Sumber Dana Usaha ……….. 53

Gambar 4.20 Lembaga Pembiayaan yang Digunakan ………. 54

Gambar 4.21 Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan ……….. 55

Gambar 4.22 Agunan ………. 56

Gambar 4.23 Jaminan ………. 57

Gambar 4.24 Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun ……… 58

Gambar 4.25 Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil ………. 58

Gambar 4.26 Tujuan Pinjaman ………. 60

Gambar 4.27 Pembayaran Pinjaman ……….. 61

Gambar 4.28 Kesulitan Pembayaran ……… 62

Gambar 4.29 Sumber Informasi ……… 62

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman darI luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya di Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah sangat-sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011 adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,

Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah yang hingga kini masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah

(13)

diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi Bank Indonesia dapat memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.

Dalam Perkembangannya peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut

Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:

a. Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM b. Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM

1.2. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.

b. Memberikan rekomendasi program pengembangan UMKM

1.3. Output Penelitian

a. Informasi mengenai peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM

b. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan UMKM

(14)

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Adapun ruang lingkup penelitian meliputi:

a. Analisis kebijakan pembiayaan UMKM dari pemerintah pusat dan provinsi b. Survei UMKM pada sektor perdagangan yang sedang memiliki pinjaman di

daerah penelitian

c. Wawancara mendalam lembaga pembiayaan dan pengelola pasar di daerah penelitian

1.5. Outcome Penelitian

Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan yang dapat mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.

1.6. Sistematika Laporan

Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi:

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian 1.3. Ruang Lingkup

1.4. Sistematika Laporan

BAB II : TINJAUAN LITERATUR

2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan

2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM

2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM

BAB III : METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Pendekatan Penelitian 3.3. Jenis Penelitian

3.4. Jenis Data dan Sumber Data 3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.6. Populasi dan Sampel 3.7. Teknik Analisis Data 3.8. Operasionalisasi Konsep

(15)

BAB IV : ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM

4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan

4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM

4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta

BAB V : SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi

(16)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan

2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988

Lembaga pembiayaan adalah : badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

Sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) lembaga keuangan bank

sesuai UU No. 14 Tahun 1967, bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2) lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan.

Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, lembaga pembiayaan. lembaga pembiayaan termasuk dalam Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB).

3) Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan;

Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain bidang usaha: 1) sewa guna usaha;

2) modal ventura;

3) perdagangan surat berharga 4) anjak piutang;

5) usaha kartu kredit; 6) pembiayaan konsumen.

(17)

Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga bentuk lembaga pembiyaan di atas.

2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009

Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.

Lembaga Pembiayaan meliputi: 1) Perusahaan Pembiayaan; 2) Perusahaan Modal Ventura; dan 3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:

1) Sewa Guna Usaha; 2) Anjak Piutang

3) Usaha Kartu Kredit; dan/atau 4) Pembiayaan Konsumen

Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) atau bisa disebut juga lembaga pembiayaan adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their microenterprises). Sedangkan bentuk Lembaga pembiayaan UMKM

dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.

Lembaga Pembiayaan di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya

(18)

masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.

2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM

Peran lembaga pembiayaan:

1) sebagai sumber alternatif pembiayaan,

2) menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Bantuan Teknis dari BI bagi Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan UMKM:

1) Penelitian 2) Pelatihan

3) Penyediaan informasi 4) Fasilitasi

Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung pada setiap akhir tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada dilakukan secara bertahap, sebagai berikut:

1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank;

2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank;

3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen);

(19)

4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen);

5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen);

6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh persen).

2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM

Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan.

Walaupun biaya atas dana pinjaman dari lembaga pembiyaan lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga perbankan, lembaga pembiayaan memberikan kelebihan misalnya berupa tiadanya jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis lembaga, pinjaman didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam.

Jenis lembaga pembiayaan lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR.

Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh perbankan khususnya BRI lewat program KUR. Sampai bulan Agustus 2013 , bank nasional yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah). Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total plafond mencapai Rp. 77,5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp. 61,9 triliun, debiturnya 92.962 UMK dan 8.470.436 UMKM, rata-rata kredit Rp.

(20)

168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing 3,4% dan 1,9%.

Selain BRI , Bank BNI juga melakukan pembiayaan UMKM dengan total plafond sebesar Rp. 14,08 triliun, debiturnya sebanyak 223.884 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 62,89 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,9%. Sedangkan Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp. 12,4 triliun, debiturnya sebanyak 244.993 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,9 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,5%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4 triliun, BSM dengan plafond Rp. 3,3 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,74 triliun dan BNI Syariah dengan plafond Rp. 129.849 miliar.

Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR oleh bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,7%. Bank BTN merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR yaitu sebesar 12,4% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada bank yang masih di atas 5% bisa turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran.

Tabel 2.1

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional (31 Agustus 2013)

NO BANK

REALISASI PENYALURAN KUR

NPL (%) Plafon Outstanding Debitur Rata-rata Kredit (Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)

1 BNI 14,085,347 4,701,435 223,884 62.9 4.9 2 BRI (KUR Ritel) 15,661,184 6,458,669 92,962 168.5 3.4 3 BRI (KUR Mikro) 61,912,781 18,425,469 8,470,436 7.3 1.9 4 Bank Mandiri 12,481,392 5,904,132 244,993 50.9 4.5 5 BTN 4,001,870 2,140,826 22,483 178.0 12.4 6 Bukopin 1,748,494 696,731 11,719 149.2 4.1 7 Bank Syariah Mandiri 3,342,178 1,740,551 45,856 72.9 7.3 8 BNI Syariah 129,849 94,483 889 146.1 3.8

TOTAL 113,363,095 40,162,296 9,113,222 12.4 3.7

Dari tabel 2. Terlihat bahwa penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan Agustus 2013 ini telah mencapai Rp. 12 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar 151.704. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar Rp 3,7 triliun dan Rp 2,73 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank

(21)

Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR masing-masing sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus 2013 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%, sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang tinggi tersebut.

Tabel 2.2

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD (31 Agustus 2013)

NO BANK

REALISASI PENYALURAN KUR

NPL (%) Plafon Outstanding

Debitur

Rata-rata Kredit (Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)

1 Bank Nagari 1,329,700 651,105 38,641 34.4 3.1 2 Bank DKI 313,460 223,017 2,212 141.7 4.2 3 Bank Jabar Banten 2,732,746 1,091,814 22,704 120.4 10.8 4 Bank Jateng 1,522,806 672,737 22,880 66.6 3.6 5 Bank DIY 79,490 28,959 819 97.1 7.2 6 Bank Jatim 3,706,010 1,407,830 35,355 104.8 16.9 7 Bank NTB 134,491 78,396 1,810 74.3 2.7 8 Bank Kalbar 332,740 213,714 2,175 153.0 1.4 9 Bank Kalteng 132,860 85,553 2,471 53.8 5.2 10 Bank Kalsel 308,965 213,835 3,432 90.0 1.7 11 Bank Sulut 53,095 33,675 1,948 27.3 10.5 12 Bank Maluku 173,428 83,448 4,137 41.9 6.9 13 Bank Papua 230,284 167,997 2,974 77.4 4.4 14 Bank Aceh 67,459 57,353 751 89.8 2.1 15 Bank Sumut 181,639 157,044 1,522 119.3 1.5 16 Bank Riau Kepri 34,800 28,306 328 106.1 1.1 17 Bank Jambi 36,483 30,546 396 92.1 0.6 18 Bank Sumsel Babel 73,499 61,210 835 88.0 0.0 19 Bank Bengkulu 23,717 19,700 231 102.7 0.0 20 Bank Lampung 125,899 106,431 1,431 88.0 0.0 21 Bank BPD Bali 85,433 61,774 904 94.5 0.0 22 Bank NTT 26,015 22,828 354 73.5 0.0 23 Bank Kaltim 239,673 171,673 2,779 86.2 2.5 24 Bank Sulteng 4,937 4,197 80 - 25 Bank Sultra 37,702 27,195 391 96.4 0.0 26 Sulselbar 17,275 14,766 144 120.0 0.0 TOTAL 12,004,605 5,715,105 151,704 79.1 7.9 TOTAL BPD LAMA 11,050,074 4,952,081 141,558 78.1 8.9 TOTAL BPD BARU 954,531 763,024 10,146 94.1

Secara nasional, sampai bulan Agustus 2013, dari tabel 3. di bawah ini terlihat bahwa dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 36 triliun KUR sudah mencapai Rp. 27,716 triliun atau 77%. Diharapkan 5 bulan yang tersisa di tahun

(22)

2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL masing-masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun belum bankable.

Tabel 2.3

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR (31 Agustus 2013)

NO BANK

REALISASI PENYALURAN KUR

NPL (%) Plafon Outstanding Debitur Rata-rata Kredit (Rp juta) (Rp juta) (Rp juta)

1 BNI 14,085,347 4,701,435 223,884 62.9 4.9

2 BRI (KUR Ritel) 15,661,184 6,458,669 92,962 168.5 3.4 3 BRI (KUR Mikro) 61,912,781 18,425,469 8,470,436 7.3 1.9 4 BANK MANDIRI 12,481,392 5,904,132 244,993 50.9 4.5 5 BTN 4,001,870 2,140,826 22,483 178.0 12.4 6 BUKOPIN 1,748,494 696,731 11,719 149.2 4.1 7 BANK SYARIAH MANDIRI 3,342,178 1,740,551 45,856 72.9 7.3 8 BNI SYARIAH 129,849 94,483 889 146.1 3.8

9 BPD 12,004,605 5,715,105 151,704 79.1 7.9

TOTAL 125,367,700 45,877,402 9,264,926 13.5 4.2

Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai Rp. 71,694 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur. Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37 juta debitur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor perdagangan jumlahnya cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman pada UMKM sektor perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi sektor yang cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor tersebut merupakan sektor ekonomi yang paling banyak digeluti oleh UMKM.

(23)

Tabel 2.4

Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi (31 Agustus 2013) NO SEKTOR EKONOMI TOTAL Plafon Outstanding Debitur (Rp juta) (Rp juta) 1 Pertanian 20,675,438 8,704,395 1,375,369 2 Perikanan 768,053 226,337 7,268 3 Pertambangan 106,296 50,751 2,673 4 Industri pengolahan 3,466,891 1,610,621 173,905 5 Listrik, gas dan air 64,715 33,384 1,677 6 Konstruksi 1,965,360 670,109 9,949 7 Perdagangan 71,694,808 26,291,876 6,171,144 8 Penyediaan akomodasi 826,287 288,909 31,542 9 Transportasi 1,711,559 976,110 38,706 10 Perantara keuangan 924,458 363,957 6,300 11 usaha persewaan 5,193,460 2,567,399 254,701 12 Adm. Pemerintahan 9,086 1,433 37 13 Jasa pendidikan 70,140 30,655 410 14 Jasa kesehatan 337,879 107,537 3,558 15 Jasa kemasyarakatan 3,123,861 1,224,790 104,153 16 Jasa perorangan 90,024 43,068 879 17 Badan internasional 75 - 1 18 Lainnya 14,339,308 2,686,070 1,082,654 Total 125,367,700 45,877,402 9,264,926

Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan plafond masing-masing Rp. 19,4 triliun dan Rp. 18,9 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan adanya BPD dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa. Terkonsentrasinya penyerapan KUR di pulau Jawa tidak dapat dipungkiri karena factor jumlah penduduk yang cukup besar, juga dikarenakan banyak UMKM yang tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa. Iklim usaha yang kompetitif di Jawa membuat pelaku usaha UMKM menjadi terdorong untujk mengembangkan usahanya.

(24)

Tabel 2.5

Realisasi KUR Menurut Propinsi (31 Agustus 2013) NO PROVINSI TOTAL TOTAL Outstanding Debitur (Rp juta) (Rp juta)

1 Nanggroe Aceh Darusalam 2,081,745 586,694 150,835 2 Sumatera Utara 6,327,140 2,490,227 380,389 3 Sumatera Barat 3,941,251 1,568,415 218,718 4 Riau 3,830,020 1,768,867 156,569 5 Jambi 2,226,226 907,752 129,556 6 Sumatera Selatan 4,463,741 1,761,048 171,743 7 Bengkulu 899,942 334,146 68,069 8 Lampung 2,716,215 989,084 215,504 9 Kepulauan Riau 906,819 354,212 30,794 10 Bangka Belitung 391,077 152,064 22,305 11 DKI Jakarta 5,737,216 2,317,045 222,155 12 Jawa Barat 16,016,509 5,501,041 1,309,104 13 Jawa Tengah 19,412,883 6,265,058 2,174,768 14 D.I. Yogyakarta 2,447,451 921,412 241,168 15 Jawa Timur 18,924,056 6,584,795 1,606,785 16 Banten 2,601,219 889,641 143,307 17 Bali 2,785,984 1,032,096 213,619 18 NTB 1,534,318 528,230 138,967 19 NTT 1,339,393 457,248 94,620 20 Kalimantan Barat 2,845,038 1,248,096 107,464 21 Kalimantan Tengah 1,900,006 899,630 86,721 22 Kalimantan Selatan 3,092,273 1,334,993 171,557 23 Kalimantan Timur 3,283,879 1,361,717 156,295 24 Sulawesi Utara 1,289,843 510,953 88,020 25 Sulawesi Tengah 1,519,952 611,866 117,506 26 Sulawesi Selatan 7,084,829 2,486,486 508,493 27 Sulawesi Tenggara 1,077,919 392,903 84,631 28 Gorontalo 621,647 174,656 58,211 29 Sulawesi Barat 668,853 206,872 47,150 30 Maluku 876,280 256,270 45,683 31 Maluku Utara 552,637 189,825 24,034 32 Papua Barat 671,636 276,869 22,026 33 Papua 1,299,705 517,195 58,160 TOTAL 125,367,700 45,877,402 9,264,926

Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh Kantor Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga Penyalur Dana Bergulir) – UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir kepada UMKM melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri. LPDB-UMKM merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang telah menyalurkan dana bergulir pinjaman/pembiayaan kepada mitranya yakni

(25)

koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp 3,9 triliun kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia. Target penyaluran dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada 109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013 telah terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra, sementara yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar.

Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM untuk mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT, Modal Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM masih banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitan terlihat bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-bank lainya bersaing dengan lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah UMKM. Bahkan BPR yang dulu banyak nasabah yang antri untuk meminjam dana untuk pengembangan usahanya, sekarang ini harus “jemput bola” karena persaingan untuk menarik nasabah UMKM semakin kompetitf.

2.4. Perkembangan UMKM di Indonesia

Perkembangan Produk Domestik Bruto dari UMKM selamat 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian Koperasi dan UMKM pada tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 57,94 persen (tabel 2.6). Tahun 2009, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 56,53 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan kontribudi PDB lebih besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan dengan usaha besar yang terus mengalami penurunan.

Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang paling besar dalam pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup beralasan karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia, kedua sektor tersebut sangat dominan dalam jumlah UMKM nya. Sektor ekonomi

(26)

lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor industri. Berkembangnya sektor industri dipicu oleh berkembangnya sektor pariwisata yang menyebabkan industri kecil dan menengah ikut berkembang. Permintaan produk-produk kerajinan UMKM meningkat dipasaran baik untuk pasar domestic maupun pasar internasional.

Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah meskipun kontribusi sektor pertanian dan turunannya masih cukup besar, tapi ada kecenderungan kontribusinya menurun setiap tahunnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pergeseran peran sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersisier. Gejala ini menjadi hal yang biasa untuk sebuah negara yang sedang berkembang yang tumbuh untuk menjadi negara yang maju.

Tabel 2.6

Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011

(Trilyun rupiah)

Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Pangsa (%)

2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 1. Pertanian UMKM 821.49 962.05 1,010.34 283.94 292.11 310.89 15.51 15.85 13.60 UB 36.77 41.97 48.77 11.99 12.29 16.92 0.69 0.69 0.66 2. Pertambangan UMKM 89.94 102.88 128.47 23.16 24.57 30.5 1.70 1.70 1.73 UB 501.6 564.26 708 157.01 161.86 219.07 9.47 9.30 9.53 3. Industri UMKM 490.94 567.2 786.3 179.72 186.45 191.55 9.27 9.35 10.59 UB 989.96 1,129.12 1,412.85 390.06 408.86 375.54 18.70 18.61 19.02 4.LGA UMKM 3.29 3.78 6.71 1.27 1.35 2.69 0.06 0.06 0.09 UB 43.53 47.62 40.91 15.86 16.7 28.98 0.82 0.78 0.55 5. Bangunan UMKM 203.34 227.25 279.85 52.2 54.55 62.67 3.84 3.74 3.77 UB 351.64 397.61 358.72 88.07 95.51 130.98 6.64 6.55 4.83 6. Perdagangan UMKM 723 845.41 1,147.60 354.15 384.57 361.71 13.65 13.93 15.45 UB 27.6 30.63 39.32 14.41 16.03 29.41 0.52 0.50 0.53 7. Pengangkutan UMKM 166.06 189.74 220.28 73.82 79.39 99.68 3.14 3.13 2.97 UB 186.34 208.93 254.88 117.8 138 127.5 3.52 3.44 3.43 8. Keuangan UMKM 250.67 288.03 329.6 132.66 139.98 161.44 4.73 4.75 4.44 UB 153.45 170.41 239.15 76.18 80.66 73.02 2.90 2.81 3.22 9. Jasa - Jasa UMKM 244.42 280.05 394.42 111.67 119.58 148.21 4.62 4.61 5.31

UB 10.82 11.8 20.93 5.08 5.45 6.37 0.20 0.19 0.28

PDB UMKM 2,993.15 3,466.39 4,303.57 1,212.60 1,282.57 1,369.33 56.53 57.12 57.94

PDB UB 2,301.71 2,602.37 3,123.51 876.46 935.37 1,007.78 43.47 42.88 42.06 PDB NASIONAL 5,294.86 6,068.76 7,427.09 2,089.06 2,217.95 2,377.11 100.0000 100.00 100.00 Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012

(27)

Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor lainnya. Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian, sedangkan sektor perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM sektor pertanian jauh labih banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal poenciptaan PDB, UMKM sektor perdangan lebih banyak daripada sektor pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM sektor perdagangan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada UMKM sektor pertanian.

Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di Indonesia merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan usaha besar. Tapi jika dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar relatife lebih besar daipada UMKM. Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha besar mampun menciptakan PDB sekitar 42 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu memberikan kontribusi PDB sekitar 58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan usahanya sehingga kontribusi terhadap PDB juga akan semakin besar.

(28)

Tabel 2.7

Jumlah UMKM dan UB

Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011 Sektor

Ekonomi Unit Persentase

2009 2010 2011 2009 2010 2011 1. Pertanian UMKM 26,369,299 26,685,710 26,967,963 49.971 49.575 48.845 UB 528 524 754 0.001 0.001 0.001 2. Pertambangan UMKM 271,929 276,861 294,448 0.515 0.514 0.533 UB 84 88 78 0.000 0.000 0.000 3. Industri UMKM 3,268,496 3,423,078 3,538,070 6.194 6.359 6.408 UB 1,178 1,223 928 0.002 0.002 0.002 4.LGA UMKM 11,720 12,852 13,903 0.022 0.024 0.025 UB 122 120 231 0.000 0.000 0.000 5. Bangunan UMKM 553,698 570,640 869,080 1.049 1.060 1.574 UB 256 268 417 0.000 0.000 0.001 6. Perdagangan UMKM 15,533,964 15,910,964 15,918,251 29.438 29.559 28.831 UB 1,303 1,351 1,195 0.002 0.003 0.002 7. Pengangkutan UMKM 3,408,343 3,487,691 3,799,460 6.459 6.479 6.882 UB 346 363 447 0.001 0.001 0.001 8. Keuangan UMKM 1,060,386 1,115,742 1,308,035 2.009 2.073 2.369 UB 644 673 794 0.001 0.001 0.001

9. Jasa - Jasa UMKM 2,286,768 2,340,194 2,497,235 4.334 4.347 4.523

UB 216 228 109 0.000 0.000 0.000

Jumlah UMKM 52,764,603 53,823,732 55,206,444 99.991 99.991 99.991

Jumlah UB 4,677 4,838 4,952 0.009 0.009 0.009

Total 52,769,280 53,828,569 55,211,396 100.000 100.000 100.000 Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012

Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap tenaga kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sekitar 97 persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar hanya mamp;u menyerap tenaga kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mengatasi pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 41

(29)

persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sekitar 21 persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen.

Berdasarkan penciptaan investasi, pada tahun 2011 UMKM mampu menciptakan investasi lebih besar dari pada usaha besar meskipun tidak terlalu besar perbedaannya. Ini menjadi hal yang membanggakan karena pada tahun tahun sebelumya usaha besar mampu menciptakan investasi lebih besar dari UMKM. Meski jika dianalisis lebih dalam, ternyata usaha besar dengan hanya

Tabel 2.8

Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011

Sektor Ekonomi Unit Persentase

2009 2010 2011 2009 2010 2011 1. Pertanian UMKM 42,560,349 85,129,370 43,081,018 43.040 42.804 41.181 UB 469,150 479,898 592,243 0.474 0.241 0.566 2. Pertambangan UMKM 1,046,418 2,185,727 1,343,488 1.058 1.099 1.284 UB 93,077 119,268 139,985 0.094 0.060 0.134 3. Industri UMKM 11,037,496 21,672,804 11,877,631 11.162 10.897 11.354 UB 1,577,944 1,656,837 1,471,635 1.596 0.833 1.407 4.LGA UMKM 140,149.000 241,805.000 169,324.000 0.142 0.122 0.162 UB 69,292 82,534 118,449 0.070 0.041 0.113 5. Bangunan UMKM 4,447,683 8,959,049 5,379,986 4.498 4.505 5.143 UB 163,012 162,959 184,852 0.165 0.082 0.177 6. Perdagangan UMKM 21,734,462 45,277,463 22,108,306 21.979 22.766 21.133 UB 102,306 110,317 139,985 0.103 0.055 0.134 7. Pengangkutan UMKM 5,867,732 12,160,549 7,067,798 5.934 6.114 6.756 UB 79,941 97,063 86,144 0.081 0.049 0.082 8. Keuangan UMKM 1,414,875 2,959,219 1,913,270 1.431 1.488 1.829 UB 69,723 74,892 111,270 0.071 0.038 0.106 9. Jasa - Jasa UMKM 7,962,167 17,457,712 8,781,638 8.052 8.778 8.394

UB 50,227 55,940.0 46,662 0.051 0.028 0.045

Jumlah UMKM 96,211,332 196,043,698 101,722,458 97.295 98.572 97.236 Jumlah UB 2,674,671 2,839,711 2,891,224 2.705 1.428 2.764 Total 98,886,003 198,883,409 104,613,681 100.000 100.000 100.000

(30)

sekitar 1 persen jumlah usahanya ternyata mampu menciptakan investasi sekitar 49 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu menciptakan investasi sebesar 51 persen. Ini menunjukkan bahwa usaha besar merupakan usaha yang cenderung padat modal, sedangkan UMKM merupakan usaha yang cenderung padat karya.

Investasi pada usaha besar lebih banyak di sektor pertambangan, industri, LGA, keuangan juga sektor pengankuktan dan jasa-jasa. Untuk UMKM, investasi lebih banyak di sektor pertanian, perdaganganm pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa.

Tabel 2.9

Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah)

Sektor Ekonomi 2009 2010 2011 1. Pertanian UMKM 31.291.773 35.220.766 36.220.476 UB 16.364.962 19.084.277 19.130.346 2. Pertambangan UMKM 2.015.532 2.421.623 2.474.554 UB 43.028.540 52.624.512 28.095.307 3. Industri UMKM 82.276.924 90.154.286 131.256.593 UB 134.546.938 157.586.561 157.829.395 4.LGA UMKM 5.058.514 6.513.398 6.807.290 UB 131.166.289 151.497.733 153.321.959 5. Bangunan UMKM 11.516.987 14.144.619 14.660.874 UB 11.295.063 13.878.150 14.477.825 6. Perdagangan UMKM 164.964.536 13.878.150 209.682.786 UB 45.897.778 202.317.470 59.252.877 7. Pengangkutan UMKM 224.436.884 274.393.393 282.355.256 UB 199.956.484 239.813.789 243.330.259 8. Keuangan UMKM 125.658.367 155.248.420 158.388.009 UB 143.662.008 183.394.173 190.950.013

9. Jasa - Jasa UMKM 134.137.436 146.703.481 150.359.365

UB 81.227.818 121.325.445 124.128.063

Jumlah UKM 781.356.953 927.117.456 992.205.203 Jumlah UB 807.145.880 996.319.743 990.516.043 Jumlah 1.588.502.833 1.923.437.199 1.982.721.246

(31)

2.5. Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM

Selain berbagai peluang pembiayaan seperti dijelaskan diatas, pada kenyataannya perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan UKM. Kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga pembiayaan UMKM secara ringkas terlihat dalam Tabel dibawah ini

(32)

Tabel 2.10

Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM Bank Koperasi Lembaga Pembiayaan UMKM Lainnya Regulasi UU tentang Perbankan UU tentang

Koperasi Tidak ada Regulator Bank Indonesia Menteri Koperasi

& UKM Tidak ada Pembinaan Bank Indonesia Menteri Koperasi

& UKM Tidak ada Penjaminan Pemerintah Tidak ada Tidak ada Likuiditas Bank Indonesia Tidak ada Tidak ada

Rating

Bank Indonesia – Tingkat

Kesehatan

Menteri Koperasi

& UKM Tidak ada

Asosiasi Perbarindo – Asbisindo Induk Koperasi – Pusat Koperasi PINBUK/Credit Union

Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for

Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004

Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah pertama menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih bergantung sedikit banyaknya anggota atau besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam mengelola usaha sebagian besar masih terbatas, sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan dapat menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah ini.

(33)

Tabel 2.11

Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan UMKM Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Keuangan Mikro Aspek Bank Koperasi Lembaga Pembiayaan Lainnya Kemampuan menghimpun dana Mengandalkan tingkat suku bunga > rata-rata bank umum

Mengandalkan jumlah anggota

Mengandalkan modal sendiri dan anggota Kemampuan menyalurkan dana Rasio Loan to Deposit (LDR), namun kualitasnya perlu diperhatikan Terbatas karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha Terbatas karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha Kemampuan manajemen operasional Tergantung pada beberapa SDM kunci Tergantung pada pengurus Tergantung pada pengurus Kemampuan menghasilkan laba

Relatif lebih baik dibandingkan bank umum (ROE dan ROA) Tergantung dari kemampuan dan komitmen anggota Tergantung dari kemampuan dan komitmen anggota Kemampuan jaringan

dan akses pasar

Fokus pada usaha

perdagangan Masih terbatas Masih terbatas

Kemampuan perencanaan dan pelaporan Masih beragam, khususnya BPR yang mempunyai modal terbatas dan yang beroperasi di luar Jawa dan Bali

Masih kurang Masih kurang

Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for

(34)

2.6. Kebijakan Pembiayaan UMKM

Untuk mendorong perkembangan UMKM supaya bisa tumbuh dan berkembang dan menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia, pemerintah Indonesia sudah banyak mengambil kebijakan baik melalui sektor perbankan ataupun melalui instansi terkait. Selain berbagai peluang diatas, perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan UKM.

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan bisnis, tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan baik. Bahkan terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah bisnis – baik bisnis besar maupun kecil – agar dapat memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Demikian halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM), untuk dapat membangun, menjalankan dan mengembangkan usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu. Masalah permodalan memang merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini kerapkali muncul bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan.

Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program kerjanya berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang berpihak pada UMKM. Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi kesempatan kepada UMKM untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah diberikan dalam bentuk pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan seluruh instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi, membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah. Wujud dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan mewajibkan setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada UMKM minimal sebesar 20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini akan dijalan secara bertahap hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan perusahaan BUMN yang wajib menganggarkan program pembinaan lingkungan minimal 2% dari laba bersih.

Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti koperasi simpan pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya lembaga yang memberikan pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan UMKM seputar permodalan atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang diperoleh dari lembaga pembiayan tersebut, belum tentu dapat dipergunakan secara optimal oleh UMKM untuk

(36)

menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan lembaga pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai fasilitator usaha misalnya dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta keuangan. Peranan sebagai sarana penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan bila dibandingkan dengan peran sebagai fasilitator bagi UMKM. Untuk itu kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam mengembangkan UMKM.

3.2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, modal dan teknik yang terintegrasi dalam rangka pengumpulan dan analisis data. Pendekatan penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas yang didasarkan pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Neuman, 2000). Kegiatan analisis ini menggunakan pendekatan metode gabungan (mixed

method). Mixed method merupakan metode yang menggabungkan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif di dalam penelitian. Penggunaan pendekatan ini untuk melihat peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UKM secara keseluruhan, yang tidak mungkin didapat jika hanya menggunakan pendekatan kuantitatif murni atau pendekatan kualitatif murni. Mixed method dapat mengurangi bias yang terdapat pada satu pendekatan dengan menggunakan pendekatan lainnya (Cresswell, 2003:15). Hasil yang didapat dengan menggunakan satu pendekatan dapat membantu untuk mengembangkan atau memberikan informasi tambahan pada pendekatan lainnya, dengan demikian diharapkan hasil yang didapatkan mendekati kondisi yang sebenarnya.

Prosedur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah concurrent

procedures (prosedur bersamaan). Peneliti menggabungkan data kualitatif dan

kuantitatif untuk mendapatkan analisis secara komprehensif. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan data secara bersamaan dan menyatukan informasi yang didapat dalam suatu intepretasi secara holistik (Cresswell, 2003:16). Penelitian kuantitatif untuk menjelaskan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan usaha yang dimilikinya berdasarkan sudut pandang UMKM. Sehingga diharapkan bagaimana peran lembaga pembiayaan saat ini dan peran lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh UMKM.

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut pandang pemerintah daerah, lembaga pembiayaan dan pengelola tempat perdagangan di daerah.

Gambar

Gambar 4.17  Lama Usaha
Gambar 4.19  Sumber Dana Usaha
Gambar 4.22  Agunan
Gambar 4.26  Tujuan Pinjaman
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Keterpaduan ketiga kelompok tersebut didasari atas lima faktor pendukung yang saling terkait yakni: (1) keberhasilan pemuliaan tergantung pada ketersediaan dan kekayaan plasma

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hotang, Rusdiana, & Hamidah (2010) yang menyatakan bahwa pembelajaran berorientasi fenomena memberikan peluang dan

Laptop sebagai media pengirim data perintah berbasis wireless menggunakan Xbee untuk memberikan inputan kepada arduino sehingga arduino akan memberikan inputan kepada

Teknik penggorengan hampa atau vakum ini akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara penggorengan biasa, seperti menjaga warna dan aroma

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan varietas padi gogo memperlihatkan pengaruh nyata pada peubah pertumbuhan dan produksi seperti tinggi tanaman 4, 6, 8 dan

Hasil penelitian menunjukan: (1) panduan model tux paint yang dikembangkan meliputi ; (a) pengenalan tools aplikasi tux paint, (c) langkah – langkah penerapan menggambar

Keuangan Badan Layanan Umum kepada masyarakat..

Perbandingan Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan IV - 2016 Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Lain di Pulau Sumatera dan Nasional. Pada triwulan IV-2016 nilai ITK