• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA KELOLA KAWASAN KONSERVASI DARI PERSPEKTIF KEWENANGAN DAERAH OTONOM (KASUS TAMAN NASIONAL KUTAI KABUPATEN KUTAI TIMUR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TATA KELOLA KAWASAN KONSERVASI DARI PERSPEKTIF KEWENANGAN DAERAH OTONOM (KASUS TAMAN NASIONAL KUTAI KABUPATEN KUTAI TIMUR)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TATA KELOLA KAWASAN KONSERVASI DARI

PERSPEKTIF KEWENANGAN DAERAH OTONOM

(KASUS TAMAN NASIONAL KUTAI

KABUPATEN KUTAI TIMUR)

Muhammad Hanafi1, Soeyitno Soedirman2 dan Mustofa Agung Sardjono3

1

Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. 2Laboratorium Perencanaan Hutan Fahutan Unmul, Samarinda. 3Laboratorium Sosial & Ekonomi Fahutan Unmul, Samarinda

ABSTRACT. Management of Conservation Area from Perspective of Autonomous Region Authority (A Case of Kutai National Park, Kutai Timur District). The conflict interest between state government and local government

has already happened because the difference understanding about the authority of forest management, where the authority of conservation forest was hold by the state government. But actually it’s not supported by the local govenment, that it forced to have part on conservation area where the local government also need the profit from conservation area couldn’t be used. One of the conservation area in East Borneo where purposed conflict often happen between Kutai National Park’s Center and local society was Kutai National Park. Kutai National Park as technical institution of state government needs support and cooperation from Local Government to solve problems in management of Kutai National Park under spirit of decentralization. This research was held in Kutai National Park since January until May 2007. Respondent or key informants come from society figure and institution functionary of Kutai Timur government, respondent was settled by purposive sampling each one respondent for one person. Respondent/case informants taken by random was society who living and practicing in Kutai National Park. The analysis data used were method of GAP analysis and SWOT analysis (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Factor causing incidence of problems in Kutai National Park Management were settlement in conservation area, government policy, build of Bontang-Sangatta main street, autonomous region actuality, unborder nature of Kutai National Park, crossed area in Kutai National Park, illegal logging and enclave’s planning. Some effort to solve problems in Kutai National Park Management were to increase ecotourism, research and campaign for Kutai National Park, to create agriculture effort in villages around Kutai National Park and cooperation and coordination with Kutai Timur Government and also rezoning of Kutai National Park area by including special zone.

Kata kunci: tata kelola, perpektif, kewenangan daerah, Taman Nasional Kutai

Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam kaitannya dengan pengurusan hutan perlu adanya tata kelola kehutanan yang baik. Syarat untuk mencapai hal tersebut adalah i) adanya transparansi hukum, kebijakan dan pelaksanaan; ii) tersedianya mekanisme yang legitimate dalam proses akuntabilitas publik; iii) adanya mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi yang partisipatif; iv) adanya mekanisme

(2)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 49 demokratis dalam memperkuat daerah; v) memperbaiki birokrasi pusat yang tidak efektif dan efisien untuk perbaikan kinerja melalui pengembangan institusi yang mengarah kepada peningkatan pelayanan publik (Riyanto, 2005).

Salah satu persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan konservasi dalam era reformasi adalah masalah kebijakan dan Peraturan Pemerintah tentang pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten di bidang konservasi. Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 (tentang Pemerintah Daerah) dan Undang-undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999, kewenangan konservasi ada di Pemerintah Pusat. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 (tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom) juga menyebutkan bahwa kewenangan konservasi ada di Pemerintah Pusat.

Konflik kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Daerah terjadi karena adanya ketidaksepahaman menyangkut kewenangan pengelolaan hutan di tingkat yang lebih rendah dan lebih spesifik lagi. Dinamika politik dari perencanaan kehutanan daerah barangkali dapat bermuara baik, bila para pihak dan kelompok-kelompok kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dilibatkan dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan. Pemahaman terhadap materi kebijakan dan sistem hukum sangat diperlukan sebagai petunjuk dasar untuk mengevaluasi pada tingkat mana peraturan perundang-undangan atau implementasinya suatu masalah, kontradiksi atau kesalahan di dalam pengelolaan hutan dan konservasi alam terjadi dan bagaimana merumuskan pemecahannya.

Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebijakan konservasi oleh Pemerintah Pusat yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNK; mengkaji respon dan inisiatif Pemkab Kutai Timur terhadap kebijakan Pemerintah Pusat berupa Perda dan kebijakan dalam pengelolaan TNK serta mengidentifikasi kreativitas dan upaya Pemkab Kutai Timur dalam memanfaatkan kawasan TNK.

Hasil yang diharapkan adalah teridentifikasinya kebijakan yang mendukung dan tidak mendukung terhadap pengelolaan TNK sehingga dapat dipertahankan keberadaannya dari berbagai gangguan secara alami dan intervensi manusia; teridentifikasinya peran dan kinerja Pemkab Kutai Timur serta masalah dan kendala dalam upaya pengelolaan TNK secara lestari; teridentifikasinya program dan kegiatan yang telah dilakukan Pemkab Kutai Timur yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan TNK.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di TNK yang secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan dari bulan Januari sampai dengan Mei 2007 yang terdiri dari kegiatan persiapan penelitian, pengambilan data primer dan data sekunder.

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan/kebijakan tentang konservasi hutan dari Pemerintah Pusat dan berkaitan dengan TNK, kebijakan pembangunan daerah /Peraturan Daerah yang dikeluarkan Pemkab Kutai Timur yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan Taman Nasional Kutai dan

(3)

50 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

kesejahteraan masyarakat, rencana pengelolaan kawasan TNK oleh Balai TNK, kuisioner dan format isian, bahan dan perlengkapan penunjang lainnya seperti tape recorder, kamera foto, komputer dan kelengkapannya.

Objek utama penelitian ini adalah peraturan dan kebijakan Pemerintah Pusat/ Departemen Kehutanan menyangkut kawasan konservasi dan kewenangan pengelolaan hutan; peraturan dan kebijakan Pemkab Kutai Timur yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNK dan pembangunan daerah serta masyarakat yang berada dan melakukan aktivitas di dalam TNK.

Sampel responden terdiri atas: 1. Responden/informan kunci

Responden/informan kunci berasal dari tokoh masyarakat dan aparat/pejabat instansi dalam lingkungan Pemkab Kutai Timur. Aparat ditetapkan secara purposive sampling yakni yang memiliki peran/kewenangan/tanggung jawab terhadap kawasan TNK dengan jumlah setiap responden adalah 1 orang. Instansi tersebut adalah Dinas Kehutanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup dan Balai Taman Nasional Kutai. Informan kunci untuk tokoh masyarakat dilakukan dengan cara purposive sampling sebanyak 2 orang untuk setiap 1 desa yaitu terdiri dari 1 orang aparat desa dan 1 orang tokoh masyarakat.

2. Responden/informan kasus

a. Pemilihan desa. Ditetapkan secara purposive sampling dengan kriteria desa yang berada di dalam lokasi TNK. Untuk itu ditetapkan/dipilih Desa Sangkimah Lama Kecamatan Sengata Selatan dan Desa Teluk Pandan Kecamatan Teluk Pandan.

b. Sampel responden. Sampel responden masing-masing desa adalah masyarakat yang melakukan aktivitas di dalam kawasan TNK dengan jumlah responden setiap desa adalah 30 orang sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 60 orang. Pengambilan sampel responden dilakukan secara acak dari masyarakat di masing-masing desa tersebut.

Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan dan diolah selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut: untuk menganalisis implementasi kebijakan yang berlaku di pemerintah dan Pemkab Kutai Timur dengan realita pengelolaan TNK di lapangan dari aspek SDM, SDH, kelembagaan, sosial ekonomi digunakan Metode Analisis Gap. Untuk menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi hasil analisis Gap di atas dilakukan analisis lanjutan yaitu analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kebijakan Konservasi yang Berkaitan Dengan Pengelolaan Kawasan TNK Uraian tentang kebijakan yang berkaitan dengan Taman Nasional dan pengelolaannya dirangkum di dalam Tabel 1.

(4)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 51

Tabel 1. Substansi Beberapa Peraturan Perundangan Terkait dengan Pengelolaan TNK

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional

A. Undang-undang (UU)

1. UU No. 41/1999 (tentang Kehutanan) sebagai pengganti dari UU No. 5/1967 (tentang Pokok-pokok Kehutanan)

Hutan memiliki tiga fungsi, yaitu: fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi (Pasal 6).

Pemanfaatan hutan sesuai fungsinya bertujuan untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 23).

Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan kecuali cagar alam serta zona inti dan zona rimba Taman Nasional (Pasal 24).

Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 68).

2. UU No. 5/1990 (tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya)

Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (Pasal 3).

Kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya meliputi tiga kegiatan pokok yaitu (Pasal 5): (a). Perlindungan sistem penyangga kehidupan. (b). Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. (c). Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam.

Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 terdiri dari: (a) Taman Nasional. (b) Taman Hutan Raya dan (c) Taman Wisata Alam (Pasal 29).

Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi dapat diberikan ijin pengusahaan atas zona pemanfaatan kawasan Pelestarian Alam, yaitu di Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Pasal 30).

Di dalam Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan wisata alam (Pasal 31).

Kawasan Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan (Pasal 32).

Pengelolaan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dilaksanakan oleh Pemerintah (Pasal 34 Ayat 1). Di dalam zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya,

dan Taman Wisata Alam dapat dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan (Pasal 34 Ayat 2).

Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam dengan mengikut sertakan rakyat (Pasal 34 Ayat 3).

(5)

52 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

Tabel 1 (lanjutan)

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional 3. UU No. 23/1997 (tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup) sebagai pengganti dari UU No. 4/ 1982 (tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup)

Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan secara terpadu oleh instansi Pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat serta pelaku pembangunan lainnya (Pasal 9).

Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan SDA non-hayati, perlindungan sumberdaya buatan, konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim (Pasal 9).

B. Peraturan Pemerintah (PP)

1. PP No. 18/1994 (tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam)

Pengusahaan Pariwisata Alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 2 Ayat 1).

Pengusahaan Pariwisata Alam bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan gejala keunikan dan keindahan alam yang terdapat dalam zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (Pasal 2 Ayat 2).

Penyelenggaraan Pengusahaan pariwisata alam dilakukan pada (a). zona pemanfaatan Taman Nasional. (b). Taman Hutan Raya, (c). Taman Wisata Alam (Pasal 3 Ayat 1).

Pengusahaan Pariwisata Alam sebagaimana di maksud pada ayat (1) berupa usaha sarana Pariwisata Alam (Pasal 3 Ayat 2). Jenis-jenis usaha sarana Pariwisata Alam sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) meliputi usaha: (a). Akomodasi seperti pondok wisata, bumi.perkemahan, karavan, penginapan remaja. (b). Makanan dan minuman. (c). Sarana wisata (d). Angkutan wisata. (e). Cinderamata. (f). Sarana wisata budaya (Pasal 3 Ayat 3). Usaha sarana pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 Ayat (3) diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: (a). Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam maksimum 10% dari luas zona pemanfaatan Taman Nasional, Blok Pemantaatan Taman Hutan Raya dan Blok Pemanfaatan Taman Wisata Alam yang bersangkutan. (b). Bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat. (c). Tidak mengubah tentang alam yang ada (Pasal 4). 2. PP No. 68/1998 (tentang

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam)

Kawasan Pelestarian Alam, terdiri dari: (a) Kawasan Taman Nasional. (b) Kawasan Taman Hutan Raya. (c) Kawasan Taman Wisata Alam (Pasal 30 Ayat 1).

Berdasarkan sistem zonasi pengelolaannya, kawasan Taman Nasional dapat dibagi atas: (a) Zona inti. (b). Zona pemanfaatan. (c). Zona rimba dan atau zona lain yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Pasal 30 Ayat 2).

Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional, bila telah memenuhi kriteria sebagai berikut: (a). Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami. (b). Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. (c). Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh. (d). Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam. (e). Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena

(6)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 53 Tabel 1 (lanjutan)

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional 2. PP No. 68/1998 (tentang

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam)

pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri (Pasal 31 Ayat 1).

Ditetapkan sebagai zona inti, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a). Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. (b). Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya. (c). Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau belum diganggu manusia. (d). Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. (e). Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. (f). Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah (Pasal 31 Ayat 2).

Ditetapkan sebagai zona pemanfaatan, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a). Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. (b). Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. (c). Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam (Pasal 31 Ayat 3).

Ditetapkan sebagai zona rimba, bila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a). Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi. (b). Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan (c). Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu (Pasal 31 Ayat 4).

Pengelolaan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dilakukan oleh Pemerintah (Pasal 35). Upaya pengawetan kawasan Taman Nasional dilaksanakan dengan

sistem zonasi (Pasal 38).

C. Keputusan Presiden

1. Keppres No. 32/1990 (tentang Pengelolaan Kawasan Lindung)

Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung (Pasal 37 Ayat 1). Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami yang ada (Pasal 37 Ayat 2).

D. Peraturan Menteri

1. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006 (tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional)

Peruntukan masing-masing zona (Pasal 6).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona inti (Pasal 7 Ayat 1).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona rimba (Pasal 7 Ayat 2).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona pemanfaatan (Pasal 7 Ayat 3).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona tradisional (Pasal 7 Ayat 4).

(7)

54 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

Tabel 1 (lanjutan)

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional

2. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 (tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam)

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona religi, budaya dan sejarah (Pasal 7 Ayat 5).

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam zona khusus (Pasal 7 Ayat 6).

Kolaborasi pengelolaan kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam adalah pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Ayat 3).

Kolaborasi dalam rangka pengelolaan kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam adalah proses kerja sama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling memberikan kemanfaatan (Pasal 4 Ayat 1).

Para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain: (a). Pemerintah Pusat termasuk Kepala UPT KSDA/TN. (b). Pemerintah Daerah. (c). Kelompok Masyarakat setempat. (d). Perorangan baik dari dalam maupun luar negeri. (e). Lembaga Swadaya Masyarakat setempat, nasional dan internasional yang bekerja di bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. (f). BUMN, BUMD, BUMS atau (g). Perguruan Tinggi/lembaga ilmiah/lembaga pendidikan (Pasal 4 Ayat 3).

Peraturan/Perundangan Pendukung Konservasi

Peraturan pendukung konservasi yang terkait dengan pengelolaan kawasan TNK dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Substansi Beberapa Peraturan Pendukung Konservasi Terkait dengan Pengelolaan Kawasan TNK

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional

A. Peraturan Pemerintah (PP)

1. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1985 (tentang Perlindungan Hutan)

Tujuan Perlindungan Hutan adalah untuk menjaga kelestarian hutan agar dapat memenuhi fungsinya (Pasal 2).

Selain dari petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang karena tugasnya atau kepentingannya dibenarkan berada di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan membelah pohon di dalam kawasan hutan (Pasal 3 Ayat 1).

2 Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 (tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional)

Pola pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan cagar budaya dan kawasan lindung lainnya serta menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan di kawasan rawan bencana (Pasal 40 Ayat 1). Langkah-langkah pengelolaan kawasan suaka alam sebagaimana

(8)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 55 Tabel 2 (lanjutan)

No. Peraturan perundangan Substansi berkaitan dengan Taman Nasional 2 Peraturan Pemerintah No.

47 tahun 1997 (tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional)

keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam di kawasan Suaka Alam dan kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainnya untuk kepentingan plasma nutfah, keperluan pariwisata, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya (Pasal 40 Ayat 3).

Langkah-langkah pengelolaan bagi kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) Huruf d berupa pelestarian fungsí lindung dan tatanan lingkungan kawasan pelestarian alam yang terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta peningkatan kualitas lingkungan sekitamya dan perlindungan dari pencemaran (Pasal 40 Ayat 4).

Respon dan Inisiatif Pemkab Kutai Timur terhadap Pengelolaan TNK 1. Kebijakan pembangunan kehutanan di Kabupaten Kutai Timur

Beberapa kebijakan di Bidang Kehutanan, kegiatan rehabilitasi lahan kritis dan kawasan lindung merupakan kebijakan yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan pengelolaan kawasan TNK khususnya kegiatan rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Dari pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pejabat di lingkup Dinas Kehutanan, kegiatan rehabilitasi di kawasan TNK sudah dilaksanakan di Teluk Kaba dan Kecamatan Sengata Selatan. Pada tahun 2002 pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 3.980 ha dengan menggunakan alokasi dana DAK-DR 2001. Pada kawasan TNK sendiri dilaksanakan reboisasi dengan sistem jalur yang luasnya 310 ha dan dilanjutkan lagi pada tahun 2004 dengan luas 250 ha.

2. Strategi dan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup

Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten Kutai Timur tersebut di atas terkait dengan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan konservasi. Hal ini kalau dilakukan kerja sama antara BTNK dengan pemerintah daerah akan saling membantu dalam mencapai kelestarian lingkungan hidup. Kawasan TNK merupakan kawasan hutan yang menyangga Kabupaten Kutai Timur karena kerusakannya akan berpengaruh langsung terhadap Kabupaten Kutai Timur sehingga perlu dilakukan kerja sama dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. 3. Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pemkab Kutai Timur di kawasan TNK

a. Penyusunan draft Perda enclave TNK. Masalah enclave adalah masalah yang cukup sulit karena di dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional tidak mengenal enclave dan untuk alih fungsi kawasan dari kawasan konservasi menjadi kawasan non kehutanan akan menjadi permasalahan baru bagi pengelolaan kawasan Taman Nasional lain di Indonesia. Untuk menangani masalah tersebut di atas seharusnya di dalam kawasan TNK perlu dibentuk zona khusus, walaupun aturan zona khusus dibuat setelah masyarakat ada sebelum

(9)

56 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

penetapan suatu kawasan menjadi kawasan Taman Nasional, tetapi di TNK masyarakat sudah ada beserta sarana dan prasarana sosial dan ekonomi.

b. Pemagaran TNK sepanjang 13.500 m dari 97.889 m yang direncanakan. Kegiatan pemagaran di kawasan TNK dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perambahan lahan oleh masyarakat dan kegiatan penebangan liar, kegiatan tersebut dilaksanakan pada kawasan yang kondisi penutupan vegetasinya masih baik.

c. Pembentukan wilayah administrasi di kawasan TNK. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur membentuk dua wilayah administrasi kecamatan di dalam kawasan TNK, yakni Kecamatan Teluk Pandan dan Kecamatan Sengata Selatan. Desa-desa yang masuk Kecamatan Teluk Pandan adalah Desa Teluk Pandan, Suka Damai, Suka Rahmat, Danau Redang, Martadinata dan Desa Kandolo, sedangkan desa-desa di wilayah Kecamatan Sengata Selatan adalah Desa Sangkima, Sengata Selatan, Singa Geweh dan Desa Teluk Singkama. Pembentukan dua kecamatan dalam kawasan TNK di atas dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berada di dalam kawasan. Di kawasan TNK juga terdapat sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan agama, seperti pasar, sekolah dan mesjid.

Kondisi dan Prospek Pengelolaan Kawasan TNK

1. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan TNK

a. Faktor penyebab. Faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan dalam pengelolaan TNK adalah:

a.1. Pemukiman dalam kawasan. Sebagian dari pendatang membuka lahan untuk dijadikan lahan pertanian dan membuka pemukiman baru di sekitar TNK, kemudian keberadaan pendatang tersebut semakin bertambah jumlahnya dan lahan yang dirambah juga semakin luas, sehingga keberadaan pendatang tidak bisa dihindari lagi.

a.2. Kebijakan pemerintah. Luas TNK beberapa kali mengalami pengurangan, mulai dari penyediaan dan perluasan daerah industri hingga kepentingan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan wacana berpikir baik bagi masyarakat maupun pemerintah daerah, bahwa kawasan TNK dapat dialihfungsikan bagi kepentingan lain selain kepentingan konservasi.

a.3. Pembangunan jalan poros Bontang-Sengata. Secara tidak langsung hal ini mengakibatkan semakin tingginya akses yang dimiliki masyarakat untuk masuk di dalam kawasan dan pada gilirannya berpengaruh terhadap habitat satwa karena daerah jelajah yang terputus (fragmentasi habitat).

a.4. Pelaksanaan otonomi daerah. Dalam rencana tata ruangnya, Kota Sengata di masa depan akan dikembangkan dengan dibangunnya beberapa fasilitas umum yang semuanya akan dibangun di dalam kawasan TNK yang ingin dienclave. a.5. Batas TNK yang bukan batas alam. Sebelah barat dan selatan TNK yang

memiliki batas buatan memungkinkan timbulnya permasalahan terhadap TNK karena munculnya claim batas.

(10)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 57 b. Permasalahan

b.1. Kebakaran hutan. Berdasarkan data dari Balai TNK, 78.713,25 ha di dalam kawasan TNK mengalami kebakaran, dampak kebakaran tersebut bagaimanapun tidak menyuluruh, daerah-daerah yang pernah dibuka mengalami kerusakan lebih besar.

b.2. Perambahan kawasan TNK. Berdasarkan wawancara dengan petugas Balai TNK, kegiatan perambahan disebabkan oleh tidak adanya tindakan tegas terhadap pelaku perambahan tersebut dan juga adanya spekulan lahan. Para spekulan lahan tersebut membeli lahan dari perambah dan kemudian pelaku perambah tersebut membuka lahan baru lagi.

b.3. Penebangan liar. Tidak dapat dipungkiri bahwa penebangan liar yang terjadi di TNK bukan hanya disebabkan lemahnya penegakan hukum tetapi juga aparat penegak hukum yang ikut berperan termasuk di dalamnya Jagawana.

b.4. Pelaksanaan enclave. Pelaksanaan kegiatan enclave yang diharapkan akan dapat menyelesaikan konflik yang berkepanjangan antara masyarakat yang bermukim dalam TNK dengan pihak BTNK ternyata pelaksanaannya belum juga dapat diselesaikan.

2. Kondisi dan prospek pengelolaan kawasan TNK secara berkelanjutan dan berkeadilan

a. Kondisi penutupan lahan. Kawasan berhutan yang terdapat di dalam kawasan TNK terdiri dari hutan primer dan hutan sekunder. Klasifikasi hutan primer sebagai indikasi status kawasan yang tidak terganggu (aktivitas manusia/bencana alam), memiliki luas mencapai 59.202,14 ha atau 29,8% dari jumlah luas kawasan TNK. a.1. Aktivitas manusia di dalam kawasan TNK berupa kegiatan pembalakan yang

berdampak pada terbentuknya tipe tutupan lahan seperti: hutan sekunder belukar, semak, tanah terbuka, alang-alang dan lahan terbangun (badan jalan). Pertanian, tambak dan pemukiman berdampak pada terbentuknya tipe tutupan lahan seperti: lahan terbangun (badan jalan dan pemukiman), pertanian campuran, tambak, konversi mangrove menjadi lahan terbuka, tanah terbuka, semak, alang-alang dan belukar.

a.2. Bencana kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1982/1983 dan 1997/1998 yang mengakibatkan terbentuknya tipe tutupan hutan sekunder, semak, belukar dan alang-alang.

a.3. Tipe tutupan belukar, semak dan alang-alang. Terbentuknya semak, belukar dan alang-alang memiliki korelasi kuat terhadap aktivitas pembalakan, permukiman dan kegiatan pertanian lahan kering oleh masyarakat baik serta bencana kebakaran yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

a.4. Pesisir dan mangrove. Luas hutan mangrove yang terdapat pada bentang pesisir wilayah TNK adalah seluas 5.131,5 ha (2,6% dari luas kawasan TNK). Pada pesisir desa Teluk Pandan hingga Teluk Kaba masih memiliki formasi mangrove utuh yang tidak terganggu.

b. Prospek pengelolaan kawasan TNK. Pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kerusakan lingkungan, sumberdaya alam dan lingkungan juga merupakan unsur penting dari pertumbuhan

(11)

58 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

ekonomi dan bila kualitas lingkungan hidup turun melebihi daya dukungnya, maka ekonomi akan kehilangan kemampuannya untuk tumbuh. Kebijakan pengelolaan ekonomi harus difokuskan pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kualitas sumberdaya alam dan lingkungan dapat menjadi pembatas proses pertumbuhan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan hanya mungkin tercapai bila ada pengelolaan sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan yang memadai.

Implementasi Pengelolaan Kawasan TNK

Implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit presiden), yang mana dalam proses tersebut selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijaksanaan dengan apa yang seharusnya dicapai atau disebut sebagai Implementation Gap. Pada tabel berikut dibahas gap dalam pengelolaan kawasan TNK.

Tabel 3. Analisis Implementasi Pengelolaan Kawasan TNK

Kebijakan peraturan Kondisi ideal yang diinginkan

Realisasi Analisis implementasi

A. Kebijakan konservasi yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan TNK

Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan

Masyarakat memperoleh manfaat yang maksimal dari hutan dan kawasan hutan

Masyarakat sekitar belum menerima manfaat hutan secara maksimal

Belum adanya penghitungan nilai valuasi jasa lingkungan, sehingga masyarakat sekitar belum menerima kompensasi dalam bentuk materi Pengelolaan

lingkungan hidup dilakukan secara terpadu oleh instansi pemerintah, masyarakat serta pelaku pembangunan lainnya

Semua stakeholder terlibat langsung dalam pengelolaan kawasan hutan

Pengelolaan kawasan hanya dilakukan oleh instansi teknis yaitu Balai TNK

Adanya pemahaman yang berbeda terhadap peraturan perundangan yang berlaku serta kepentingan yang berbeda terhadap kawasan

Di dalam kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya Kelestarian kawasan serta flora dan fauna tetap terjaga dari kerusakan Di dalam kawasan terdapat lahan pertanian oleh masyarakat Kurangnya pengetahuan terhadap peraturan

perundangan yang berlaku di dalam kawasan hutan

Peruntukan masing-masing zona di dalam kawasan Taman Nasional

Setiap zona disesuaikan dengan tipe penutupan lahan dan penggunaan lahan

Di dalam zona rimba dan zona pemanfaatan telah terjadi perambahan dan pemukiman masyarakat

Rencana enclave dari Pemkab Kutai Timur dan masyarakat menganggap kawasan rencana enclave tersebut dapat melakukan kegiatan pertanian

(12)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 59

Tabel 3 (lanjutan)

Kebijakan peraturan Kondisi ideal yang diinginkan

Realisasi Analisis implementasi

B. Peraturan/perundangan pendukung konservasi

Tujuan perlindungan hutan adalah untuk menjaga kelestarian hutan agar dapat memenuhi fungsinya

Kawasan hutan tetap terjaga dari segala bentuk kerusakan

Sebagian kawasan telah terjadi degradasi

Kebakaran hutan dan perambahan oleh masyarakat menyebabkan sebagian kawasan telah terjadi degradasi

C. Respon dan inisiatif Pemkab Kutai Timur terhadap pengelolaan TNK

Rehabilitasi dan kelestarian sumberdaya alam lingkungan hidup Mempertahankan kelestarian kawasan TNK dari kerusakan Kegiatan rehabilitasi dan rencana enclave

Rencana enclave pada kawasan yang terdapat pemukiman masyarakat

Strategi Pengelolaan Kawasan TNK

Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi bagi perencanaan tujuan yang maksmal. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk melaksanakan metode ini adalah mengenali keadaan terkini dan menetapkan kondisi yang diinginkan merupakan cermin dari kondisi saat ini yang optimal.

Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar (Peluang dan Ancaman) yang berfungsi sebagai pendukung keberhasilan pengelolaan kawasan TNK. Faktor eksternal dapat berasal dari unsur pemerintah, swasta, maupun masyarakat yang sifatnya dapat berupa peluang yang dapat dimanfaatkan serta berupa ancaman dalam pengelolaan kawasan TNK. Di bawah ini disajikan matriks analisis SWOT pengelolaan TNK.

Tabel 4. Matriks Analisis SWOT Strategi Pengelolaan Kawasan TNK

(13)

Faktor Internal Faktor Eksternal 1. TNK memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan langka. 2. Aturan hukum yang jelas

tentang sanksi yang melanggar aturan di dalam kawasan.

3. Dasar hukum yang jelas berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.325/Kpts-II/1995.

4. Adanya mitra yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan.

5. Terdapatnya zona pemanfatan yang menyediakan fasilitas ekowisata.

1. Kurangnya dukungan dan koordinasi antara BTNK dengan Pemkab Kutim. 2. Pemahaman yang berbeda

antara BTNK dengan Pemkab Kutim menyangkut

pengelolaan kawasan TNK. 3. Rasio antara staf/petugas

BTNK dengan keluasan kawasan masih rendah. 4. Sarana dan prasarana serta

kualitas sumberdaya manusia BTNK masih kurang. 5. Batas TNK yang bukan batas

alam (untuk daerah sebelah barat dan selatan). 6. Kebijakan pemerintah yang

tidak konsisten dengan luasan TNK.

(14)

60 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi

Tabel 4 (lanjutan)

Peluang (Opportunities) Isu/strategis (S – O) Isu/strategis (W – O)

1. Kawasan konservasi adalah isu global.

2. Adanya inisiatif politik pemerintah dengan berbagai kebijakan dan peraturan tentang konservasi. 3. Tumbuhnya kesadaran baru dari

generasi muda.

4. Kebutuhan jasa wisata alam. 5. Adanya pengembangan penelitian

keanekaragaman hayati.

1. Optimalisasi perlindungan dan pemanfaatan

sumberdaya TNK. 2. Pengembangan dan

penguatan kerja sama dengan lembaga luar sebagai mitra TNK.

1. Optimalisasi kerja sama dan koordinasi antara Balai TNK, Pemkab Kutim dan masyarakat. 2. Penguatan kelembagaan BTNK dan kemitraan dengan instansi terkait.

Ancaman (Threats) Isu/strategis (S – T) Isu/strategis (W – T)

1. Aksesibilitas jalan yang mudah dijangkau.

2. Adanya pemukiman dan sarana prasarna sosial dan ekonomi masyarakat di dalam kawasan. 3. Letak kawasan yang berbatasan

langsung dengan ibukota Kabupaten Kutim.

4. Cadangan sumberdaya alam yang bernilai tinggi dan strategis cukup besar.

5. Terbentuknya dua wilayah administrasi kecamatan di dalam kawasan.

6. Kebakaran hutan akibat gejala alam yang kerap kali mengancam.

1. Pengembangan peran masyarakat dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Optimalisasi komitmen pemerintah dalam bentuk kebijakan tata ruang yang terencana dan transparan serta memperhatikan aspek pelestarian lingkungan 3. Penataan ulang zonasi

dengan memasukkan zona khusus.

1. Peningkatan dan perlindungan kawasan dari berbagai bentuk kerusakan serta pengendalian kebakaran hutan.

2. Konsistensi dan penerapan yang tegas dari

kebijakan/aturan yang terkait dengan pengelolaan TNK.

Berdasarkan tabel di atas, maka disusun langkah-langkah dalam pengelolaan kawasan TNK sebagai berikut.

1. Pengembangan program wisata, penelitian dan kampanye TNK

Program ini bertujuan untuk menyusun program wisata dan promosi TNK sebagai tempat penelitian dan mengenalkan TNK sebagai kawasan konservasi. Program ini diharapkan menarik minat dan dukungan masyarakat terhadap pengelolaan TNK.

2. Pengembangan usaha wanatani di desa-desa dalam kawasan TNK

a. Pengembangan hasil hutan non kayu. Pengembangan hasil hutan non kayu tersebut berupa budidaya lebah madu dan budidaya tanaman obat serta budidaya jamur. Pengembangan budidaya lebah madu dapat dilakukan di masyarakat karena di wilayah TNK sendiri kebutuhan pakan dari lebah madu cukup tersedia, sehingga pengembangan cukup mempunyai prospek untuk dilaksanakan. Kegiatan budidaya jamur dapat dilaksanakan di dalam kawasan TNK karena berdasarkan hasil survei dan penelitian ditemukan beberapa jenis jamur yang bisa dimakan di wilayah TNK khususnya di zona pemanfaatan.

b. Pengembangan budidaya perikanan. Di pesisir desa Teluk Pandan hingga Teluk Kaba masih memiliki formasi mangrove utuh yang tidak terganggu. Konversi

(15)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008 61 mangrove oleh aktivitas manusia tersebar pada beberapa wilayah pesisir di bagian selatan (Dusun Kanimbungan) pada bagian tengah bentang pesisir (Desa Sangkimah). Pengembangan budidaya perikanan dimaksudkan untuk meminimalisir kerusakan kawasan mangrove yang telah dikonversi menjadi kawasan pertambakan. Masalah tersebut dapat diatasi melalui bimbingan teknis dan bantuan pemberdayaan masyarakat, karena kasus yang terjadi di Teluk Kaba pengkonversian kawasan mangrove menjadi tambak dilaksanakan dengan teknologi sederhana dengan pengetahuan yang rendah.

3. Kerja sama dan koordinasi dengan Pemkab Kutai Timur

Tidak harmonisnya Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dapat dicerminkan pula dalam kasus pengelolaan sumberdaya alam di kawasan TNK, salah satunya pengelolaan kawasan TNK masih ditangani pusat namun Pemkab Kutai Timur juga merasa memiliki kewenangan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalam kawasan TNK. Keinginan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari Pemkab Kutai Timur.

4. Penataan ulang zonasi dengan memasukkan zona khusus

Untuk menghindari konflik antara masyarakat dengan Balai TNK serta menyelesaikan masalah yang telah ada misalnya penebangan liar dan perambahan kawasan, maka di dalam kawasan akan dibuat arahan sebagai zona khusus. Zona khusus tersebut diperlukan agar pelebaran atau pengalihfungsian kawasan TNK secara Ilegal yang dilakukan oleh masyarakat dapat dikurangi, zona khusus tersebut diharapkan dapat menghubungkan dua kepentingan yang berbeda antara masyarakat dengan Balai TNK.

KESIMPULANDANSARAN

Kesimpulan

Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi terdiri dari kebijakan yang secara langsung dan kebijakan yang tidak secara langsung mengatur mengenai pengelolaan kawasan konservasi.

Partisipasi Pemkab Kutai Timur dalam pengelolaan kawasan TNK berupa kegiatan penyusunan draft Perda enclave, pemagaran TNK dan rehabilitasi hutan di dalam kawasan TNK.

Penanganan konflik sosial masyarakat di dalam kawasan TNK yang menyebabkan kerusakan kawasan dapat dilakukan dengan cara penataan ulang zonasi dengan memasukkan zona khusus.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat di dalam kawasan TNK berupa peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui pengembangan hasil hutan non kayu dan budidaya perikanan dalam rangka menjaga kelestarian kawasan TNK.

(16)

62 Hanafi dkk. (2008). Tata Kelola Kawasan Konservasi Saran

Ditingkatkan kerja sama dan koordinasi antara Balai TNK dengan Pemkab Kutai Timur dalam pengelolaan kawasan TNK sehingga penanganan masalah konflik sosial dapat diselesaikan dengan baik.

Perlunya dibuat zona khusus di dalam kawasan TNK untuk membina masyarakat yang ada di dalam kawasan sehingga kegiatan perambahan dan penebangan liar dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, B. 2005. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Perlindungan Kawasan Pelestarian Alam. Lembaga Pengkajian Hukum Kehutanan dan Lingkungan, Bogor.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

prosiding maupun jurnal sebelumnya. Dengan surat pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana

Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul dan atau legum dengan jenis

Penulisan artikel ini dimaksudkan untuk menilai telah sejauhmana program Keluarga Berencana di Kelurahan Roban Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang telah

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik sumur gali ter- hadap keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti di Kelurahan Bangetayu Wetan Kecamatan Genuk

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

Penilaian seperti itu didasarkan pada be-berapa alasan; pertama, pendidikan lebih banyak tertuju pada lapisan atas, priyayi; kedua, sistem pendidikan yang

Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan

Misalnya, kita dapat melihat makna leksikal kata cinta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu rasa sayang atau terpikat (antara laki-laki dan perempuan).