• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN KOPI INSTAN BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI (CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN KOPI INSTAN

BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI

(CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)

SKRIPSI

LUH PASTINIASIH

F34080141

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

INSTANT COFFEE PROCESSING WITH BULELENG LOCAL COFFEE ( ROBUSTA_ARABICA BLEND)

Luh Pastiniasih1), Djumali Mangunwidjaja1), dan Indah Yuliasih1) 1)

Departement Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Email : arta_pasti@yahoo.com

ABSTRACT

Coffee is potential commodity in Indonesia, however most of instant coffee are imported. The purpose of this study is to produce instant coffee from Buleleng local coffee (Robusta and Arabica blend) and to recognize quality of this instant coffee. The blended ratio of Robusta_Arabica was 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, and 0:100, extracted with ratio of coffee_ water of 1:4, 1:6 and 1:8 by weight (g) per volume (ml). The product was analyzed to water content, juice, ash, reducing volatile substance (VRS), pH, and organoleptic tests. Experimental design used in this study is factorial completely randomized with two factor, Robusta_Arabica blend (A) and ratio of coffee_water for extraction (B). The results showed that the Buleleng local coffee have appropriate characteristics to be processed into instant coffee. A and B treatments had resulted product with different quality. The best instant coffee was 70 % Robusta and 30 % Arabica with ratio of coffee_water of 1:8. The product had 6.11 % moisture content, 11,96 % ash, 81.27 % juice, 12.35 meq VRS, and 5.80 pH.

(3)

Luh Pastiniasih. F34080141. Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal

Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika). Dibawah bimbingan Djumali

Mangunwidjaja dan Indah Yuliasih. 2012.

RINGKASAN

Kopi instan merupakan produk olahan kopi yang banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Namun, kopi instan yang beredar di Indonesia sebagian besar merupakan kopi instan impor. Indonesia sebagai produsen kopi peringkat empat dunia memiliki potensi untuk pengembangan kopi instan karena ketersediaan bahan baku yang melimpah. Pemanfaatan kopi lokal sebagai bahan baku kopi instan akan menghasilkan kopi instan dengan karakteristik yang khas, salah satunya adalah kopi lokal Buleleng, Bali. Kopi lokal Buleleng yang tersedia berupa kopi jenis Robusta dan Arabika. Robusta memiliki kandungan kafein lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika, sedangkan kopi Arabika memiliki kandungan asam pembentuk cita rasa lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Robusta. Hasil pencampuran keduanya akan menghasilkan produk olahan kopi yang berbeda karakteristiknya. Selain dipengaruhi varietas kopi, dalam pembuatan kopi instan jumlah air yang digunakan juga mepengaruhi mutunya, karena sangat berkaitan dengan jumlah senyawa kopi yang dapat dilarutkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik kopi instan berbahan baku kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta : Arabika) dan jumlah air untuk ekstraksi (kopi : air).

Kopi lokal Buleleng, berupa kopi jenis Robusta dan Arabika, yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kopi instan dianalisis karakteristiknya, berupa kadar air, kadar abu, kadar komponen larut air ketika penyeduhan (sari), kadar kafein, kadar senyawa mudah menguap (Volatile

Reducing Substance (VRS)), dan derajat keasaman (pH). Kemudian hasil analisis dibandingkan

dengan standar yang ditetapkan. Perlakuan yang diamati adalah perbandingan Robusta : Arabika dengan perbandingan 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Kopi bubuk diektraksi dengan perbandingan kopi : air yang digunakan, yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (g/ml). Kopi instan yang dihasilkan dianalisis karakteristiknya berupa kadar air, abu, sari, VRS, dan derajat keasaman serta uji organoleptik terhadap bubuk dan seduhannya. Perlakuan terbaik diperoleh dengan analisis ragam terhadap semua parameter yang diukur.

Kopi Robusta bubuk yang digunakan selama penelitian memiliki kadar air 2,70 %, abu 5,57 %, sari 29,52 %, kafein 2,26 %, VRS 19,95 meq, pH 5,67, dan total asam 15,84 mg/g. Kopi Arabika bubuk yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air 2,19 %, abu 5,64 %, sari 28,59 %, kafein 1,27 %, VRS 20,90 meq, pH 5,69 dan total asam 17,76 mg/g. Kriteria kedua kopi bubuk memenuhi SNI kopi bubuk 01-3542-2004, kecuali kadar abunya. Hasil pencampuran kopi Robusta dan Arabika memberikan karakteristik berbeda terhadap kadar air, abu, sari, kafein, VRS, dan derajat keasaman kopi bubuk yang akan diekstrak.

Kopi instan yang dihasilkan dari kedua perlakuan memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Rendemen kopi instan dari masing-masing perlakuan berkisar 6-15 % tergantung dari perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air yang digunakan dalam ekstraksi. Kadar air kopi instan yang dihasilkan sebagian besar melebihi standar yang ditetapkan karena dipengaruhi oleh kelembaban udara pada ruang pengeringan. Kadar sari menunjukkan jumlah padatan yang dapat larut dalam air ketika diseduh. Kadar sari kopi instan cukup tinggi untuk semua perlakuan. Nilai VRS menunjukkan jumlah senyawa mudah menguap yang dapat membentuk aroma kopi. Nilai VRS dari

(4)

setiap perlakuan tidak berbeda nyata karena kandungan senyawa mudah menguap pada kedua jenis kopi hampir sama. Senyawa mudah menguap dan senyawa pembentuk cita rasa merupakan asam-asam organik yang terdapat dalam kopi. Kandungan asam-asam-asam-asam pembentuk aroma dan cita rasa mempengaruhi derajat keasaman kopi yang dihasilkan. Nilai derajat keasaman (pH) dan total asam dipengaruhi oleh perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air yang digunakan untuk ekstraksi. Untuk hasil uji organoleptik, terdapat perbedaan persentase kesukaan panelis terhadap atribut sensori bubuk kopi instan dan hasil seduhannya.

Berdasarkan uji hedonik serta didukung oleh hasil rendemen, uji kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar VRS, derajat keasaman (pH), dan total asam yang kemudian dilakukan uji ranking maka dipilih kopi instan terbaik, yaitu perlakuan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Kopi instan hasil perlakuan tersebut memiliki kadar air 6,11 %, kadar abu 11,96 %, kadar sari 81,27 %, VRS 12,35 meq, pH 5,80, dan total asam 8,16 mg/g. Perlakuan ini juga menghasilkan rendemen kopi instan yang tinggi sehingga biaya bahan baku menjadi lebih murah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

(5)

PENGOLAHAN KOPI INSTAN

BERBAHAN BAKU KOPI LOKAL BULELENG, BALI

(CAMPURAN ROBUSTA DAN ARABIKA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

LUH PASTINIASIH

F34080141

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(6)

Judul Skripsi :

Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali

(Campuran Robusta dan Arabika)

Nama :

Luh Pastiniasih

NRP :

F34080141

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA)

(Dr. Indah Yuliasih, S.TP. M.Si)

NIP. 19500720 198103 1003

NIP. 19700718 199512 2001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP: 19621009 198903 2001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012 Yang membuat pernyataan

Luh Pastiniasih F34080141

(8)

© Hak cipta miliki Luh Pastiniasih, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(9)

BIODATA PENULIS

Luh Pastiniasih lahir di Singaraja pada tanggal 16 Agustus 1990. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Made Sukerawan dan Ni Putu Sutarmi. Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Pancasari. Penulis kemudian menempuh pendidikan menengah di SMPN 2 Sukasada, tamat pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Singaraja dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi (2010), Teknologi Bioproses (2011), dan Teknologi Penyimpanan dan Penggudangan (2012). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Muda FATETA Kabinet Semut Merah, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (Himalogin) dan Bimbingan Belajar MAFIA CLUBS. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada bulan Juni-Agustus tahun 2011 di Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis dan mengambil judul “Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Produk Kopi di Perusahaan Kopi Bubuk Banyuatis”. Pada tahun 2012, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian dengan judul “Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika)”.

(10)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya yang masih memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menikmati nikmat dan karuniaNya yang tidak terhitung, salah satunya yaitu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Pengolahan Kopi Instan Berbahan Baku Kopi Lokal Buleleng, Bali (Campuran Robusta dan Arabika)” disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan arahannya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP. M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan

dan arahannya kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Mohamad Yani, M. Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ayah, Ibu, seluruh keluarga dan orang tersayang Made Artawan yang selalu memberikan

dorongan semangat dan doa serta kasih sayang kepada penulis.

5. Bu Ega, Bu Rini, Pak Gun, Bu Sri, Pak Edi, Pak Dicki, dan Pak Sugiardi serta seluruh laboran di

Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

6. Perusahan Kopi Bubuk Banyuatis yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

7. Teman-teman satu bimbingan Angga, Desta, Melisa, Cici, Aryo, Dora, dan yang lainnya atas saran dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat TIN 45 terutama Derbie, Yuyun, dan Rachel atas semangat dan persahabatan yang diberikan selama hari-hari perkuliahan.

9. Semua pihak yang telah membentu penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyusunan

skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaan bagi yang membutuhkan. Terima Kasih.

Bogor, Agustus 2012

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi ... 3

B. Pengolahan Kopi Bubuk ... 5

1. Pengolahan Buah Kopi ... 5

2. Penyangraian ... 6

3. Penggilingan ... 8

C. Pengolahan Kopi Instan ... 9

1. Ekstraksi ... 9

2. Pengeringan ... 10

a. Spray Drying ... 10

b. Freeze Drying ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat ... 13

B. Metode Penelitian ... 13

1. Karakterisasi Kopi Bubuk ... 13

2. Karakterisasi Air Pengekstrak ... 13

3. Pembuatan Kopi Instan ... 13

4. Katakterisasi Kopi Instan ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Kopi Bubuk ... 15

B. Karakteristik Air Pengestrak ... 18

C. Proses Pengolahan Kopi Instan ... 19

D. Karakteristik Kopi Instan ... 21

1. Rendemen ... 21

2. Kadar Air ... 22

3. Kadar Abu ... 23

4. Kadar Sari ... 24

5. Senyawa Mudah Menguap (Volatile Reducing Substance (VRS)) ... 25

6. Nilai Derajat Keasaman (pH) ... 27

7. Total Asam ... 28

8. Uji Organoleptik ... 29

(12)

v

Halaman

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komponen kimia biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah

disangrai... 7

Tabel 2. Satandar mutu kopi instan berdasarkan SNI 01-2983,1992... 11

Tabel 3. Deskripsi dan definisi atribut sensori pada kopi instan... 12

Tabel 4. Karakteristik kopi bubuk... 15

Tabel 5. Perbandingan karakteristik air yang digunakan untuk ekstraksi dengan kualitas air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990... 18

Tabel 6. Nilai TSS dari perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi... 20

(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Susunan buah kopi (Ridwansyah 2003)... 3

Gambar 2. Kopi Arabika dan kopi Robusta (digoda-coffee.blogspot.com 2011)...

4 Gambar 3. Struktur kimia kafein (C8H10N4O2) (Blietz et al. 2009)... 5

Gambar 4. Diagram alir pembuatan kopi instan... 14 Gambar 5. Proses pengolahan kopi instan (a) Ekstraksi kopi, (b) Pengeringan ekstrak

dengan spray dryer, (c) Kopi instan hasil perlakuan... 20

Gambar 6. Rendemen kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan

jumlah air ekstraksi... 21

Gambar 7. Kadar air kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah

air ekstraksi... 22

Gambar 8. Kadar abu kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan

jumlah air ekstraksi... 23 Gambar 9. Kadar sari kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan

jumlah air ekstraksi... 24 Gambar 10. Kadar VRS kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan

jumlah air ekstraksi... 26 Gambar 11. Derajat keasaman (pH) kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis

kopi dan jumlah air ekstraksi... 27 Gambar 12. Total asam kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan

jumlah air ekstraksi... 28 Gambar 13. (a) Bubuk kopi instan dari kopi murni, (b) bubuk kopi instan dengan

penambahan matlodekstrin 7%... 29

Gambar 14. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dari

perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 30

Gambar 15. Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dari

perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 31

Gambar 16. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dari

perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 32

Gambar 17. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dari

perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 32 Gambar 18. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dari

perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 33

Gambar 19. Persentase kesukaan panelis terhadap rasa kopi instan dari perlakuan

pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi... 34 Gambar 20. Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum kopi instan dari

(15)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisis... 40 Lampiran 2. Sidik ragam kareksteristik kopi bubuk... 43 Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta :

Arabika) dan jumlah air untuk ekstraksi (kopi : air) terhadap kopi instan... 47 Lampiran 4. Uji organoleptik bubuk dan seduhan kopi instan... 57

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kopi merupakan salah satu bahan penyegar yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan. Minuman kopi yang merupakan hasil pengolahan buah kopi ini memiliki cita rasa yang khas dan banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat. Produk olahan kopi yang sering dijumpai berupa kopi bubuk dan kopi instan. Di Indonesia, produk olahan kopi berupa kopi instan sebagian besar masih diimpor dari negara lain karena terbatasnya teknologi. Beberapa kopi instan yang beredar di Indonesia, terutama di pasar retail merupakan kopi instan dari luar negeri dengan menonjolkan karakteristik khas dari daerah asalnya. Indonesia merupakan pengekspor kopi peringkat keempat dunia yang mana setiap daerah penghasil kopi Indonesia menghasilkan kopi dengan karakteristik yang berbeda. Ini merupakan peluang untuk membuat kopi instan yang berlabelkan daerah penghasil kopi (Bina UKM 2011).

Bali merupakan salah satu daerah penghasil kopi, baik kopi Robusta ataupun kopi Arabika, yang cukup menjanjikan untuk pengembangan industri kopi instan. Pada tahun 2007, Bali memiliki luas areal perkebunan kopi Robusta 23.809 ha dan kopi Arabika 3.295 ha yang tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Bangli, Buleleng, Badung dan Tabanan. Karakteristik kopi yang dihasilkan berbeda-beda karena pengaruh lokasi tumbuhnya. Menurut Freitas dan Mosca (1999), komponen utama pembentuk aroma pada kopi dipengaruhi oleh indeks geografi tumbuhnya sehingga aroma kopi yang dihasilkan berbeda-beda bergantung dari komponen utama penyusunnya.

Beberapa penelitian tentang proses pengolahan kopi instan telah banyak dilakukan dalam rangka mendapatkan kopi instan yang disukai konsumen, antara lain perlakuan jumlah air dan lama waktu ekstraksi pada kopi instan dengan mikroenkapsulasi, dekafeinasi kopi instan dengan reaktor kolom tunggal, serta kopi instan rendah kafein dengan proses kristalisasi kafein. Namun, kopi yang digunakan dalam pembuatan kopi instan tersebut hanya kopi Robusta. Hal ini dikarenakan kopi jenis Robusta mendominasi perkebunan kopi di Indonesia. Belum ada penelitian tentang pengolahan kopi instan dari campuran dua jenis kopi (Robusta dan Arabika).

Kopi Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika sehingga hasil seduhannya memiliki rasa yang lebih pahit. Kopi Arabika dengan kafein yang lebih sedikit memiliki cita rasa yang lebih baik karena semakin kecil kandungan kafein semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Selain itu, kopi Arabika mengandung asam-asam organik yang menyebabkan cita rasanya menjadi khas. Kopi Robusta memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan dapat tumbuh pada ketinggian 800 m diatas permukaan laut. Kopi Robusta lebih banyak dibudidayakan dibandingkan kopi Arabika karena kopi Arabika harus ditanam di ketinggian 1000-2000 m di atas permukaan laut. Kopi Robusta dengan harga yang lebih murah, banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku indusri kopi.

Proses pengolahan kopi instan dilakukan dengan mencampurkan kopi Robusta dan Arabika dengan berbagai perbandingan untuk mendapatkan aroma dan rasa yang sesuai dengan keinginan konsumen. Target konsumen yang ingin dituju adalah masyarakarat daerah Bali khususnya kaula muda yang menyukai produk instan. Sekarang, banyak produk kopi yang beredar di pasar. Untuk pasar lokal Bali khususnya Buleleng, terdapat produk kopi hasil perusahaan lokal. Produk kopi yang dihasilkan belum memenuhi kriteria yang diingikan konsumen karena masih meninggalkan ampas dan rasanya yang terlalu pahit. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk membuat kopi tanpa ampas dan memiliki cita rasa yang disukai konsumen. Campuran menggunakan Robusta yang lebih banyak

(17)

2 dibandingkan Arabika. Hal ini dikarenakan konsumen menginginkan kopi yang tidak terlalu pahit karena kafein dari kopi Robusta dan juga tidak timbul rasa asam yang berlebih dari kopi Arabika. Selain itu, dari segi ekonomi kopi Robusta banyak ditanam di perkebunan Indonesia yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan kopi Arabika.

Selain pencampuran kedua jenis kopi, karakteristik kopi instan yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh proses ekstraksinya. Proses ekstraksi yang dilakukan dengan perbandingan kopi : air yang berbeda-beda juga dapat mempengaruhi karakteristik kopi instan yang dihasilkan, berbeda volume air yang digunakan berbeda jumlah komponen yang dapat dilarutkan. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), perbandingan kopi : air yang disarankan untuk proses ekstraksi adalah 1:4, sedangkan untuk air sadah 1:8. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan penelitian mengenai proses pengolahan kopi instan dari kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi agar diperoleh kopi instan dengan karakteristik yang disukai konsumen.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik kopi instan berbahan baku kopi lokal Buleleng, Bali dengan perlakuan perbandingan jenis kopi (Robusta : Arabika) dan jumlah air untuk proses ekstraksi (kopi : air).

(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN KOPI

Kopi termasuk kelompok tanaman semak dengan genus Coffea. Kopi termasuk ke dalam famili Rubiaceae. Beberapa jenis kopi yang banyak dijumpai adalah kopi Arabika (Coffea arabica), kopi Robusta (Coffea canephora), dan kopi Liberika ( Coffea liberica). Di Indonesia jenis kopi yang paling banyak ditanam adalah jenis Robusta dan Arabika. Kopi Arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000-2.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan akan semakin baik. Kopi Robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan kopi Arabika. Sebagian besar kopi Indonesia merupakan kopi jenis Robusta karena lebih mudah ditanam dibandingkan kopi Arabika serta tingkat produktivitas yang tinggi. Kopi Arabika memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan kopi jenis lainnya. Kopi Arabika memiliki cita rasa yang khas dengan kandungan kafein yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kopi Robusta. Kopi jenis Liberika sudah tidak ditanam lagi oleh petani Indonesia karena rendemen biji kopi yang dihasilkan hanya 10% dari bobot kopi basah (Panggabean 2011).

Tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dioptimalkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kopi terdiri atas, tanah, curah hujan, ketinggian tempat, dan pemeliharaan. Untuk dapat tumbuh dengan baik kopi harus ditanam pada tanah yang subur dan memiliki pH berkisar 5-7. Curah hujan yang masih dapat ditolerir oleh tanaman kopi adalah 2.000-3.000 mm/tahun. Curah hujan mempengaruhi pembentukan bunga sampai menjadi buah. Berbeda jenis kopi yang ditanam berbeda pula ketingian tempat yang dipersyaratkan, kopi Arabika tumbuh pada ketinggian diatas 1000 meter dpl sedangkan kopi Robusta dapat tumbuh pada ketinggian 800 meter dpl (Ridwansyah 2003).

Pemanenan kopi dilakukan ketika buah kopi sudah berwarna merah hingga merah tua. Kopi mulai menghasilkan buah ketika berumur empat tahun. Proses pemanenan dilakukan secara manual. Kopi dipetik satu persatu menggunakan tangan. Kopi kering yang luluh ke tanah dipanen secara terpisah yang disebut dengan panen lelesan. Pada akhir masa panen, semua buah dipanen sampai habis yang disebut dengan panen rampasan untuk memutus daur hidup hama (Panggabean 2011).

Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondongan basah adalah buah kopi hasil panen dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60-65 % dan biji kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari. Buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp), lapisan daging (mesocarp), dan lapisan kulit tanduk (endoscarp). Adapun susunan buah kopi disajikan pada Gambar 1 berikut ini :

Gambar 1. Susunan buah kopi (Ridwansyah 2003)

Kulit buah Kulit tanduk Biji kopi Endoskraf Pulp Kulit ari

(19)

4 Suatu jenis kopi dapat dibedakan dengan melihat bentuk bijinya. Kopi Arabika memiliki karakteristik biji bentuknya agak memanjang, bidang cembung tidak terlalu tinggi, lebih bercahaya dari jenis lainnya, dan celah tengah (center cut) di bagian datar tidak lurus memanjang ke bawah, tetapi berlekuk. Kopi Robusta memiliki karakteritik biji bentuknya agak bulat, lengkungan biji lebih tebal dibandingkan jenis Arabika, dan garis tengah (parit) dari atas ke bawah hampir rata atau lurus (Panggabean 2011). Perbedaan kenampakan Robusta dan Arabika dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kopi Arabika dan kopi Robusta (digoda-coffee.blogspot.com 2011)

Menurut Leonard et al. (1996), komposisi kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Dalam biji kopi terkadung lebih dari 500 senyawa kimia, tetapi komponen kimia yang terpenting tedapat di dalam kopi adalah kafein dan kafeol. Kafein yang menstimuli kerja saraf dan kafeol memberikan flavor dan aroma yang baik. Selama proses penyangraian biji kopi beberapa bagian kafein berubah menjadi kafeol dengan jalan sublimasi.

Kandungan kafein dalam kopi memiliki efek positif dan efek negatif pada tubuh. Kafein kopi bermanfaat dalam stimulasi otak dan sistem syaraf serta mempertinggi denyut jantung, karena itu setelah meminum kopi akan terasa sensasi kesegaran psikis. Kandungan kafein yang tinggi dapat menyebabkan jantung berdebar, pusing, dan tekanan darah meningkat serta menyebabkan susah tidur. Menurut Winarno (1992), kafein dapat meningkatkan sekresi asam lambung, memperbanyak produksi urine, memperlebar pembuluh darah, dan meningkatkan kerja otot. Kopi bubuk murni mengandung 100 mg kafein. Kadar kafein yang mulai membahayakan kesehatan bila konsumsinya 1000 mg/hari atau konsumsi kopi lebih dari 5 cangkir per hari.

Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang itu berkelompok akan terlihat seperti bulu domba. Kristal kafein mengikat satu molekul air, dapat larut dalam air mendidih. Kafein mencair pada suhu 235-237°C dan akan menyublim pada suhu 1760oC di dalam ruangan terbuka. Kafein mengeluarkan bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit dan mengembang di dalam air (Randi 2006). Kafein sangat penting dalam aspek psikologis peminum kopi dan merupakan faktor penting pemberi rasa pahit. Semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi, semakin enak rasa kopi yang dihasilkan. Struktur kimia kafein dapat dilihat pada Gambar 3.

(20)

5 Gambar 3. Struktur kimia kafein (C8H10N4O2) (Blietz et al. 2009)

Kandungan kopi selain kafein berupa asam klorogenat, trigonelin, senyawa mudah menguap, asam amino, dan karbohidrat mempengaruhi cita rasa kopi yang dihasilkan. Perbedaan komposisi pada masing-masing jenis kopi akan menghasilkan cita rasa kopi yang berbeda sehingga setiap jenis kopi bersifat unik. Masing-masing senyawa kimia dalam kopi memiliki andil dalam pembentukan cita rasa dan aroma seduhan kopi. Rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pecahan serat kasar, asam klorogenat, kafein, tanin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya (Varnam dan Sutherland 1994).

B. PENGOLAHAN KOPI BUBUK

1. Pengolahan Buah Kopi

Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering (Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi

Bereiding).

Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen. Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung 10-15 hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Siswoputranto 1993).

Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat, beresiko merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan). Menurut Panggabean (2011), tahapan proses pengolahan kopi secara basah adalah sebagai berikut:

a. Sortasi

Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah pada tahap selanjutnya.

(21)

6

b. Pengupasan kulit buah

Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan mengupas kulit buah kopi. Pada prinsipnya pengupasan kulit metode basah sama dengan pengupasan kulit pada metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang diam (stator) di dalam alat pulper.

c. Fermentasi

Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama dibandingkan fermentasi basah.

d. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih menempel setelah proses fermentasi. Pencucian mengunakan air mengalir pada bak yang memanjang, kopi diaduk dengan tangan atau kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat.

e. Pengeringan

Pengeringan yang dilakukan pada metode basah tidak berbeda dengan pengeringan pada metode kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air biji kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau tradisonal. Pengeringan mekanis menggunakan alat atau mesin pengering. Pengeringan dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari (penjemuran).

f. Pengupasan kulit tanduk

Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya. Biji kopi kering yang dihasilkan dari pengolahan metode kering atau basah dikemas dengan menggunakan karung untuk kemudian dijual atau disimpan. Penyimpanan dilakukan pada ruangan yang mempunyai ventilasi udara yang memadai, disusun baik, dan tidak dicampur dengan komoditas pertanian lainnya. Ketahanan penyimpanan biji kopi yang diolah dengan metode kering sama dengan biji kopi yang diolah dengan metode basah.

2. Penyangraian

Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis mudah menguap lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat

menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh

roast suhu yang digunakan 193-199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast

suhu yang digunakan 213-221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994): ligh roast menghilangkan kadar air 3-5%, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%.

(22)

7 Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinu. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, pada beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinu merupakan drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster, dimana dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional (Nasriati 2006).

Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pirolisis pada suhu 180°C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%. Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, seperti swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa mudah menguap, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai

hasil oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini

mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi (Buffo dan Cardelli-Freire 2004).

Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selama penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melansidin yang memberikan warna cokelat. Perubahan komponen kimia biji kopi yang telah melalui proses roasting dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Komponen kimia biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai

Komponen

Arabika Robusta

Kopi Beras Kopi Sangrai Kopi Beras Kopi Sangrai

Mineral (%b/b) 3,0-4,2 3,5-4,5 4,0-4,5 4,6-5,0 Kafein (%b/b) 0,9-1,2 1,0 1,6-2,4 2,0 Trigonelin (%b/b) 1,0-1,2 0,5-1,0 0,6-0,75 0,3-0,6 Lemak (%b/b) 12,0-18,0 14,5-20,0 9,0-13,0 11,0-16,0 Asam Klorogenat (%b/b) 5,5-8,0 1,2-2,3 7,0-10,0 3,9-4,6 Asam Alifatis (%b/b) 1,5-2,0 1,0-1,5 1,5-1,2 1,0-1,5 Oligosakarida (%b/b) 6,0-8,0 0-3,5 5,0-7,0 0-3,5 Polisakarida (%b/b) 50,0-55,0 24,0-39,0 37,0-47,0 - Asam Amino (%b/b) 2,0 0,0 Protein (%b/b) 11,0-13,0 13,0-15,0 13,0-15,0 Asam humat (%b/b) - 16,0-17,0 16,0-17,0

Sumber : Clarke dan Macrae (1987)

Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimetilamin, asam formiat dan asam asetat.

(23)

8 Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kafein klorogenat (Franca et al. 2005).

Perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai jenis senyawa mudah menguap seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas di dalam seduhan makin berkurang secara signifikan (Sulistyowati 2002).

Senyawa trigonelin dalam kopi akan mengalami degradasi selama proses penyanggraian menjadi beberapa komponen heterosiklik piridin yang menimbulkan aroma kopi yang telah disangrai. Namun, trigonelin yang tidak terdegradasi sempurna menimbulkan rasa pahit yang mempengaruhi cita rasa kopi. Kadar trigonelin pada biji Arabika 0,6–1,3 %, sedangkan Robusta mencapai 0,3–0,9% (Panggabean 2011).

Senyawa mudah menguap yang menciptakan aroma kopi terbentuk pada menit-menit terkahir penyangraian karena terjadinya pirolisis gula, karbohidrat dan protein dalam struktur sel biji. Karbohidrat akan mengalami degradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana (Arya dan Rao 2007). Selama proses pirolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat dan berbagai jenis asam lainnya, aldehida dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2, sulfide, dan senyawa lainnya.

Komponen mudah menguap pada biji Arabika dan Robusta hampir sama, walaupun komponen turunannya dan aroma dari biji Arabika mempunyai beberapa perbedaan terhadap biji Robusta. Pembentukan senyawa mudah menguap melibatkan reaksi Mailard antara asam amino, protein, trigonelin, serotonin dengan karbohidrat, asam-asam hidroksilat, fenol, dan lain-lain. Reaksi-reaksi yang terjadi selama penyangraian akan mepengaruhi warna dan cita rasa kopi (Blietz et al. 2009).

Karbohidrat di dalam biji kopi berupa senyawa larut air atau tidak larut air. Jenis karbohidrat yang terdapat dalam kopi di antaranya arabinosa, fruktosa, mannosa, galaktosa, dan glukosa. Polisakarida berupa selulosa dan hemiselulosa dijumpai pada dinding sel biji kopi (Panggabean, 2011). Kandungan karbohidrat pada Arabika adalah sekitar 6-8,3 % basis kering dan Robusta 3,1-4,1%. Glukosa berkorelasi negatif dengan tingkat aroma, tetapi berkorelasi positif dengan kemanisan. Karbohidrat berpengaruh terhadap warna cokelat pada kopi yang sudah disangrai, membentuk cita rasa, dan berperan kepada pembentukan senyawa mudah menguap. Selama penyangraian, karbohidrat berubah menjadi polisakarida larut air, oligosakarida, melanoidin, karamel dan senyawa mudah menguap (Varnam dan Sutherland 1994).

3. Penggilingan

Kopi yang telah disangrai kemudian digiling untuk mendapatkan kopi bubuk. Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Semakin kecil ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus (Najiyati dan Danarti 2001).

Penggilingan bertujuan untuk membuka permukaan kopi sangrai. Dengan permukaan yang semakin luas akan meningkatkan jumlah koloid yang larut dalam air ketika penyeduhan. Penggilingan yang lebih halus tidak hanya meningkatkan efisiensi hasil ekstrak tetapi juga merubah sifat soluble dan koloidal yang mengakibatkan rasa berubah sesuai dengan hasil gilingan. Semakin halus hasil gilingan semakin baik cita rasa yang dihasilkan dari seduhannya. Menurut Yeretzian et al. (2012), semakin halus partikel kopi semakin mudah melepas komponen kopi saat penyeduhan. Kehalusan penggilingan mempengaruhi lepasnya komponen kopi selama penyimpanan.

(24)

9

C. PENGOLAHAN KOPI INSTAN

Kopi instan ditemukan oleh G. Washington pada tahun 1906, seorang kebangsaan Inggris yang hidup di Guatemala. Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut air (soluble) tanpa meninggalkan serbuk atau endapan. Menurut Siswoputranto (1993), kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) tanpa meninggalkan ampas. Pengolahan kopi instan yang essensial berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), ekstraksi, pengeringan (Spray Drying maupun Freeze Drying), dan pengemasan produk. Berdasarkan SNI 01-2983-1992, kopi instan adalah produk kering yang mudah larut dalam air, diperoleh seluruhnya dengan mengekstrak biji tanaman kopi (Coffee sp.) yang telah disangrai, hanya dengan menggunakan air.

Keuntungan utama dari kopi instan adalah kopi instan memungkinkan konsumen untuk membuat kopi tanpa peralatan lain selain cangkir dan pengaduk, secepat memanaskan air. Peneliti pemasaran juga menemukan bahwa konsumen lebih senang membuat kopi tanpa harus menyisakan ampas. Beberapa pelanggan yang sudah terbiasa mengkonsumsi kopi instan, sebagaimana yang ditemukan melalui penelitian taste test oleh sebuah pabrikan kopi, bahkan tidak mengenal rasa dari kopi yang diseduh secara tradisional (Sumahamijaya 2009).

Pengolahan kopi instan (soluble coffee) sangat tergantung dari proses sebelumnya. Pada tahap penggilingan, biji-biji kopi yang berbeda ukuran partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingan yang agak kasar dan seragam lebih diinginkan (Ridwansyah 2003).

1. Ekstraksi

Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan menggunakan percolator (penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini terjadi di dalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhunya 180 °C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan berhubungan dengan kopi pada suhu 100 °C. Penggunaan suhu air yang tinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak yang tinggi. Penggunaan suhu tinggi akan menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi hidroulik (suhu air 173 °C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air mengumpulkan sisa padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak terekstraksi akan secara langsung terbawa ke kolom percolator berikutnya dan terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran. Larutan ekstrak bergerak ke depan secara kontinu dan pada kolom terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian air panas mengalir secara kontinu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak (Syamsir 2010).

Menurut Ridwansyah (2003), kopi hasil ekstraksi yang dihasilkan dari kolom terakhir harus didinginkan terlebih dahulu pada tempat penampungan. Kopi hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying atau freeze drying, namun biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut lainnya. Ekstrak dipekatkan dengan cara evaporasi dengan evaporator tradisional. Ekstrak kemudian disimpan sementara di tangki penyimpanan untuk

(25)

10 menunggu proses pengeringan. Ampas kopi bubuk dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke tempat pembuangan karena masih mengandung 70 % kadar air.

Selain menggunakan perkolator, proses penyangraian dapat dilakukan dengan cara

counter-current extraction atau slurry extraction. Ekstraksi dengan cara counter-counter-current extraction dilakukan

dengan meletakkan kopi yang akan diekstrak pada silinder yang berotasi, air panas disemburkan dari atas silinder untuk mengestrak kafein kopi. Ekstraksi dengan cara slurry extraction merupakan cara yang paling sederhana, kopi yang akan diekstrak dicampur dengan air panas, diaduk-aduk. Setelah ekstraksi, kopi disaring kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut (Rahardian 2008).

Dalam proses ekstraksi kopi menggunakan air, kualitas air juga perlu diperhatikan karena berkaitan dengan pembuatan bahan pangan. Menurut Buckle et al. (1987), air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi standar mutu yang diperlukan untuk air minum. Masing-masing bagian dari industri pengolahan pangan mungkin perlu mengembangkan syarat-syarat mutu air khusus untuk mencapai hasil-hasil pengolahan yang memuaskan. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), sifat kimia air memberikan pengaruh kecil pada proses ekstraksi kopi. Air yang mengandung alkali menghambat kecepatan perkolasi. Air alkali dengan perbandingan tinggi mempengaruhi pH, rasa seduhan dan warna gelap. Pada perkolasi komersial, perbandingan kopi : air yang dipakai adalah 1:4 dengan pH ampas 3,8. Air yang digunakan dalam proses esktraksi kopi merupakan air yang memenuhi baku mutu air minum.

2. Pengeringan

a. Spray Drying

Proses spray drying terjadi di dalam tower silindris yang besar dengan dasar kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam bagian atas tower bersamaan dengan pancaran udara panas sekitar 250 °C. Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang berputar. Udara yang telah terpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk. Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi adalah diproduksinya partikel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu, makin sedikit bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban pengering dan meningkatkan kapasitas produksi (Ridwansyah 2003).

b. Freeze Drying

Prinsip kerja freeze drying meliputi pembekuan larutan, menggranulasikan larutan yang beku, mengkondisikannya pada vacum ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada bahan pangan tersebut akan menyublim dan akan menghasilkan produk padat (solid product). Pada prakteknya, ekstrak kopi disaring dan dikumpulkan pada tangki utama, kemudian cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar. Setelah itu dibawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan etilen glikol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30 menit dengan suhu -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lempeng beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. Partikel-partikel disaring untuk keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata.

(26)

11 Granula-granula yang membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan vakum yang dioperasikan secara batch atau kontinu. Selama proses pengeringan suhu produk umumnya tidak lebih dari 50 °C (Ridwansyah 2003).

Pada tahapan proses ekstraksi, komponen flavor yang bersifat mudah menguap seringkali tidak terekstrak secara sempurna. Hal ini terjadi karena beberapa komponen tersebut memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, sehingga tidak ikut terekstrak pada saat proses ekstraksi. Proses pemekatan dan pengeringan yang menggunakan panas (evaporasi vakum dan pengeringan semprot) juga berpotensi menyebabkan hilangnya komponen aroma dan cita rasa yang mudah menguap karena ikut menguap bersama air yang dikeluarkan sehingga menghasilkan produk kopi instan dengan aroma dan citarasa yang lebih „ringan‟ dibandingkan dengan proses beku (pemekatan beku dan pengeringan beku). Akan tetapi, karena penggunaan teknik pemekatan beku dan pengeringan beku memerlukan biaya produksi yang sangat tinggi, disamping teknologinya yang diproteksi oleh paten, maka teknik ini hanya digunakan untuk kopi instan dengan kelas superior yang harganya relatif lebih mahal (Syamsir 2010). Kopi instan yang dihasilkan harus sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Karakteristik mutu kopi instan berdasarkan SNI 01-2983,1992 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu kopi instan berdasarkan SNI 01-2983-1992

Uraian Satuan Persyaratan

Keadaan :

Bau Normal

Rasa Normal

Air % bobot Maks 4

Abu % bobot 7 – 14

Kealkalian Abu ml 1 N NaOH/100g 80 – 140

Kafein % bobot 2 – 8

Jumlah gula (sebagai gula pereduksi) % bobot Maks 10

Padatan yang tidak larut dalam air % bobot Maks 0,25

Cemaran logam :

Timbal (Pb) mg/kg Maks 2

Tembaga (Cu) mg/kg Maks 30

Arsen (As) mg/kg Maks 1

Pemeriksaan Mikrobiologi :

Kapang koloni/g Maks. 50

Jumlah bakteri koloni/g Lebih kecil dari 300

Untuk mengetahui cita rasa yang dihasilkan dari kopi instan, dilakukan analisis sensori. Pada umumnya, analisis sensori pada kopi dilakukan dengan analisis sensori deskriptif. Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori di mana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripdikan, dan dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini (Setianingsih et al. 2010). Aroma dan cita rasa pada kopi dapat dideskripsikan berdasarkan kesan yang paling dominan. Deskripsi para ahli kopi terhadap atribut sensori bubuk kopi instan dan seduhannya dapat dilihat pada Tabel 3.

(27)

12 Tabel 3. Deskripsi dan definisi atribut sensori pada kopi instan

No Atribut Penjelasan

1. Penampakan Bubuk

Warna Menunjukkan intensitas kecoklatan bubuk kopi (cokelat muda atau

cokelat pekat)

Tekstur Granula bubuk kopi menjadi kasar ketika memiliki ukuran partikel

yang besar dan keras

Simetri Sebuah partikel kopi dikatan simetris ketika kedua bagian partikel

mencerminkan satu sama lain

Kerapatan Partikel yang dikemas bersama dan memiliki tekstur yang halus

dikatakan memiliki kerapatan tinggi, sedangkan yang kerapatannya rendah partikel terlihat berlubang (lubang kecil yang tidak terlihat dari permukaan)

2. Aroma Bubuk

Fishy Aroma bubuk kopi instan yang timbul menyerupai aroma ikan

kaleng (seperti tuna)

3. Penampakan Seduhan

Kelarutan Kemudahan bubuk kopi larut ketika ditambahkan air panas.

Kabut Kejernihan atau kekeruhan dari penampakan seduhan kopi instan.

4. Aroma Seduhan

Leather Mengingatkan bau hewan, memiliki karakteristik aroma bulu

basah, kulit samak atau kulit mentah.

Cocoa Aroma ini menunjukkan aroma dan flavor dari bubuk coklat

Malty Karakteristik aroma seperti biji-bijian mentah atau malt ekstrak

Toasted cereal Mengarah ke biji-bijian yang disangrai, seperti roti yang baru selesai di panggang.

Nutty Seperti aroma kacang segar

Barthy Aroma tanah basah atau aroma kentang mentah.

Spicy Aroma rempah-rempah seperti cengkeh, sereh atau lada.

Roasted Menunjukkan tingkat penyangraian mulai dari sangrai ringan

hingga seperti asap kayu bakar.

Acidic odour Aroma ini muncul karena adanya aroma asam buah yang segar, tidak mengindikasikan proses fermentasi.

Sweet odour Aroma karamel (gula dipanaskan)

Mushroom Aroma seperti jamur segar, aroma ini berbeda dengan aroma tanah.

Fenugreek Aroma gurih pedas seperti daging dengan merica

Root Aroma yang mengGambarkan aroma pemasakan ubi jalar.

5. Cita Rasa Seduhan

Acidic taste Karakteristik dasar cita rasa dibentuk oleh asam-asam organik.

Bitter taste Cita rasa terbentuk karena kandungan kafein, quinon dan alkaloid.

Sweet Cita rasa terbentuk karena larutnya glukosa dan fruktosa.

Body Cita rasa yang menggambarkan rasa kopi seutuhnya ketika di

mulut.

Astringency Cita rasa yang tertinggal setelah meminum kopi, seperti efek pengeringan di daerah mulut.

(28)

13

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah biji kopi sangrai Robusta dan Arabika dari Kabupaten Buleleng, Bali sebagai bahan baku utama dalam pembuatan kopi instan serta bahan kimia

untuk keperluan analisis VRS dan karakterisasi kopi yang terdiri atas, Kalium permanganat (KMnO4)

0,02 N, H2SO4 6 N, KI 20%, Na2S2O3 0,02 N, indikator kanji 1%, Pb-asetat, etanol absolut, metanol

kromatografi, kafein standar, kertas saring dan membran filtrasi.

2. Alat

Peralatan yang digunakan antara lain spray dryer (Mini Spray Dryer Bunchi 190), timbangan digital, labu erlenmeyer, gelas piala, labu takar, pipet mohr, cawan porselin, cawan aluminium, biuret, corong penyaring, termometer, pH meter, oven pengering, desikator, pembakar tanur, labu aerasi VRS

apparatus, kompor listrik, HPLC (HP series 1100 UV visible), dan kamera digital.

B. METODE PENELITIAN

1. Karakterisasi Kopi Bubuk

Pada awal penelitian dilakukan analisis karakteristik biji kopi Robusta dan Arabika yang telah disangrai untuk mengetahui perbedaan keduanya. Biji kopi Robusta dan Arabika sangrai yang sudah diketahui karakteristiknya kemudian dicampur dengan beberapa perbandingan. Perbandingan Robusta : Arabika yang diinginkan adalah 100:0, 80:20, 70:30, 60:40 dan 0:100. Biji kopi sangrai yang telah dicampur digiling hingga kehalusan 75 mesh. Analisis yang dilakukan terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar kafein, kadar sari, kadar VRS, total asam, dan nilai pH. Prosedur pengujian sesuai dengan SNI 01-3542-2004 untuk kopi bubuk dan SNI 01-2983-1992 untuk kopi instan.

2. Karakterisasi Air Pengestrak

Air yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah air PAM. Pada pengolahan kopi instan, air yang digunakan dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan mendidih selama 15 menit. Air digunakan dalam proses esktraksi setelah suhunya mencapai 85-90 oC. Air pengestrak yang digunakan duji karakteristik fisika dan kimianya. Hasil pengujian dibandingkan dengan baku mutu air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990.

3. Pembuatan Kopi Instan

Kopi bubuk yang telah disiapkan kemudian diproses untuk pembuatan kopi instan. Pada tahap pencampuran, perbandingan kopi Robusta : Arabika yang digunakan adalah 100:0 , 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Masing-masing perbandingan digiling dengan disc mill dengan kehalusan 75 mesh. Kopi bubuk diekstraksi dengan air panas (85-90 oC) dengan perbandingan kopi : air yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8 bobot (g) per volume (ml). Proses ekstraksi dilakukan selama 1,5 jam (hingga dingin). Setelah proses ekstraksi dilakukan penyaringan. Proses penyaringan dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama penyaringan dengan kain saring dan tahap kedua penyaringan dengan kertas saring. Hasil ekstraksi dikeringkan dengan spray dryer dengan suhu inlet 170-180 oC dan suhu outlet 80-90

(29)

14

o

C. Kopi instan yang dihasilkan langsung dikemas dengan kantong aluminium foil karena kopi instan bersifat sangat hidroskopis. Diagram alir pembuatan kopi instan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir pembuatan kopi instan

4. Karakterisasi Kopi Instan

Kopi instan yang dihasilkan dikarakterisasi. Parameter yang diamati adalah rendemen, sifat fisiko kimia (kadar air, kadar abu, kadar VRS, kadar sari kopi, kadar kafein dan derajat keasaman /pH), dan uji organoleptik bubuk kopi instan dan hasil seduhannya. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor perlakuan dan dua ulangan. Faktor-faktor yang dipelajari yaitu perbandingan Robusta : Arabika (A) dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi (B).

Menurut Sudjana (1984), model linear rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εij

Yij : Nilai pengamatan

µ : Nilai rata-rata umum

Ai : Pengaruh perlakuan perbandingan Robusta : Arabika pada taraf ke-i

Bj : Pengaruh perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstrksi pada taraf ke-j

(AB)ij : Pengaruh interaksi perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air

untuk ekstraksi

εij : Pengaruh galat percobaan

Kopi Arabika Kopi Robusta

Pencampuran

Penggilingan

Ekstraksi dengan air suhu 85–90oC selama 1,5 jam

Penyaringan bertahap

Pengeringan dengan spray dryer

(30)

15

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK KOPI BUBUK

Karakteristik awal kopi sangrai diketahui dengan melakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar kafein, kadar VRS, derajat keasaman (pH), dan total asam terhadap kopi Arabika dan Robusta sangrai serta campuran keduanya. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan standar kopi bubuk berdasarkan SNI kopi bubuk 01-3542-2004 yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik kopi bubuk

Karakteristik Satuan Pustaka*

Perbandingan Robusta : Arabika

100:0 80:20 70:30 60:40 0:100

Bau - Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Rasa - Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Warna - Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Kadar Air % b/bb Mks. 7 2,70 2,19 2,03 2,40 2,81 Kadar Abu % b/bb Mks. 5 5,57 5,52 5,50 5,57 5,64 Kadar Sari % b/bb 20-36 29,52 27,11 29,80 28,39 28,59 Kadar Kafein % b/b 0,9-2 2,29 2,11 2,04 2,00 1,26 Kadar VRS ml ekuivalen 19,95 17,10 19,95 19,00 20,90 Nilai pH 5,67 5,60 5,53 5,63 5,69 Total Asam mg/g 15,84 16,8 17,28 16,8 17,76

* SNI kopi bubuk 01-3542-2004

Kopi yang telah disangrai memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda, tergantung jenis kopi yang digunakan, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan teknik penyangraian. Hasil penyangraian akan mempengaruhi aroma dan cita rasa kopi instan yang akan dihasilkan sehingga perlu diketahui karakteristik awalnya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1.

Menurut Effendi (2009), kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan berupa basis basah atau basis kering. Pada pengukuran kadar air kopi sangrai digunakan basis basah. Kopi Robusta dan Arabika bubuk serta campurannya memiliki kadar air yang sesuai dengan SNI. Dengan kadar air yang rendah, kopi bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama karena dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan kopi bubuk mengalami kerusakan.

Perbandingan Robusta : Arabika memberikan nilai kadar air yang berbeda-beda. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar air kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan empat perbandingan lainnya yang saling tidak berbeda nyata. Perbedaan

(31)

16 kadar air terjadi karena derajat sangrai dari kopi tersebut. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193-199 °C,

medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang digunakan 213-221 °C. Menurut

Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5 % kadar air, medium roast 5-8 %, dan

dark roast 8-14 %. Banyaknya air yang diuapkan selama penyangraian mempengaruhi kadar air akhir

dari kopi sangrai. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan kadar air kopi Robusta. Namun, campuran keduanya memberikan nilai kadar air yang tidak berbeda nyata dengan Robusta. Hal ini diduga terjadi karena derajat penyangraian Robusta lebih tinggi dibandingan Arabika sehingga kadar airnya lebih rendah. Rekapitulasi sidik ragam kadar air kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan logam pada suatu bahan. Kandungan mineral dan logam pada kopi bubuk dipengaruhi oleh tempat tumbuh kopi itu sendiri dan tidak berubah secara signifikan selama penyangraian. Kandungan mineral pada kopi bubuk diperoleh dari unsur hara yang diserap selama pertumbuhan (Martin et al. 1998). Kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan sedikit melebihi standar SNI yang mensyaratkan kadar abu maksimum pada bubuk kopi adalah 5 % b/b. Tingginya kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan dipengaruhi oleh proses pemeliharaan, kondisi tanah dan iklim tempat kopi itu tumbuh. Kopi yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari Kabupaten Buleleng, Bali sehingga memiliki karakteristik kadar abu tidak berbeda jauh satu dengan lainnya.

Berdasarkan sidik ragam terhadap kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar abu tertinggi dan beda nyata terhadap perbandingan lainnya. Kadar abu kopi berbeda karena perbedaan kandungan mineral dan logam dari kopi itu sendiri. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar abu lebih lebih tinggi dari kopi Robusta karena pengaruh tempat tumbuh. Kopi Arabika ditanam pada ketinggian 1000-2000 m dpl, sedangkan kopi Robusta ditanam pada ketinggian 800 m dpl. Hal tersebut menyebabkan perbedaan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuahan kopi. Daerah yang lebih tinggi diduga menyediakan unsur hara lebih banyak untuk pertumbuhan kopi. Faktor pemeliharaan dan tempat tumbuh sangat mempengaruhi kandungan mineral dan logam kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al. (1999), kopi yang berbeda varietasnya (daerah tumbuh) memiliki kandungan logam yang berbeda-beda. Kandungan logam pada masing-masing varietas dapat digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis kopi. Rekapitulasi sidik ragam kadar abu kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kadar sari kopi bubuk menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Dalam pembuatan kopi instan, proses ekstraksi dilakukan untuk mengambil sari dari kopi yang kemudian dikeringkan. Semakin tinggi sari kopi yang terekstrak semakin tinggi rendemen kopi instan yang dihasilkan. Kopi bubuk yang digunakan memiliki kadar sari yang sesuai dengan SNI yaitu berkisar antara 20-36 %.

Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar sari diperoleh bahwa perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi bubuk. Masing-masing kopi bubuk hasil perbandingan memiliki kandungan zat yang larut dalam air dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Dalam penyeduhan kopi bubuk terdapat dua komponen yang terbentuk, yaitu komponen yang larut air dan komponen yang dapat membentuk emulsi. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap, seperti aldehid dan keton (pembentuk aroma) dan senyawa yang tidak menguap, seperti kafein, asam, dan gula (pembentuk cita rasa) (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Rekapitulasi sidik ragam kadar sari kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar

Gambar 1.  Susunan buah kopi (Ridwansyah 2003)
Gambar 2. Kopi Arabika dan kopi Robusta (digoda-coffee.blogspot.com 2011)
Tabel 2. Standar mutu kopi instan berdasarkan SNI 01-2983-1992
Gambar 4. Diagram alir pembuatan kopi instan
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Titik setimbang kedua terjadi pada saat ada ledakan jumlah individu dalam populasi mangsa dan tidak ada pemangsa yang memakan mangsa, sehingga dapat diasumsikan x ≠ 0 dan y = 0

Adverbia beruap kata ber-afiks (berupa penambahan gabungan afiks se-nya pada kata dasar sebanyak 3 kata. Adverbia berupa kata ber afiks menambahkan gabungan –nya

Hal ini berbeda dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merumuskan konsep desentralisasi sebagai “pelimpahan wewenang, dimana dalam ketentuan Pasal 1 angka (7)

Salah satunya yang dapat dilakukan adalah dengan penyusunan strategi pemasaran dalam berwirausaha pada sektor ekonomi kreatif melalui STP (Segmenting, Targetting

Hasilnya belum didapatkan titik kejenuhan amonium sulfat untuk mengendapkan enzim bromelin dari bonggol nanas namun pengendapan tertinggi terjadi pada konsentrasi 60 %

Acuyoga terdiri dari latihan pernafasan, meditasi, relaksasi dan menggunakan titik meridian dalam tubuh untuk mengatasi stress dan nyeri punggung yang bisa menyebabkan insomnia pada

ektoparasit pinjal yang berhasil tertangkap dengan Tabel 1 menunjukkan hasil penangkapan menggunakan perangkap hidup (live trap) di Pasar tikus dan cecurut di Pasar

Indukan yang dijadikan sebagai penghasil anakan budidaya kelinci yang dilakukan peternak di Desa Umbulrejo adalah indukan yang mulai produktif sampai usia indukan 3