• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga kota tersebut tidak berbatasan secara administrasi, namun dalam konteks kerjasama antar daerah ketiga kota tersebut berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini dapat dijelaskan karena Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kota Semarang juga merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah sedangkan Kota Surakarta merupakan salah satu kota perdagangan yang besar di Jawa Tengah yang didukung oleh aksesibilitas berupa jalan yang menghubungkan ketiga kota tersebut sehingga kota-kota tersebut membentuk interaksi satu sama lain. Kota Yogyakarta secara geografis berada pada 110024’ 19” sampai 110028’ 53” bujur timur dan 70 49’ 26” sampai 70 15’ 24” lintang selatan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah utara : Kabupaten Sleman, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Bantul, (3) Sebelah timur : Kabupaten Bantul (4) Sebelah barat : Kabupaten Gunung Kidul, Kota Surakarta secara geografis berada pada 110045’ 15” sampai 110045’ 35” bujur timur dan 700 36’ sampai 70056’ lintang selatan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah utara : Kabupaten Sragen, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Sukoharjo, (3) Sebelah timur : Kabupaten Karanganyar (4) Sebelah barat : Kabupaten Boyolali dan Kota Semarang secara geografis berada pada 60 5’ sampai 70 10’ lintang selatan dan 110035’ bujur timur dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah utara : Laut Jawa, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Semarang, (3) Sebelah timur : Kabupaten Demak(4) Sebelah barat : Kabupaten Kendal

Luas lahan di wilayah Kota Yogyakarta secara keseluruhan adalah 32,50 km2 dan terdiri dari 14 kecamatan, Kota Surakarta memiliki luas wilayah 44,03 km2 yang terdiri dari 5 kecamatan sedangkan Kota Semarang memiliki luas 373,67 km2dengan 16 kecamatan.

(2)

Kondisi Fisik Wilayah

Keadaan fisik wilayah Kota Yogyakarta secara umum meliputi wilayah dengan topografi datar dengan ketinggian dari permukaan laut antara 108-115 m dpl dengan rata-rata curah hujan per tahun sebesar 157 mm. Kota Surakarta memiliki topografi datar dengan ketinggian sekitar 50-110 m dpl. Sedangkan Kota Semarang memiliki topografi yang lebih bervariasi mulai datar hingga berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0,75-348 m dpl. Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kota Semarang per tahun sebesar 3.733 mm. Kota Semarang merupakan kawasan pantai dimana wilayah bagian utara banyak dibudidayakan menjadi kawasan tambak selain menjadi daerah hilir atau muara beberapa sungai.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Joglosemar pada tahun 2006 secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006.

Persentase Luas Lahan (%) Jenis Lahan

Kota Semarang Kota Surakarta Kota Yogyakarta Lahan Sawah Sawah 10,45 2,36 3,72 Lahan Kering Bangunan/Pekarangan 37,91 80,26 85,75 Tegal/Kebun 22,38 2,41 0,22 Ladang/Huma 0,05 0,00 0,00 Padang rumput 1,74 0,00 0,00

Lahan sementara tidak

diusahakan 2,97 0,00 0,00 Hutan Negara 4,06 0,00 0,00 Perkebunan Negara 3,15 0,00 0,00 Lain-lain 12,28 14,94 10,03 Lahan lainnya Rawa-rawa 0,02 0,00 0,00 Tambak 4,77 0,00 0,00 Kolam 0,21 0,02 0,28 Jumlah 100 100 100 Sumber : BPS, 2006.

(3)

Berdasarkan tabel tersebut terlihat jika ketiga kota itu dibandingkan, Kota Semarang memiliki persentase lahan sawahnya yaitu 10,45 %, lahan terbangun 37,91 % dan tegal/kebun 22,38 % dari luas wilayahnya, sedangkan Kota Surakarta dengan persentase lahan sawah yang paling rendah yaitu 2,36 % dan lahan terbangun mendominasi 80,26 %. Begitu juga dengan Kota Yogyakarta yang hanya memiliki persentase luas lahan sawah 3,72 % dan lahan terbangun tertinggi diantara kedua kota lainya yaitu 85,75 %. Keadaan ini menunjukkan pola penggunaan lahan di Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta menggambarkan pola yang berbeda-beda dan menjadi karakteristik wilayah masing-masing. Pola penggunaan lahan secara umum lebih didominasi persentase lahan terbangun jika dibandingkan dengan lahan tak terbangun.

Berdasarkan analisis LQ yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang serta beberapa kabupaten/kota disekitarnya dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

Gambar 11. Peta Penggunaan Lahan di Joglosemar dan Kabupaten/Kota Sekitarnya.

(4)

Komposisi Penduduk

Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Jumlah penduduk yang tinggal di Joglosemar pada tahun 2006 adalah 2.390.848 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing kota adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Areal Terbangun Masing-masing Kota di Joglosemar Tahun 2006

No Kabupaten/Kota Luas Daerah

(km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk per km2 (jiwa/km2) Kepadatan Areal Terbangun per km2 (ha/km2) 1 Kota Semarang 373,67 1.435.800 3.842,43 37,91 2 Kota Surakarta 44,03 534.540 12.140,36 80,26 3 Kota Yogyakarta 32,50 420.508 12.938,71 85,75 Jumlah 450,20 2.390.848 5.310,64 45,51 Sumber : BPS, 2006

Pada Tabel 4 tampak bahwa Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi DIY memiliki kepadatan penduduk per kilo meter persegi lebih tinggi dibanding Kota Semarang dan Kota Surakarta yaitu 12.938,71 jiwa/km2, hal tersebut menunjukan bahwa Kota Yogyakarta merupakan pusat aktivitas perekonomian di Provinsi DIY dan mempunyai daya tarik yang cukup tinggi bagi penduduk di wilayah sekitar untuk bekerja maupun tinggal di Kota Yogyakarta. Selain itu kepadatan areal terbangunnya juga lebih tinggi yaitu 85,75 ha/km2 sehingga Kota Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk dan areal terbangunnya relatif tinggi. Sementara itu 2 (dua) Kota di Provinsi Jawa Tengah, Kota Surakarta memiliki kepadatan penduduk per kilo meter persegi lebih tinggi daripada Kota Semarang yaitu 12.140,36 jiwa/km2 dan kepadatan areal terbangun juga tinggi yaitu 80,26 ha/km2, hal ini menunjukkan bahwa Kota Surakarta merupakan salah pusat aktivitas ekonomi di Provinsi Jawa Tengah selain Kota Semarang yang merupakan ibukota provinsi. Kondisi ini menunjukan bahwa Kota Surakarta juga

(5)

mempunyai daya tarik bagi penduduk yang berada di wilayah sekitar untuk melakukan aktivitas ekonominya di kota tersebut.

Kondisi Perekonomian

Produk Domestik Regional Bruto

Kondisi perekonomian di wilayah Joglosemar secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto ketiga kota tersebut. Selama kurun waktu lima tahun (2001-2005), PDRB di wilayah Joglosemar setiap tahun mengalami peningkatan seperti yang ditampilkan dalam Tabel 5. yang menunjukkan pertumbuhan PDRB di Joglosemar atas dasar harga konstan tahun 2000.

Tabel 5. Pertumbuhan PDRB di Joglosemar Tahun 2002-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen).

Tahun Kabupaten/Kota 2002 2003 2004 2005 Kota Semarang 100,00 104,39 109,35 115,37 Kota Surakarta 100,00 106,11 112,26 118,04 Kota Yogyakarta 100,00 104,76 110,04 115,41 Sumber : BPS, 2006

Pada tabel tersebut di atas Kota Surakarta memiliki pertumbuhan PDRB paling tinggi selama tahun 2002-2005 dibandingkan dengan Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. Tingginya pertumbuhan PDRB di Kota Surakarta menunjukkan bahwa perekonomian daerah tersebut secara umum jauh lebih baik karena struktur perekonomian di Kota Surakarta sedang memasuki fase pertumbuhan yang relatif cepat dan belum mencapai kapasitas maksimum. Sementara antara Kota Semarang dan Kota Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan PDRB yang relatif sama. Walaupun Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, namun pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut relatif tidak tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa kedua kota tersebut pertumbuhan perekonomian wilayahnya telah mendekati fase kapasitas maksimum.

(6)

Gambar 12. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Joglosemar Tahun 2002-2005.

Laju Pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah apabila dilihat dari laju petumbuhan PDRB rata-rata atas dasar harga konstan tahun 2000 di kawasan Joglosemar selama kurun waktu 2002-2005, dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi sebesar 5,51% adalah Kota Surakarta. Sedangkan yang terendah adalah Kota Semarang dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,69% dan Kota Yogyakarta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,79% seperti ditampilkan pada Gambar 12. Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan ternyata memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah apabila dibandingkan dengan wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Laju pertumbuhan rata-rata yang rendah di Kota Semarang lebih disebabkan karena pertumbuhan ekonomi di kota tersebut sudah mendekati fase kapasitas maksimum sehingga laju pertumbuhannya relatif lambat jika dibandingkan dengan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Kondisi perekonomian Kota Semarang secara umum dapat dikatakan relatif lebih stabil.

Pangsa PDRB atas harga berlaku di Joglosemar dapat dilihat pada Gambar 13, dimana sektor industri dan pengolahan di Kota Semarang berkontribusi 38,32% terhadap PDRB total di Kota Semarang. Sementara itu Kota Surakarta/Solo sektor industri dan pengolahan memberi kontribusi sebesar

(7)

26,42% dan hanya 11,09% sektor industri dan pengolahan di Kota Yogyakarta menyumbang PDRB total wilayah.

0,40,11,3 0,00,00,4 11,1 26,4 38,3 1,82,61,9 6,6 12,9 15,2 23,223,8 16,6 17,9 11,5 9,4 15,2 11,4 4,0 23,7 11,2 12,9 -5 10 15 20 25 30 35 40 P e rs e n P e rt a n ia n P e rt a m b a n g a n d a n P e n g g a li a n In d u st ri P e n g o la h a n L is tr ik d a n a ir b e rs ih B a n g u n a n P e rd a g a n g a n , h o te l d a n re st o ra n A n g k u ta n d a n k o m u n ik a si K e u a n g a n & Ja sa P e ru sa h a a n Ja sa -j a sa Yogyakarta Surakarta Semarang

Gambar 13. Pangsa PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Joglosemar Tahun 2005.

Pangsa PDRB Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Surakarta sebesar 23,82% lebih besar jika dibandingkan dengan Kota Semarang yang hanya sebesar 16,62 % dan Kota Yogyakarta sebesar 23,17%. Hal ini disebabkan Kota Surakarta lebih terkenal sebagai pusat perdagangan dan pariwitasa sehingga sektor inilah yang banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB wilayah tersebut. Sementara itu Kota Yogyakarta memilki pangsa PDRB terbesar dari sektor jasa-jasa yaitu 23,74% dibandingkan Kota Semarang sebesar 11,23% dan Kota Surakarta sebesar 12,9%. Kondisi ini disebabkan karena Kota Yogyakarta lebih dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Kota Wisata sehingga sektor Jasa yang terkait dengan kedua kegiatan tersebut berkontribusi terhadap PDRB di wilayah Yogyakarta.

(8)

Industri Pengolahan

Industri yang berkembang di Joglosemar sangat beragam mulai dari industri kecil dan rumah tangga hingga industri besar maupun sedang. Menurut data statistik jumlah industri menengah besar dan nilai tambah yang dihasilkan dari industri dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa jumlah industri besar dan sedang paling banyak berada di Kota Semarang dibandingkan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Semarang sebagai kota industri dicirikan dengan banyaknya industri dan juga pangsa PDRB yang paling besar berasal dari industri. Banyak industri di Kota Semarang menjadi daya tarik bagi tenaga kerja yang berasal dari wilayah sekitar untuk mencari nafkah dan tinggal di Kota Semarang sehingga secara tidak langsung wilayah sekitar akan relatif tidak berkembang karena ditinggalkan oleh penduduk usia produktif yang pada akhirnya akan menurunkan pendapatan di wilayah sekitarnya. Hadirnya industri di Kota Semarang memberi dampak bagi perkembangan wilayah sendiri, hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari sektor industri. Berbeda dengan Kota Surakarta maupun Kota Yogyakarta yang bukan merupakan daerah industri maka tidak banyak industri besar dan sedang yang berada di wilayah tersebut dan nilai tambah yang dihasilkan juga tidak banyak memberi kontribusi pada pendapatan daerah.

Tabel 6. Distribusi Industri Besar dan Sedang, Tenaga Kerja, Upah Tenaga Kerja, Biaya Input, Nilai Output dan Nilai Tambah Tahun 2005 di Joglosemar.

Kota Banyaknya Perusahaan Tenaga Kerja (Orang) Upah (000 Rp) Input (000 Rp) Output (000 Rp) Nilai Tambah (000 Rp) Semarang 367 82.618 1.068.362.496 9.162.471.420 14.234.581.033 5.072.109.613 Surakarta 149 14.417 119.716.337 1.085.230.246 1.706.005.073 620.774.827 Yogyakarta 39 4.534 54.291.600 134.688.964 171.916.770 37.227.806 Sumber : BPS, 2006

Besar kecilnya industri besar dan sedang di Joglosemar pada tahun 2005 terlihat dari jumlah tenaga kerja per unit usaha, tingkat pendapatan tenaga kerja, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha dapat pada tabel 7 berikut ini :

(9)

Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha, Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja, Rataan Nilai Tambah Per Unit Usaha dan Rataan Output Per Unit Usaha.

Kota Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha (orang/unit) Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja (000 Rp) Rataan Nilai Tambah Per Unit

Usaha (000 Rp/unit)

Rataan Output Per Unit Usaha (000 Rp/unit) Kota Semarang 225 12.931 13.820.462 38.786.324 Kota Surakarta 97 8.304 4.166.274 11.449.698 Kota Yogyakarta 116 11.974 954.559 4.408.122 Sumber : BPS, 2006

Melihat tabel di atas Kota Semarang memiliki jenis indutri besar yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Demikian juga tingkat pendapatan tenaga kerja, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua kota lainnya. Kota Surakarta jumlah industrinya lebih banyak jika dibandingkan dengan Kota Yogyakarta, namun industri Kota Yogyakarta relatif lebih besar daripada industri di Kota Surakarta. Menonjolnya industri besar Kota Yogyakarta tidak diimbangi diimbangi dengan tingkat pendapatan, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha yang tinggi pula.

Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita di wilayah Joglosemar apabila dihitung berdasarkan total PDRB di wilayah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk, menunjukkan bahwa secara umum wilayah Joglosemar memiliki pendapatan per kapita yang cukup tinggi dan ada kecenderungan meningkat setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Tabel 8.

(10)

Tabel 8. PDRB Per Kapita di Joglosemar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004-2005 (dalam rupiah)

PDRB perkapita (Juta Rp) Kota 2004 2005 Kota Semarang 10.951.149 11.394.419 Kota Surakarta 7.152.440 7.220.682 Kota Yogyakarta 9.815.114 10.109.338 Sumber : BPS, 2006

Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa Kota Surakarta memiliki PDRB per kapita yang paling rendah. Hal ini berarti bahwa Kota Semarang masih mendominasi kontribusi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta juga memberi kontribusi yang besar terhadap perekonomian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kontribusi yang besar tersebut menunjukkan bahwa kedua kota itu merupakan pusat pertumbuhan yang dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi wilayah disekitarnya. Dampak positif yang ditimbulkan misalnya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah tersebut dan wilayah sekitar yang berbatasan dan menjadi daya tarik ekonomi bagi masyarakat di wilayah sekitar sedangkan dampak negatifnya bisa berupa tidak meratanya fasilitas pelayanan publik karena lebih bersifat memusat pada pusat-pusat aktivitas ekonomi.

Sistem dan Sarana Wilayah

Sarana Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Joglosemar meliputi rumah sakit umum, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah bersalin serta poliklinik secara terinci ada pada Tabel 9. Namun pada umumnya keberadaan fasilitas kesehatan tersebut masih belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Semarang, Surakarta dan Yogyakarta apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah masing-masing kota tersebut.

(11)

Tabel 9. Distribusi Sarana Kesehatan di Joglosemar Kota Rumah Sakit (unit) Puskesmas (unit) Puskesmas Pembantu (unit) Rumah Bersalin (unit) Poliklinik (unit) Jumlah (unit) Semarang 20 40 40 48 103 251 Surakarta 10 17 25 30 27 109 Yogyakarta 11 16 14 23 23 87 Jumlah 41 73 79 101 153 447 Sumber : BPS, 2006 Sarana Pendidikan

Ketersediaan fasilitas pendidikan di wilayah Joglosemar dilihat dari banyaknya SD, SLTP, SLTA, dan akademi atau perguruan tinggi baik sekolah negeri maupun swasta dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Sarana Pendidikan di Joglosemar

Kota SD (unit) SLTP (unit) SMU (unit) SMK (unit) Akademi / Univ (unit) Semarang 713 185 99 47 60 Surakarta 302 76 68 29 31 Yogyakarta 249 70 64 22 57 Jumlah 1264 331 231 98 148 Sumber : BPS, 2006

Jumlah SD terbanyak berada di Kota Semarang yaitu 713 buah, sedangkan paling sedikit Kota Yogyakarta 249 buah. Begitu juga untuk SLTP, SMU, SMK dan Universitas juga paling banyak berada di Kota Semarang. Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pendidikan, walaupun jumlahnya sedikit namun jika jumlahnya sarana pendidikan dibagi luas wilayah maka rasionya lebih tinggi daripada Kota Semarang. Hal ini berarti cakupan layanan sarana pendidikan di Kota Yogyakarta lebih luas dan hampir merata ke seluruh wilayah kota.

(12)

Sistem Transportasi

Keberadaan sistem transportasi yang memadai di wilayah Joglosemar sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan wilayah tersebut termasuk wilayah-wilayah sekitar yang berbatasan. Sistem transportasi yang ada meliputi transportasi darat yaitu jalan raya dan kereta api ; transportasi laut dan transportasi udara.

1. Trasportasi Darat

Untuk mendukung kelancaran arus penumpang antar daerah di wilayah Joglosemar terdapat berapa terminal angkutan yang ada dan menghubungkan ketiga kota tersebut dan melalui beberapa kabupaten/kota yang berada di sekitar Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Hal ini menunjukan bahwa interaksi antar Joglosemar pasti akan berdampak juga terhadap daerah lain karena aksesibilitas berupa jalan yang akan mengoptimalkan aliran orang maupun barang di wilayah tersebut dan wilayah sekitar.

Selain menggunakan jalan raya sebagai salah satu sarana transportasi darat, di Joglosemar juga terdapat lintasan jalur kereta api yang menghubungkan antara DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jalur kereta api yang ada di tiga kota itu merupakan jalur yang sangat padat dan strategis karena merupakan alternatif aliran barang atau orang selain menggunakan jalan raya.

2. Transportasi Laut

Wilayah Joglosemar didukung dengan jalur transportasi laut, yaitu melalui Pelabuhan Tanjung Emas yang berada di Kota Semarang sehingga mempermudah arus aliran barang maupun penumpang yang keluar dan masuk ke Kota Semarang. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Emas di Kota Semarang sebagai sarana aktivitas arus perdagangan dan arus penumpang, secara tidak langsung memperkuat interaksi antara Kota Semarang dengan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta dan juga wilayah-wilayah di sekitarnya dalam upaya mendukung kegiatan pendistribusian serta pemasaran barang-barang hasil produksi daerahnya ke daerah lain.

(13)

3. Transportasi Udara

Selain transportasi laut, wilayah Joglosemar juga didukung dengan Bandara Udara Ahmad Yani di Kota Semarang, Bandara Udara Adi Sumarmo di Kota Surakarta dan Bandara Udara Adi Sucipto di Kota Yogyakarta yang mempermudah arus barang maupun penumpang yang keluar dan masuk ke tiga kota itu maupun ke wilayah sekitarnya menjadi lebih efisien. Kebedaraan bandara udara di Joglosemar perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga mampu meningkatkan interkasi antar wilayah.

Secara lengkap jaringan jalan dan fasilitas transportasi lain dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini :

Gambar

Tabel 3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006.
Gambar 11. Peta Penggunaan Lahan di Joglosemar dan Kabupaten/Kota Sekitarnya.
Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Areal Terbangun Masing-masing Kota di Joglosemar Tahun 2006
Tabel 5. Pertumbuhan PDRB di Joglosemar Tahun 2002-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen).
+7

Referensi

Dokumen terkait

  Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi struktur teks

Namun begitu, perusahaan juga harus mengetahui harga produk yang sama di pasar agar harga yang ditawarkan pada pelanggan tidak terlalu tinggi, karena ini adalah salah

--- URGENSI PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK PRE PROJECT SELLING Edi Krisharyanto Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jamak qoshor tidak bisa dilaksanakan jika tempat yang dituju sudah menjadi tempat yang biasa dikunjungi/rutin walaupun jaraknya jauh (misalkan: sekolah, tempat

Dari hasil analisis regresi berganda yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pengaruh variabel Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan laju pertumbuhan Produk

Dari proses pemeriksaan pun tidak didapatkan pengakuan satu tokoh PKI yang pernah me- nyumpah Siauw masuk menjadi anggota PKI,” kata Tiong Djin, yang datang ke Jakar- ta

Suatu akad yang mengandungi pemberian milik oleh seseorang secara sukarela terhadap hartanya kepada seseorang yang lain pada masa hidupnya tanpa balasan dengan menggunakan lafaz

Tunjangan Kehadiran adalah komponen Tunjangan Kinerja yang diberikan kepada Pegawai berdasarkan jumlah kehadiran yang sesuai dengan jam kerja yang diatur dalam Peraturan Menteri