METODE STANDAR ADISI TITIK-H UNTUK ANALISIS
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
ABSTRAK
NITA AULINA. Metode Standar Adisi Titik H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan
Mo(VI). Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan MOHAMAD RAFI.
Kromium heksavalen (Cr(VI)) diketahui sebagai salah satu zat toksik. Cr(VI) dapat
menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, pendarahan dalam tubuh, dermatitis, kerusakan
saluran pernapasan, dan kanker paru-paru. Metode yang umum digunakan untuk
menentukan konsentrasi Cr(VI) dan kromium total adalah spektrofotometri sinar tampak
dengan pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida
.Molibdenum heksavalen atau
Mo(VI) merupakan logam pengganggu utama dalam analisis tersebut. Metode standar
adisi titik-H (HPSAM) digunakan sebagai metode alternatif untuk menentukan kadar
Cr(VI) dan Mo(VI) secara simultan.
HPSAM dilakukan berdasarkan penggunaan dua panjang gelombang pada
spektrofotometri dan metode standar adisi. Pasangan panjang gelombang yang digunakan
jika adisi Cr(VI) dilakukan adalah (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm,
611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm), dan (530.6 nm, 571.8 nm), sedangkan untuk adisi
Mo(VI) adalah (524.5 nm, 558.8 nm), (518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6 nm).
Panjang gelombang terpilih yang menghasilkan akurasi terbaik, yaitu (517.1 nm, 611.9
nm) untuk adisi Cr(VI) dan (518 nm, 567.4 nm) untuk Mo(VI). Kisaran konsentrasi
linear yang digunakan untuk adisi Cr(VI), yaitu 3x10
-6–1.5x10
-5M, sedangkan untuk adisi
Mo(VI) 8.9x10
-4–1.89x10
-3M. Aplikasi HPSAM pada contoh sintetik (Cr(VI), Mo(VI))
dengan konsentrasi (9x10
-6M, 2.9x10
-4M), (1x10
-5M, 8.9x10
-4M), (3x10
-6M, 2.9x10
-4M), (1.10
-5M, 1.14x10
-3M), dan (6x10
-6M, 1.49x10
-3M) belum menghasilkan
pengukuran yang teliti dan akurat ditandai dengan persentase simpangan baku relatif
diatas 5 dan %kesalahan relatif -3.1 hingga 83.79. Metode ini belum dapat
menghilangkan pengaruh Mo(VI) pada penentuan Cr(VI) maupun sebaliknya pada
komposisi campuran sintetik yang digunakan.
ABSTRACT
NITA AULINA. H-Point Standard Addition Method for Simultaneous Analysis of
Cr(VI) and Mo(VI). Supervised by ETI ROHAETI and MOHAMAD RAFI.
Hexavalent chromium (Cr(VI)) is known as a toxic metal. Cr(VI) can cause liver
and kidney disorder, bleeding, dermatitis, respiratory tract disorder, and lung cancer.
Chromium(VI) and the total amount of chromium concentration can be determined by
visible light spectrophotometry using 1,5-diphenylcarbazide as chromogenic reagent.
Hexavalent molibdenum or Mo(VI) is the major interferent metal in Cr(VI) analysis using
DPC. The H-point standard addition method (HPSAM) was perfomed as an alternative
method to determine Cr(VI) and Mo(VI) simultaneously.
The HPSAM is performed based on the use of two wavelengths in
spectrophotometry and the standard addition method. Wavelength pairs used in Cr(VI)
addition were (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm, 611.9 nm), (533.8
nm, 571 nm), and (530.6 nm, 571.8 nm), while in Mo(VI) addition were (524.5 nm, 558.8
nm), (518 nm, 567.4 nm), and (526.6 nm dan 556.6 nm). The selected wavelengths that
gave the highest accuracy were (517.1 nm, 611.9 nm) for Cr(VI) addition and (518 nm,
567.4 nm) for Mo(VI) addition. The linear concentration range used for Cr(VI) addition
was beetwen 3x10
-6–1.5x10
-5M, whereas for Mo(VI) addition was beetwen 8.9x10
-4–1.89x10
-3M. Application of HPSAM for several synthetic samples with different
concentrations between Cr(VI) and Mo(VI) which was (9x10
-6M, 2.9x10
-4M), (1x10
-5M, 8.9x10
-4M), (3x10
-6M, 2.9x10
-4M), (1.10
-5M, 1.14x10
-3M), and (6x10
-6M, 1.49x10
-3
M) did not gave good precise and accurate measurements. It was shown by relative
standard deviation over 5% and relative error percentage from -3.1 to 83.79. This method
could not remove Mo(VI) interference effect in Cr(VI) determination and neither in
synthetic mixtures which was used.
METODE STANDAR ADISI TITIK-H UNTUK ANALISIS
SIMULTAN Cr(VI) DAN Mo(VI)
NITA AULINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Judul : Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr(VI) dan Mo(VI)
Nama : Nita Aulina
NIM
: G44202047
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S.
NIP 131 663 015
Mohamad Rafi, S.Si.
NIP 132 321 454
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
PRAKATA
Alhamdulillahi robbil’aalamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini
disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2006 hingga April
2007 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia
FMIPA IPB, dengan judul Metode Standar Adisi Titik-H untuk Analisis Simultan Cr (VI)
dan Mo (VI).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eti Rohaeti Azis, M.S dan
Mohamad Rafi, S.Si. selaku pembimbing atas segala ilmu, arahan, perhatian, dan
motivasi selama penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
dihaturkan kepada kedua orang tua tercinta, Aa Gaos, Imam, Dery, dan Rima serta
seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang tulus dan tiada henti.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Om Eman dan Mbak Rachma
atas kemudahan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, Ibu Enung, Mbak Wulan,
Bapak Ridwan, Bapak Manta, dan Bapak Kosasih atas bantuan dan motivasinya.
Ungkapan Terima kasih juga terucap untuk Mirah atas ilmu dan kebersamaan yang
lebih selama satu tahun ini. Teman-teman di Lab Analitik, Miranti, Yudi PH, Inung, Ari,
dan teman-teman Kimia 39 atas bantuan, motivasi, dan kebersamaannya. Teman-teman di
GreenHouse, Mbak Sri, Mbak Sekar, Mbak Aning, dan Lia atas doa, ilmu dan
kebersamaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 2 November 1984 dari ayah Wawan
Alwan Gunawan dan ibu Etty Nurhayati. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus SMA Negeri 3 Depok dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program
Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia
Dasar D3 tahun ajaran 2005/2006, Kimia Analitik Dasar tahun ajaran 2005/2006, Kimia
TPB alih tahun ajaran 2006/2007 dan semester ganjil 2006/2007 serta Kimia Analitik
Instrumen 2006/2007. Tahun 2004 penulis melaksanakan praktik lapangan di SEAMEO
BIOTROP, Bogor. Selain itu, penulis juga pernah aktif di Ikatan Mahasiswa Kimia
(Imasika) sebagai staf Departemen Pengembangan Organisasi (2003/2004), staf
Departemen PSDM (2004/2005), dan Dewan Pengawas (2005/2006). Beasiswa
pendidikan diperoleh selama 2 tahun dari Mitsubishi.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...ii
DAFTAR GAMBAR ...ii
DAFTAR LAMPIRAN...iii
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI) ... 1
Molibdenum(VI) ... 2
Spektrofotometri ... 3
Metode Standar Adisi Titik H ... 3
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat... 5
Metode ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI) ... 7
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ... 7
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih... 9
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara Simultan dengan HPSAM... 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 12
Saran... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 12
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persamaan garis kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) ... 8
2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa pasangan λ untuk campuran Cr(VI) 3.10
-6M dan
Mo(VI) 2.9x10
-4M ... 10
3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI)... 11
4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI) ... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen ... 2
2 Spektrum untuk panjang gelombang terpilih ... 4
3 Plot HPSAM ... 4
4 Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI)... 7
5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal ... 8
6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal ... 8
7 Spektrum serapan dengan λ terpilih pada 517.1 nm dan 611.9 nm untuk penentuan
Cr(VI) dan Mo(VI) ... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ... 15
2 Perhitungan preparasi larutan stok Cr(VI) dan Mo(VI) ... 16
3 Serapan Cr(VI) tanpa pengaruh Mo(VI) dan dengan pengaruh Mo(VI) pada λ 542 nm
... 17
4 Serapan Mo(VI) tanpa pengaruh Cr(VI) dan dengan pengaruh Cr(VI) pada λ
561.8 nm ... 17
5 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Cr(VI) ... 18
6 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Mo(VI)... 20
7 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 9x10
-6M dan
Mo(VI) 2.9x10
-4M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 22
8 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10
-5M dan Mo(VI)
8.9x10
-4M pada berbagai pasangan λ terpilih... 23
9 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10
-6M dan
Mo(VI) 2.9x10
-4M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 24
10 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10
-5M dan
Mo(VI) 1.14x10
-3M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 25
11 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10
-6M dan
Mo(VI) 1.49x10
-3M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 26
12 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 1x10
-5M dan Mo(VI)
8.9x10
-4M pada berbagai pasangan λ terpilih... 27
13 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 3x10
-6M dan
Mo(VI) 2.9x10
-4M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 28
14 Persamaan garis adisi Mo(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI) 6x10
-6M dan
Mo(VI) 1.49x10
-3M pada berbagai pasangan λ terpilih ... 29
15 Kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) pada beberapa λ ... 30
16 Penentuan campuran Cr(VI) 1x10
-5M dan Mo(VI) 1.14x10
-3M pada λ 541.8 nm dan
PENDAHULUAN
Kromium umumnya berada dalam 3 bentuk stabil, yaitu kromium logam, kromium trivalen atau Cr(III), dan kromium heksavalen atau Cr(VI). Perbedaan tingkat valensi antara Cr(III) dan Cr(VI) memberikan efek yang berbeda dalam hal toksisitas. Cr(VI) memiliki toksisitas yang lebih tinggi dan bersifat karsinogenik dibandingkan Cr(III). Cr(VI) dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal,
pendarahan dalam tubuh, dermatitis,
kerusakan saluran pernapasan, dan kanker paru-paru (Kusnoputranto 1996). Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh toksisitas Cr(VI) yang cukup membahayakan kesehatan, maka beberapa peraturan tentang ambang batas kromium dalam berbagai macam sumber pencemar kromium telah dibuat oleh lembaga yang berwenang dengan tujuan melindungi ekosistem dan terutama melindungi kesehatan manusia. Baku mutu limbah kromium maksimum yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup
(Kep51/MENLH/10/1995) adalah 1 ppm, sedangkan menurut PP RI nomor 82 tahun 2001, nilai ambang batas kromium pada air minum adalah 0.05 ppm. Hal inilah yang menjadi alasan perlunya metode uji kromium yang tepat, cepat, dan ekonomis agar kasus pencemaran kromium di lingkungan dapat terdeteksi.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis Cr(VI) dan kromium total adalah spektrofotometri sinar tampak dengan pewarnaan menggunakan 1,5-difenilkarbazida (DPC). Reaksi kromium dengan DPC sangat sensitif, dengan absorptivitas molar kira-kira 40.000 lmol-1cm-1 pada 540 nm (Clesceri et al. 1998). Molibdenum heksavalen atau Mo(VI) merupakan logam pengganggu utama dalam analisis Cr(VI) menggunakan DPC secara spektrofotometri sinar tampak karena Mo(VI) dapat berikatan dengan DPC, sehingga jika
terdapat dalam jumlah besar akan
mengganggu keakuratan kadar Cr(VI). Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat mengukur keduanya secara simultan agar jumlah Cr(VI) sebenarnya dapat ditentukan dengan metode ini walaupun terdapat Mo(VI) dalam jumlah yang cukup tinggi.
Metode spesiasi Cr(VI) dan Mo(VI) yang telah dikembangkan ialah spektroskopi serapan atom (AAS) dengan sumber eksitasi penguapan termal (Campillo et al. 2002), elektroforesis kapiler (Jia et al. 1996), dan spektofotometri derivatif (Tutem et al. 2001). Walaupun teknik AAS dan elektroforesis
kapiler lebih sensitif dan relatif bebas dari adanya pengganggu akan tetapi membutuhkan peralatan yang mahal dan rumit serta membutuhkan operator yang handal dalam mengoperasikannya. Metode spektrofotometri derivatif mempunyai kelemahan dalam hal rasio sinyal dan derau (noise) karena dengan spektra turunannya akan meningkatkan derau sehingga hasil analisis menjadi tidak akurat lagi.
Saat ini telah banyak dikembangkan metode-metode analisis yang sensitif, selektif, cepat, mudah, dan murah seperti kombinasi teknik spektroskopi sinar tampak dengan metode kemometrik untuk spesiasi maupun analisis kuantitatif simultan suatu logam berdasarkan tingkat oksidasinya tanpa adanya proses prekonsentrasi maupun separasi. Salah satu kombinasi metode tersebut yaitu
spektrofotometri sinar tampak dengan
pereaksi kromogenik untuk logam yang dianalisis menggunakan kurva kalibrasi standar adisi titik-H. Metode standar adisi titik-H atau H-Point Standard Addition
Method (HPSAM) memberikan keuntungan
seperti dapat menghilangkan dan
mengevaluasi kesalahan analisis yang
dihasilkan dari senyawa pengganggu maupun bias akibat adanya serapan blanko (Bosch-Reig & Campins-Falco 1988). HPSAM memanfaatkan penggunaan matematika dalam suatu proses analisis untuk penentuan kadar zat kimia.
Pengembangan metode pengukuran
simultan logam Cr(VI) dan Mo(VI) perlu dilakukan untuk mendapatkan metode yang cepat dan ekonomis namun tetap selektif dan akurat. Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) secara simultan dengan pereaksi kromogenik DPC
dan analisis data kimia menggunakan
HPSAM.
TINJAUAN PUSTAKA
Kromium(VI)
Kromium merupakan logam mengkilap dan bersifat tahan karat sehingga sering digunakan sebagai pelindung logam lain, memiliki massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih
2658°C, dan titik leleh 1875°C
(Kusnoputranto 1996). Menurut Clesceri et
al. (1998) kromium ditemukan sebagai bijih besi (FeO.Cr2O3). Kelimpahan rerata
kromium di kerak bumi adalah 122 ppm, di tanah terdapat sekitar 11 sampai 22 ppm, di
aliran sungai terdapat sekitar 1 µg/l dan di air tanah umumnya terdapat 100 µg/l.
Kromium merupakan salah satu logam berat yang termasuk ke dalam unsur transisi golongan VI B, bernomor atom 24 dan bermassa atom 51.996 sma. Tingkat oksidasi kromium yang paling banyak terdapat di alam adalah +2, +3, dan +6. Secara umum kromium
dan senyawaan yang dibentuknya
diklasifikasikan menjadi kromium logam, kromium divalen, kromium trivalen dan kromium heksavalen (Bastarache 2002). Kromium heksavalen terdapat sebagai CrO42-
dan Cr2O72-, sedangkan bentuk trivalennya
terdapat sebagai Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+,
dan [Cr(OH)4]- (Clesceri et al. 1998). Di alam,
baik kromium trivalen maupun kromium heksavalen bergabung dengan unsur-unsur lain membentuk senyawa yang stabil.
Kromium heksavalen atau Cr(VI)adalah suatu komponen utama yang terikat pada oksigen seperti kromat (CrO42-) yang
berwarna kuning atau dikromat (Cr2O72-)
berwarna jingga merupakan suatu
pengoksidasi yang kuat dan sangat mudah tereduksi menjadi kromium trivalen dalam kondisi asam (Patnalk 2003).
Kromium(VI) di lingkungan berasal dari
limbah industri, tambang kromium,
pembakaran minyak bumi, kertas dan kayu. Industri-industri logam memanfaatkan sifat logam kromium yang sangat resisten terhadap bahan kimia dan sifat oksidasi sehingga kromium banyak digunakan dalam industri baja tahan karat. Kromium(VI) dimanfaatkan untuk produksi zat kimia kromium, pigmen kromium untuk cat dan tekstil, penyamakan kulit, pengawet kayu, dan digunakan dalam pendingin pembangkit tenaga listrik untuk mencegah karat (Kusnoputranto 1996).
Kromium heksavalen memiliki sifat yang sangat toksik dibandingkan dengan bentuk trivalennya. Kondisi kronis terjadi oleh uap kromat yang dapat menyebabkan kanker paru-paru. Hasil percobaan yang dilakukan pada hewan menunjukkan pemberian kromat 50 ppm melalui mulut dapat meningkatkan depresi dan menimbulkan kerusakan hati dan ginjal. Pajanan jangka panjang terhadap
saluran pernafasan dan kulit dapat
menyebabkan peradangan rongga hidung, pendarahan hidung yang sering, dan ulkus jaringan kulit (Kusnoputranto 1996).
Pereaksi yang paling umum digunakan untuk menentukan kadar Cr(VI) secara spektrofotometri sinar tampak, yaitu DPC (Clesceri et al. 1998) akan tetapi gangguan dari Fe(III), Mo(VI), Cu(II), dan Hg(II)
sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pereaksi lain yang juga telah diteliti untuk
penentuan kadar Cr(VI) adalah
bromopirogalol merah (Huang et al. 1997), ferpenazin (Mohamed & El-Shahat 2000), trifluoroperazin hidroklorida (Revanasiddappa & Kumar 2002), dan variamin biru (Narayana & Cherian 2005). N N H C O N H N H H 2 + Cr 6+ N H N H N O C r N C O N H H N C N H N H
Gambar 1 Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen (Vogel 1990).
Molibdenum(VI)
Molibdenum (Mo) adalah logam putih-keperakan, yang keras dan berat. Dalam bentuk bubuk, warnanya abu-abu. Logam ini melebur pada 2622οC. Logam ini tahan terhadap alkali dan asam klorida. Asam nitrat encer perlahan-lahan melarutkannya, asam nitrat pekat membuatnya menjadi pasif. Mo dengan mudah larut dalam campuran asam nitrat pekat dan hidrogen flourida (Vogel 1990).
Molibdenum membentuk
senyawa-senyawa dengan bilangan oksidasi +2, +3, +4, +5, dan +6. Senyawaan Mo yang paling penting adalah molibdat (dengan bilangan oksidasi +6). Molibdat merupakan garam dari asam molibdat (H2MoO4). Asam ini
cenderung untuk berpolimerisasi dengan mengeluarkan molekul-molekul air.
Molibdenum merupakan logam yang dalam jumlah kecil dibutuhkan dalam nutrisi tumbuhan. Selain itu, logam ini banyak digunakan dalam industri-industri seperti pembuatan baja, pigmen, minyak pelumas, dan katalis (Andrade et al. 1998). Selain itu Mo terdapat dalam jumlah besar di ekosistem laut dan berperan dalam reaksi redoks enzimatik.
Beberapa teknik analisis telah
dikembangkan untuk penentuan Mo terutama dengan bilangan oksidasi 6 dan teknik spektrofotometri menggunakan tiosianat
sebagai pewarna merupakan yang paling umum digunakan (Andrade et al. 1998). Pewarna lain yang telah digunakan, yaitu bromopirogalol merah (Huang et al. 1998),
isotipendil hidroklorida dan pipazetat
hidroklorida (Melwanki et al. 2001), dan DPC (Tutem et al. 2001). Analisis kuantitatif
penentuan Mo(VI) yang telah dilakukan
diantaranya menggunakan metode AAS
dengan sumber eksitasi tungku grafit
(Matsusaki et al. 1999) dan metode lain seperti voltammetri (Jugade & Joshi 2004).
Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah metode
pengukuran yang didasarkan pada interaksi antara cahaya dengan materi. Bila materi disinari, maka cahaya akan diserap dan
dipancarkan kembali dengan panjang
gelombang yang sama atau berbeda.
Penyerapan sinar tampak oleh suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi elektron suatu molekul tersebut dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektrofotometri sinar tampak memiliki sumber radiasi berupa sinar tampak, yaitu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 400 sampai 750 nm (Day & Underwood 2002). Serapan maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan atau dapat diartikan warna yang diserap adalah warna komplementer dari yang diamati.
Penyerapan sinar tampak suatu molekul menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik molekul tersebut (Sudjadi 1985). Penyerapan radiasi ini dapat dihubungkan dengan kandungan analit dalam contoh. Hukum Lambert menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tergantung dari tebal media yang dilalui sinar, sedangkan hukum Beer menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap. Dari
hukum Lambert-Beer dapat diketahui
hubungan antara absorban, ketebalan media, dan konsentrasi suatu bahan. Persamaan Lambert-Beer:
A = ε. b. C
A adalah serapan analat (absorbans), ε adalah absorptivitas molar (lmol-1cm-1), b adalah ketebalan lapisan larutan analat atau panjang jalur serapan (cm), dan C adalah konsentrasi analat (mol/l). Besarnya ε bergantung pada λ cahaya dan macam senyawaan.
Spektrofotometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi radiasi elektromagnetik ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Komponen-komponen spektrofotometer
adalah sumber radiasi, monokromator, sel absorpsi, dan detektor. Sumber radiasi yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi
molekul adalah lampu wolfram.
Monokromator yang digunakan adalah
monokromator prisma atau kisi. Sel yang digunakan pada pengukuran daerah tampak adalah kuvet kaca. Detektor yang digunakan adalah tabung penggandaan sinar (Khopkar 1990).
Metode Standar Adisi Titik-H
Metode standar adisi titik-H atau HPSAM yang dikembangkan oleh Bosch-Reig & Campins-Falco (1988) merupakan modifikasi dari metode standar adisi yang dapat melakukan transformasi kesalahan yang tak dapat diperbaiki akibat adanya interferensi langsung pada penentuan suatu analat. Kesalahan ini kemudian dapat dievaluasi dan juga dihilangkan. Metode ini juga dapat memperbaiki secara langsung kesalahan proporsional dan konstan yang dihasilkan oleh matriks sampel (Campins-Falco et al. 1992a; Campins-Falco et al. 1992b; Bosch-Reig et al. 1994; Verdu-Andres et al. 1994). Dasar dari HPSAM adalah mengembangkan prosedur untuk menentukan jumlah spesi X dengan kehadiran spesi Y sebagai pengganggu langsung dan atau kehadiran total youden
blank yang mewakili galat tetap dari sebuah metode.
Aplikasi dalam analisis dua komponen dengan metode ini, membutuhkan dua panjang gelombang sebagai daerah kerja dengan serapan untuk spesi X mengalami perubahan sedangkan serapan spesi lainnya Y
dibuat konstan ataupun sebaliknya.
Komponen atau spesi yang serapannya berubah dianggap sebagai analit, sedangkan spesi yang serapannya dibuat konstan dianggap sebagai pengganggu (Campins-Falco et al. 1995).
Metode ini membutuhkan spektrum dari penggangu sebagai dasar dari pengukuran persamaan garis standar adisi pada panjang gelombang terpilih yaitu λ1 dan λ2. Panjang
gelombang terpilih adalah dua panjang gelombang yang memberikan serapan yang sama pada spektrum serapan penganggu (Gambar 2). Spektrum S merupakan spektrum serapan campuran X dan Y, λ1 dan λ2 dipilih
sedangkan λ3 dan λ4 dipilih ketika spesi X
dianggap sebagai pengganggu.
Gambar 3 merupakan plot antara
absorbans dan konsentrasi X yang
ditambahkan dengan variasi konsentrasinya pada dua panjang gelombang terpilih. A1
adalah plot serapan larutan (campuran X dan Y) pada λ1, sedangkan A2 dalah plot serapan
larutan pada λ2. Dua garis lurus (A1 dan A2)
akan berpotongan pada titik-H (-CH, AH)
dengan CH adalah konsentrasi spesi X dalam
sampel dan AH adalah sinyal analitik dari
spesi Y. Metode ini membolehkan
penambahan standar dari 2 spesi X dan Y secara bersamaan dengan tujuan memperoleh konsentrasi kedua spesi tersebut di dalam sampel.
Gambar 2 Spektrum untuk panjang
gelombang terpilih.
Nilai serapan dihasilkan pada dua panjang gelombang masing-masing Aλ1 dan Aλ2 yang
merupakan nilai serapan dari campuran spesi
X dan spesi Y. Nilai ini dapat ditentukan melalui persamaan matematik dari kedua garis tersebut.
) 1 ( 1 1 , 0 1 , 0 1 , 1 , 1 , 0 1 , 0 1 , 1 , 1 , 0 1 , 0 1 , 1 , 1 , 0 1 , 0 1 X i Y X X i X i Y i Y X Y X X i X i Y i Y X i X Y X Y i Y X i X Y X C M A A C C C M M A A C C C M C M A A C M C M A A A λ λ + + = + + + = + + + = + + + = ) 2 ( 1 2 , 0 2 , 0 2 , 2 , 2 , 0 2 , 0 2 , 2 , 2 , 0 2 , 0 2 , 2 , 2 , 0 2 , 0 2 X i Y X X i X i Y i Y X Y X X i X i Y i Y X i X Y X Y i Y X i X Y X C M A A C C C M M A A C C C M C M A A C M C M A A A λ λ + + = + + + = + + + = + + + = dengan nilai i = 0,1,2...,n Nilai A0X,1 dan A 0
X,2 merupakan nilai serapan
analat X sesungguhnya (tanpa penambahan standar spesi X) masing-masing diukur pada λ1 dan λ2. Mλ1 dan Mλ2 merupakan nilai kemiringan (slope) dari kurva penambahan standar, CiXdan CiY adalah konsentrasi standar spesi X dan Y yang ditambahkan pada campuran.
Kedua garis pada Gambar 3 akan bertemu pada suatu titik yang dinamakan titik-H. Pada titik-H ini nilai Aλ1 akan sama dengan Aλ2 dan
CiX sama dengan CH, sehingga dari kedua
persamaan di atas dapat diperoleh:
Titik-H bergantung pada nilai konsentrasi analat C0X yang ditunjukkan oleh persamaan 3. Nilai λ1 dan λ2 ditentukan dengan cara
memilih dua panjang gelombang yang memberikan nilai serapan yang sama untuk Y (A0Y1 = A0Y2) dan absis dari titik H merupakan
konsentrasi analat X dalam sampel, sehingga diperoleh persamaan 4. ) 4 ( ) ( 2 2 , 0 1 1 , 0 2 1 1 , 0 2 , 0 0 λ λ λ λ M A M A M M A A C C X X X X X H − = − = − − = = −
Nilai AH hanya akan bergantung pada serapan yang diperoleh spesi Y dari pembacaan dua panjang gelombang, sehingga diperoleh persamaan 5 dan 6. ) 6 ( atau : maka ) 4 persamaan ( ) 5 ( ) ( 2 , 0 1 , 0 1 1 , 0 1 1 , 0 1 , 0 Y H Y H H X H Y X H A A A A C M A C M A A A = = = − + + = λ λ
Beberapa aplikasi HPSAM yang telah berhasil dilakukan pada analisis simultan dua komponen logam diantaranya Co(II) dan Ni(II) (Afkhami & Bahram 2004), Fe(III) dan Fe(II)(Safavi et al. 2001), Cr(VI) dan Fe(III) (Abdollahi 2001), serta Cr dan V (Mohamed & El-Shahat 2000). Selain digunakan untuk analisis simultan logam, metode ini dapat juga digunakan untuk analisis simultan bahan organik seperti hidrazin dan asetalhidrazin (Afkhami & Zarei 2004), serta fenol dan o-cresol (Bosch-Reig et al. 1996).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah
K2Cr2O7 sebagai sumber Cr(VI),
Na2MoO4.2H2O sebagai sumber Mo(VI),
larutan contoh, 1,5-difenilkarbazida (DPC), H2SO4 pekat, dan air bebas ion.
Alat-alat yang digunakan adalah
spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700 PC dengan perangkat lunak UV Probe versi 2.21 dan kuvet kuarsa dengan tebal 1 cm, serta peralatan kaca.
Metode Penelitian
Penelitian meliputi pembuatan spektrum absorpsi untuk Cr(VI)dan Mo(VI), pembuatan kurva kalibrasi individu dan campuran dari Cr(VI) dan Mo(VI) dan penentuan simultan konsentrasi Cr(VI)dan Mo(VI)dalam contoh sintetik dengan HPSAM. Selanjutnya dilakukan uji presisi dan akurasi (Lampiran 1). Beberapa parameter yang digunakan pada penelitian ini yang meliputi suhu, waktu inkubasi, konsentrasi H2SO4, dan konsentrasi
DPC merujuk pada Tutem et al. (2001).
Preparasi Larutan Stok Standar
Larutan stok standar Cr(VI) dan Mo(VI) dengan konsentrasi masing-masing sebesar 2.0x10-4 M dan 2.0x10-2 M disiapkan dengan menimbang K2Cr2O7 dan Na2MoO4.2H2O
yang ekivalen dengan 0.0118 g Cr(VI) dan
0.4840 g Mo(VI) dari masing-masing
garamnya tersebut dan dilarutkan dengan air bebas ion hingga 100 ml pada labu takar (Lampiran 2).
Preparasi Pereaksi
Larutan DPC dibuat setiap hari dengan melarutkannya dalam aseton. Konsentrasi yang dibuat sebesar 0.0714 M.
Larutan stok H2SO4 0.5 M dibuat dari
H2SO4pekat 98% dengan mengencerkannya
dalam air bebas ion.
Pembuatan Spektrum Serapan Cr(VI)
Sebanyak 1.25 ml larutan Cr(VI)2x10-4 M dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1 ml
larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut ditera menggunakan air bebas ion hingga volume total 25 ml. Setelah itu larutan dikocok dan
didiamkan selama 60 menit untuk
pembentukan warna sepenuhnya. Serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada kisaran panjang gelombang 400-900 nm. Data yang diperoleh berupa kurva hubungan serapan larutan terhadap λ.
Pembuatan Spektrum Serapan Mo(VI)
Sebanyak 1.43 ml larutan Mo6+ 2.10-2 M ppm dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 0.07 M dan 1
ml larutan DPC 0.0714 M. Larutan tersebut ditera menggunakan air bebas ion hingga volume total 25 ml. Setelah itu larutan dikocok dan didiamkan selama 60 menit
untuk pembentukan warna sepenuhnya.
Serapan larutan diukur menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada kisaran
panjang gelombang 400-900 nm. Data yang ) 3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 1 1 , 0 2 , 0 0 2 1 1 , 0 2 , 0 1 , 0 2 , 0 2 2 , 0 2 , 0 1 1 , 0 1 , 0 λ λ λ λ λ λ M M A A C C M M A A A A C C M A A C M A A Y Y X H Y Y X X H H Y X H Y X − − + = − − − + − = − − + + = − + +
diperoleh berupa kurva hubungan serapan larutan terhadap λ.
Pembuatan Kurva Kalibrasi 1. Pengukuran Cr(VI)tunggal
Larutan stok sebanyak 0.38 ml, 0.75 ml, 1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4
0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air bebas ion sehingga memberikan konsentrasi akhir 3.0x10-6–1.5x10-5 M. Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data yang diperoleh berupa kurva hubungan serapan larutan terhadap λ. Berdasarkan data tersebut dibuat kurva kalibrasinya pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.
2. Pengukuran Mo(VI)tunggal
Larutan stok sebanyak 0.36 ml, 0.61 ml, 0.86ml, 1.11ml, 1.36 ml, dan 1.61 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Kemudian ditambahkan 1 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 1 ml larutan
DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air bebas ion sehingga memberikan konsentrasi akhir 2.9x10-4–1.29x10-3 M. Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data yang diperoleh berupa spektrum serapan larutan terhadap λ. Berdasarkan data tersebut lalu dibuat kurva kalibrasinya pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.
Selain itu dilakukan pula pada kisaran konsentrasi 8.9x10-4–18.9x10-4 M dengan prosedur yang sama seperti di atas.
3. Pengukuran Cr(VI) dengan kehadiran Mo(VI)
Larutan stok Cr(VI) sebanyak 0.38 ml, 0.75 ml, 1.12 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing set ditambahkan 1.11 ml, 1.86 ml, dan 2.36 ml larutan stok Mo(VI). Kemudian ditambahkan 2 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2
ml larutan DPC 0.0714 M, lalu larutan ditera dengan air bebas ion sehingga memberikan konsentrasi akhir Cr(VI) 3.0x10-6–1.5x10-5 M. Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data yang diperoleh berupa kurva hubungan serapan larutan terhadap λ. Berdasarkan data tersebut dibuat kurva kalibrasinya pada panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum. Kurva
kalibrasi ini dibandingkan dengan hasil pengukuran Cr(VI) tunggal.
3. Pengukuran Mo(VI) dengan kehadiran Cr(VI)
Larutan stok Mo(VI) sebanyak 1.11 ml, 1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan 2.36 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml (dibuat 3 set), lalu masing-masing set ditambahkan 0.38 ml, 0.75 ml, dan 1.25 ml. larutan stok Cr(VI). Kemudian 2 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 2 ml
larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion sehingga memberikan konsentarsi akhir Mo(VI) 8.9x10-4–1.89x10-3 M. Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu diukur serapannya. Data yang diperoleh berupa kurva hubungan serapan larutan terhadap λ. Bedasarkan data tersebut dibuat kurva kalibrasinya pada panjang gelombang yang
memberikan serapan maksimum. Kurva
kalibrasi ini dibandingkan dengan hasil pengukuran Mo(VI) tunggal.
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI) ditumpangtindihkan, lalu dipilih sepasang λ (λ1 dan λ2) yang memberikan nilai serapan
yang sama untuk Mo(VI) jika dilakukan adisi Cr(VI), dan sepasang λ memberikan nilai serapan yang sama untuk Cr(VI) jika dilakukan adisi Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara simultan
Beberapa campuran sintetik dibuat dengan berbagai rasio konsentrasi Cr(VI)/Mo(VI). Komposisi campuran (Cr, Mo) dinyatakan dalam mol l-1 untuk contoh A, B, C, D, dan E masing-masing adalah: (9x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1x10-5 M, 8.9x10-4 M), (3x10-6 M, 2.9x10-4 M), (1.10-5 M, 1.14x10-3 M), dan (6x10-6 M, 1.49x10-3 M). Campuran dibuat dari larutan stok Cr dan Mo yang dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml. Masing-masing komposisi dibuat lima ulangan. Setiap komposisi campuran kemudian ditambahkan masing-masing dengan 0.38 ml, 0.75 ml, 1.13 ml, 1.50 ml, dan 1.88 ml larutan Cr(VI) 2.0x10-4 M untuk adisi Cr, sedangkan untuk adisi Mo campuran ditambahkan dengan 1.11 ml, 1.36 ml, 1.61 ml, 1.86 ml, 2.11 ml, dan 2.36 ml larutan Mo(VI) 2x10-2 M.Kemudian 3 ml larutan H2SO4 0.07 M diikuti dengan 3
ml larutan DPC 0.0714 M ditambahkan ke dalamnya, lalu ditera dengan air bebas ion. Larutan didiamkan selama 60 menit, lalu
diukur serapannya pada pasangan panjang gelombang terpilih.
Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan serapan larutan terhadap penambahan konsentrasi Cr(VI)atau Mo(VI). Konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) kemudian diperoleh dengan HPSAM.
Presisi dievaluasi dengan ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh yang digunakan dan dianalisis pada hari yang sama. Persentase Simpangan Baku Relatif (%SBR) data kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:
SBR (%) = 100 SB
x
SB dan
x
adalah simpangan baku dan rataan hasil pengukuran.Akurasi dievaluasi dengan ulangan
sebanyak 5 kali pada tiap konsentrasi contoh yang digunakan. Persentase kesalahan relatif data kemudian dihitung dengan menggunakan rumus: %Kesalahan relatif x100% b b a − =
Keterangan: a = konsentrasi terukur b = konsentrasi teoritis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum Serapan Cr(VI) dan Mo(VI)
Spektrum serapan kompleks Cr-DPC dan kompleks Mo-DPC dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pengukuran serapan Cr-DPC menghasilkan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum (λ maks) pada 542 nm. Spektrum kompleks Mo-DPC menghasilkan 2 panjang
gelombang yang memberikan serapan
maksimum yaitu pada 561.8 nm dan 814.6 nm Nilai ini berbeda dengan nilai panjang gelombang menurut Clesceri et al. (1998) dan Tutem et al. (2001) untuk pengukuran Cr(VI) yaitu 540 nm, sedangkan menurut Tutem et
al. (2001) pengukuran Mo(VI) memberikan nilai λ maks pada 540 nm, 665nm, dan 755 nm.
Warna larutan yang terbentuk dari kompleks Cr-DPC adalah ungu kemerahan sedangkan kompleks Mo-DPC berwarna ungu kebiruan. Intensitas warna ini terukur pada spektrofotometer menghasilkan nilai serapan untuk Cr(VI) 1.10-5 M sebesar 1.082 dan kompleks Mo(VI) 1.14x10-3 M sebesar 0.423. Nilai ini dapat diartikan bahwa Cr(VI) dan Mo(VI) dapat bereaksi dengan DPC, tetapi kesensitifan reaksi antara Mo(VI) dengan
DPC lebih rendah dibandingkan reaksi Cr(VI) dengan DPC. Menurut Clesceri (1998) nilai absorptivitas molar kompleks Cr-DPC kira-kira 40.000 lmol-1cm-1. Nilai yang besar ini menunjukkan bahwa warna yang dibentuk
oleh pengkompleksan sangat sensitif
meskipun pada konsentrasi sangat rendah. Gambar 4 menunjukkan spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI) pada daerah 400-600 nm bertumpang tindih sempurna, menandakan serapan senyawa yang satu dapat mengganggu
serapan senyawa yang lain. Analisis
multikomponen secara spektrofotometri
ultraviolet maupun sinar tampak akan melibatkan resolusi dari 2 komponen atau lebih yang spektrumnya bertumpang tindih. Semakin luas tumpang tindih maka akan semakin sulit untuk membuat resolusi. Metode standar adisi titik-H dapat digunakan untuk resolusi 2 komponen yang memiliki pola spektrum yang mirip ( Campins-Falco et
al. 1995).
Gambar 4 Spektrum serapan Cr(VI) dan Mo(VI).
Kurva Kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI)
Empat kurva kalibrasi dibuat untuk membuktikan ada tidaknya penyimpangan hukum Lambert-Beer. Keempat kurva tersebut yaitu kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) secara terpisah dan kurva kalibrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dengan kehadiran sejumlah tertentu
dari Cr(VI) dan Mo(VI). Gambar 5
merupakan kurva kalibrasi dari Cr(VI) pada kisaran konsentrasi 3x10-6–1.5x10-5 M. Persamaan garis yang diperoleh untuk Cr(VI) adalah y = 0.0508 + 0.1599x dengan
koefisien korelasi 0.9998. Gambar 6
menunjukkan kurva kalibrasi Mo(VI) pada kisaran konsentrasi 8,9x10-4–1.89x10-3 M. Persamaan garis yang diperoleh untuk Mo(VI) adalah y = -0.2901 + 0.0592x dengan koefisien korelasi 0.9992. Koefisien korelasi
Cr(VI) Mo(VI)
y = 0.1599x + 0.0508 R = 0.9998 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Konsentrasi (10-6 M) A b s o rb a n s y = 0.0592x - 0.2901 R = 0.9992 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0 5 10 15 20 Konsentrasi (10-4 M) A b s o rb a n s
yang tinggi ini menunjukkan tidak terjadi penyimpangan hukum Lambert-Beer yang
menyebabkan ketidaklinieran hasil
pengukuran, sehingga untuk mengetahui konsentrasi analat dalam suatu contoh dapat langsung diketahui dengan memasukkan nilai serapan pada persamaan kurva kalibrasi yang memberikan koefisien korelasi paling baik.
Gambar 5 Kurva kalibrasi Cr(VI) tunggal.
Gambar 6 Kurva kalibrasi Mo(VI) tunggal.
Pembuatan kurva kalibrasi Cr(VI) dengan kehadiran sejumlah tertentu Mo(VI) ataupun
kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran sejumlah tertentu Cr(VI) dimaksudkan untuk melihat pengaruh Cr(VI) atau Mo(VI) dalam campuran pada kisaran konsentrasi linier dari salah satu spesi. Hal ini digunakan sebagai dasar penentuan simultan kedua spesi dengan metode standar adisi titik-H.
Pengaruh yang ditimbulkan dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi. Persamaan kurva kalibrasi Cr(VI) dengan kehadiran Mo(VI) dan kurva kalibrasi Mo(VI) dengan kehadiran Cr(VI) menunjukkan adanya penurunan nilai koefisien korelasi dibandingkan koefisien korelasi pada kurva tunggal masing-masing (Tabel 1). Semakin besar konsentrasi Mo(VI) atau Cr(VI) yang ditambahkan, nilai koefisien korelasinya akan semakin kecil. Selain itu, nilai kemiringan yang berbeda antara kurva
kalibrasi Cr(VI) tunggal dan dengan
penambahan Mo(VI) memberikan arti bahwa serapan Mo(VI) dapat meng- ganggu pengukuran Cr(VI), dengan kata lain, sensitivitas pengukuran Cr(VI) menurun dengan adanya Mo(VI). dengan DPC. Hal yang sama terjadi pula pada kurva kalibrasi Mo(VI) sehingga analisis simultan Cr(VI) dan Mo(VI) sebaiknya dilakukan dengan metode standar adisi. Data serapan kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.
Penentuan Panjang Gelombang Terpilih
Spektrum absorpsi kompleks Cr-DPC dan Mo-DPC (Gambar 4) digunakan untuk menentukan pasangan λ terpilih. Persamaan garis standar adisi yang digunakan pada
Perlakuan Persamaan Garis Koefisien Korelasi Cr(VI) Tanpa pengaruh Mo(VI) y = 0.1599x + 0.0508 0.9998
Pengaruh Mo(VI) 8.9x10-4 M y = 0.0692x + 0.1425 0.9951 Pengaruh Mo(VI) 1.49x10-3 M y = 0.0636x + 0.5179 0.9962 Pengaruh Mo(VI) 1.89x10-3 M y = 0.0698x + 0.7580 0.9858 Mo(VI) Tanpa pengaruh Cr(VI) y = 0.0592x - 0.2901 0.9992 Pengaruh Cr(VI) 3x10-6 M y = 0.0710x - 0.3635 0.9986 Pengaruh Cr(VI) 6x10-6 M y = 0.0533x + 0.0495 0.9953 Pengaruh Cr(VI) 1x10-5 M y = 0.0661x + 0.0531 0.9949
HPSAM diukur pada panjang gelombang terpilih λ1 dan λ2. Dua λ dipilih ketika serapan
dari pengganggu memberikan nilai yang sama, tetapi berbeda untuk analit(Campins-Falco et al. 1995). Ketika Cr(VI) sebagai analit maka dapat dipilih beberapa pasangan λ yang memberikan nilai serapan yang sama untuk Mo(VI). Begitu pula sebaliknya ketika Mo(VI) sebagai analit maka dapat dipilih beberapa pasangan λ yang memberikan nilai serapan yang sama untuk Cr(VI).
Beberapa pasangan λ terpilih (λ1,λ2) yang
digunakan saat Cr(VI) sebagai analit, yaitu (541.8 nm, 562.3 nm), (525 nm, 588.4 nm), (517.1 nm, 611.9 nm), (533.8 nm, 571 nm), dan (530.6 nm, 571.8 nm). Sedangkan pasangan λ yang digunakan saat Mo(VI) sebagai analit, yaitu (524.5 nm, 558.8 nm), (518 nm, 567.4 nm), dan (526.6 nm dan 556.6 nm). Gambar 7 memperlihatkan spektrum serapan dengan λ terpilih 541.8 nm dan 562.3 nm. Pada λ 517.1 nm dan 611.9 nm Mo(VI) mempunyai nilai serapan yang sama yaitu 0.212. Spektrum λ terpilih lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pasangan λ terpilih yang digunakan pada HPSAM adalah yang memberikan koefisien korelasi yang tinggi pada persamaan garis sehingga menghasilkan akurasi yang baik. Menurut Safavi et al. (2001) pada pasangan λ terpilih serapan dari analit harus linear dengan konsentrasinya dan serapan pengganggu tetap sama meskipun konsentrasi analit berubah.
(a)
(b)
Gambar 7 Spektrum serapan dengan λ terpilih pada 517.1 nm(a) dan 611.9 nm (b) untuk penentuan Cr(VI)dan Mo(VI).
Penentuan Cr(VI) dan Mo(VI) Secara Simultan dengan HPSAM
Ketika Cr(VI) dipilih sebagai analit persamaan garis didapatkan pada λ1 dan λ2
yang merupakan hubungan antara serapan pada absis dengan penambahan konsentrasi Cr(VI) pada ordinat. Kedua garis bertemu pada satu titik yang dinamakan titik-H. Titik-H merupakan koordinat (–CH,AH). Titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Cr(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Mo(VI). Nilai CH dapat dilihat sebagai rasio kenaikan
serapan (∆A) dan kenaikan slope (∆M). Nilai ∆M bergantung pada karakteristik serapan
Cr(VI) dan Mo(VI), sedangkan ∆A
bergantung pada konsentrasi Cr(VI)
(Persamaan 4 dan 5). Begitupun sebaliknya, ketika Mo(VI) dipilih sebagai analit, titik CH
menunjukkan konsentrasi dari Mo(VI),
sedangkan AH adalah serapan yang digunakan
untuk menentukan konsentrasi Cr(VI). Pasangan λ yang telah dipilih untuk adisi Cr(VI) (Lampiran 5) diseleksi menjadi satu pasangan λ terpilih. Tabel 2 menunjukkan nilai akurasi pengukuran konsentrasi Cr(VI) pada beberapa pasangan λ. Semakin besar nilai ∆M maka nilai akurasi dari konsentrasi analit akan semakin baik (Campins-Falco et
al. 1995). Oleh karena itu, pasangan λ 517.1 nm dan 611.9 nm dipilih untuk menghasilkan akurasi yang baik. Hal yang sama berlaku juga untuk adisi Mo(VI), pasangan λ (Lampiran 6) yang memiliki ∆M terbesar, yaitu 518 nm dan 567.4 nm.
Cr(VI)
Tabel 2 Konsentrasi Cr(VI) pada beberapa pasangan λ untuk campuran Cr(VI) 3x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M λ1,λ2 (nm) ∆M [Cr(VI)] (10-6 M) % Kesalahan relatif 541.8;562.3 0.0148 3.62 20.67 525;588.40 0.0514 2.67 -11 517.1;611.9 0.0864 2.71 -9.67 533.8;571 0.0292 2.57 -14.33 530.6;571.8 0.0278 2.5 -16.67
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara serapan dan penambahan konsentrasi spesi Cr(VI) dari campuran Cr(VI) 9x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M. Titik-H memiliki nilai absis (-CH) -9.10 yang merupakan konsentrasi
Cr(VI) yaitu 9.10x10-6 M. Nilai ordinat pada titik-H -0.0037 merupakan nilai AH.
Konsentrasi Mo(VI) dihitung melalui kurva kalibrasi pada λ1 atau λ2 dengan mensubtitusi
nilai AH pada persamaan kurva kalibrasi
(Lampiran 15). Perhitungan konsentrasi secara matematik dilakukan dengan menggunakan persamaan 4 dan 5. Persamaan garis untuk penentuan titik-H pada beberapa campuran sintetik lainnya dapat dilihat pada Lampiran 8–14. -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
Penambahan konsentrasi Cr(VI) (10-6 M)
S e ra p a n L a ru ta n
Gambar 8 Plot HPSAM pada penentuan simultan Cr(VI) 9x10-6 M dan Mo(VI) 2.9x10-4 M.
Penentuan simultan Cr(VI) dan Mo(VI) dilakukan pada beberapa campuran sintetik yang mengandung Cr(VI) dan Mo(VI) dengan rasio konsentrasi tertentu. Contoh A, B, C, D, dan E dilakukan adisi Cr(VI), sedangkan adisi Mo(VI) hanya dilakukan pada contoh B, C, dan E. Adisi Cr(VI) pada campuran sintetik dilakukan dengan penambahan konsentrasi Cr(VI) sesuai kisaran konsentrasi linear Cr(VI), yaitu 3x10-6–1.5x10-5 M, sedangkan pada adisi Mo(VI) kisaran konsentrasi Mo(VI) yang ditambahkan, yaitu 8,9x10-4–1.89x10-3 M. Pada adisi ini Cr(VI) bertindak sebagai analit dalam campuran, sedangkan Mo(VI) bertindak sebagai pengganggu.
Tabel 3 menunjukkan hasil analisis campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai rasio konsentrasi dengan menganggap Cr(VI)
sebagai analit. Pengukuran Contoh A
menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat untuk Cr(VI) tetapi tidak akurat untuk Mo(VI), sedangkan pengukuran Contoh B menghasilkan konsentrasi yang cukup akurat untuk Mo(VI) tetapi tidak akurat untuk Cr(VI). Contoh C, D, dan E tidak dapat ditentukan secara akurat komposisinya.
Tabel 4 menunjukkan hasil analisis campuran Cr(VI) dan Mo(VI) pada berbagai rasio konsentrasi dengan menganggap Mo(VI) sebagai analit. Pada adisi Mo(VI) pengukuran konsentrasi campuran Cr(VI) dan Mo(VI) tidak dapat ditentukan secara akurat. Ketidakakuratan hasil pengukuran disebabkan rasio konsentrasi Cr(VI):Mo(VI) pada contoh terlalu besar, sehingga konsentrasi Mo(VI) sangat berpengaruh terhadap sensitivitas pengukuran campuran. Selain itu, pada adisi Cr(VI) kisaran konsentrasi Cr(VI) yang ditambahkan terlalu besar menyebabkan pengukuran Mo(VI) tidak akurat. Nilai %SBR lebih dari 5 menandakan pengukuran tidak teliti. Perhitungan konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 3 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Cr(VI) Konsentrasi contoh teoritis λ1 (nm) λ2 (nm) [Cr(VI)] rerata* (10-6 M) [Mo(VI)] rerata* (10-4 M) % SBR % Kesalahan relatif
(M) Cr(VI) Mo(VI) Cr(VI) Mo(VI)
A 525 588.4 9.46 4.46 3.48 11.14 5.1 53.79 Cr: 9x10-6 517.1 611.9 9.45 4.23 4.4 8.17 5 45.86 Mo: 2.9x10-4 533.8 571 8.58 9.07 8.87 16.26 -4.67 - 530.6 571.8 8.1 10.48 2.7 10.43 -10 - B 541.8 562.3 7.93 8.04 4.39 12.35 -20.68 -9.66 Cr: 1x 10-5 525 588.4 7.35 8.73 7.64 6.1 -26.5 -1.91 Mo: 8.9x10-4 517.1 611.9 7.55 8.41 7.64 6.66 -24.48 -5.46 533.8 571 7.04 9.22 8.31 3.86 -29.56 3.6 530.6 571.8 6.87 9.44 7.82 4.5 -31.34 6.11 C 541.8 562.3 3.62 1.93 18.2 41.3 20.67 -33.45 Cr: 3x10-6 525 588.4 2.67 4.66 7.67 10.85 -11 60.62 Mo: 2.9x10-4 517.1 611.9 2.71 4.38 7.3 2.42 -9.67 51.03 533.8 571 2.57 5.04 7.43 3.9 -14.33 73.8 530.6 571.8 2.5 5.33 7.03 4.12 -16.67 83.79 D 541.8 562.3 9.29 8.13 5.48 26.89 -7.1 -32.7 Cr: 1x 10-5 525 588.4 8.01 11.24 4.12 8.95 -19.9 -1.6 Mo: 1.14x10-3 517.1 611.9 8.29 10.47 4.52 12.32 -17.1 -9.3 533.8 571 7.34 13.51 4.54 7.44 -26.6 21.1 530.6 571.8 7.13 14.14 5.64 9.14 -28.7 27.4 E 541.8 562.3 2.37 15.74 29.9 1.44 -60.5 5.64 Cr: 6x10-6 525 588.4 2.94 15.13 20.96 0.98 -51 1.54 Mo: 1.49 x10-3 517.1 611.9 3.89 14.24 17.08 0.99 -35.17 -4.43 533.8 571 2.68 15.82 36.38 3.34 -55.33 6.17 530.6 571.8 1.25 16.61 45.85 1.34 -79.17 11.48
Keterangan: *sebanyak lima kali ulangan
Tabel 4 Hasil analisis Cr(VI)-Mo(VI) pada campuran sintetik dengan adisi Mo(VI)
Konsentrasi contoh teoritis λ1 (nm) λ2 (nm) [Cr(VI)] rerata* (10-6 M) [Mo(VI)] rerata* (10-4 M) % SBR % Kesalahan relatif
(M) Cr(VI) Mo(VI) Cr(VI) Mo(VI)
B 524.5 558.8 1.69 6.48 17.86 7.6 -83.1 -27.19 Cr: 1x 10-5 518 567.4 2.26 4.86 13.64 12.04 -77.4 -45.39 Mo: 8.9x10-4 526.6 556.6 1.42 7.28 16.8 8.23 -85.8 -18.2 C 524.5 558.8 -1.3 1.64 20.19 16.98 - -54.67 Cr: 3x10-6 518 567.4 -1.4 1.8 19.85 15.94 - -40 Mo: 2.9x10-4 526.6 556.6 -1.29 1.66 21.41 21.64 - -44.67 E 524.5 558.8 -3.17 17.66 17.78 21.57 - 18.52 Cr: 6x10-6 518 567.4 -3.07 17.69 40.4 23.76 - 18.72 Mo: 1.49 x10-3 526.6 556.6 -3.07 18.12 27.49 18.8 - 26.31 Keterangan: *sebanyak lima kali ulangan
Spektrum serapan Cr-DPC dan Mo-DPC memberikan nilai serapan maksimum pada panjang gelombang 542 nm untuk Cr(VI), 561.8 nm dan 814.6 nm untuk Mo(VI). Kisaran konsentrasi linear Cr(VI) 3x10-6– 1.5x10-5 M dan Mo(VI) pada kisaran konsentrasi 8,9x10-4–1.89x10-3 M. Kehadiran spesi lain (Cr(VI) atau Mo(VI)) menurunkan sensitivitas pengukuran kedua spesi tersebut.
Penentuan konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dengan HPSAM menghasilkan pasangan λ terpilih untuk adisi Cr(VI) 517.1 nm dan 611.9 nm, sedangkan untuk adisi Mo(VI) 518 nm dan 567.4 nm. Pengukuran konsentrasi dengan metode ini pada beberapa contoh sintetik yang dicobakan belum menghasilkan pengukuran yang teliti dan akurat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai %simpangan baku relatif dan %kesalahan relatif yang besar.
Saran
Penentuan konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) dalam campuran sintetik pada penelitian ini masih belum dapat ditentukan secara akurat. Oleh karena itu perlu dicobakan pada rasio konsentrasi Cr(VI) dan Mo(VI) yang lebih rendah dalam campuran sintetik. Sebaiknya hanya dilakukan adisi Cr(VI) karena Mo(VI) sangat mempengaruhi pengukuran campuran.
Adisi Cr(VI) dilakukan pada kisaran
konsentrasi linear yang lebih rendah. Selain itu, metode ini perlu dibandingkan dengan metode referensi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi H. 2001. Simultaneous
spectrophotometric determination of
chromium(VI) and iron(III) with
chromogenic mixed reagents by H-point standard addition method and partial least square regression. Anal Chim Acta 442: 327-326.
Afkhami A, Bahram M. 2004. H-point
standard addition method for
simultaneous spectrophotometric
determination of Co(II) and Ni(II) by 1-(2-pyridylazo)2-naphthol in micellar media. Spectrochim Acta Part A 60:181-186.
Afkhami A, Zarei AR. 2004. Simultaneous kinetic-spectrophotometric determination
Andrade JC de, Cuelbas CJ, Paula-Eiras S de. 1998. Spectrophotometric determination of Mo(VI) in steel using a homogeneous ternary solvent system after single-phase extraction. Talanta 47:719-727.
Bastarache E. 2002. Chromium and
compounds. [terhubung berkala]
http://digitale/fire.com/education/toxicity/ chromium. html [4 juni 2006].
Bosch-Reig F, Campins-Falco P. 1988. H-point standard additions method. Part 1.
Fundamentals and application to
analytical spectroscopy. Analyst
113:1011-1016.
Bosch-Reig F, Verdu-Andres J, Campins-Falco P, Molins-Legua C. 1994. Study of the behaviour of the absorbent blanks in analytical procedures by using the
H-point standard additions method
(HPSAM). Talanta 41:39-52.
Bosch-Reig F, Campins-Falco P,
Verdu-Andres J. 1996. H-point standard
additions method for resolution of overlapping chromatographic peaks with diode array detection by using area measurements: Determination of phenol and cresols in water. J Chromatogr A 726: 57-66.
Campillo N, Lopez-Garcia I, Vinas P, Arnau-Jerez I, Hernandez-Cordoba M. 2002. Determination of vanadium, molybdenum and chromium in soils, sediments and
sludges by electrothermal atomic
absorption spectrometry with slurry sample introduction. J Anal At Spectrom 17:1429-1433.
Campins-Falco P, Bosch-Reig F, Verdu-Andres J. 1992a. Application of the H-point standard additions method by using absorbance increment values as analytical signals. Talanta 39:1-7.
Campins-Falco P, Bosch-Reig F,
Verdu-Andres J. 1992b. Evaluation and
elimination of the “blank bias error” using the H-point standard addition method. Anal Chim Acta 270:253-265.
Campins-Falco P, Verdu-Andres J, Bosch-Reig F. 1995. H-point standard additions method for resolution of binary mixtures with simultaneous addition of both analytes. Anal Chim Acta 315:267-278. Clesceri IS, Arnold EG, Andrew DE. 1998.
Standar Methods for The Examination of Water and Waste Water. Ed ke-20. Washington DC:APHA, AWWA, WEF. Day RA, Underwood AL. 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif. Edisi ke-5. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative
Analysis.
Huang X et al. 1997. Chromogenic Reaction of Bromopyrogallol Red with Tri- and Hexavalent Chromium in the Present of Cetyltrimethyl Ammonium Bromide and its Application in Cr Speciation.
Microchim Acta. 126:329-333.
Huang X et al. 1998. Mixed micellar medium for the spectrophotometric determination of molybdenum in molybdenum/tungsten mixtures. Talanta 47:869-875.
Jia L, Zhang H, Hu Z. 1996. Separation and
determination of chromium(VI),
molybdenum(VI) and vanadium(V) in steel using capillary ion electrophoresis with direct UV detection. J Liq
Chromatogr Rel Technol 19:565.
Jugade R, Joshi AP. 2005. Trace
determination of Mo(VI) by adsorptive cathodic stripping voltammetry. Acta
Chim Slov 52:145-148.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia
Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic
Concepts of Analytical Chemistry.
Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi
Lingkungan Logam Toksik dan B-3. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan, UI.
Matsusaki K, Nomi M, Higa M, Sata. T. 1999. Determination of vanadium, chromium and molybdenum by atomic absorption spectrometry using a graphite furnace coated with boron. Anal Sci 15:145-151.
Melwanki MB, Seetharamappa J, Masti SP. 2001. Spectrophotometric determination of molybdenum(VI) using isothipendyl
hydrochloride and pipazethate
hydrochloride in alloy steels and soils samples. Anal Sci 17:1121-1123.
Mohamed AA, El-Shahat MF. 2000. A Spectrophotometric determination of chromium and vanadium. Anal Sci 16: 151-154.
Narayana B, Cherian T. 2005. Rapid spectrophotometric determination of trace amounts of chromium using variamine blue as chromogenic reagent. J Braz
Chem Soc 16(2):197-201.
Patnalk. 2003. Handbook of Inorganic Chemistry. New York: McGraw Hill. Revanasiddappa HD, Kumar TNK. 2002.
Rapid spectrophotometric determination of chromium with trifluoropherazine hydrochloride. Chem Anal (Warsaw) 47:311.
Safavi A, Abdollahi H. 2001. Application of the H-point standard addition method to the speciation Fe(III) and Fe(II) with chromogenic mixed reagents. Talanta 54:727-734.
Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa
Organik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tutem E, Sozgen K, Babacan E. 2001.
Individual and simultaneous
determination of Cr6+ and Mo6+ in binary mixtures by spectrophotometry and first-derivative spectrophotometry. Anal Sci Supl 17:857-860.
Verdu-Andres J, Campins-Falco P, Bosch-Reig F. 1994. Elimination of the unknown irrelevant matrix absorbance by using the H-point standard additions method (HPSAM). Talanta 41:1569-1576.
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Setiono L dan Pudjaatmaka AH, penerjemah; Svehla G, editor. Jakarta: Kalman media Pusaka. Terjemahan dari: Textbook of Macro and
Semimicro Qualitative Inorganic Analysis.
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Pembuatan larutan standar, campuran
sintetik, dan pereaksi Cr(VI) dan Mo(VI)
Pembuatan spektrum absorpsi
Cr(VI) dan Mo(VI)
Pembuatan kurva kalibrasi
Analisis simultan dengan
HPSAM
Presisi dan akurasi
Penentuan panjang gelombang
terpilih
Pengukuran serapan larutan
sintetik pada panjang gelombang
terpilih
Tanpa
pengganggu
Dengan
pengganggu
Lampiran 2 Perhitungan preparasi larutan stok Cr(VI) dan Mo(VI)
Larutan stok Cr(VI)
2x10
-4M
Konsentrasi Cr(VI) (M)
=
)
l
(
volume
)
VI
(
Cr
mol
2x10
-4M
=
ml
100
)
VI
(
Cr
mol
x
l
1
ml
1000
mol Cr(VI)
= 2x10
-5mol
mol Cr(VI)
∼
2
1 mol K
2Cr
2O
7mol K
2Cr
2O
7=2 x mol Cr(VI)
=2 x 2.10
-5mol
=4x10
-5mol
Bobot K
2Cr
2O
7= mol K
2Cr
2O
7x BM K
2Cr
2O
7= 4x10
-5mol x 294 g/mol
= 0.0118 g
Larutan stok Mo(VI)
2x10
-2M
Konsentrasi Mo(VI)
=
)
l
(
volume
)
VI
(
Mo
mol
2x10
-2M
=
ml
100
)
VI
(
Mo
mol
x
l
1
ml
1000
mol Mo(VI)
= 2x10
-2mol
mol Mo(VI) ∼ mol Na
2MoO
4.2H
2O
mol Na
2MoO
4.2H
2O
= mol Mo(VI)
= 2 x 10
-2mol
Bobot Na
2MoO
4.2H
2O
= mol Na
2MoO
4.2H
2O
x BM Na
2MoO
4.2H
2O
= 2x10
-2mol x 242 g/mol
= 0.4840 g
Lampiran 3 Serapan Cr(VI) tanpa pengaruh Mo(VI) dan dengan pengaruh
Mo(VI) pada λ 542 nm
Absorban No Konsentrasi (10-6 M) Tanpa pengaruh Mo(VI) Pengaruh Mo(VI) 8.9x10-4M Pengaruh Mo(VI) 1.49x10-3 M Pengaruh Mo(VI) 1.89x10-3 M 1 3 0.5409 0.3590 0.7370 0.9890 2 6 1.0068 0.5500 0.8600 1.1290 3 9 1.4667 0.7860 1.0840 1.3710 4 12 1.9842 0.9210 1.3010 1.6830 5 15 2.4507 1.2120 1.4710 1.7590Lampiran 4 Serapan Mo(VI) tanpa pengaruh Cr(VI) dan dengan pengaruh
Cr(VI) pada λ 561.8 nm
Absorban No Konsentrasi (10-4 M) Tanpa pengaruh Cr(VI) Pengaruh Cr(VI) 3x10-6 M Pengaruh Cr(VI) 6x10-6M Pengaruh Cr(VI) 1x10-5 M 1 8.9 0.2300 0.2830 0.5460 2 10.9 0.3520 0.4010 0.6300 0.7805 3 12.9 0.4820 0.5330 0.7180 0.9215 4 14.9 0.6040 0.8160 0.8230 1.0027 5 16.9 0.7000 0.8530 0.9480 1.1685 6 18.9 0.8250 0.9730 1.0810 1.3182Lampiran 5 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Cr(VI)
525 nm 588.4 nm
Lanjutan
533.8 nm 571 nm
530.6 nm 571.8 nm
Lampiran 6 Spektrum pasangan λ terpilih adisi Mo(VI)
524.5 nm
558.8
Lanjutan
Lampiran 7 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI)
9x10
-6M dan Mo(VI) 2.9x10
-4M
pada berbagai pasangan λ terpilih
525.0 nm 588.4 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 1.1976 0.1219 0.9922 0.6939 0.0697 0.9919 9.65 4.87 2 1.1483 0.1266 0.9967 0.6631 0.0733 0.9968 9.10 4.01 3 1.1857 0.1223 0.9974 0.6848 0.0709 0.9975 9.74 3.94 4 1.1640 0.1268 0.9969 0.6775 0.0734 0.9970 9.11 4.44 5 1.2130 0.1221 0.9926 0.7076 0.0701 0.9923 9.72 5.04 517.1 nm 611.9 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 1.0704 0.1091 0.9921 0.2120 0.0218 0.9928 9.83 4.07 2 1.0230 0.1145 0.9965 0.2021 0.0231 0.9972 8.98 3.95 3 1.0557 0.1108 0.9977 0.2095 0.0224 0.9971 9.57 3.97 4 1.0404 0.1142 0.9965 0.2171 0.0232 0.9977 9.05 4.39 5 1.0884 0.1089 0.9921 0.2283 0.0215 0.9937 9.84 4.76 533.8 nm 571.0 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 1.3090 0.1294 0.9904 1.0322 0.0998 0.9902 9.35 7.40 2 1.2520 0.1367 0.9965 0.9920 0.1038 0.9958 7.90 9.83 3 1.2878 0.1331 0.9970 1.0218 0.1007 0.970 8.21 10.6 4 1.2679 0.1368 0.9957 1.0050 0.1039 0.9959 7.99 9.93 5 1.3273 0.1293 0.9906 1.0472 0.0999 0.9894 9.46 7.57 530.6 nm 571.8 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 1.2702 0.1299 0.9929 1.0143 0.0984 0.9900 8.14 11.30 2 1.2211 0.1336 0.9976 0.9730 0.1027 0.9961 8.03 9.12 3 1.2555 0.1316 0.9980 1.0038 0.0995 0.9968 7.84 11.67 4 1.2382 0.1335 0.9978 0.9876 0.1024 0.9965 8.06 9.59 5 1.2893 0.1296 0.9929 1.0275 0.0986 0.9902 8.44 10.71
Lampiran 8 Persamaan garis adisi Cr(VI) dan konsentrasi campuran Cr(VI)
1x10
-5M dan Mo(VI) 8.9x10
-4M
pada berbagai pasangan λ terpilih
541.8 nm 562.3 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 0.8923 0.1020 0.9968 0.8006 0.0901 0.9969 7.71 6.84 2 0.8241 0.0858 0.9962 0.7427 0.0757 0.9955 8.06 7.30 3 0.8351 0.0859 0.9957 0.7565 0.0757 0.9953 7.71 8.00 4 0.8479 0.0734 0.9917 0.7698 0.0642 0.9908 8.49 8.89 5 0.7906 0.0717 0.9937 0.7214 0.0627 0.9938 7.69 9.15 525.0 nm 588.4 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 0.8027 0.0940 0.9972 0.5235 0.0537 0.9964 6.93 7.86 2 0.7429 0.0789 0.9956 0.5029 0.0445 0.9961 6.98 8.63 3 0.7539 0.0791 0.9950 0.5146 0.0447 0.9952 6.96 8.84 4 0.7690 0.0669 0.9912 0.5277 0.0374 0.9889 8.18 9.18 5 0.7199 0.0653 0.9936 0.5025 0.0370 0.9939 7.68 9.12 517.1 nm 611.9 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 0.7265 0.0844 0.9971 0.2424 0.0163 0.9935 7.11 7.54 2 0.6729 0.0713 0.9962 0.2568 0.0133 0.9981 7.16 8.26 3 0.6848 0.0711 0.9950 0.2701 0.0134 0.9960 7.19 8.48 4 0.7002 0.0601 0.9914 0.2828 0.0105 0.9630 8.41 8.90 5 0.6573 0.0587 0.9934 0.2817 0.0111 0.9890 7.89 8.89 533.8 nm 571.0 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 0.8638 0.1020 0.9976 0.7176 0.0791 0.9968 6.38 8.83 2 0.8005 0.0850 0.9956 0.6718 0.0662 0.9957 6.85 8.93 3 0.8115 0.0851 0.9951 0.6837 0.0663 0.9952 6.80 9.19 4 0.8266 0.0723 0.9914 0.6974 0.0560 0.9906 7.93 9.55 5 0.7700 0.0707 0.9938 0.6561 0.0550 0.9938 7.26 9.62 530.6 nm 571.8 nm Ulangan Intersep M R Intersep M R [Cr(VI)] x10-6 M [Mo(VI)] x10-4 M 1 0.8486 0.0995 0.9973 0.7086 0.0777 0.9967 6.42 8.82 2 0.7843 0.0836 0.9957 0.6616 0.0651 0.9955 6.63 9.20 3 0.7952 0.0837 0.9952 0.6754 0.0651 0.9953 6.44 9.65 4 0.8101 0.0710 0.9912 0.6884 0.0551 0.9906 7.65 9.85 5 0.7566 0.0692 0.9936 0.6480 0.0541 0.9939 7.19 9.70