Prosidin Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 lSSN 1410 -2897
PEMBUATAN GRAFIT IMPERMEABEL
DARI KOKAS MINY AK BUMI}
~ ~j
Yateman Arryanto2, Fakhili Gulo3 dan Busron Masduki4
ABSTRAK
PEMBUA T AN GRAFIT IMPERMEABEL DARI KOKAS MINY AK BUMI. Dalam rangka pemanfaatan limbah kokas minyak bumi telah dilakukan penelitian pembuatan grafit impermeabel. Kokas muda minyakbumi dikalsinasi dan dibuat pelet dengan cara dicampur dengan gala ter batubara sebagai bahan pengikat, kemudian dipanggang, diimpregnasi, digrafitisasi. Pengaruh pengulangan impregnasi pada tahap pemanggangan terhadap kualitas grafit sintetik juga dikaji. Kajian dilakukan dengan mengamati kristalinitas, densitas, porositas dan permeabilitas gas grafit sintetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa grafit sintetik yang diperoleh memiliki derajat grafitisasi sebesar 0,64 Permeabilitas gas grafit sjntetik menurun sejalan dengan meningkatnya pengulangan impregnasi. Pelet grafit impermeabel diperoleh dengan pengulangan impregnasi sebanyak lima kali.
ABSTRACT
SYNTHESIS OF IMPERMEABLE GRAPHITE FROM PETROLEUM COKE. In order to utilize the petroleum coke waste, the synthesis of impermeable graphite from petroleum coke waste by using coal tar pitch as binder and impregnant has been done. Green coke was calcined and mixed with coal tar pitch to make pellets and then were baked, impregnated and graphitized. The influence of repetition of baking step impregnation on the resulting product were studied. The study was done by measuring the crystallinity, density, porosity and gas permeability of the synthesized graphite. The results showed that degree of graphitization of the synthesized graphite is about 0,64. Gas permeability of the synthesized graphite decreases by increasing the number of repetition of impregnation. The impermeable graphite was obtained by five times impregnation.
KEY WORDS
Graphite, Impermeable, Petroleum coke, Coal tar pitch,Impregnation
PENDAHULUAN
Dengan adanya rencana pemerintah Indonesia untuk membangun instalasi Pusat Listrik Tenaga Nuklir maka pembuatan grafit moderator perlu direncanakan sejak dini. Selama ini, grafit tersebut masih diimpor dari luar negeri karena Indonesia masih belum dapat memproduksinya. Bahan baku pembuatan grafit adalah kokas minyak bumi (petroleum coke), sebagai bahan pengisi adalah gala ter batubara (coal tar pitch) sebagai pengikat [1,2,3,4]. Kedua bahan tersebut merupakan hasil sam ping industri pengolahan minyak bumi yang jumlahnya relatif melimpah di Indonesia.Kokas minyakbumi sangat baik sebagai bahan pengisi karena memiliki kandungan karbon yang relatif tinggi clan struktur kristalograf yang baik. Gala ter batubara cocok sebagai bahan pengikat karena memiliki kandungan karbon yang tinggi clan plastisitas termal pada suhu pencetakan [5]. Kokas muda (green coke) minyakbumi harus dikalsinasi untuk mengusir material pengotomya.
Heintz [6] melaporkan bahwa kalsinasi kokas muda minyakbumi dapat dilakukan pada 1300°C selama 4 jam dengan laju pemanasan 300°C/jam dalam atmosfir gas inert. Sedangkan Kakuta dkk [7] melakukan kalsinasi kokas muda minyakbumi dengan metoda tradisional clan metoda barn. Pada metoda tradisional, kokas
dikalsinasi pad a 1300°C sedangkan pada metoda barn, kokas dikalsinasi melalui dua tahap yaitu
kalsinasi pada 900°C kemudian kalsinasi diulang pada 1300°C.
Mateos dkk [8] telah membuat grafit dari kokas muda minyakbumi melalui pemanasan hingga suhu 2800°C. Pemanasan dilakukan
dengan laju 400°C/jam clan waktu residensi 30 menit dalam atmosfir gas nitrogen. Dari difraktogram cuplikan, tarnpak bahwa kokas terkalsinasi pada 1400°C ke bawah memiliki d002 = 3,44 A yang sesuai dengan struktur turbostratik. Pada pemanasan dari 1400°C hingga 2500°C, d002 turun sejalan dengan kenaikan suhu clan mencapai 3,354 A pada pemanasan 2500°C ke atas. Heintz [6] telah melakukan grafitisasi kokas muda minyak bumi pada 2900°C dengan laju pemanasan 900°C/jam clan waktu residensi 30 menit dalam atmosfir gas argon. Cuplikan dikarakterisasi berdasarkan intensitas puncak 002 yang dinyatakan oleh tinggi puncaknya. Menurut Aune dkk [9], perbedaan intensitas puncak 002 bersesuaian dengan perbedaan kandungan karbon dalam cuplikan.
Grafit telah dibuat dengan memanaskan kokas pada suhu 2880°C dengan laju 10-20°C/menit clan waktu residensi 1 jam [10]. Selama proses pemanasan, cuplikan mengalami pembe-basan material pengotor dalam bentuk gas yang akan meninggalkan bentuk pori pacta badan grafit. Ukuran pori yang terbentuk sangat bergantung pacta kondisi perlakuan pemanasan, ukuran dari partikel kokas, jumlah pengotor,
j Dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 2 Kelompok Material Anorganik Jurusan Kimia F .MIP A -UGM J Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya 4 Pusat Penelitian Nuklir Yogyakarta
Prosidin Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 1SSN 1410 -2897
Konversi kokas minyakbumi menjadi grafit Sebanyak 3,4 gram serbuk kokas deng\iD ukuran butir 106 Ilm dicampur dengan 1,6 gram serbuk gala ter batubara dengan ukuran butir 106 Ilm kemudian dibentuk menjadi pelet. Pelet tersebut dipanggang pada 1000°C selama 1 jam dan digrafitisasi pada suhu 2500°C selama I jam kemudian dikarakterisasi.
jumlah pengikat daD sebagainya [11]. Pemanasan pada suhu 1540°C hingga 2880°C, menyebabkan pembebasan belerang daD senyawa anorganik lainnya sehingga volume pori cuplikan menjadi meningkat [12]. Porositas graftt berpengaruh pacta sifat-sifatnya yang lain seperti densitas, permeabilitas gas, ketahanan terhadap korosi, kekuatan daD sebagainya.
Pencegahan terbentuknya pori-pori pada badan graftt dapat dilakukan dengan penambahan zat inhibitor hembusan yang dapat memperlambat emisi belerang [4,13]. Sogabe dkk [II] telah melakukan kajian pelapisan permukaan graftt dengan poliimida untuk mengurangi permeabilitas gasnya. CarR yang paling umum clan murah untuk mengurangi porositas pelet karbon atau graftt adalah impregnasi dengan gala fer batubara [I]. Pacta proses ini, pori-pori graftt akan terisi oleh impregnan yang selanjutnya tergrafttisasi melalui pe- manasan temperatur tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji pem- buatan graftt impermeabel dari kokas minyakbumi dengan gala ter batubara sebagai pengikat.
Perlakuan impregnasi
Pelet hasil campuran kokas clan tar pitch tersebut dipanggang pada IOOO°C kemudian dilakukan impregnasi dengan gala ter batubara clan dipanggang ulang. Impregnasi clan pemanggangan diulang sebanyak I, 2, 3, 4 clan 5 kali. Selanjutnya pelet digrafitisasi clan dikarakterisasi lagi. Pelet dikarakterisasi dengan mengukur massa, densitas clan porositas serta permeabilitas gas. Porositas diukur dengan porosimeter gas Helium clan permeabilitas gas diukur terhadap gas nitrogen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengkaji perlakuan impregnasi dalam proses grafitisasi kokas minyak bumi dengan gala ter batubara sebagai pengikat clan impregnan. Untuk itu, beberapa parameter fisik grafit yang telah terimpregnasi seperti kristalinitas, densitas, porositas clan permeabilitas gas diamati clan dianalisis.
PROSEDURPERCOBAAN
KaIsinasi kokas minyakbumi
Kokas muda minyakbumi dikalsinasi pacta 1300°C dengan laju kenaikan temperatur sekitar 4,56°C/menit daD waktu pemanasan sekitar 60 men it.
Difraktogram Graftt Nuklir dan Sinte1 Gambar 1
Prosidin Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 lSSN 1410.2897
Kajian konversi kokas minyakbumi menjadi
grafit
sedangkan gra,fit sintetik memiliki derajat grafitisasi s~besar 0,64. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas grafit sintetik mencapai 91,42 % kualitas grafit nuklir.
Gambar 2 : Puncak 002 dati Grafit Nuklirdan Grafit Sintetik
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa grafit sintetik darikokas muda minyakbumi dengan gala ter batubara sebagai pengikat memiliki derajat grafitisasi 0,64 yang setara dengan 91,42 % kualitas grafit nuklir.
Pembuatan grafit dari kokas minyak bumi dengan gala ter batubara sebagai pengikat dilakukan melalui proses pemanas an pacta suhu tinggi. Kokas minyakbumi dikalsinasi dan dicampur dengan gala ter batubara untuk dibentuk menjadi relet. Pelet tersebut dipanggang dan digrafitisasi kemudian dikarakterisasi dengan difrakto meter sinar-x. Pembuktian kebenaran dari hasil sintesis dilakukan dengan cara membandingkan pola difraktogram dari grafit sintetik terhadap grafit standar tingkat nuklir pacta sudut difraksi 15-100°. Difraktogram dari kedua grafit tersebut disajikan pacta gambar 1..
Pacta gambar 1. terlihat bahwa difraktogram grafit sintetik memiliki pola yang sarna dengan difraktogram grafit nuklir. Semua puncak yang khas yang di- miliki oleh spektra grafit nuklir juga dimi- liki oleh spektra grafit sintetik meskipun memiliki intensitas yang berbeda. Tiga puncak tertinggi dari grafit standar yaitu puncak 002, 100 dan 004 secara berurutan muncul pacta sudut difraksi, 29 = 26,35 ; 44,08 dan 54,18°. Tiga puncak tersebut dari grafit sintetik muncul pacta 29 = 26,31; 44,00 dan 54,08. Dengan adanya keco-cokan pola difraktogram grafit sintetik terhadap pola difraktogram grafit nuklir, seperti yang terlihat dalam gambar.l, dapat dibuktikan bahwa basil sintetis adalah grafit dengan struktur yang benar. Namun demikian, grafit sintetik masih memiliki intensitas spektra dan sudut difraksi yang relatif lebih kecil dari pacta grafit standar. Hal ini menunjukkan bahwa kristalinitas grafit sintetik lebih rendah dibandingkan dengan kristalinitas grafit standar tingkat nuklir.
Untuk lebih jelas melihat perbedaan antara grafit nuklir standar dan sintetik dapat disajikan spektra puncak 002 seperti terlihat dalam gambar-3.2. Derajat grafitisasi dari masing-masing cuplikan dapat di hitung berdasarkan harga dool dari spektra puncak 002.
Pacta gambar 2 tampak bahwa puncak 002 dari grafit nuklir muncul pacta sudut difraksi, 29 = 26,35° sedangkan puncak 002 dari grafit sintetik muncul pacta sudut difraksi, 29 = 26,31 °. Hal ini membuktikan bahwa cuplikan telah memiliki struktur grafit dengan benar. Derajat grafitisasi (g) dari grafit nuklir dan sintetik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Bacon [14],
Kajian perlakuan impregnasi
Grafit sintetik merupakan material berpori. Sekitar 25% dari volume grafit tersebut terdiri atas pori-pori sehingga densitasnya selalu lebih kecil daripada densitas kristal grafit ideal [4]. Untuk kebanyakan tujuan, porositas grafit sangat penting untuk diperhatikan karena porositas berpengaruh pada sifat-sifat yang lainnya. Adanya pori pada badan grafit memungkinkan gas atau cairan merembes kedalam badan tersebut, sehingga peristiwa oksidasi atau reaksi kimia lain semakin mudah terjadi [I].
Cara yang paling umum dan murah untuk memperkecil porositas grafit adalah perlakuan impregnasi dengan menggunakan gala ter batubara sebagai bahan impregnan [5]. Pada umumnya, bahan yang telah diimpregnasi akan lebih tahan terhadap korosi dan reaksi kimia lainnya. Untuk material impermeabel seperti elemen bahan bakar nuklir, pengulangan impregnasi harus dilakukan beberapa kali.
Dalam penelitian ini, perlakuan impregnasi dilaksanakan pada tahap petnanggangan. Pengaruh perlakuan impregnasi pada sifat-sifat fisik pelet grafit dikaji secara kualitatif dan kuantitatif. Pengaruh tersebut diamati dan diintepretasikan berdasarkan perubahan sifat pelet seperti perubahan massa, densitas, porositas dan permeabilitas gas.
3,44 -doo2
3,44 -3,354
1)
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa grafit nuklir memiliki derajat grafitisasi sebesar 0,70
Prosid;nJ! Pertemuan Ilm;ah Sa;ns Mater; 1997 ISSN 1410 -2897
Pada proses ini, pelet yang telah terpanggang diimpregnasi dengan merenda~nya dalam cairan panas gala ter batubara. Selama perendaman, gas yang ada dalam pori-pori pelet akan keluar clan diharapkan cairan gala akan mengisi pori-pori tersebut. Selanjutnya gala akan menyatu dengan badan peletmelalui pemanasan.
Pengaruh pengulangan impregnasi pada sifat densitas gas pelet
Setelah terimpregnasi, pelet dipanggang kembali kemudian digrafitisasi. Selama proses pemanggangan dan grafiti-sasi, sebagian gala menguap dan sebagian lagi mengendap pacta pelet. Dengan adanya gala yang mengendap pacta pelet maka massa pelet akan bertambah. Untuk membuktikan hal tersebut, massa pelet diukur sebelum daD setelah perlakuan impregnasi.
Hubungan pengulangan impregnasi dengan
pertambahan Massa pelet setelah pemanggangan (p) dan setelah grafitisasi (g) disajikan pada gambar 3.
diimpregnasi. Secara umum, massa pelet bertambah besar sejalan dengan meningkatnya pengulangan impregnasi yang telah dilakukan padanya. Jika diamati lebih teliti, terlihat bahwa laju pertambahan massa pelet relatif besar pada pengulangan impregnasi hingga tiga kali. Tetapi setelah pelet diimpregnasi sebanyak tiga kali, laju pertambahan massanya sangat kecil bahkan dapat mencapai nol pada perlakuan impregnasi berikutnya. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya gala yang diendapkan pada pelet sejalan dengan meningkatnya pengulangan impregnasi. Pada awal perlakuan impregnasi, kemam- puan pelet untuk menyerap gala masih
besar sehingga gala yang dapat diendapkan
padanya relatif banyak. Tetapi setelah diimpregnasi sebanyak tiga kali, pelet hampir
jenuh sehingga gala yang dapat diendapkan
padanya relatif sedikit pada perlakuan impregnasi berikutnya.
Pengendapan gala pada pelet dapat terjadi pada dua kemungkinan, yaitu pada permukaan luar clan pada pori-pori pelet. Hila gala hanya
mengendap pada permukaan luar pelet maka
volume pelet akan ikut bertambah, sehingga densitasnya tidak berubah bahkan menurun dengan adanya pertambahan massa karena densitas gala lebih kecil dari pada densitas kokas. Tetapi hila gala mengendap pada pori-pori pelet maka volume pelet tidak membesar clan densitasnya akan
meningkat dengan adanya pertambahan massa.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka perubahan densitas ruah pelet sebagai akibat pengulangan impregnasi yang dilakukan padanya perlu dikaji.
2 3 4
~ngulangan ~regna.i (kai)
5 6
Gambar 3 Hubungan banyaknya pengulangan impregnasi dengan pertambahan massa pelet
Pengaruh pengulangan impregnasi pada sifat densitas gas pelet
Pengaruh perlakuan impregnasi pada densitas ruah pelet diamati dengan cara menentukan densitas ruah dari masing-masing pelet yang telah diimpregnasi. Densitas ruah pelet ditentukan dengan cara membandingkan massa pelet terhadap volume ruahnya. Hubungan aurora bayaknya pengulangan impregnasi clan densitas ruah pelet setelah pemanggangan (p) clan setelah grafitisasi (g) disajikan pada gambar 4.
Pada gambar 4, tampak bahwa densitas pelet setelah digrafitisasi lebih besar dibandingkan dengan densitas sebelum digrafitisasi. Hal ini
disebabkan oleh adanya peningkatan keteraturan
struktur karbon dalam pelet akibat proses grafitisasi.
Pada gambar 3, tampak bahwa massa pelet sebelum tergrafitisasi berbeda clengan Itlassanya setelah tergrafitisasi. Setelah digrafitisasi, massa pelet mengalami penyusutan sehingga massanya semakin kecil. Hal ini dimungkinkan karena adanya material pengotor yang keluar selama proses. Menurut Kolar [12] pembebasan belerang clan senyawa anorganik lainnya akan terjadi pada suhu ] 540°C hingga 2880°C.
Selain itu, tampak juga bahwa perla kuan impregnasi berpengaruh secara nyata pada massa pelet baik sebelum maupun sesudah grafitisasi. relet yang telah diimpregnasi memiliki massa lebih besar dari pada pelet yang belum
Prosidin Pertemuan I/miah Sains Materi 1997 ISSN 1410 -2897
porositas sebelum digrafitisasi. Hal ini berhubungan dengan terbentuknya pori-pori barn akibat adanya massa susut pelet yang disebabkan oleh terusimya material pengotor dari badan pelet. Material yang terusir tersebut me-ninggalkan rongga pada pelet dalam bentuk pori yang dapat meningkatkan porositas pelet.
r;"iP)j
~
0 2 3 4
~ng.n h1'rognasi (QI)
5 6
Gambar 4: Hubungan banyaknya pengulangan impregnasi dengan densitas ruah pelet
0 2 3 4
~ulang.n ~regn..i (kai)
Gambar 5 : Hubungan banyaknya peng- utangan impregnasi dengan porositas ruah petet Dalam proses tersebut penyusutan volume
pelet terjadi dengan laju yang lebih besar daripada laju penyusutan massanya sehingga kerapatan partikel-partikel pelet meningkat setelah digrafitisasi.
Densitas pelet sebelum atau setelah digrafitisasi tampaknya dipengaruhi banyak nya pengulangan impregnasi. Pelet yang telah diimpregnasi memiliki densitas lebih besar dari pada petet yang belum diimpreg nasi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kerapatan partikel.partikel karbon dalam relet dengan adanya pertambahan massa. Fenomena ini memberikan petunjuk bahwa impregnan telah terendapkan pada pori-pori relet sehingga volume pelet tidak bertambah besar dengan adanya pertambahan massa.
Secara umumdensitas relet bertambah besar sejalan dengan meningkatnya pengulangan impregnasi. Pada impregnasi hingga yang ke tiga kali laju pertambahan densitas relet relatif besar tetapi setelah petet terimpregnasi sebanyak tiga kali laju pertambahan densitasnya relatifkecil.
Pertambahan densitas relet yang sejalan dengan kenaikan massanya menunjukkan bahwa impregnan terendapkan pada pori-pori relet. Dengan adanya impregnan yang mengendap tersebut maka ukuran pori-pori relet akan mengecil dan untuk membuktikan pendapat ini dilakukan pengukuran terhadap porositas relet.
Pengaruh pengulangan impregnasi pads sifat porositas gas pelet
Porositas pelet adalah perbandingan volume pori-pori pelet terhadap volume ruahnya. Bila ukuran pori pelet semakin kecil maka harga porositasnya juga semakin kecil. Oleh karena itu, porositas pelet diukur dengan porosimeter helium. Hubungan antara pengulangan impregnasi daD porositas pelet disajikan padagambar 5.
Pada gambar-3.5, terlihat bahwa porositas pelet setelah digrafitisasi lebih besar dari pada
Porositas pelet baik sebelum mau- pun
setelah grafitisasi tampak dipengaruhi oleh
perlakuan impregnasi. relet
yang
tidak
terimpregnasi
memiliki porositas yang lebih besar
dari pada relet yang telah terimpregnasi.
Pengulangan
impregnasi sebanyak
lima kali dapat
menurunkan
porositas pelet hingga setengah kali
porositas semula. Hal ini disebabkan oleh makin
kecilnya ukuran pori-pori pelet akibat adanya
sebagian
gala yang terperangkap
di dalam pelet
setelah impregnasi. Selanjutnya gala tersebut
mengendap pada pori-pori relet dan menyatu
dengan
badan
relet setelah
grafitisasi.
Secara umum porositas pelet menurun
sejalan dengan meningkatnya pengulangan
impregnasi. Pengulangan hingga tiga kali
menghasilkan kurva dengan kemiringan yang
sangat tajam, yang berarti bahwa laju penurunan
porositas relet adalah relatif besar. Tetapi setelah
relet terimpregnasi sebanyak tiga kali, laju
penurunan porositasnya relatif kecil. Hal ini
berhubungan
dengan
terjadinya pengecilan ukuran
pori-pori relet sejalan dengan meningkatnya
pengulangan impregnasi. Pada awal perlakuan
impregnasi perubahan ukuran pori-pori relet
adalah relatif besar. Tetapi setelah relet
terimpregnasi sebanyak tiga kali, ukuran
pori-porinya hampir mencapai
harga minimal sehingga
gala yang ditambahkan
pada perlakuan impregnasi
berikutnya kurang mampu untuk memperkecil
pori. Penurunan porositas yang sejalan dengan
pertambahan massanya membuktikan bahwa
impr~gnan
terendapkan
pada pori-pori relet.
Pada prinsipnya,
tujuan penurunan
porositas
Prosidin Pertemuan Ilmiah Sains Materi 1997 ISSN 1410 -2897
gas-gas oksidator seperti: O2, CO2, CO clan uap air
ke dalam badan grafit karena gas-gas tersebut
dapat bereaksi dengan grafit [15]. Dengan demikian, grafit moderator dalam reaktor nuklir tidak mesti memiliki porositas sebesar Dol tempi cukup dengan memiliki kemampuan tinggi untuk menyaring gas-gas oksidator tersebut.
impregnasi sebanyak lima kali dapat menurunkan permeabilitas gas dari pelet sampai 115 kali. Secara umum, permeabilitas gas dari pelet menurun sejalan dengan meningkatnya pengulangan impregnasi. Hal ini disebabkan oleh menurunnya ukuran pori-pori pelet akibat perlakuan i/llpregnasi yang telah dikenakan padanya.
Jika diamati lebih teliti, tampak bahwa pengulangan impregnasi hingga tiga kali mengakibatkan permeabilitas gas dari pelet turun sangat tajam tetapi setelah pelet terimpregnasi sebanyak tiga kali maka laju penurunan permeabilitas gasnya relatif kecil sehingga kurvanya mendatar. Hal ini dimungkinkan karena ukuran pori-pori awal dari pelet masih relatif besar sehingga banyak gas nitrogen yang dapat melewatinya. Tetapi setelah pelet terimpregnasi sebanyak tiga kali, ukuran pori-porinya hampir mencapai harga minimal sehingga hanya sebagian kecil gas nitrogen yang dapat melewati pelet tersebut. Hubungan permeabilitas gas dari pelet grafit dengan pengulangan impregnasi yang telah dilakukan padanya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
Pengaruh pengulangan impregnasi pad a sifat permeabilitas gas pelet
Kemampuan pelet untuk melewatkan gas melalui pori-porinya disebut permeabilitas gas dari pelet tersebut. Pelet yang memiliki porositas besar akan lebih mudah dilewati oleh aliran gas sehingga pelet tersebut dikatakan memiliki permeabilitas gas yang besar. Untuk mern buktikan hal tersebut maka permeabilitas gas dari tiap pelet diukur dengan permeameter gas. Hubungan pengulangan irnpregnasi dengan permeabilitas gas dari pelet disajikan pada gambar 6.
Pada garnbar 6, terlihat bahwa sebelurn clan setelah tergrafitisasi, permeabilitas gas dari pelet rnemiliki harga yang harnpir sarna sehingga kurvanya bertindihan. Hal ini rnenunjukkan bahwa proses grafitisasi tidak berpengaruh pada permeabilitas gas dari pelet
K= -O,6821n3+ 7,273n2-25,26n + 29,593
(2)
dimana harga K adalah permeabilitas
gas dari relet
grafit dalam satuan darcy clan n adalah
pengulangan
impregnasi
Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan tersebut menunjukkan bahwa permeabilitas gas daTi relet grafit akan menjadi Dol setelah peletnya terimpregnasi sebanyak lima kali. Pada saat itu, semua pori-pori relet grafit diperkirakan telah memiliki ukuran yang lebih kecil daTi pada ukuran molekul gas nitrogen sehingga gas nitrogen tidak mampu melewatinya.
Berdasarkan uraian di
alas
dapat
disimpulkan bahwa permeabilitas gas daTi relet dapat diperkecil melalui perlakuan impregnasi dengan gala ter batubara sebagai impregnan. relet grafit yang telah terimpregnasi sebanyak lima kali
pada tahap pemanggangan dapat menjadi
impermeabel denglill permeabilitas gas sekitar nolo relet grafit impermeabel tersebut memiliki porositas sekitar 22,43 % clan densitas sekitar 1,57 g/mL.
Gambar 6: Hubungan banyaknya pengulangan impregnasi dengan permeabilitas gas pelet
Fenomena ini dimungkinkan karena proses grafitisasi tidak dapat meningkatkan jumlah pori-pori pelet yang berukuran lebih besar dari pada
ukuran molekul gas nitrogen meskipun secara
keseluruhan porositas pelet meningkat. Peningkatan porositas tersebut diduga sebagai basil pertambahan jumlah pori-pori yang lebih kecil daTi pada ukuran molekul gas nitrogen tetapi lebih besar dari pada ukuran molekul gas helium.
Permeabilitas gas daTi pelet, baik sebelum maupun setelah grafitisasi tampak dipengaruhi oleh perlakuan impregnasi yang telah dikenakan padanya. relet yang telah terimpregnasi memiliki permeabilitas gas lebih kecil dibandingkan dengan pelet yang tidak terimpreg-nasi. Pengulangan
KESIMPULAN
Berdasarkan basil
penelitian
dan
pemb:lhasan
yang telah diuraikan sebelumnya
dapat
disimpulkan bahwa:
Grafit sintetik dari kokas minyakbumi dengan gala ter batubara sebagai pengikat mempunyai derajat grafitisasi sekitar 0,64. Dimana grafit standar yang digunakan mempunyai derajat grafitisasi sebesar 0,70.
2 Permeabilitas gas dari relet grafit semakin kecil sejalan dengan meningkatnya penguIangan impregnasi pada tahap pemanggangan. Pelet grafit impermeabeI dapat diperoIeh meIalui penguIangan impregnasi pada lahar pemanggangan sebanyak lima kali. Grafit sintetik yang dihasilkan memiIiki porositas sekitar 22,43 % clan densitas sekitar 1,57 g/mL.
[7] KAKUTA, M., TANAKA, H., SATO, J. and NOGUCHI, H., A New Calc i- cining Technology for Manufac- turing of Coke with Lower Thermal Expansion Coefficient.
Carbon, 19{1981), p. 347-352
[8] MATEOS, J.M.J., ROMERO, E. and SALAZAR, C.G.D. , XRD Study of Petroleum Cokes by Line Profile Analysis: Relation Among Heat Treatment, Structure, and Sulphur Content. Carbon, 31 (1993),p.
1159-1178
[9] AUNE, F., BROCKNER, W. and OYE, H.A., X-Ray Characterization of Cathode Carbon Materials. Carbon, 30 (1992), p.
1001-1005
DAFTARPUSTAKA
[10] WHEISHAUPTOVA, Z., MEDEK, J. and
V A VERKOV A, Z., A Change in The Porous
Structure of Coke between 1540°C and
2880°C. Carbon, 30(1992), p. 1055-1062
[I]
KELLY, B.T., Physics a/Graphite. Applied
Science Publishers,
London, (1981).
1] SOGABE, T., INAGAKI, M. and IBUKI, T.,
Coating of Graphite by Polyimide and Its Gas
Permeability. Carbon, 30 (1992), p. 513-516
[2] PIERSON, H.O., Handbook of Carbon,
Graphite,
Diamond and
Fullerenes,
Properties, Processing and Applications.
Noyes Publications,
New Jersey,
(1993).
[3] REYNOLDS, W.N., Physical Properties
oJGraphite. Elsevier Publishing Co, Ltd,
Amsterdam,
(1968).
[4] VOHLER, 0., STURM, F.V. and WEGE, E.,Carbon and Graphite Materials. Ulmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol. A5: pp. 105-123. VCH Verlagsgesell Schaft,
Weinheim, (1986).
LIGGETT, L.M. ,BAKED and GRAPHITI-ZED Products, Manufacture. Ency. of Chern.
Tech. 2m1 ed, 4. John Wiley & Sons Inc., New York,(1968), pp. 158-202.
[12} KOLAR, M.L., Optical and
Crystallo-graphic Structure of Pitch Cokes. Carbon, 30
(1992), p. 613-618
[13} WINTER, L.L. , BAKED and Graphitised
rd