• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU DI PROVINSI BANTEN MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU DI PROVINSI BANTEN MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN KERBAU DI PROVINSI

BANTEN MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING

(Potency of Developing Buffalo in Banten Province

for Supporting Beef Self Sufficiency)

MAUREEN CH danE.KARDIYANTO

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Raya Ciptayasa Km. 01, Serang

ABSTRACT

One of the main targets of the Ministry of Agriculture in agriculture development in Indonesia is to achieve beef self-sufficiency in 2014. In addition to developing the five major food commodities, one commodity that will be developed in the fields of husbandry is buffalo commodity. This paper was aimed to analyze the potential and development of buffalo in Banten province to support self-sufficiency in meat. The data used are secondary and primary data was collected through interviews with respondents of consumer buffalo meat. Data was analyzed by descriptive qualitative method. The results showed: 1) the potential for dry land area in Banten province reached 72.70%, the aqllocation can be used as a source of food, pasture and other, 2) buffalo population continues to increase at arate of 6.05% per year and reached the highest population third after goats and sheep, 3) the habits of Banten people who consume buffalo meat from generation to generation, and also served on religious holidays. In this regard, buffalo in Banten province potential to be developed, not only to meet local needs but also to meet the needs of other regions. Development of buffaloes in Banten Province received considerable attention from the local goverment that was evidenced through the ”Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu)” with the initation of the establisment of Buffalo Village.

Key Words: Buffalo, Self-Sufficiency in Meat, Development ABSTRAK

Salah satu target utama Kementerian Pertanian dalam membangun pertanian di Indonesia adalah pencapaian swasembada daging sapi pada tahun 2014. Selain akan mengembangkan lima komoditas pangan utama, salah satu komoditas yang akan dikembangkan di bidang peternakan adalah komoditas kerbau. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan pengembangan kerbau di Provinsi Banten mendukung swasembada daging. Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan responden konsumen daging kerbau. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan: 1) Potensi luas lahan kering di Provinsi Banten mencapai 72,7% yang peruntukkannya dapat digunakan sebagai sumber pakan, padang penggembalaan dan lainnya, 2) Populasi ternak kerbau terus meningkat dengan laju 6,05% per tahun dan mencapai populasi tertinggi ketiga setelah ternak kambing dan domba, 3) Kebiasaan masyarakat Banten yang mengkonsumsi daging kerbau secara turun temurun, selain juga disajikan pada acara yang terkait dengan hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Berkaitan dengan hal ini, kerbau di Provinsi Banten sangat potensial untuk dikembangkan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan setempat tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan wilayah lainnya. Pengembangan kerbau di Provinsi Banten mendapat perhatian yang cukup besar dari Pemerintah Daerah yang dibuktikan melalui Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu) dengan inisiasi pembentukan Kampung Ternak Kerbau.

Kata Kunci: Kerbau, Swasembada Daging, Pengembangan

PENDAHULUAN

Salah satu target utama Kementerian

Indonesia adalah pencapaian swasembada daging sapi pada tahun 2014. Dalam rangka

(2)

komoditas unggulan nasional yang akan dikembangkan. Komoditas tersebut terdiri dari 7 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas hortikultura, 15 komoditas perkebunan dan 7 komoditas peternakan (KEMTAN, 2010). Salah satu komoditas peternakan yang akan dikembangkan adalah ternak kerbau. Terkait dengan swasembada daging sapi, peran ternak kerbau sebagai penghasil daging memiliki posisi yang cukup penting, mengingat daging kerbau dapat menjadi komplemen bahkan substitusi daging sapi.

Secara biologis, kerbau memiliki kemampuan untuk hidup di kawasan yang relatif sulit dimana sumber pakan yang tersedia berkualitas rendah. Selain itu kerbau mampu berkembangbiak dalam rentang kondisi agroekosistem yang sangat luas dari daerah dengan kondisi yang basah sampai dengan kondisi yang kering (DIWYANTO dan EKO, 2006). Namun demikian, dalam sistem produksinya hampir sebagian besar peternak kerbau merupakan user atau keeper. Oleh karena itu perlu ada revitalisasi peternakan kerbau agar usaha kerbau lebih mengarah pada konsep agribisnis pada umumnya.

Berdasarkan potensinya, Banten merupakan salah satu provinsi yang akan dijadikan sentra pengembangan kerbau di Indonesia untuk mendukung swasembada daging. Hal ini didukung oleh populasi kerbau di Banten yang merupakan populasi ke-5 terbesar di Indonesia. Disamping itu adanya preferensi masyarakat Banten yang secara sosiokultur dekat dengan kerbau maka pengembangan kerbau menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan pertanian dalam revitalisasi peternakan di Provinsi Banten. Selanjutnya melalui Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu), pemerintah provinsi melaksanakan percepatan pembangunan daerah dengan pendekatan kawasan, keterpaduan, mempertimbangkan akar budaya setempat dan kearifan lokal. Salah satu langkah percepatan yaitu dengan membangun kampung kerbau yang merupakan salah satu klaster agribisnis terpadu di Banten. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk menganalisis potensi dan pengembangan kerbau di Provinsi Banten mendukung swasembada daging.

MATERI DAN METODE Pengumpulan dan analisis data

Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap responden konsumen daging kerbau sebanyak 120 orang yang tersebar di 4 kabupaten (Serang, Tangerang, Lebak dan Pandeglang) yang dipilih secara acak. Data lain yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari BPS dan instansi terkait. Disamping itu dikumpulkan juga data-data yang terkait dengan tulisan. Jenis data-data yang dikumpulkan meliputi populasi kerbau, potensi sumber pakan penunjang di Provinsi Banten dan preferensi masyarakat terhadap daging kerbau. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif .

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi lahan pengembangan kerbau

Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan kerbau di Indonesia. Sektor peternakan di Provinsi Banten mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan karena mempunyai dukungan sumberdaya alam yang mencukupi. Namun demikian dalam perkembangannya masih ditemukan beberapa kendala terkait peningkatan populasi ternak kerbau seperti berkurangnya lahan penggembalaan, tingginya pemotongan pejantan, pemotongan betina produktif, tingginya kematian pedet dan ketersediaan pakan yang tidak kontinyu. Selain itu produktivitas yang rendah menjadi suatu kendala bagi pengembangannya sehingga menjadi hal yang perlu ditangani lebih lanjut.

Mengingat pentingnya pengembangan ternak kerbau untuk mendukung terciptanya swasembada daging di Indonesia maka perlu diinventarisir/diketahui potensi suatu daerah terhadap dukungannya. Salah satu aspek yang dapat dijadikan sebagai indikator adalah ketersediaan lahan sebagai penyedia hijauan pakan kerbau dan lahan penggembalaan mengingat sebagian besar masyarakat Banten memelihara kerbau secara ekstensif. Pakan merupakan salah satu aspek produksi yang

(3)

memberikan kontribusi yang paling besar terhadap biaya produksi dalam budidaya ternak. Oleh karena itu selanjutnya perlu diketahui jenis atau sumber pakan yang tersedia.

Seperti halnya ternak ruminansia lainnya, kerbau lebih beradaptasi terhadap hijauan pakan sebagai sumber serat. Sumber energi yang diperlukan kerbau terutama berasal dari bahan serat dari hijauan pakan yang terdiri dari selolusa, hemiselulosa dan lignin. Jenis hijauan yang digunakan sebagai pakan kerbau meliputi rumput, hijauan leguminosa dan beberapa “limbah” sisa hasil pertanian dan perkebunan antara lain jerami padi, jagung, kelapa sawit, dan lain-lain.

Berdasarkan data BPS (2009), Provinsi Banten memiliki luas lahan pertanian yang terdiri dari lahan kering 72,7% dan lahan sawah 23,3% diantaranya merupakan tegalan (174.722 ha), lahan sawah (238.503 ha) dan lahan pertanian bukan lahan sawah (458.389 ha) yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan, padang penggembalaan dan pemanfaatan lainnya. Berdasarkan potensi hijauan pakan ternak pada Tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Pandeglang memiliki peluang yang paling besar untuk pengembangan ternak ruminansia diikuti oleh Kabupaten Lebak, Tangerang dan Serang.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan hewani secara berkelanjutan dengan sasaran meningkatkan kesejahteraan peternak maka pengembangan industri peternakan kedepan bisa menerapkan model pertanian terpadu. Konsep pertanian terpadu atau lebih dikenal dengan sistem integasi tanaman-ternak merupakan terjemahan dari crop livestock systems atau CLS (DIWYANTO et al., 2002). Untuk merealisasikan hal tersebut penting diketahui luas lahan tanaman pertanian yang akan diintegrasikan dengan ternak. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang menerapkan CLS dapat diketahui daya tampung maksimal lahan terhadap jumlah ternak (Tabel 2).

Aplikasi konsep CLS kini mulai diterapkan dalam bentuk sistem integrasi padi-ternak (SIPT) dan sistem integrasi sapi-kelapa sawit (SISKA). DIWYANTO dan ATIEN (2009),

mengungkapkan bahwa lahan sawah menghasilkan jerami padi sebanyak 5 – 8 ton/ha dan dapat menyediakan pakan bagi ruminansia besar sebanyak 2 ekor sepanjang tahun. Sementara itu, perkebunan kelapa sawit dapat menyediakan pakan ternak yang berasal dari ”limbah sawit” (daun dan pelepah sawit, lumpur sawit, bungkil inti sawit dan serat buah) diperkirakan mampu menampung 1 – 3 ekor sapi induk per hektar sepanjang tahun (DIWYANTO et al., 2004).

Selanjutnya kebun jagung diperkirakan dapat menampung ruminansia besar sebanyak 3 ekor/ha, rumput di perkebunan kelapa diperkirakan dapat menampung 18 ekor/ha sepanjang tahun (interval waktu panen selama 14 hari). Sementara itu, rumput budidaya (rumput gajah) diperkirakan dapat menampung 12 ekor/ha sepanjang tahun (interval waktu panen selama 60 hari). Kebutuhan pakan dihitung berdasarkan kebutuhan fisiologis kerbau yaitu 10% dari bobot badan (± 400 kg). Berdasarkan perhitungan pada Tabel 2 tersebut diketahui bahwa populasi kerbau di Provinsi Banten tahun 2009 masih sedikit 3,49% (163.522 ST) dibandingkan dengan perkiraan daya tampung lahan yang ada (4.686.342 ST).

Populasi kerbau

Berdasarkan data BPS (2009), populasi ST kerbau di Provinsi Banten menempati urutan pertama dibandingkan dengan sapi, kambing dan domba. Jumlahnya mencapai 48,49% dari total populasi ST pada tahun 2008 (Tabel 3). Dibandingkan dengan populasi sapi potong yang mencapai jumlah 3,50% dari total populasi ST di Provinsi Banten, populasi kerbau lebih berpotensi dalam pengembangan ke depan.

Pada Tabel 4 selama tahun 2005 sampai 2008, populasi kerbau terus mengalami peningkatan dengan laju 6,1% per tahun. Peningkatan populasi yang cukup tinggi terjadi pada selang waktu antara tahun 2007 sampai 2008 dengan pertambahan populasi mencapai 18.578 ekor. Dibandingkan dengan ternak ruminansia besar lainnya, populasi kerbau lebih mendominasi di Provinsi Banten

(4)

Tabel 1. Potensi hijauan pakan ternak di Banten berdasarkan luas panen (ha)

Kabupaten/kota Padi sawah Rumput di tegalan Jagung Kabupaten Pandeglang 111.824 28.038 2.042 Lebak 84.125 36.218 1.762 Tangerang 75.993 54.888 297 Serang 86.767 22.766 2.114 Kota Tangerang 1.480 14.335 4 Cilegon 2.448 10.696 69 Serang - 7.781 - Jumlah/total 362.637 174.722 6.288 Sumber: BPS (2009)

Tabel 2. Perkiraan daya tampung ternak ruminansia besar berdasarkan jenis sumber pakan di Provinsi

Banten

Sumber pakan Luas areal (ha)* Potensi hasil (ton) Daya tampung ternak ruminansia besar (ekor) Daya tampung ternak (Satuan ternak/ST) Rumput budidaya di tegalan 174.722 5.241.660 2.184.025 2.184.025

Jerami padi 362.637 1.813.185 725.274 725.274

Jagung 6.288 2.016 18.864 18.864

Limbah kelapa sawit 14.893 27.197 44.679 44.679 Rumput di perkebunan kelapa 95.956 959.560 1. 713.500 1. 713.500

Jumlah 594.907 4.686.342

*Sumber: BPS (2009)

Tabel 3. Populasi ternak di Provinsi Banten tahun 2008

Jenis ternak Populasi (ekor) Populasi (satuan ternak/ST) Persentase (ST)

Kambing 667.259 93.416 27,70 Domba 489.260 68.496 20,31 Kerbau 163.522 163.522 48,49 Sapi potong 11.812 11.812 3,50 Sapi perah 7 7 - Total 337.253 100,00 Sumber: BPS (2009)

Kerbau tersebar diseluruh Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten dengan jumlah yang bervariasi satu dengan lainnya.

Serang, kemudian selanjutnya Kabupaten Tangerang dengan persentase secara berturut-turut 35,73; 28,68 dan 17,81%. Dilihat dari

(5)

Tabel 4. Persentase pertumbuhan populasi ternak ruminansia di Provinsi Banten (ekor)

Jenis ternak Tahun Laju pertumbuhan (%/thn)

2005 2006 2007 2008 Kambing 567.550 613.222 729.713 667.259 6,44 Domba 443.706 501.605 581.131 489.260 4,29 Kerbau 135.033 141.849 144.944 163.522 6,05 Sapi potong 18.838 36.611 51.887 11.812 (1,95) Sapi perah - 8 7 7 (6,82) Sumber: BPS (2009)

mengusahakan kerbau di Provinsi Banten, rataan kepemilikan ternak kerbau per rumah tangga peternak adalah sebanyak 3,5 ekor dan jumlah RTP yang paling banyak terdapat di Kabupaten: Lebak (34,20%), Serang (30,73%), Tangerang (17,25%) dan Pandeglang (16,97%). Terkait dengan populasi kerbau yang cukup besar, saat ini Kabupaten Lebak telah menjadi pemasok kebutuhan daging untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi.

Sistem pemeliharan kerbau di Provinsi Banten sudah berlangsung sejak turun temurun. Umumnya pemeliharaan masih dilakukan secara tradisional tanpa ada input teknologi di dalamnya dan dilaksanakan sebagai usaha sampingan. Mengingat potensi populasi yang sangat besar, diperlukan adanya input teknologi agar pengembangan kerbau dapat lebih baik lagi.

Kebiasaan masyarakat Banten mengkonsumsi daging kerbau

Menurut KUSNADI et al. (2005), fungsi dan peranan kerbau di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang antara lain sebagai sumber tenaga, sumber pendapatan, tabungan keluarga, sumber pupuk, status sosial dan sebagai kesenangan. Fungsi dan peranan kerbau sebagai status sosial cukup melekat karena biasanya pemilik kerbau termasuk orang yang terpandang dan mempunyai pengaruh pada masyarakat sekitar.

Selain memiliki peranan seperti yang telah disebutkan diatas, kerbau juga merupakan ternak yang dagingnya biasa dikonsumsi oleh masyarakat Banten. Dari total produksi daging tahun 2008 di Provinsi Banten sebesar 121.155.574 kg, total konsumsi daging kerbau mencapai 2.492.826 kg, sekitar 2,06% dari

Tabel 5. Populasi kerbau dan penyebaran rumah tangga peternak kerbau di Provinsi Banten

Kabupaten/kota Penyebaran Rumah Tangga Peternak

Ekor Persentase RTP Persentase

Kabupaten Lebak 58.434 35,73 15.630 34,20 Kabupaten Tangerang 29.128 17,81 7.887 17,25 Kabupaten Pandeglang 27.905 17,10 7.758 16,97 Kabupaten Serang 46.905 28,68 14.050 30,73 Kota Serang - - - - Kota Cilegon 1.054 0,64 353 0.77 Kota Tangerang 96 0,05 35 0,08 Total 163.522 100 45.713 100

(6)

total produksi daging. (SINARTANI, 2009). Hasil olahan daging kerbau biasa disajikan pada acara-acara besar seperti hari raya Idul Fitri. Pemilihan daging kerbau sebagai penganan khas di hari raya telah berlangsung secara turun temurun. Bahkan untuk mendapatkan daging kerbau, masyarakat seringkali melakukan penggalangan dana bersama untuk membeli ternak kerbau yang akan disembelih. Penggalangan dana dilakukan dengan cara menabung selama setahun dengan dikoordinir oleh panitia yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama. Saat ini, penganan daging kerbau sebagai makanan khas di Banten sudah mulai dikenal masyarakat luas. Beberapa penganan khas asal daging kerbau antara lain sate kerbau, nasi sumsum kerbau, semur kerbau dan dendeng kerbau. Setiap penganan memiliki kekhasan dari segi aroma dan rasa.

KESIMPULAN

Berdasarkan potensi lahan dan preferensi masyarakat terhadap kerbau, maka kerbau di Provinsi Banten sangat potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan setempat dan wilayah sekitarnya. Pengembangan ternak kerbau di Provinsi Banten mendapat perhatian yang cukup besar dari Pemerintah Daerah yang dibuktikan melalui Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu) dengan inisiasi pembentukan Kampung Ternak Kerbau.

Selanjutnya bagi pengembangan kerbau di masa mendatang dapat disarankan antara lain: 1) Pemerintah Daerah dan Provinsi untuk membuat grand design pengembangan yang disesuaikan dengan potensi agroekosistem; 2) pengembangan kerbau pada masyarakat yang secara sosiokultur dekat dengan kerbau; 3) mengembangkan peternakan yang terintegrasi dengan tanaman/pertanian; 4) secara teknis dapat dibuat suatu kebijakan mengenai

pemotongan betina produktif dan pejantan unggul, peningkatan pelayanan kesehatan hewan, pemanfaatan lahan tidur bagi penyedia hijauan pakan ternak dan peningkatan sumberdaya peternak.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2009. Banten Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. hlm. 404

DIWYANTO, K., B.R. PRAWIRADIPUTRA, dan D.

LUBIS. 2002. Integrasi tanaman-ternak dalam pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan. Wartazoa 12(1): 1 – 8.

DIWYANTO, K., D. SITOMPUL, I. MANTI, I-W. MATHIUS dan SOENTORO. 2004. Pengkajian

pengembangan usaha system integrasi kelapa sawit-sapi. Bengkulu, 9 – 10 September 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu, dan PT Agricinal. Bogor.

DIWYANTO, K. dan E. HANDIWIRAWAN. 2006.

Strategi pengembangan ternak kerbau: Aspek penjaringan dan distribusi. Pros.usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Puslitbang Peternakan. Bogor. DIWYANTO, K. dan A. PRIYANTI. 2009.

Pengembangan industri peternakan berbasis sumber daya lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3): 208 – 228.

KEMENTERIAN PERTANIAN. 2010. Rencana Strategis

Kementerian Pertanian 2010 – 2014. hlm. 274 KUSNADI, U., D.A. KUSUMANINGRUM, R.G.

SIANTURI dan E. TRIWULANNINGSIH. 2005. Fungsi dan Peranan Kerbau dalam Sistem Usaha Tani di Provinsi Banten. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslibang Peternakan: Bogor 12-13 September 2005. hlm. 316 – 322.

SINARTANI. 2009. Banten mempunyai Potensi Besar Sektor Peternakan. Edisi 3 November 2009. No. 3326, Jakarta

Gambar

Tabel 1. Potensi hijauan pakan ternak di Banten berdasarkan luas panen (ha)
Tabel 4. Persentase pertumbuhan populasi ternak ruminansia di Provinsi Banten (ekor)

Referensi

Dokumen terkait

Demikian sambutan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, semoga kita senantiasa berada dalam bimbingan dan lindungan Allah SWT, sekali lagi saya ucapkan selamat dan terima

Abstrak: Pengembangan Bahan Ajar Mandiri Melalui Media Online Untuk Meningkatkan Kemampuan Public Speaking Mahasiswa Di Perguruan Tinggi Teknokrat Bandarlampung Penelitian

Melihat perkembangan mengenai lembaga keuangan yang berbasis Syariah saat ini, perlu dikemukakan pandangan Zainul Arifin mantan Direktur Bank Muamalat Indonesia (1996-1999)

Setelah melihat- lihat buku kita, beliau berkata, ‗Saya telah melihat pameran-pameran buku lainnya namun saya merasa tidak pernah melihat orang-orang yang menyebarkan

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan, dan pengelolaan urusan

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji fischer exact untuk mengetahui hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian abortus di RSUD Kelet kabupaten

limbah padat hasil dari proses pembakaran di dalam furnace pada PLTU yang. kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa

Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti karbon aktif dan silika