Diterima: Juli 2019. Disetujui: Agustus 2019. Dipublikasikan: September 2019 269 Volume 2, Nomor 3 , 2019, (269-290) Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/reputation
Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk
Corporate Branding
Eneng Rismawati1*, Yusuf Zaenal Abidin2, Encep Dulwahab3 1Jurusan Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
2Jurusan Manajemen Dakwah, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung 3Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
*Email : [email protected] ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan mengenai tahap membagikan, mengoptimalkan, mengelola serta mengikutsertakan pada pengelolaan cyber public relations dalam membentuk corporate branding di PT Len Industri (Persero). Konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konsep model melingkar untuk sosial media menurut Regina Luttrell . Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan metode deksriptif dengan pendekatan kualitiatif. Pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan wawancara, dan observasi. Hasil penelitian dilapangan, dapat disimpulkan bahwa praktisi humas PT Len Industri (Persero) dalam pengelolaan cyber public relations guna membentuk corporate branding memiliki empat tahapan yakni : 1) tahap membagikan konten terdiri dari: a) berpartisipasi menggunakan media sosial , b) saling terhubung dengan publik, c) membangun kepercayaan publik . 2) tahap pengoptimalan pesan yang dilakukan yakni dengan : a) melakukan pengecekan hashtag, b) melakukan postingan lima kali sehari, dan c) melakukan postingan yang memiliki unsur teknologi. 3) mengelola dibagi menjadi tiga, yaitu : a) media monitoring, b) interaksi dalam waktu yang sebenarnya, dan c) memberikan respon cepat. 4) mengikutsertakan publik dengan tiga unsure yaitu : a) menjalin hubungan dengan para influencer, b) mengetahui dimana dan siapa audiens, serta c) meraih target audiens.
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 270
ABSTRACT
The purpose of to find out and describe the sharingstage,optimize,manage and engage in cyber public relations management in forming a corporate branding in PT Len Industri (Persero). The concept used in this research is the concept of The Circular model of Some to Regina Luttrell. The research method using an adaptive method with a qualitative approach. Data collection used in this study is by interview,and observation. The results of the research in the field can be concluded that PT Len Industri (Persero) public relations practitioners in the management of cyber public relations to form corporate branding has four stages : 1) The share stage consists of: a) participating in social media (participate), b) connect with public (connect), c) build public trust (build trust). 2) optimize phase messages that are carried out by: a) checking hashtag, b) posting five time a day, c) do posts that have technological elements. 3) The manage divided into: a) media monitoring, b) interaction in real time, c) provide quick response. 4) engage the public : a) establish a relationship with influencer, b) where and who is the audience, c) reach the target audience.
Keyword : Management; Cyber Public Relations.
PENDAHULUAN
Kegiatan Public Relations beralih dari konvensional ke jalur digital atau yang disebut dengan cyber public relations.Cyber Public Relations umum dilihat sebagai sebuah bentuk pengoperasian fungsi di dunia maya dalam praktik kerja Public Relations. Salah satu yang menjadi favorit sekaligus kekuatan Internet adalah penggunaan media social. Corporate Branding merupakan kata lain dari merk sebuah perusahaan, dimana
suatu ciri khas atau simbol yang memperkenalkan suatu produk atau perusahaan kepada konsumen. Dengan adanyan corporate branding maka para konsumer akan lebih mengenal produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Corporate Branding sangat penting untuk mengembangkan reputasi sebuah perusahaan di pasar, meliputi semua aspek perusahaan tersebut mulai dari produk/jasa yang ditawarkan hingga konstribusi karyawan mereka terhadap masyarakat. Penerapan
Corporate Branding sebagai suatu merek produk, nama perusahaan
digunakan sebagai penjamin dari kualitas sebuah produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu organisasi atau perusahaan tentunnya tidak terlepas dari strategi atau pendekatan khusus yang digunakan perusahaan atau lembaga. Strategi tersebut harus digunakan dengan matang agar dapat di implementasikan dengan baik , sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya (corporate goals). Corporate Branding ini dapat
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 271
diimplementasikan melalui berbagai macam media sosial yang biasa digunakan seperti Facebook , Twitter,Youtube, atau Instagram yang dapat membantu mengkomunikasikan dan meningkatkan citra ( brand image).
Penggunaan Internet sebagai media branding juga sudah dimanfaatkan oleh perusahaan PT Len Industri (Persero). PT Len Industri (Persero) merupakan salah satu badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang industri elektronik. Teknologi yang telah dikembangkan Len memiliki peran strategis dalam meningatkan kesejahteraan masyarakat yang disalurkan melalui produk-produk energy terbarukan. Len juga terus aktif mendukung kedaulatan negara dengan menyediakan produk-produk di bidang pertahanan,transportasi dan ICT (Information & Communication Technology). PT Len Industri (Persero) ini memilih menggunakan media social seperti Facebook, Instagram dan Website sebagai alat branding dalam melaksanakan misinya untuk mencapai tujuan perusahaan. Sehingga perusahaan mampu menekanbiaya menjadi lebih rendah dengan jangkauan yang lebih luas untuk proses branding ini. Karena yang dihasung bukanlah produk melainkan ideologi,sehingga akan sulit jika dilakukan melalui media konvensional, apalagi perusahaan ini bukan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan (profitoriented) sehingga branding dengan media konvensional dirasa kurang pas. PT Len Industri (Persero) memiliki akun- akun Media Sosial, salah satunya yaitu Facebook dengan nama “Len Industri” , Instagram dengan “@Lenindustri” dan juga Website dengan alamat “www.len.co.id”. Dengan adanya akun-akun media sosial tersebut , tentunya Humas PT Len Industri harus melakukan pengelolaan dalam media sosial, salah satunya melakukan pemilihan foto dan konten yang akan di uploud melalui ketiga akun tersebut , dan juga pemilihan caption agar sesuai dengan foto yang akan di uploud serta ke aktifan dalam pengelolaan pesan-pesan yang disampaikan selalu uptodate.
Berdasarkan hasil dari data pra penelitian yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa PT Len telah mengelola ke uptodate an berita sosial medianya. Hal ini terlihat dari tanggal terakhir postingan di akun Facebook PT Len itu sendiri. Akan tetapi, untuk akun instagram hingga saat ini mencapai ribuan followers (sampai penelitian terakhir terdapat 4219 pengikut atau followers). Hal ini menjadi sebuah ketertarikan untuk diteliti, apakah pembrandingan perusahaan yang kurang atau pegelolaan terhadap media sosialnya yang kurang menarik karena bagi sebuah perusahaan BUMN
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 272
semestinya memilliki banyak followers. Berdasarkan konteks penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk Corporate Branding (Studi Deskripif Kualitatif di media sosial PT Len Industri (Persero), dengan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut, pertama bagaimana tahap Share (Membagikan) konten pada Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk Corporate Branding ?, kedua bagaimana Tahap Optimize (Mengoptimalkan) pesan pada Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk Corporate Branding?, ketiga bagaimana Tahap Manage (Mengelola) Informasi pada Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk Corporate Branding ?, keempat BagaimanaTahap Engage ( Mengikutsertakan) publik pada Pengelolaan Cyber Public Relations dalam Membentuk Corporate Branding?.
Lokasi penelitian ini adalah PT Len Industri (Persero) yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta No. 442, Pasirluyu, Regol, Kota Bandung Jawa Barat. PT Len Industri (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang industri elektronik. Lokasi ini dipilih karena terdapat kegiatan Cyber Public Relations sehingga peneliti mendapatkan objek ataupun masalah yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, kemudian tersedianya data yang dibutuhkan dan faktor penunjang lainnya. Metode penelitian yang dilakukan peneliti adalah dengan menggunakan paradigma konstruktivisme, Prinsip utama dari paradigma konstruktivisme adalah bagaimana pristiwa atau realitas dikostruksi, dan dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Von Grasselfeld dalam Ardianto (2010:154) dalam bukunya yang berjudul Metodelogi Penelitian Untuk Public Relations menjelaskan bahwa Konstruktivisme menegaskan dengan pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti serta yang menekankan bahwa pegetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Peneliti menggunakan paradigma kontruktivisme pada penelitian yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang membantu proses interpretasi suatu peristiwa. Paradigma konstruktivisme ini memandang realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang, untuk mendapatkan data-data peneliti menggunakan wawancara mendalam yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan Kualitatif yang bertujuan membangun suatu proposisi atau
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 273
menjelaskan makna di balik realita. Menurut Sugiyono (2010:1) didalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, menjelaskan metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif. Menggali data tentang Pengelolaan Cyber Public Relations dalam membentuk corporate branding pada Divisi Komunikasi Korporasi PT Len Industri. Penelitian dengan pendekatan kualitatif akan digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dengan fakta lapangan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi deskriptif. Metode deskriptif ini digunakan untuk dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana model SoMe yang dikembangkan oleh Regina Luttrell tersebut di aplikasikan oleh Humas PT Len Industri di akun Media Sosial dimana pendeskripsian ini dapat menyajikan kenyataan-kenyataan yang ada. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini dapat memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk memperlajari fenomena penelitan dengan lebih utuh dan menyampaikan apa yang di dengar dan dilihat sebagai suatu fakta yang disampaikan.
Berdasarkan penemuan peneliti ,terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain . Pertama, penelitian milik Natasha, Susane Dida dan Heru Ryanto Budiman Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (2016) yang berjudul “ Corporate Rebranding di Gramedia Store”.Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Natasha , Susane Dida dan Heru Ryanto Budiman dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama melakukan riset tentang Corporate Branding dan menggunakan metode yang sama, yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaannya penelitian ini terdapat pada lokasi penelitian. Kedua, penelitian milik Tantri Puspita Yazid Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Riau Kampus Bina Widya (2014) yang berjudul “ Implementasi Cyber Public Relations melalui pengelolaan Website Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat”. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Tantri Puspita Yazid dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama melakukan riset tentang Cyber Public Relations dan menggunakan metode yang sama, yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaannya penelitian ini yakni
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 274
pada lokasi penelitian dan penelitian milik Tantri Puspita Yazid lebih pada implementasi Cyber Public Relations, sedangkan peneliti pada Pengelolaan Cyber Public Relationsnya. Ketiga, penelitian milik Amanda Vivi Imawati, Ayu Wahyuni dan Mohammad Shihab Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Presiden (2016) yang berjudul “ Analisis Personal Branding Fashion Blogger Diana Rikasari”.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Amanda Vivi Imawati, Ayu Wahyuni dan Mohammad Shihab dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama melakukan riset tentang branding pada sosial media dan menggunakan metode yang sama, yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaannya penelitian ini terdapat pada fokus penelitian. Peneliti memilih subjek penelitian pada Corporatenya, sedangkan penelitian milik Laksita Wikan Nastiti dengan subjek penelitian personalnya. Keempat, penelitian milik Anditya Y Angwarmase dan Ike Devi Sulistyaningtyas Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas AtmaJaya Yogyakarta (2015) yang berjudul “ Implementasi Cyber Public Relations dalam meningkatkan Reputasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai Universitas Riset berkelas Dunia”.Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Anditya Y Angwarmase dan Ike Devi Sulistyaningtyas dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama melakukan riset tentang Public Relations dan menggunakan metode yang sama, yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaannya penelitian ini terdapat pada fokus penelitian. Peneliti memilih subjek penelitian pada branding, sedangkan penelitian milik Anditya Y Angwarmase dan Ike Devi Sulistyaningtyas dengan fokus penelitian pada peningkatan reputasi.Kelima, penelitian milik Sari dan Tyas Arum Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (2013) yang berjudul “Cyber Branding di Media Sosial (Studi Deskriptif kualitatif Strategi #IndonesiaTanpaJIL di Media Sosial Facebook, Twitter dan Youtube). Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Tyas Arum dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama melakukan riset tentang Cyber Branding dan menggunakan metode yang sama, yaitu deskriptif kualitatif. Adapun perbedaannya penelitian ini terdapat pada subjek penelitian. Peneliti memilih subjek penelitian pada media sosial Facebook , website dan Instagram, sedangkan penelitian milik Sari dan Tyas Arum lebih ke Facebook, Twitter dan Youtube.
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 275
LANDASAN TEORITIS
Penelitian ini menggunakan tiga landasan teoritis yaitu, pengelolaan,cyber PR serta corporate branding. Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “management” , terbawa oleh derasnya arus penambahan kata pungut ke dalam bahasa indonesia, istilah inggris tersebut lalu di indonesia menjadi manajemen. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen.
Pengelolaan dalam kamus bahasa indonesia lengkap disebutkan adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Menurut agus (2006:8) pengelolaan adalah sustantifa dari mengelola, sedangkan mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencana, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penelitian. Dijelaskan kemudian pengelolaan menghasilkan suatu dan sesuatu itu dapat merupakan sumber penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan selanjutnya. Drs. M. Manulang dalam bukunya dasar-dasar manajemen istilah pengelolaan (manajemen) mengandung tiga pengertian, yaitu : pertama, manajemen sebagai suatu proses. Kedua, manajemen sebagai kolektifitas orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen dan yang ketika, manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagai suatu ilmu.
Konsep The Circular Model of Some for Social Communication. Konsep tersebut merupakan model komunikasi dalam media sosial yang dikenalkan oleh Regina Luttrell. Luttrell (2015 : 40-45) menjelaskan suatu model komunikasi melalui media sosial yang dilakukan oleh Public Relations. Model komunikasi ini disebut The Circular Modelof Some for SocialCommunication. Luttrell mengatakan bahwa model ini belum diterima secara luas, meskipun begitu, model ini berdasarkan dukungan fundamental The CluetrainManifesto dan model komunikasi simetris dua arah Gruning . Model komunikasi ini memuat empat komponen dalam media sosial, yaitu pertama, Share (membagikan)terdapat tiga komponen penting dalam tahap share (membagikan), yaitu : participate , connect dan build trust. Dalam
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 276
mewujudkan upaya membagikan pesan atau informasi yang subjek atau penerimanya dapat berupa perusahaan, instansi, organisasi maupun individu harus berpartisipasi dalam media sosial itu sendiri. Kedua, Optimize (mengoptimalkan) terdapat dua komponen yang perlu diperhatikan ,yaitu listen & Learn dan take part in authentic conversations. Untuk mengoptimalkan pesan, organisasi harus mendengarkan apa yang diperbincangkan dan mempelajari perbincangan yang di bagikan oleh publik. Ketiga, Manage ( mengelola) terdapat tiga komponen dalam tahap ini, yaitu media monitoring,quick responses, dan real time interactions. Bila pada tahap sebelumnya organisasi harus mengetahui apa yang diperbincangkan oleh publik di media sosial. Keempat,Engage( mengikutsertakan) dalam tahap ini terdapat tiga komponen yang ditekankan, yaitu hubungan dengan infliencer (influencer relations), dimana audiens (where is the audience) Dan bagaimana mendapatkan audiens (how do i reach them). Kebanyakan organisasi di era seperti ini mengaktivasi media sosial hanya berdasarkan trend atau sebagai alat berkompetisi dengan lawan mainnya.
E-PR (Electronic Public Relations) atau juga singkatnya disebut Cyber Public Relations adalah kegiatan kehumasan yang dilakukan melalui dunia maya atau ruang maya (cyber space) atau yang biasa dikenal oleh orang-orang sebagai internet, sedangkan electronic public relations merupakan penerapan dari perangkat ICT (information and communication technologies) untuk keperluan public relations . Perkembangan teknologi informasi khususnya internet dengan jumlah penggunanya yang terus meningkat menjadi sebuah trend yang wajib diikuti oleh setiap perusahaan. Bahkan hampir setiap aktivitas secara langsung atau tidak langsung banyak yang tergantung pada peran internet, oleh karena itu setiap bentuk kegiatan Public Relations juga semakin membutuhkan satu atau lebih unsur teknologi informasi. Hal ini berarti bahwa setiap praktisi public relations perlu memiliki kemampuan dan keterampilan menggunakannya, dan tentu dalam hal ini tanpa teknologi informasi. Public Relations sesungguhnya sebagai alat manajemen modern secara struktural merupakan bagian integral dari suatu kelembagaan atau organisasi,artinya PR bukanlahh merupakan fungsi terpisah dari fungsi perusahaan (Ruslan,2014:24). Kedudukan seorang PR dalam sebuah organisasi memiliki nilai strategis. Dalam sebuah buku berjudul What CEO wants from PR menyebutkan bahwa sebagai fungsi manajemen PR terlibat dalam tanggungjawab dan daya tangkap terhadap kebijakan dan informasi
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 277
untuk kepentiingan organisasi dan publiknya. PR berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada setiap stakeholdernya tentang program dan kebijakan yang baru. Oleh karena itu, seorang PR harus melakukan serangkaian penelitian tentang situasi organisasi sejak awal. PR seharusnya benar-benar mengetahui kebutuhan dari setiap publiknya, baik internal atauun eksternal dalam bentuk manajemen kegiatan Public Reations tidak akan efektif. Menurut Fuad Afdhal (2004:2), kemampuan para profesional Public Relations untuk mengintegrasikan strategi-strategi komunikasi, produk, dan merek korporasi serta menyatukan pesan kepada para investor akan meningkatkan peranan Public Relations. Public Relations modern memerlukan lebih dari sekedar menjalin hubungan baik dengan pelanggan, penetapan promosi yang menarik , dan ketersediaan bagi pelanggan sasaran, lebih dari itu perusahaann juga harus berkomunikasi dengan pelanggan, dan subjek yang dikomunikasikan juga harus membuka peluang. Pada dasarnya Stakeolder itu unik dan membutuhkan teknik komunikasi yang spesifik. Pangsa pasar dalam penggunaan internet tersebut adalah kalangan yang berpendidikan menengah keatas dan umumnya bertempat tinggal pada area perkotaan. Dengan demikian maka public relations perlu menggunakan teknik yang lebih kompleks dan kreatif.
Corporate branding merupakan penerapan dari penggunaan nama
perusahaan sebagai suatu merek produk, nama perusahaan digunakan sebagai penjamin dari kualitas sebuah produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini merupakan sebuah usaha perusahaan dalam memperluas corporate brand equityuntuk menciptakan pengakuan atas merek produk (brand recognition). Sebuah corporate branding yang sukses seringkali dibangun dari hubungan yang kuat antara apa yang top management perusahaanc oba untuk capai (strategic vision),apayang karyawan perusahaan yakin dan percaya (organizational culture), dan bagaimana pihak luar-stakeholder smencitrakan perusahaan tersebut (corporate image). Menurut Aaker (2004) Ada lima hal terpenting dalam membangun sebuah corporate branding,yaitu : 1) People : Sumber daya manusia yang ada pada perusahaan, terutama pada perusahaan jasa yang memberikan pelayanan secara langsung, sangat berpengaruh pada pembentukan image dari sebuah corporate brand ; 2) b.Values & Priorities : Yang terpenting dalam sebuah perusahaan adalah nilai – nilai dan prioritas ; 3) Innovation : Sebuah organisasi yang memiliki citra sebagai perusahaan yang berinovasi tinggi, akan mampu
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 278
meningkatkan kredibilitas perusahaan ; 4) Perceived Quality : kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen , membutuhkan sebuah komitmen akan kualitas dari suatu organisasi, hal ini memiliki pengaruh terhadap ROI sebuah perusahaan ; 5) Concern for Customers : Sebuah perusahaan harus memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap konsumen, konsumen perlu merasa bahwa mereka dihargai ,diperlakukan dengan prioritas yang tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PT Len Industri (Persero) merupakan perusahaan lokal milik BUMN yang bergerak di bidang teknologi . Berbeda dengan perusahaan BUMN lainnya seperti PERTAMINA atau PLN , popularitas PT Len Industri masih kurang dan tidak banyak di kenal publik. Hal ini dikarenakan PT Len Industri mengeluarkan produk-produk yang memang tidak di tujukan langsung kepada End-user , melainkan Goverment to Goverment.
Upaya yang dilakukan oleh Humas atau bagian Komunikasi Korporasi dalam rangka memperkenalkan perusahaan PT Len Industri kepada publik yaitu dengan melakukan pengelolaan Cyber Public Relations dengan menggunakan media sosial . Adapun media sosial yang digunakan oleh PT Len Industri ini meliputi facebook,instagram, twitter dan juga website. Pengelolaaan Cyber Public Relations dengan menggunakan media sosial ini bertujuan untuk membentuk Corporate Branding
Pengelolaan Cyber Public Relations dalam membentuk Corporate Branding dan juga sebagai pemenuhan informasi kepada publik yang dilakukan oleh bagian Komunikasi Korporasi PT Len Industri mengunakan beberapa tahapan, dimana tahapan yang digunakan tersebut merupakan The Circular Model of Some yaitu sebuah model yang di ciptakan oleh Regina Luttrell untuk memudahkan para praktisi media sosial melakukan perencanaan komunikasi pada media sosial yang terdiri dari membagikan (share), mengoptimalkan (optimize), mengelola (manage) dan melibatkan (engage).
Tahap share (membagikan) konten pada pegelolaan Cyber
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 279
Dalam tahap share ( membagikan) terdapat tiga unsur penting yang perlu di perhatikan. Unsur-unsur tersebut adalah bagaimana subjek participate (berpartisipasi) dalam bentuk mengaktivasi media sosial dimana publik berada, bagaimana subjek dapat connect (saling terhubung) dengan publik di media sosial tersebut yang nantinya bisa saling membagikan informasi, bagaimana subjek nantinya dapat build trust ( membangun kepercayaan) pada publik melalui media sosial yang digunakan. hasil temuan di lapangan yang sebelumnya sudah dijelaskan terkait bagaimana divisi komunikasi korporasi berpartisipasi (participate) dalam menggunakan media sosial meliputi hal yang meatarbelakangi dalam memilih sosial media dan konten apa yang mereka bagikan pada akun media sosial tersebut.
Dalam berpartisipasi dengan publiknya divisi komunikasi korporasi PT Len Industri mengaktivasi beberapa media sosial, namun dari semua media sosial yang di aktivasi facebook dan instagram yang paling diandalkan. Terdapat beberapa latar belakang, yaitu sebagai sarana pengenalan dan branding perusahaan, sarana penyampaian pesan atau informasi karena bersifat memudahkan. Dalam Luttrell (2015: 110) menjelaskan bahwa orang-orang menuntut untuk terhubung dengan satu dan lain yang lain memperbaharui statusnya, belajar mengenal produk baru membagikan ide-ide dan membangun hubungan di media sosial. Peneliti mengaitkan hal tersebut dengan alasan PT Len Industri mengaktivasi beberapa media sosial sebagai saluran publikasi meraih audience dan sebagai sarana branding. Dari penjelasan tersebut terdapat kecocokan antara alasan yang diberikan divisi Komunikasi Korporasi PT Len dan yang diberikan oleh Luttrell yaitu membagikan ide-ide sesuai dengan alasan divisi Komunikasi Korporasi menjadikan media sosial sebagai sarana publikasi dan membentuk branding bagi perusahaan. Ini juga sesuai dengan hasil survei asosiasi penyelenggara jasa internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 menyatakan bahwa sebanyak 97,5% setuju menggunakan media sosial untuk aktivitas berbagi informasi dan sebanyak 90,4% setuju menggunakan media sosial untuk sosialisasi kebijakan pemerintah di mana hal tersebut merupakan alasan di gunakannya media sosial bagi divisi Komunikasi Korporasi.
Pada tahap share menurut Luttrell (2015:41-42), subjek harus berpartisipasi menggunakan media social. Media sosial yang digunakan harusmerupakan media sosial yang memang digunakan oleh publik subjek tersebut. Sebelum menentukan media social mana yang akan
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 280
digunakan ,kita perlu menetapkan siapa yang akan menjadi target audience agar tidak salah memilih media sosial dan menentukan pendekatan seperti apa yang akan kita lakukan . Menurut data statistik Telekomunikasi Indonesia oleh Badan Statistik Indonesia (BPS) tahun 2015 persentase pengguna internet berdasarkan jenis kelamin pengguna internet didominasi oleh kaum laki-laki dengan presentase sebanyak 54 , 90 dan 45,1 untuk kaum perempuan di sisi lain menurut hasil survei asosiasi penyelenggara jasa internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 menyatakan bahwa berdasarkan usia sebanyak 29,2% didominasi oleh kisaran umur 33 -34 tahun kemudian disusul sebanyak 24,4% kisaran usia 25-34 tahun. Berdasarkan data tersebut komposisi pengguna internet berdasarkan pekerjaan sebanyak 62% didominasi oleh pekerja atau wiraswasta dan disusul sebanyak 16,6% oleh ibu rumah tangga sebanyak 7,8% mahasiswa dan 6,3% pelajar. Divisi komunikasi korporasi perlu melihat komposisi jenis kelamin usia maupun latar belakang pekerjaan pengguna internet sebagai salah satu tolak ukur dalam membuat konten meskipun sebenarnya dalam penggunaan bahasa sudah bervariasi namun konten yang disuguhkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing target audiens jika dalam membuat konten minimal mengikuti patokan-patokan tadi divisi komunikasi korporasi bisa menyampaikan informasi dengan efektif. Konten yang dibagikan komunikasi korporasi mengandung informasi mengenai program kinerja dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Bentuk konten yang dibagikan oleh divisi komunikasi korporasi sudah sesuai karena supaya masyarakat tertarik dan tidak jenuh dengan informasi yang bersifat monoton.
Setelah subjek berpartisipasi menggunakan media social subjek dapat connect( saling terhubung) dengan publik di media social tersebut yang nantinya bisa saling membagikan informasi dalam hal ini subjek berupaya membuat public memposting kembali konten yang dibagikan. Adapun cara yang dilakukan oleh PT Len Industri adalah membagikan informasi yang positif menggunakan bahasa yang ringan serta mengemas konten dalam bentuk gambar dan video. Poin terakhir dalam tahap Share adalah bagaimana subjek dapat membangun kepercayaan publik melalui media sosial divisi komunikasi korporasi dalam hal ini melakukan beberapa cara yaitu menanggapi dengan cepat serta memaksimalkan dalam respon. Luttrell (2015: 53) menjelaskan bahwa kepercayaan diperoleh dari hubungan yang berat yang bermakna dibangun dengan
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 281
mendengarkan dan bercakap-cakap dengan audiens dari waktu ke waktu dalam hal ini salah satu tindakan yang dilakukan Komunikasi Korporasi adalah bercakap dengan pemiliknya dalam bentuk tanya jawab ketika ada pertanyaan maka tindakan yang dilakukan adalah tepat. Luttrell (2015: 114) menyatakan bahwa untuk dekat dengan follower terdapat berbagai cara untuk berinteraksi dan ikut serta dalam perbincangan yang bermakna.
Tahap Optimize (Mengoptimalkan) pesan pada pengelolaan
cyberPublic Relations dalam membentuk corporate branding
Pada tahap optimize (mengoptimalkan) terdapat dua unsur yang harus diperhatikan . Pertama, Bagaimana subjek listen and learn (mendengarkan dan mempelajari) apa yang sedang dibicarakan oleh publiknya . Kedua, Bagaimana subjek take part in authentic conversation (Melibatkan diri dalam perbincangan otentik ) publiknya.
Poin dalam tahap listen & Learn, ditemukan dalam hasil penelitian bahwa Komunikasi Korporasi melakukan pencarian hashtag secara manual. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan Luttrel (2015: 42) bahwa dalam melakukan optimalisasi sebuah organisasi harus melihat dan mendengar apa yang di bagikan oleh publiknya menggunakan sosial mention yang dapat mengukur dan menilai perbincangan yang ditujukan kepada organisai.
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai listen and learn hanya mengandalkan fitur mention instagram secara manual. Hal ini belum sesuai dengan konsep Lutrell (2015: 42-43) bahwa pada tahap optimize pada poin mendengarkan dan mempelajari seharusnya suatu subjek menggunakan tools tertentu. Selain itu, pentingnya melakukan social listening dengan social mention karena dengan melakukan hal ini organisasi dapat mengetahui apa yang orang-orang katakan tetang organisasi kita. Kita dapat memberikan
feedback langsung kepada audiens. Salah satu tools yang dapat
di gunakan adalah sosical media management Sproutsocial.com. Devisi Komunikasi Korporasi memiliki target posting minimal lima kali dalam satu hari, tetapi masih belum konsisten. Hal ini belum sesuai dengan pernyataan Luttrell : “Conversation that they have will be much if
you as a practitioner, are part of them” ( Percakapan yang mereka miliki
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 282
dalam percakapan itu) (Luttrel, 2015: 42). dikatakan bahwa dalam media sosial, dalam kontek penelitian ini adalah bagi Humas PT Len Industri melakukan posting pada hari senin dan jumat. Kemudian jam 2 siang , 8 pagi dan 5 sore merupakan waktu yang paling tepat .
Tahap Manage ( Mengelola) informasi pada pengelolaan media sosial dalam membentuk corprate branding
Pada tahap manage ( mengelola) terdapat tiga unsur yang harus di perhatikan. Pertama ,bagaimana subjek melakukan media monitoring terhadap media sosial yang digunakan. Kedua, bagaimana subjek melakukan interaksi dalam waktu yang sebenarnya (real time interactions) . Ketiga, bagaimana subjek memberikan respon cepat (quick responses) publiknya. Adapun kegiatan media monitoring yang dilakukan oleh Divisi Komunikasi Korporasi yaitu mengandalkan mesin analitik bawaan dari media sosialnya. Setiap kali habis membagikan konten untuk melihat siapa yang membaca , menyukai dan me-replay dari followers, memantau lewat pemberitahuan pada notification bar.
Pada tahap manage Luttrell (2015:43) menjelaskan bahwa perbincangan yang berlangsung di situs sosial terjadi dengan cepat dalam hitungan detik . Publik mengharapkan jawaban dan Respon yang cepat dari praktisi PR dan ahli strategi media sosial. Tanggapan terhadap publik dibatasi oleh ketersediaan waktu pada hari tertentu, tanggung jawab pekerjaan lainnya dan kemampuan untuk mengelola volume Interaksi yang berasal dari berbagai aliran social perusahaan seringkali perusahaan hanya mungkin tidak memiliki cukup sumber daya untuk memantau dan mengelola kehadiran sosialnya. semua faktor- faktor ini berhubungan dengan Respon yang lambat dengan publik. Luttrell menjelaskan bahwa memantau media social yang dilakukan lebih kepada interaksi dan kehadiran organisasi di media sosial bukan terkait pemberitaan seperti media monitoring media massa. Luttrell (2015: 43) menjelaskan bahwa untuk memantau dan mengelola apa yang dikatakan oleh publik dapat menggunakan tools yang mampu mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui banyak jaringan. Tools yang dimaksud oleh Luttrell adalah social media dashboard yang mampu memudahkan organisasi dalam memantau dan mengelola. Terdapat dua social media dashboard yang disarankan oleh Luttrell yaitu
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 283
tweetdeck dan HootSuite. Luttrell (2015:43) juga menjelaskan bahwa dengan menggunakan tools tersebut organisasi lebih mudah untuk memantau aktivitas di media sosial sehingga dapat melakukan interaksi pada waktu sebenarnya.
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Luttrell, peneliti mengaitkan hal tersebut dengan hasil temuan di lapangan dimana Divisi Komunikasi Korporasi dalam melakukan media monitoring sejauh ini mengandalkan mesin analitik darimedia sosialnya dan informasi pada notification bar melihat dari apa yang dikemukakan mengenai media monitoring. Luttrell menjelaskan bahwa media monitoring media sosial lebih menekankan kepada aktivitas yang dilakukan baik interaksi maupun kehadiran, terkait analitik yang digunakan sebenarnya sudah benar namun akan lebih efektif apabila Komunikasi Korporasi menggunakan sosial media dashboard yang memang menyajikan data secara komprehensif dan praktis karena dalam satu dashboard informasi mengenai aktivitas media sosial dapat terlihat dan tidak perlu membuka banyak tab atau icon sehingga lebih menghemat waktu. Divisi Komunikasi Korporasi sejauh ini hanya mengandalkan mesin analitik dari media sosialnya. Untuk penggunaan sosial media dashboard dan tools yang lebih rinci dalam mengumpulkan informasi masih belum digunakan. Ada baiknya jika Divisi Komunikasi Korporasi mulai menggunakan alat-alat tadi mengingat jumlah SDM yang ada tidak berbanding lurus dengan banyaknya tugas yang harus dikerjakan dengan menggunakan kedua kombinasi tadi bukan tidak mungkin kinerja dari Media Sosial PT Len Industri akan lebih efektif dan efisien
Pada kolom kedua berisikan hasil temuan penelitian terkait dengan interaksi pada waktu sebenarnya (Real Time interaction) dengan publik berkenaan dengan Real Time interaction Komunikasi Korporasi masih mengandalkan cara-cara manual artinya sejauh ini Divisi Komunikasi Korporasi belum menggunakan aplikasi maupun tools yang secara otomatis bisa menjawab pertanyaan saat itu juga. Adapun interaksi pada waktu sebenarnya yang dilakukan Divisi Komunikasi Korporasi yaitu berusaha untuk menjawab langsung ketika ada pertanyaan masuk namun hal tersebut bergantung pada pertanyaan yang ditanyakan . Jika kebetulan sedang pegang dan ada pemberitahuan masuk akan langsung dijawab. Luttrell (2015: 125) bahwa Interaksi yang otentik dengan audiens di media sosial dapat menjadi aset terbaik bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan hubungan dan memperluas
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 284
brand. Sosial media itu memudahkan menyediakan saluran bagi konsumen untuk meraih suatu brand dan pada gilirannya perusahaan harus merespon. Menurut Luttrell dalam tahap ini perusahaan atau instansi harus mampu memberikan interaksi dalam waktu sebenarnya ( real time interaction). Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa interaksi bisa terjadi tidak dalam waktu sebenarnya artinya ada jeda waktu pada saat pesan dari publik disampaikan dengan waktu di mana perusahaan memberi tanggapan tersebut ini adalah sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Berkaitan dengan Divisi Komunikasi Korporasi berusaha untuk menjawab langsung ketika ada pertanyaan masuk real-time Interaction namun hal tersebut bergantung pada pertanyaan yang ditanyakan dan ketersediaan data jika kebutuhan admin sedang pegang dan ada pemberitahuan masuk akan langsung dijawab. Peneliti melihat dari apa yang dikemukakan Divisi Komunikasi Korporasi belum melakukan real timeInteraction secara maksimal karena terbentur kendala birokrasi dan jumlah SDM sehingga admin tidak bisa standbymemantau pertanyaan yang masuk. Mengaitkan real-time Interaction yang masuk oleh Luttrell peneliti mengartikan sebagai interaksi pada saat itu juga yakni ketika pertanyaan masuk , pada detik itu juga admin memberikan jawaban meskipun real-time Interaction belum maksimal Divisi Komunikasi Korporasi tetap berusaha responsive menanggapi pertanyaan. Bila melihat hasil yang ada memang real time Interaction belum secara maksimal dilakukan oleh Divisi Komunikasi Korporasi maka dari itu sesuai dengan anjuran Luttrell bahwa perlu mengandalkan social media dashboard yang memudahkan untuk memantau aktivitas di media sosial sehingga dapat melakukan interaksi pada waktu sebenarnya.
Pada kolom ketiga berisikan hasil temuan peneliti terkait dengan respon cepat (quick responses)dengan publik berkenaan dengan bagaimanaDivisi Komunikasi Korporasi memberikan respon atau tanggapan tepat terhadap pertanyaan yang diberikan oleh publik. Adapun respon cepat yang diberikan oleh Divisi Komunikasi Korporasi dalam menjawab pertanyaan publiknya yaitu berusaha menjawab dengan cepat ketika ada pertanyaan masuk berusaha memberikan jawaban cepat dengan data yang tepat berusaha memberikan respon cepat meskipun pernyataan salah akun. Pada unsur terakhir dalam tahap manage respon cepat yang diberikan oleh Divisi Komunikasi Korporasi dalam menjawab pertanyaan publiknya sejauh ini berupa berusaha menjawab dengan cepat ketika ada pertanyaan masuk berusaha memberikan jawaban cepat dengan adanya
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 285
data berusaha memberikan respon cepat meskipun pernyataan salah akun. Luttrell (2015: 43) mengatakan bahwa perbincangan yang berlangsung di situs sosial terjadi dengan cepat di mana pada saat yang bersamaan publik mengharapkan respon cepat diberikan oleh perusahaan namun hal ini tidak didukung dengan sumber daya yang ada . Luttrell menganjurkan untuk menggunakan sosial media dasboard untuk mengatasi kendala tersebut . Serupa dengan cara untuk mendengarkan dan mempelajari pada tahap optimize, Luttrell juga menganjurkan penggunaan tools untuk mengetahui apa yang dibicarakan publik . Kombinasi kedua hal tersebut tentunya akan lebih memaksimalkan organisasi dalam memberikan tanggapan cepat. Dalam DarmaAstuti (2007: 165) dikatakan bahwa dalam etika kegiatan E-PR jangan membiarkan orang yang mengirimkan pertanyaan menunggu terlama balasan dari perusahaan atau instansi , karena admin tidak mungkin standby 24 jam sehari untuk memberikan respon terhadap pesan yang masuk . Maka gunakanautoresponder dalam kaitanya memberikan jawaban cepat.
Tahap Engage ( Mengikutsertakan) publik pada pengelolaan cyberpublicrelations dalam membentuk corporatebranding
Pada tahap engage (membagikan) terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan pertama Bagaimana subjek menjalin hubungan dengan para influencer influencer relation kedua Bagaimana subjek mengetahui dimana dan siapa udin mereka Where is The audience ketiga Bagaimana subjek meraih target audience mereka How do i reach them. Komunikasi Korporasi menjalin hubungan dengan influencer. Diakui bahwa Komunikasi Korporasi sejauh ini masih belum memiliki hubungan dengan influencer dari luar. Komunikasi korporasi hanya mengandalkan influencer dengan melakukan kegiatan atau apapun yang berhubungan dengan goverment di tagkan Id nya. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang di sebutkan oleh Luttrell bahwa menjalin hubungan dengan influencer akan membantu upaya media relations tradisonal. Keduanya merupakan jembatan bagi satu sama lain dan tidak saing terpisah . walaupun demikan,media relations tetap dipandang sebagai inti utama dalam menjalin hubungan yang sebaiknya di lakukan praktisi PR termasuk dalam konteks pengelolaan media sosial. Luttrell (2015:44) menyatakan hal yang penting disini adalah bahwa melakukan analisis penelitian memungkinkan anda untuk memahami bagaimana mengukur dengan benar keberadaan perusahaan
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 286
anda dalam bidang sosial saat ini hasilnya akan mempermudah untuk menentukan tingkatan usaha yang harus dilakukan dan percakapan Apa yang dibahas berkenaan dengan organisasi atau brand pada platform media social Luttrell (2015:46) menjelaskan bahwa orang-orang dibalik dunia maya bisa mendapatkan wawasan tentang pemikiran pandangan dan pendapat secara realtime hanya dengan mendengarkan secara seksama terlihat secara otentik dan bersenang-senang untuk itu agar dapat melibatkan audiens objek harus dapat menyentuh pemikiran pandangan dan juga pendapat audiensnya. Menurut pernyataan Nasrulloh (2015: 87 ) keberagaman hal yang dapat menyebabkan tidak semua konsisten bisa diterima oleh semua hal layak karena adanya berbagai kebutuhan alasan dan pertimbangan yang dibuat khalayak mengenai jenis atau platform media sosial yang digunakan . Jika melihat pada pembahasan sebelumnya terdapat konten yang minim engagement dari publik hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasrullah bahwa halayak yang beragam tidak semuanya memeriksa konten yang dibagikan maka dari itu Komunikasi Korporasi perlu menentukan target audiens yang spesifik agar konten yang dibagikan bisa diterima.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Luttrell riset yang dilakukan berusaha mengungkapkan Apa yang harus dilakukan perusahaan di media sosial dan Hasil tersebut bukan hanya untuk menentukan siapa audiencenya. Hasil tersebut merupakan pondasi yang digunakan perusahaan baik dalam menentukan audiens dan yang lebih penting lagi konten apa yang bias dibagikan. Mengaitkan dengan hasil dan apa yang dikemukakan oleh Luttrell peneliti melihat bahwa apa yang dilakukan Komunikasi Korporasi sejauh ini melakukan perbaikan dimulai dari riset audience yang seharusnya dilakukan dari awal sebelum memilih media sosial yang digunakan Luttrel menyarankan melakukan riset sebagai pondasi untuk menentukan apa yang harus dilakukan perusahaan di media sosial. Hal ini berkaitan dengan konten seperti apa yang dibagikan melihat dari engagement yang kurang pada konten yang dibagikan memperlihatkan bahwa konten yang dibagikan dan target audiens masih belum bertemu singkatnya terlepas dari biaya atau waktu yang dibutuhkan untuk melakukan reset mau tidak mau tetap harus melakukan riset sebagaimana yang dikemukakan Luttrell.
Pada kolom terakhir dalam tahapan ini mengenai bagaimana Komunikasi Korporasi berusaha meraih target audiensnya dalam hal ini yang dilakukan Komunikasi Korporasi adalah memberikan nama
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 287
panggilan kepada publiknya dengan sebutan “Sobat Len” agar terasa lebih dekat penaikan konten dan gambar yang memiliki nilai kedekatan dengan publik media sosial salah satunya mengenai hal-hal yang menghibur atau isu hangat Komunikasi Korporasi membagikan konten secara rutin agar timeline tidak sepi pembaca dan follower setia. Komunikasi Korporasi berusaha untuk selalu memberikan jawaban cepat dan jawaban yang meyakinkan dan untuk lebih mendekatkan diri dengan publiknya Komunikasi Korporasi rutin menyapa selamat pagi malam dan sekedar mengingatkan makan sudah makan siang belum. Dari apa yang peneliti lihatLuttrell tidak menjelaskan secara mendalam bagaimana untuk meraihaudiencedalam meraihaudiens berkaitan denganhasil yang diperoleh dari riset . Namun Luttrell (2015 : 46) menjelaskanbahwadi sisi lain jaringan dibalik computer pribadi itu ada orang-orang yang nyata dan mereka bias menambahkan wawasan menjadi pemikiran -pemikiran pandangan-pandangan dan opini -opini dalam waktu sebenar-benarnya secara sederhana dengan mendengarkan sesama ikut sertasecaraasli dan bersenang-senang. Luttrell yang menjelaskan ada beberapa hal dalam meraih target audiens hal-hal tersebut seperti pemikiran pandangan dan opini target audiens itulah yang harus dimunculkan oleh suatu subjek kemudian diraih agar public merasa diikutsertakan dengan suatu kepentingan subjek. Intinya bagaimana subjek mengikutsertakan publiknya dalam kepentingan subjek itu sendiri
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan hasil pembahasan, penulis menyimpulkan bagaimana pengelolaan cyber public relations di PT Len Industri (Persero) dalam membentuk corporate branding berdasarkan tahapan-tahapan dalam model komunikasi The Circular Model of SomeforSocial Communication yaitu, pertama, Pada tahap share (membagikan) Divisi Komunikasi Korporasi PT Len Industri (Persero) mengaktivasi beberapa media sosial seperti facebook, instagram, twitter dan juga website sebagai sarana dalam membentuk corporatebranding. Akan tetapi, dari sekian media sosial yang di aktivasi , media sosial facebook dan instagramlah yang paling aktif digunakan. Adapun alasan Divisi Komunikasi Korporasi mengendalkan media sosial dalam membentuk corporate branding PT Len Industri ding karena berdasar sebagai media yang bersifat mudah dan menarik, serta merupakan media alternatif dalam menyebarkan informasi seputar perusahaan . Konten yang dibagikan
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 288
berisi informasi mengenai program, kinerja, serta kegiatan-kegiatan yang dikemas baik dalam bentuk gambar dan video. Meskipun Divisi Komunikasi Korporasi membagikan konten-konten dalam bentuk yang cukup menarik, namun masih memiliki kekurangan dimana masih kurangnya enggagement masyarakat terhadap konten yang di bagikan.
Kedua, Pada tahap optimize (mengoptimalkan) Divisi Komunikasi Korporasi mengandalkan mesin analitik yang sudah tersedia pada media sosialnya, melakukan pengecekan hashtag dan mentions secara manual. Dalam melibatkan diri dalam perbincangan dengan publiknya, Divisi Komunikasi Korporasi melakukan postingan lima kali sehari meskipun belum konsisten, serta melakukan postingan yang memiliki unsur edukasi teknologi. Divisi Komunikasi Korporasi PT Len Industri memang sudah melibatkan diri dalam perbincangan publik, meskipun begitu masih terdapat kekurangan dimana waktu dalam membagikan konten masih belum tepat sehingga antara konten dan publik tidak saling bertemu. Ketiga, Pada tahap manage (mengelola) Divisi Komunikasi Korporasi PT Len Industri menggunakan mesin analitik dan notification bar dari Komunikasi Korporasi untuk media monitoring media sosial. sejauh ini untuk real time interaction dan quick responses Komunikasi Korprasi berusaha memberikan jawaban yang cepat dan tepat. Komunikasi Korporasi dalam tahap ini masih terkendala SDM yang membuat masih belum bisa berinteraksi secara real time dan memberikan jawaban yang cepat sehingga perlu mengandalkan social media dashboard dan tools seperti yang sebelumnya di sebutkan.
Keempat, Pada tahap enggage ( mengikutsertakan) Komunikasi Korporasi belum menjalin atau bekerja sama dengan influencer luar dan hanya mengandalkan pengetag an ID pada saat melakukan postingan yang melibatkan suatu instansi tersebut. Sebelumnya Divisi Komunikasi Korporasi belum pernah melakukan riset audiens, dalam menentukan konten saja, Komunikasi Korporasi menggunakan audiens berdasarkan karakteristik umum seperti demografi umum. Dalam meraih publiknya Komunikasi Korporasi melakukan kegiatan-kegiatan yang melibatkan audiens untuk turut interaktif seperti melakukan lomba foto, dan mudik bareng yang telah dilakukan lebarin kemarin. Serta menyapa audiens dengan sebutan “Sobat Len” . dalam tahap ini Divisi Komunikasi Korporasi masih kurang dan perlu melakukan perbaikan yang mendasar dimulai dari riset audiens karena hal tersebut berpengaruh pada bagaimana Komunikasi Korporasi menetapkan cara-cara baik,
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)
269-290 289
perlakuan maupun konten yang tepat dan sesuai dengan target audiens. Mengingat kekurangan pada akun ini adalah enggagement dari audiens yang masih kurang, maka perlu adanya perbaikan yang mendasar.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, D. (2004). Manajemen Ekuitas Merek.. Jakarta : Algifara
Agus, S. (2006).Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
Ahmad, F dan Aminuddin. (2004). Tips dan Trik Public Relations. Jakarta: PT Grasindo
Ardianto, E. (2010). Dasar-dasar Public Relations. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Darmastuti, R. (2007). Etika PR. Yogyakarta : Gava Media
Luttrell,R.(2015).Media Sosial: How to Engage,Share and Connect. Dokumendapatdiakses:http//www.une.edu.ve/~cpittol/archive /community.html
Nasrullah, R. (2015). Media Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Qur’ani, D. (2016). Strategi Komunikasi pada Pasar Modal Syariah Berbasis
Cyber Public Relations dalam Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies, 1(10), 17-36.
Ruslan, R. (2014). Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: LP3S
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kualitatif,Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfhabeta
Reputation: Jurnal Ilmu Hubungan Masyarakat Volume 2 Nomor 3 (2019)