• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN APOTEKER CILIK SISWA SEKOLAH DASAR DALAM UPAYA PENGGUNAAN OBAT YANG TEPAT DI LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN APOTEKER CILIK SISWA SEKOLAH DASAR DALAM UPAYA PENGGUNAAN OBAT YANG TEPAT DI LAMONGAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

http://journal.ummat.ac.id/index.php/JCES

Vol. 2, No. 2, Juli 2019, hal. 1-10 ISSN 2614-3666

PELATIHAN APOTEKER CILIK SISWA SEKOLAH DASAR DALAM

UPAYA PENGGUNAAN OBAT YANG TEPAT DI LAMONGAN

Devi Ristian Octavia1*, Muhtaromah Aisyah2

1,2Program Studi Farmasi, Universitas Muhammadiyah Lamongan, Indonesia 1devioctavia1987@gmail.com, 2arumaisyah81@gmail.com

ABSTRAK

Abstrak: Pengobatan sendiri atau yang sering disebut swamedikasi adalah salah satu usaha masyarakatvatau komunitas untuk memelihara kesehatannya sendiri. Pada prakeknya, swamedikasi bisa menjadi akar masalah terkait penggunaan obat (Drug related problem) karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang obat serta penggunaannya. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian di bidang obat dan informasi obat, namun masyarakat banyak yang belum mengenal profesi Apoteker. Saat ini, pemberdayaan program pendidikanvkesehatan serta pelayanan kesehatan di usiavdini terutama di level sekolah dasar (SD) telah mulai berkembang. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah memperkenalkan profesi apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dan sumber informasi obat serta memberikan pelatihan keterampilan dan edukasi tentang penggunaan obat yang tepat. Telah dilakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan di MI Muhammadiyah Latek Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Metode kegiatan ini dilakukan dengan Cara Belajar Insan Aktif (CBIA), simulasi meracik obat dan evaluasi edukasi dilakukan dengan game ular tangga, sehingga memberikan daya ingat kepada siswa/i tentang profesi apoteker dan penggunaan obat yang tepat. Dari hasil evaluasi menunjukkan hasil yang positif yaitu terjadi peningkatan pengetahuan mengenai profesi apoteker dan penggunaan obat yang tepat. Kata Kunci: Apoteker Cilik, Edukasi, Pengabdian Masyarakat

Abstract: Self-medication is partvof the community's efforts tovmaintain its own health. In practice, self-medicationvcan be a source ofvdrug-related problems (Drug related problems) due to the limited knowledge about drugs and their use. Pharmacists are health workers who have expertise in medicine and drug information, but many people do not know the Pharmacist profession. Today, the development of health education programs and health services at school age, especially at the elementary school level has begun to develop. The purpose of thisvcommunity servicevactivity is to introduce the pharmacist profession as one of the health workers and drug information sources and provide skills training and education about the use of appropriate drugs. Community service activities have been carried out at MI Muhammadiyah Latek, Sekaran District, Lamongan Regency. The method of this activity is carried out by Learning Active Persons (CBIA), simulating drugs and evaluating education conducted with snake ladder games, so as to provide memory to students about the pharmacist's profession and the proper use of drugs. The evaluation results showed a positive result, namely an increase in knowledge about the pharmacist's profession and the appropriate use of drugs.

Keywords: Young Pharmacist, Education, Comunity Service

Riwayat Artikel: Diterima: 03 Juni 2019, Disetujui: 30 Juli 2019

https://doi.org/10.31764/jces.v2i2.1482 This is an open access article under the

(2)

A. PENDAHULUAN

Pengobatan sendiri atau yang sering disebut swamedikasi adalah salah satu upayavmasyarakat untukvmenjaga kesehatannyavsendiri. Pada prakteknya, swamedikasi bisa menjadi akar masalahvterkait penggunaanvobat (Drugvrelatedvproblem) karena kurangnya pengetahuan tentang obat danvpenggunaannya (Harahap, Khairunnisa, & Tanuwijaya, 2017). Selama beberapa tahun terakhir, perilaku swamedikasi oleh masyarakat untuk membantu mencegah dan mengobati kondisi medis mereka telah menjadi semakin luas (Soekirman, 2014). Namun, terlepas dari pemberian peringatan dan pencegahan, bahaya kesehatan akibat pengobatan telah terjadi dan terus terjadi. Untuk menangani masalah tersebut, perlu bagi anak-anak dan orang dewasa untuk dididik tentang penggunaan obat yang tepat. Mahasiswa farmasi diharapkan berpartisipasi dalam edukasi ke masyarakat sebagai sarana untuk menegaskan apa yang telah mereka pelajari dan meningkatkan keterampilan komunikasi mereka pada tahap awal dalam pengembangan profesional mereka. Kegiatan ini bermanfaat bagi anak-anak dan siswa farmasi dalam memberikan pendidikan bagi masyarakat umum tentang penggunaan obat yang tepat dan juga membantu untuk mendorong perkembangan apoteker masa depan yang terlatih (Masse, Grandi, Chuang, & Berlie, 2013), (Anbazhagan et al., 2016).

Saat ini, pemberdayaan programvpendidikanvkesehatan serta pelayananvkesehatan di usia dini terutamavdi level sekolah dasar (SD) telah mulaivberkembang, misalnya telah banyak program kesehatan seperti dokter cilik yang dijalankan oleh sekolah-sekolah dasar di Indonesia. Hal ini searah dengan kampanye yang telah dilaksanakan WHOvGlobal SchoolvHealthvInitiative sejak tahun 1995vdalam upaya agar menjalankan dan menegaskan kegiatanvpromosivkesehatan baik di sektor lokal,vnasional,vregional ataupun global.vPromosi kesehatan (promkes) yang dilaksanakan olehvsekolah-sekolah tersebut merupakan penerapan dari kebijakan tentang sekolahvsehat yangvdiperkenalkan olehvWHO di tahunv1995 (Anbazhagan et al., 2016).

Apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan yang memiliki keahlian di bidang obat-obatan (Ikatan Apoteker Indonesia, 2016). Dewasa ini, masyarakat banyak yang belum mengenal profesi apoteker. Melalui apoteker cilik ini kita berusaha untuk mengenalkan profesi apoteker sebagai salah satuvtenaga kesehatanvyangvmemiliki keahlian dibidang penggunaan obatvkepada masyarakat. Menurut Zullies (2016), penting untuk bisa memberikan pengenalan terhadap dunia kesehatan padav anak-anak sejak mereka kecil,vsalahvsatunya melalui program apoteker cilik ini. Penelitian di Jepang menyebutkan bahwa Berdasarkan pada kesehatan dan keselamatan di sekolah maka bimbingan dari dokter, dokter gigi dan apoteker telah dimasukkan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi tentang penggunaan obat secara tepat sangat bermanfaat bagi siswa dan dewan guru (Teramachi, 2013). Penelitian di SD 4 Selogiri Kabupaten Kebumen menyatakan bahwa pengetahuan siswa sekolah dasar tentang profesi Apoteker masih rendah, selain itu siswa juga kurang memahami tentang jenis dan golongan obat serta cara penggunaan obat yang tepat. Pemberian edukasi terbukti bisa meningkatkan

(3)

pengetahuan siswa tentang penggunaan obat yang tepat (Palupi, Sa’pang, & Swasmilaksmita, 2018).

Siswa/i MI Muhammadiyah Latek memiliki permasalahan tentang rendahnya pengetahuan mengenai obat. Siswa tersebut jugavkurang mengenal profesi apotekervsebagai salahvsatu tenaga kesehatan dan sumbervinformasi tentang penggunaan obat. Hal ini menyebabkan anak sering bersikapvenggan dan kurang patuh ketika meminum obat untuk kesembuhanvpenyakit atauvgangguan kesehatan yang dikeluhkannya, sebab mereka menganggap bahwa rasa obat pahit dan tidak enak membuatnya sangat tidak nyaman. Permasalahan lainnya adalah rendahnya pengetahuan anak tentang obat yang tepat dapat berdampak pada perilaku anak yang mudahvterpengaruh untukvmenyalahgunakan obat-obatan, terutamavgolonganvnarkotika, psikotropika dan obat-obat terlarang.vKurangnya pengetahuan tentang obat, juga menyebabkan anak-anakvjuga kurang mengenal obatvtradisional terutama yang bersumber darivtanaman obat keluarga atau TOGA, sehingga antusiasme anak-anak kepada tanaman obat asli Indonesia menjadi berkurang (Antonius Nugraha Widhi Pratama, 2013).

Apoteker memiliki kompetensivdanvkewenangan dalam bidang kefarmasian baik yang berpraktik apotek, klinik, industri, rumah sakit, pendidikan,vdan bidangvlain yang berkaitanvdengan ilmu farmasi. Namun,vprofesi Apoteker kurang di apresiasi keberadaannyavoleh masyarakat Indonesia jika dibandingkanvdengan di manca negara.vBanyak yang mengungkapkan bahwa kesejahteraanvapoteker di Indonesia sekarang sangatvmemprihatinkan dibandingkan dengan dasa warsa terakhir.

Keterangan tersebut menjadi dasar yang sangat pentingvdiadakannya kegiatan braindingvprofesi apoteker harus dimulai sejakvdinivterutama di lingkungan siswa sekolah dasar (SD/MI). ApotekervCilik dibentuk supaya eksistensi profesi Apoteker bisa dikenal layaknya profesi dokter dengan program dokter ciliknya. Selain itu, program ini dapat menjaga harmonisasi antar profesi kesehatan supaya tidak adavperselisihan dan menumbuhkanvrasavsolid dalam bekerjasama untuk meningkatkan kecakapan antar profesi dalam ranah kerjanya masing-masing dalam bidang kesehatan. Interprofesional education skala kecil bisa diwujudkan dengan menjalankan programvUsahavKesehatanvSekolah (UKS). Dokter cilik, apoteker cilikvserta tiruan profesi kesehatanvlainnya seperti bidan, perawat atau fisioterapis dapat dibinavdan dibekali pendidikan seperti tenagavkesehatanvyang real sehingga terwujud lingkungan yangvmenyehatkan untuk seluruh masyarakat. Penulisan artikel ini bertujuanvuntuk memberikan pandangan sebagai upaya meningkatkan peran profesi apoteker sejak usia dini melalui kegiatan Apoteker Cilik serta mengembangkan pembelajaranvharmonisasi antar profesi di bidang kesehatan sejak dini dalam program interprofesional educationvskala kecil di tingkat sekolah dasar (SD/MI) (Anidya, Taufikurrakhman, Akbar, & Ningsih, 2013).

Sejak tahun 2012, Ismafarsi dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggalakkan program Apoteker Cilik (Apocil) untuk mengedukasi siswa SD tentang obat dan kesehatan (Sukawaty, Warnida, & Apriliana, 2017).

(4)

Apoteker Cilik adalah sebuah gagasan untuk meningkatkan peran profesi Apoteker secara lebih real sejak usia dini. Inisiatif ini diharapkan mampu meningkatkanvcitravpositif profesi apoteker di tengah masyarakat agar tercipta kondisi lingkunganvyang menyehatkan untuk masyarakat (Anidya et al., 2013).

Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah memperkenalkan profesi apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dan sumber informasi obat serta memberikan pelatihan keterampilan dan edukasi tentang penggunaan obat yang tepat.

B. METODEPELAKSANAAN

Pengabdian inivdilakukanvpada bulan Oktober 2018. Sasaran dalam kegiatan inivadalah siswa kelas 5 MI Muhammadiyah Latek, Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Tim ini menyasar siswa kelas lima SD karena siswa kelas enam sedang sibuk menyiapkan ujian sekolah, sedangkan siswa kelas empat ke bawah masih terlalu kecil.

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dengan cara edukasi dan sosialisasi profesi Apoteker, dilanjutkan dengan praktek pengenalan obat dengan metode yang menarik seperti Cara Belajar Insan Aktif (CBIA), praktek pembuatan puyer, dan di evaluasi dengan melakukan game ular tangga DAGUSIBU.

Materi yang disampaikan dalam edukasi tentang profesi apoteker adalah : Siapa itu apoteker, Bagaimana Sosoknya, Kilas Sejarah Profesi Apoteker, Dimana mereka bekerja, Apa yang bisa kamu tanyakan dan Apa yang biasa dilakukan oleh Apoteker. Sedangkan materi edukasi tentang obat meliputi: Pengertian obat, jenis obat, bentuk obat, cara penggunaan obat dan penggolongan obat berdasarkan logo, cara mendapatkan obatvyang baik, cara menyimpan obat yangvbenar, dan cara membuang obat yang benar (DAGUSIBU), kemudian di berikan keterampilan cara mencari informasi tentang obat dan cara meracik atau penyiapan obat sebelum diberikan kepada pasien. Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah LCD, banner, mortar dan stamper, alas ular tangga dan dadu.

Dalam prosesvmonitoring danvevaluasi, indikatormkeberhasilan program pengabdian dilihat dari bagaimana respon dari peserta didik ketika tim pengabdian menyampaikan materi. Tim penyaji membuat berbagaimumpan balik, sehinggavpeserta dapatmaktif bertanya dan menjawab.

C. HASILDANPEMBAHASAN

Pelaksanaan pengabdianmkepada masyarakat ini bertujuan untuk memperkenalkan profesi apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan dan sumber informasi obat kepada masyarakat. Ada berbagai caravkreatif yang bisavdilakukan untuk memperkenalkan ilmu kepada anak-anak. Misalnya, dengan membuat “miniatur” profesi seperti “dokter kecil”. Trik ini diterapkan untuk memperkenalkan bidang ilmu obat-obatan alias farmasi. Masalahnya, masih banyak orang belum mengenal profesi apoteker.

Saat ini, pemberdayaan program pendidikanmkesehatan dan pelayananmkesehatan di usia dini khususnya di tingkat sekolah dasar

(5)

telah mengalami perkembangan. Supaya didapatkan hasil yang sempurna, program pemberdayaan pendidikanvkesehatan dan pelayanan tersebutmperlu juga kehadiran apoteker cilik yang kedepannya dapat saling beriringan. “Apoteker Cilik” adalah kegiatan introduksi profesi kefarmasianvkepada anak-anakvusia sekolah agar dapat mengenal dan menimbulkan minat anak terhadap profesi kefarmasian. Sosialisasi tentang dunia kesehatan kepada anak-anak terutama profesi apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan pada umumnya dan penggunaan obat yang tepat khususnya. Seperti yang dikemukakan oleh Saito (2001), Penting bagi siswa sekolah dasar untuk belajar tentang kesehatan, sebagian besar siswa yang telah belajar tentang kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan mereka tentang kesehatan dan obat-obatan, sehingga mereka lebih tepat dalam mengkonsumsi obat, yaitu sesuai dengan indikasi dan kondisinya.

Menurut World Health Organization (WHO) (2018) Penggunaan obat yang tepat atau biasa disebut dengan pengobatan yang rasional adalah jika pasien memperoleh obat yang benar dan cocok untuk kebutuhan klinisnya, dengan takaran dosis yang sesuai kebutuhan, dalam rentang waktu yang efektif dan sesuai, juga dengan harga yang terjangkau baik bagi personal ataupun masyarakat secara luas. Konsep itu, berlaku mulai dari pasien datang pertama kalinya kepada profesi kesehatan, yaitu meliputi ketepatan laporan kondisi pasien, tepat diagnosisnya, tepat indikasi pengobatan, tepat jenis obat yang dipilih, tepat takaran dosisnya, serta tepat cara dan rentang pemberian, diikuti dengan tepat informasi tentang obat yang diberikan oleh tenaga kefarmasian, selain itu juga diperhatikan pula keterjangkauan ekonomi, keptuhan pasien, dan kewaspadaan terhadap efek samping obat. Oleh sebab itu, penggunaan obat yang rasional terdiri dari dua aspek pelayanan yaitu pelayanan medis yang dilakukan dokter dan pelayanan farmasi klinik yang dilaksanakan apoteker. Maka dari itu sangat penting adanya kerjasama yang baik antara dokter dan apoteker dalam menjaga keselamatan pasien melalui penggunaan obat yang rasional dapat terjamin.

Masyarakat awam dan anak-anak kurang mengenal profesi Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan yang merupakan sumber informasi terkait penggunaanmobat yang rasional. Pemakaian obat yangvtidak rasional bisa menyebabkan masalahvyangvcukupvbesarvdalam penurunanvmutu pelayananmkesehatan dan melonjaknya anggaran pemerintah yang diperuntukkanvuntuk obat. Pemakaian obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat dipertanggungkawabkan secara medis. Menurut Robiyanto (2018). Pelaksanaan swamedikasi atau pengobatan sendiri pasien terkait masalah kesehatannya bisa menjadi akar permasalahan dalam pengobatan_(medication_error) karena terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap obat danvpenggunaannya.

Anidya (2013) menyatakan bahwa ApotekervCilik (ACIL) adalah sebuah solusi sebagai upaya untuk meningkatkan eksistensi profesi Apoteker secara lebih real. Seperti halnyavdokter yang ada di Sekolah_Dasar yang diasumsikan dengan Dokter-Kecil, Apoteker_Cilik pun_akan lebih meningkat dan_dapat mempopulerkan nama profesi_Apoteker kedepannya. Praktik implementasi interprofesional education_dapat dipakai sebagai_media untuk melaksanakan kerja samavantar profesi dalam_skala

(6)

kecil._Kemampuan interprofesional tersebut_meliputi kemampuan profesi tertentu untuk menunjang profesi lain, saling memberi_dan menerima saran yang meningkatkan eksistensi masing-masing profesi, serta kemampuan_bernegosiasi. Oleh_karena itu,_adanya Apoteker Cilik sebagai usaha meningkatkan eksistensi profesi_apoteker dan interprofesional education_antar profesi_kesehatan sejak kecil khususnya di gugusan siswa_Sekolah Dasar_sangat mendukung untuk meningkatan tingkatan kesehatan_masyarakat. Hal sama juga diungkapkan oleh Teramachi (2013) bahwa kerjasama antara apoteker, sekolah dan guru bisa meningkatkan pengguanan obat yang benar di masyarakat.

Kegiatan pelatihan keterampilan serta edukasi apoteker cilik kepada siswa-i kelas 5 MI Muhammadiyah Latek Sekaran berjalan dengan lancar dan dihadiri oleh 35 siswa. Kegiatan pengabdian ini diawali dengan diskusi mengenai beragam profesi yang menjadi cita-cita mereka. Berdasarkan hasil diskusi tersebut ternyata sedikit saja (2) siswa yang mengenal profesi Apoteker. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi tentang profesi Apoteker sebagai sumber Informasi Obat dan berlanjut edukasi tentang penggunaan obat yang baik dengan metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA).

Siswa/i peserta kegiatan ini sangat bersemangat terhadap materi yang di berikan. Hal tersebut nampak dari awal sampai akhir acara, terlihat semua siswa aktif berpartisipasi dengan bertanya atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh tim pengabdian. Edukasi tentang penggunaan obat yang baik diawali dengan diskusi tentang obat, pengertian obat, bentuk sediaan obat yaitu pulvis atau puyer, kapsul, tablet, kaplet, sirup, sirup kering, salep, cream, obat tetes, suppositoria, aerosol dan obat injeksi. Cara pemakaian obat yaitu melalui mulut seperti tablet, kaplet, kapsul dan sirup, melalui rektal seperti suppositoria, atau dioleskan seperti pasta, cream dan gel. Dalam pengenalan jenis dan bentuk obat tim pengabdian memberikan sampel dan menjelaskan tentang nama dan kegunaan obat yang di contohkan, serta cara penggunaannya, contohnya sediaan sirup kering, maka harus di encerkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikocok dan diminum sesuai sendok takarnya. Penggolongan obat berdasarkan logo, yaitu hijau untuk golongan obat bebas yang bias_dibeli tanpa menggunakan resep dokter_di apotek atau_toko obat, biru yang berarti bebas_terbatas, yaitu bisa dibeli_tanpa resep dokter namun dalam jumlah terbatas dan Obat keras serta obat Narkotika.

Selanjutnya, siswa diberikan keterampilan mencari informasi mengenai obat melalui tulisan yang tersedia pada produk dan leaflet yang terdapat dalam kemasan obat. Tahap ini sebagai dasar melakukan swamedikasi, sehingga bisa meningkatkan penggunaan obat yang rasional di masyarakat. Kemudian siswa diberikan informasi cara mendapatkan obat yang baik, yaitu di toko obat berizin dan apotek. Tempat pembelian obat yang benar ini perlu disosialisasikan juga mengingat banyaknya oknum yang kurang bertanggungjawab dalam memalsukan produk obat yang didistribusikan di toko-toko kecil di daerah pedesaan. Selain itu, disarankan membeli obat di apotek karena obat yang dijual di apotek kebanyakan melalui distributor resmi dari pabrik obatnya, sehingga dijamin keasliannya. Berikutnya siswa di beri penjelasan tentang cara menyimpan obat yang baik setelah

(7)

digunakan. Cara penyimpanan obat ini harus diperhatikan karena menjamin kualitas dan mutu dari obat tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Karlida (2017) ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap kondisi penyimpanan obat yaitu temperatur, kebersihan, kelembaban, ventilasi, pencahayaan atau kualitas cahaya dan udara serta adanya pemisah atau segregasi. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, yang paling berpengaruh terhadap kualitas bahan dan produk obat saat penyimpanan adalah suhu. Suhu atau temperatur penyimpanan yang tidak sesuai bisa menimbulkan kerusakan bahan atau obat. Oleh karena itu bahan dan obat harus disimpan pada temperatur penyimpanan yang tepat juga harus dilakukan pengendalian atau memonitor suhu penyimpanan supaya ketika terjadi ketidaksesuaian dapat segera diatasi. Selain itu dijelaskan pula bahwa tempat atau ruang penyimpanan obat hendaknya tidak di campur dengan barang lain, misalnya makanan, karena akan mempengaruhi kualitas obat tersebut dan menghindari adanya kontaminasi antara makanan dan obat.

Gambar 1. Edukasi tentang Profesi Apoteker dan Penggunaan Obat yang tepat

Diakhir penjelasan tahap pertama, tim pengabdian memberikan mini quiz untuk mereview materi yang telah disampaikan terkait profesi apoteker dan penggunaan obat yang tepat. Siswa yang bisa menjawab di beri reward sederhana seperti gantungan kunci atau stiker DAGUSIBU. Seluruh peserta tampak antusias dalam menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh tim pengabdian. Hal tersebut terlihat dari hampir seluruh siswa, yaitu 28 siswa atau 80% mengangkat tangan untuk mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan oleh tim pengabdian. Dalam tahap review materi ini, tim pengabdian memberikan lima (5) pertanyaan, yaitu : Siapa itu apoteker, Apa yang bisa ditanyakan kepada apoteker, Bagaimana cara mendapatkan obat yang baik, Bagaimana penggunaan obat yang baik dan bagaimana cara penyimpanan obat yang baik. Dari hasil review yang dilakukan, salah satu siswa yang mengangkat tangan ditunjuk dan didapat bahwa siswa mampu menjawab dan menjelaskan pertanyaan yang dilontarkan dengan benar.

Tahap ke dua siswa diberi kegiatan aplikasi pelayanan kefarmasian. Para siswa-i di kenalkan dengan_perangkat-perangkat danm tahapan-tahapan dalammproses peracikan_obat. Pada tahap ini siswa diberi keterampilan pengalaman meracik obat puyer vitamin C dengan menggunakan mortar dan stamper kemudian membungkus hasil racikan

(8)

tersebut kedalam kertas perkamen yang telah disediakan oleh tim pengabdian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan pada siswa-i cara penyiapan obat sebelum diserahkan kepada pasien, dan merupakan salah satu_kegiatan yang biasa_dilakukan oleh tenaga farmasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Setiap siswa yang meracik obat didampingi oleh mahasiswa D3 Farmasi sambil dijelaskan cara peracikan dan membungkus puyer yang benar. Para siswa terlihat antusias untuk mencoba meracik puyer, terlihat dari semua siswa ingin mencoba membuat puyer. Dari kegiatan tahap ini para siswa jadi tahu dan paham bagaimana tenaga kefarmasian menyiapkan obat untuk pasien, terutama anak-anak, karena yang disimulasikan adalah sediaan puyer, yang biasa di resepkan untuk anak-anak. Beberapa anak menyatakan bahwa mereka menjadi lebih tahu dan paham mengapa ketika menebus obat di apotek harus sabar menunggu obat dari resep yang di racik, kemudian baru diserahkan kepada pasien. Diakhir kegiatan_ini, diakhiri_dengan pemilihan dua (2) peserta didik_paling aktif sepanjang_pelaksanaan kegiatan sebagai_maskot apoteker_cilik yang nantinya akan menjadi ketua tim dalam pelaksanaan tahap ke tiga yaitu game ular tangga DAGUSIBU.

Gambar 2. Memberikan Keterampilan Meracik Puyer

Tahap ke tiga dilakukan evaluasi edukasi yang telah disampaikan dengan cara bermain game ular tangga DAGUSIBU. Kegiatan tersebut dilakukan secara berkelompok, dimana siswa-i dibagi menjadi 2 (dua) tim, kemudian masing-masing tim dipimpin oleh maskot apoteker cilik sebagai pion yang memainkan game ular tangga DAGUSIBU. Di setiap kotak ular tangga terdapat pertanyaan tentang materi yang telah di sampaikan, misalnya “siapa itu apoteker?” atau “DAGUSIBU” seperti pada gambar 4. Siswa yang berdiri diatas ular atau tangga yang berisi pertanyaan atau pernyataan harus menjawab dan menjelaskan tentang poin yang tertera di kotak tersebut, atau bisa dibantu oleh tim nya untuk menjelaskan pertanyaan terkait. Misalkan ketika peserta berdiri pada kotak yang berisi pertanyaan “Dimana bisa mendapatkan obat yang baik?”, maka maskot apoteker cilik menjawab di “Apotek atau toko obat berizin”. Pada akhir kegiatan di berikan hadiah game ular tangga bagi kelompok yang menang, yaitu peserta yang bisa mencapai kotak finish lebih dulu dari lawannya.

(9)

Gambar 3. Game Ular Tangga dan evaluasi materi yang diberikan

Dari gambar di atas (1, 2 dan 3) dapat dilihat bahwa siswa-i yang berpartisipasi dalam kegiatan pengabdian ini sangat antusias dan semangat dalam mengikuti semua kegiatan dari awal sampai akhir. Pada kegiatan evaluasi berupa game ular tangga DAGUSIBU juga para siswa-i kooperatif dan saling kerjasama dengan baik.

Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, menunjukkan keberhasilan peningkatan pengetahuan tentang profesi apoteker dan penggunaan obat yang tepat, terbukti dari hasil evaluasi bahwa sebagian besar siswa (80%) mampu menjelaskan tentang apa itu apoteker, dimana dia bekerja dan apa yang dia lakukan. Selain itu siswa juga mampu menjelaskan tentang obat, macam bentuk sediaan obat, penggolongan obat berdasarkan logonya, bagaimana cara mendapatkan obat yang baik dan penggunaan obat yang tepat.

D. SIMPULANDANSARAN

Kegiatan_pengabdian masyarakat_ini mendapat hasil yang positif bagi siswa dan siswi MI Muhammadiyah Latek Sekaran Lamongan dilihat dari peningkatan pengetahuan siswa tentang profesi apoteker dan siswa mampu menjelaskan penggunaan obat yang tepat sesuai dosis, indikasi, lama penggunaan yang tepat, tempat mendapatkan obat yang baik, menyimpan_obat yang_benar, dan memusnakan obat yang telah rusak atau kadaluarsa. Selanjutnya, perlu dilakukan follow-up kegiatan untuk melihat perubahan perilaku siswa setelah mendapatkan pengetahuan tentang profesi Apoteker dan Penggunaan Obat yang tepat.

UCAPANTERIMAKASIH

Terima kasih kepada kepala MI Muhammadiyah Latek Sekaran Lamongan yang telah memberikan tempat bagi dosen untuk melaksanakan+salah satu poin Tridarma Perguruan_Tinggi yaitu Pengabdian_kepada_masyarakat. DAFTARRUJUKAN

Anbazhagan, S., Shanbhag, D., Antony, A., Bhanuprakash, K., Anbazhagan, S., Chandran, N., & Ramakrishna, G. (2016). Comparison of effectiveness of two methods of health education on cancer awareness among adolescent school children in a rural area of

Southern India. Journal of Family Medicine and Primary Care, 5(2), 430.

https://doi.org/10.4103/2249-4863.192357

Anidya, C. M., Taufikurrakhman, A., Akbar, Z., & Ningsih, E. S. (2013). ACIL “Apoteker Cilik”: Upaya Membangkitkan Eksistensi Profesi Apoteker Dan Sistem Interpersonal

(10)

Education Profesi Kesehatan Sejak Dini. Khazanah, 6(1), 35–40. https://doi.org/10.20885/khazanah.vol6.iss1.art4

Antonius Nugraha Widhi Pratama, D. H. (2013). Buku Saku Apoteker Kecil Untuk Siswa SD. In Program Ipteks bagi Masyarakat (IbM).

Harahap, N. A., Khairunnisa, & Tanuwijaya, J. (2017). Tingkat Pengetahuan Pasien dan

Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan. Jurnal Sains Farmasi

& Klinis, 3(2), 186–192.

Ikatan Apoteker Indonesia. (2016). Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Standar

Kompetensi Apoteker Indonesia, 1–56.

Masse, J., Grandi, S., Chuang, C., & Berlie, H. (2013). Pharmacy student participation in an interprofessional medical relief trip as members of a joint student organization. Pharmacotherapy, 33 (10), e200.

Palupi, K. C., Sa’pang, M., & Swasmilaksmita, P. D. (2018). Edukasi Gizi Seimbang Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Jurnal Abdimas, 5, 49– 53.

Soekirman. (2014). Tingkat Pengetahuan Dan Rasionalitas Swamedikasi Pasien di Tiga Apotek Kecamatan Medan Sunggal. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2 Sukawaty, Y., Warnida, H., & Apriliana, A. (2017). Apoteker Remaja, Edukator Kesehatan

Sebaya di SMAN I Rantau Pulung dan SMPN I Samarinda. Jurnal Abdimas

Mahakam, 1(2), 112. https://doi.org/10.24903/jam.v1i2.244

Teramachi, H. (2013). Establishment of a “Correct use of medicine” educational program for health and physical education at junior high schools. Yakugaku Zasshi, 133(12), 1325– 1334. https://doi.org/10.1248/yakushi.13-00226-4

Gambar

Gambar 1. Edukasi tentang Profesi Apoteker   dan Penggunaan Obat yang tepat
Gambar 2. Memberikan Keterampilan Meracik Puyer
Gambar 3. Game Ular Tangga dan evaluasi materi yang diberikan

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya Holsti, definisi yang luas mengenai politik luar negeri juga diberikan oleh Christoper Hill yang mengatakan politik luar negeri sebagai jumlah hubungan luar resmi

Berdasarkan beberapa penelitian diatas, yang judulnya hampir sama dengan penelitian penulis, tetapi permasalahannya berbeda, penulis sendiri meneliti tentang

Dari hasil ini kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Catur Sugiarto (2006), Eko Nurdin Kurnianto dan Budi Astuti (2013) yang menyatakan ada pengaruh Persepsi

Sebuah tongkonan yang menjalankan keempat aktivitas utama dalam akuntabilitas spiritual melalui pelaksanaan ritus (aluk) dalam budaya lokal yang telah disucikan menjadi

Menurut Sudjana dan Rivai (2011: 4-5) yang menjelaskan bahwa dalam kepentingan pembelajaran untuk memilih media sebaiknya memperhatikan beberapa kriteria sebagai

Stratigrafi daerah Bukit Hijau dan sekitarnya, dibagi menjadi lima satuan dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi, dari tua ke muda, yaitu satuan lava porfiri

Jadi, Cost Benefit Analysis (CBA) adalah suatu analisis sistematis yang digunakan untuk menghitung serta membandingkan biaya dan manfaat dari suatu proyek, keputusan