• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura menyerang tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura menyerang tanaman"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae)

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama daun yang penting karena mempunyai kisaran inang yang luas meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, ubi jalar, kentang, dan lain-lain. S. litura menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun sajaa (Laoh dkk, 2003).

Kerusakan yang disebabkan oleh ulat grayak pada tanaman tembakau

mencapai 40 – 50% atau tanaman tembakau tidak bisa dipanen daunnya (BPTD, 2004).

Telur diletakkan secara berkelompok pada helaian daun sebelah bawah dengan jumlah 250-300 butir. Telur ditutupi jaringan halus warna putih kekuningan. Koloni telur berwarna cokelat kekuningan (Gambar 1).

Gambar 1. Telur S. Litura Sumber: Foto Langsung

(2)

Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya bergerombol sampai instar ketiga. Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri 5-6 instar. (Gambar 2) (BPTD, 2004).

a. b.

Gambar 2. Larva S. Litura a. Instar 2 dan b. Instar 4 Sumber: Foto Langsung

Lama stadia larva 17-26 hari, yang terdiri dari larva instar 1 antara 5-6 hari, instar 2 antara 3-5 hari, instar 3 antara 3-6 hari, instar 4 antara 2-4 hari,

dan instar 5 antara 3-5 hari (Cardona dkk, 2007).

Pupa berada di dalam tanah atau pasir. Pupa berbentuk oval memanjang

dan berwarna cokelat mengkilat. Pupa memiliki panjang dan lebar antara 22,29 + 0,7 mm dan 7,51 + 0,36 mm, lama stadia pupa 9-14 hari (Cardona dkk, 2007) (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa S. Litura Sumber: Foto Langsung

(3)

Imago jantan dan betina memiliki rambut harus pada tubuhnya. Betina berwarna coklat pucat sedangkan jantan berwarna lebih gelap. Ukuran tubuh betina lebih besar dengan abdomen yang besar sedangkan jantan lebih sempit dengan bagian ujung abdomen runcing (Gambar 4) (Cardona dkk, 2007).

a b

Gambar 4. Imago S. Litura a. Betina dan b. Jantan

Sumber:http://www.eppo.org/QUARANTINE/insects/Spodoptera_ litura/PRODLI_images.htm. Diakses pada 22 Februari 2012

Ngengat aktif pada malam hari dan serangga betina bila meletakkan telur dalam bentuk paket dan satu paket bisa mencapai 200-300 butir. Seekor betina bisa meletakkan telur mencapai 800-1000 butir. Dan lama masa hidup imago 5-9 hari. Lama siklus dari hama ini adalah 24-41 hari (Subandrijo dkk, 1992).

Gejala Serangan S. litura

Hama ini merusak tanaman tembakau pada stadia larva, yang memakan daun tembakau mulai dari bibitan sampai ke pertanaman di lapangan. Serangan hama ini berlangsung pada malam hari. Akibat serangan ini daun-daun akan berlubang-lubang sehingga daun tembakau menjadi tidak utuh, dan secara langsung akan menurunkan rendemen cerutu dari setiap daun yang rusak (Abidin, 2004). Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak

daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal a

(4)

tulang-tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya tanaman (Gambar 5) (Sudarmo, 1992)

Gambar 5. Gejala serangan S. Litura Sumber: Foto Langsung

Serangan yang ditimbulkan akan kelihatan daun transparan karena daging daun habis dimakan. Pada instar ke-4 dan ke-5 larva menyebar ketanaman didekatnya terutama bila daun untuk dimakan sudah berkurang (BPTD, 2004). Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

Famili Baculoviridae terdiri dari dua generaasi yaitu Nucleopolyhedrosis virus biasanya dikenal dengan NPV dan Granular Virus biasanya dikenal dengan GV. NPV saat ini mempunyai lebih dari 100 isolat dan sangat efektif tetapi sebatas hanya untuk serangga-serangga Lepidoptera (Hall dan Menn, 1999). NPV berbentuk batang dan terdapat di dalam inclusion bodies yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat di dalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, hipodermis, dan matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5-15 µm dan mengandung partikel virus yang disebut virion. Virion berbentuk batang, berukuran 40-70 nm X 250-400 nm, dan berisi nukleokapsid yang mengandung molekul deoxy-ribonucleic acid (DNA). Virion yang mengandung satu nucleokapsid disebut singly-enveloped NPV, sedangkan

(5)

yang mengandung beberapa nukleokapsid disebut multiply-enveloped NPV (Payne dan Kelly 1981). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat di bawah mikroskop elektron dengan pengecatan negatif atau dengan teknik irisan jaringan yang terinfeksi NPV (Gambar 6) (Arifin, 2011).

Pembentukan Occlusion body yang umum dalam virus serangga yang spesifik (Baculovirus dan Cypovirus), dan struktur ini berfungsi untuk melindungi partikel virus dari lingkungan ekstrim selama masa transmisi. Sehingga NPV berpotensi sebagai agens pengendalian hayati (Miller dan Andrew, 1998).

Rekombinan NPV merupakan vektor yang efisien untuk tingkat tinggi

ekspresi gen asing dalam penelitian dasar dan aplikasi medis (Kamita dan Maeda, 1993). NPV adalah salah satu jenis virus patogen yang

berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak, karena bersifat spesifik, selektif, efektif untuk hama-hama yang telah resisten terhadap insektisida dan aman terhadap lingkungan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kerusakan buah kapas akibat hama Helicoverpa armigera

Gambar 6. Diagram inclusion bodies NPV Sumber: Riyanto (2008).

(6)

mampu ditekan sampai 5,6% setelah diplikasikan di NPV dibandingkan dengan kontrol mencapai 11,53% (Gotham dkk, 1990 ; Indrayani dkk, 1998). Efektivitas NPV dalam mengendalikan S. litura dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan tingkat instar S. litura Okada (1977 dalam Soekarna 1985). Masing-masing tingkat larva S. litura mempunyai kerentanan yang berbeda terhadap NPV (Laoh dkk, 2003).

NPV pada umumnya menyerang paling banyak pada ordo Lepidoptera (86%) dan sedikit pada ordo Hymenoptera (7%) serta ordo Diptera (3%). Berbagai virus NPV mempunyai prospek untuk digunakan dalam pengendalian hayati. NPV telah diisolasi dari berbagai semua serangga seperti Spodoptera, Helicoverpa (Heliothis), Trichoplusia, Plusia, Pectinophora, Neodiprion, Melacosoma, Agrotis, Chilo, dll. Genus serangga tersebut merupakan hama penting pada berbagai tanaman di Indonesia (Untung, 1993). Aizawa (1987 dalam Sutarya 1995), membuktikan bahwa aplikasi virus yang semakin tinggi konsentrasinya akan mengakibatkan makin banyaknya polihedra virus yang tertelan dan akan makin banyak jaringan larva yang terinfeksi virus sehingga akan mempercepat kematian larva. Sebaliknya pada konsentrasi virus yang rendah akan memperpanjang periode laten bagi virus dalam tubuh serangga (Laoh dkk, 2003).

Virus memperbanyak diri dalam tubuh di dalam sel inang atau dalam tubuh larva dengan memanfaatkan protein yang terdapat dalam tubuh larva yang dihasilkan melalui sintesa metabolisme dan bahan organik didalam sel. Virus khususnya famili Baculoviridae peka terhadap faktor fisik yaitu UV dan suhu tinggi. NPV merupakan salah satu patogen berstatus musuh alami yang menginfeksi ulat grayak. Patogen ini memiliki beberapa sifat menguntungkan,

(7)

antara lain (a) memiliki inang spesifik, (b) tidak membahayakan serangga bukan sasaran, manusia, dan lingkungan, (c) dapat mengatasi masalah keresistensian ulat grayak terhadap insektisida, dan (d) kompatibel dengan komponen PHT lainnya, termasuk insektisida (Arifin, 2011).

Mekanisme Infeksi dan Gejala Serangan Serta Penyebaran NPV

Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9,0 - 10,5), selubung polihedra larut, sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi

sel-sel yang rentan (Gambar 7). Replikasi virion terjadi di dalam inti sel (Arifin, 2011).

Gambar 7. Mekanisme infeksi NPV Sumber: Riyanto (2008)

Dalam waktu 1-2 hari setelah polihedra tertelan, hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh. Larva tampak berminyak, disertai dengan membran

(8)

integumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat kemerahan, terutama pada bagian abdomen. Kemampuan makannya menurun, sehingga pertumbuhannya lambat. Larva cenderung merayap ke pucuk tanaman kemudian mati menggantung dengan posisi terbalik dengan tungkai semu bagian akhir pada tanaman (Gambar 8) (Irfan dkk, 2007).

Gambar 8. Gejala NPV pada larva S. litura Sumber: Foto Langsung

Integumen larva yang mati mengalami lisis dan disintegrasi, sehingga sangat rapuh. Apabila integumen robek, dari dalam tubuh larva keluar cairan hemolimfa berwarna putih kecoklatan yang mengandung polihedra. Larva muda (instar 1-3) mati dalam 2 hari, sedangkan larva tua (instar 4-6) dalam 4-9 hari setelah polihedra tertelan (Arifin, 2011).

Apabila virus telah masuk ke dalam tubuh serangga polihedra NPV akan larut dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki sel-sel bagian perut serangga dan kemudian memperbanyak diri. Setiap sel yang terinfeksi virus nukleusnya membengkak dan dipenuhi oleh masa padat yang disebut viroplan. Proses perbanyakan nukleokapsid berjalan dengan cepat sehingga terbentuklah banyak polihedra yang memenuhi seluruh sel tubuh serangga akhirnya mengakibatkan kematian. Proses masuknya virus ke dalam

(9)

tubuh serangga sampai dipenuhinya sel-sel tubuh serangga oleh virus berjalan antara 4 hari sampai 3 minggu tergantung pada jenis NPV, jenis serangga inang, jumlah polihedra yang masuk, instar larva yang mulai terinfeksi dan keadaan suhu (Untung, 1993).

Larva ulat grayak instar 1 sampai 3 lebih peka terhadap NPV daripada larva instar 4 dan 5. Larva instar 5 menunjukkan ketahanan 100 kali lebih besar dari pada larva instar 1 (Arifin dan Waskitoe, 2001).

Semakin tinggi konsentrasi virus yang digunakan maka persentase kematian larva semakin tinggi dan kemampuan larva merusak daun juga menurun (Poinar dan Gerard, 1984).

NPV tertular melalui kontaminasi pada makanan larva, polihedra dari larva yang yang terinfeksi virus hancur dan jatuh pada daun kemudian daun tersebut termakan oleh larva lain. NPV juga terdapat pada larva dewasa jika larva terserang NPV. Penularan NPV juga dapat terjadi secara transovarial, artinya induk yang terinfeksi NPV dapat menghasilkan telur yang terkontaminasi NPV (Laoh dkk, 2003). Larva yang terserang NPV dapat dilihat dari gejala serangan yang antara lain terlihat larva semakin malas bergerak, pertumbuhannya, kulit berganti warna semakin pucat dan larva bergerak ke pucuk tanaman. Larva yang mati karena virus posisi tubuhnya seperti patah dan menggantung pada bagian tanaman (Untung, 1993).

Adanya kenyataan bahwa NPV berdaya bunuh lambat membawa konsekuensi kemungkinan terjadinya kerusakan daun. Menurut Tanada dan Kaya (1993), tingkat kerusakan daun karena NPV ditentukan oleh kemampuan makan, waktu kematian, dan banyaknya larva yang mati. Makin banyak polihedra yang

(10)

tertelan oleh larva, makin besar peluang terjadinya infeksi, dan semakin cepat larva mati. Apabila tingkat kematian larva tinggi, maka total luas daun yang

dimakan larva berkurang, sehingga tingkat kerusakan daun menjadi rendah (Arifin dan Desti, 1999).

Virus memperbanyak diri di dalam sel inang atau dalam tubuh larva dengan memanfaatkan protein yang terdapat dalam tubuh larva yang dihasilkan melalui sintesa metabolisme dan bahan organik didalam sel. Virus khususnya

Baculoviridae peka terhadap faktor fisik yaitu UV dan suhu tinggi (Drieche dan Bellows, 1996).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Virus

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan virus antara lain: a. Jenis Inang

Kebanyakan virus yang digunakan untuk mengendalikan hama antara lain NPV dan GV. Virus tersebut telah diuji tetapi hanya efektif pada Lepidoptera dan tidak efektif pada hewan bertulang belakang. Virus yang telah diuji lebih jauh tidak secara langsung menginfeksi atau tidak membahayakan parasitoid hama karena hanya efektif pada inang yang sesuai. Virus yang menyerang serangga secara khusus menyerang inang yang hanya dari satu genus atau

berhubungan dari genera dari satu famili yang dapat diinfeksi (Drieche dan Bellows, 1996).

Variabel kemanjuran SlNPV dan mortalitas larva S. litura pada tanaman inang yang berbeda dapat berhubungan dengan metabolit sekunder, enzim, dan pH tanaman inang. Keefektifan SlNPV terhadap S. litura berbeda apabila terdapat pada tanaman yang berbeda (Ravushankar dan Venkatesha, 2010).

(11)

b. Umur dan Tingkat Instar

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan NPV sebagai pengendali ini adalah umur atau tingkat instar serangga sasaran tersebut. Okada (1977 dalam Soekarna 1985) yang melakukan penelitian di Jepang pada

tahun 1977 menemukan perbedaan kepekaan antar instar larva S. litura dan Leucania separata terhadap NPV. Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan

bahwa instar I dan II dari kedua jenis larva lebih rentan dibandingkan dengan instar III, IV, V dan VI (Laoh dkk, 2003).

c. Suhu

NPV relatif tahan terhadap suhu tinggi. Suspensi NPV pada suhu 65OC selama 20 menit tidak menurun aktivitasnya. Aktivitas NPV mulai menurun pada suhu 70OC dan menjadi inaktif pada suhu 85OC setelah 5 menit. Suhu lapang (<45OC) tidak berpengaruh terhadap stabilitas NPV. Meskipun demikian, replikasi virus mulai dihambat pada suhu 40OC. NPV sebaiknya disimpan pada suhu rendah. Aktivitas suspensi NPV yang disimpan pada suhu -20O dan 5OC sangat stabil dan tidak menurun setelah 15 tahun. NPV yang disimpan pada suhu 37OC selama 4 minggu masih menunjukkan aktivitasnya (Arifin, 1993).

Untuk penyimpanan jangka pendek (menit atau jam) selama percobaan di laboratorium atau rumah kaca, adalah inokulum virus dianjurkan disimpan di atau dekat 00C. Ini biasanya dilakukan dengan tabung berisi inokulum dalam ember es (Walkey, 1985).

(12)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca BPTD (Balai Penelitian Tembakau Deli), PT. Perkebunan Nusantara II, Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun tembakau, Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) yang berasal dari BPTD, larva ulat grayak (S. litura), akuades, media tanam 3 : 2 : 1 (tanah humus : pasir : pupuk kompos), dan bibit tanaman tembakau varietas F1 – 45 bahan lain yang mendukung penelitian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain blender, stoples, beaker glass, kain muslin, handsprayer, timbangan, polibag, alat tulis dan alat lain yang mendukung penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu:

Faktor I : Stadia Larva I1 = Larva instar 2

(13)

Faktor II : Suspensi larva terinfeksi virus V0 = Kontrol (Tanpa Perlakuan)

V1 = Suspensi 10 ekor larva terinfeksi virus/liter air

V2 = Suspensi 20 ekor larva terinveksi virus/liter air

V3 = Suspensi 30 ekor larva terinveksi virus/ liter air

Kombinasi perlakuan adalah : I1V0 I2V0

I1V1 I2V1

I1V2 I2V2

I1V3 I2V3

Banyak ulangan dari masing-masing perlakuan adalah : t1 (t2 - 1) r ≥ 15

2 (4 – 1) r ≥ 15

6 r ≥ 15

r ≥ 15/6

r ≥ 2,5 r = 3 ulangan

Banyak ulangan adalah 3 ulangan

Kombinasi perlakuan : 8 perlakuan

Jumlah perlakuan : 8 x 3 = 24 perlakuan Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman

(14)

Data dianalisis dengan sidik ragam menggunakan model linier : Yijk = µ + αi + βj + αβij + ∑ijk

Yijk = Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j. µ = Nilai tengah umum

αi = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan ke-i βj = Nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-j

αβij = interaksi dari faktor a pada taraf ke i dan faktor b pada taraf ke j

∑ijk = Efek eror karena pengaruh perlakuan pada taraf ke-i, faktor b pada taraf ke-j dan pada ulangan ke-k

Pelaksanaan Penelitian Perbanyakan Ulat Grayak

Perbanyakan ulat grayak dilakukan dengan cara mengambil sebanyak mungkin kelompok telur dari pertanaman tembakau. Kelompok telur tersebut diambil bersamaan dengan daun tembakau. Telur-telur yang menempel pada daun tembakau tersebut diletakkan pada tempat perbanyakan, kemudian kelompok telur dibiakkan di tempat tersebut. Perbanyakan hama dilakukan untuk mendapatkan larva dengan instar yang sama.

Persiapan Pembibitan

Persemaian dibuat dengan bedengan dengan ukuran 1 x 6 m dengan arah Utara-Selatan. Naungan pembibitan dibuat dengan arah Timur-Barat dan tinggi tiang sebelah Timur 80 cm dan sebelah Barat 60 cm.

(15)

Sebelum benih disemaikan tanah diolah sampai gembur kemudian dibiarkan selama satu minggu. Pada persemaian ditaburkan kompos sebanyak 10 kg secara merata di atas permukaan tanah.

Persiapan Media

Sementara melaksanakan pembibitan, areal pertanaman dibersihkan dari sisa-sisa tanaman kemudan dibuang. Disiapkan polibag dengan ukuran 15 kg, kemudian polibag diisi dengan tanah yang sudah disterilkan. Seterusnya dibuat plot percobaan.

Penanaman

Setelah areal pertanaman selesai dibersihkan dan bibit telah berumur 40 hari maka bibit tersebut dipindahkan ke polibag. Bibit dipindahkan dari pembibitan, dan waktu penanaman bibit, tanah ditekan sedikit agar tegak pertumbuhannya dan tidak rebah.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi hari. Hal ini dilakukan karena tanaman tembakau pada fase pembibitan memerlukan cukup air untuk perumbuhannya. Penyiraman dilakukan sampai tahap pertumbuhan.

Penyisipan dilakukan pada tanaman di dalam polybag yang mengalami kegagalan pertumbuhan. Penyisipan dilakukan pada sore hari yang diambil dari plot tanaman yang dikhususkan untuk tanaman sisipan. Waktu penyisipan selambat-lambatnya 2 MST.

Penyiangan gulma dilakukan satu minggu sekali tergantung pada keadaan gulma di dalam polibag.

(16)

Pemupukan yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPTD

(Balai Penelitian Tanaman Tembakau Deli) Medan yaitu pupuk mixed (NPK 12,5 : 7,5 : 10), KNO3 dengan dosis 10 gr/tanaman yang diberikan dua kali,

pertama pada saat bibit tembakau akan ditanam ke polibag yang diberikan pada lubang tanam sebanyak 1/3 (10 gram/lubang tanam), pemupukan kedua dilakukan pada saat tambah media 1x pada umur 7-10 hari sebanyak 1/3 (10 g/tan) ditabur di sekitar tanaman (melingkar). Pupuk KNO3 diberikan pada umur tanaman 16-20 hari (pada saat tambah media 2x) sebanyak 1/3 (10 g/tan) diberikan dengan cara ditabur di sekitar tanaman (dibuat melingkar).

Perbanyakan Virus

Daun tembakau dicelupkan kedalam larutan NPV (100 gr NPV/liter air). Setelah itu daun tembakau di keringanginkan dalam stoples

berukuran besar, kemudian dimasukkan larva ulat grayak ke dalam stoples. Larva yang terinfeksi NPV dapat dilihat dari gejala serangan antara lain terlihat larva berganti warna semakin pucat, larva malas bergerak, nafsu makan menurun kemudian larva akan mati. Untuk selanjutnya digunakan sebagai sumber virus bagi larva ulat grayak berikutnya.

Aplikasi Virus

Larva yang terinveksi NPV kemudian disimpan dalam lemari pendingin sebagai persediaan bahan pembuatan larutan NPV untuk keperluan perlakuan dalam percobaan. Larva yang terinfeksi diambil sesuai perlakuan kemudian dihaluskan dengan blender lalu dicampur air 100 ml, disaring dengan kain muslin. Kemudian larva ulat grayak sehat diletakkan pada tanaman tembakau,

(17)

masing-masing tanaman diletakkan 5 ekor larva. Aplikasi virus dilakukan terhadap larva instar 2 dan 4.

Peubah Amatan

Persentase Mortalitas (%)

Pengamatan terhadap ulat grayak yang mati dilakukan setiap hari setelah satu hari aplikasi. Persentase mortalitas dilakukan dengan menghitung larva yang mati dengan menggunakan rumus:

M

=

a

a+b

𝑥𝑥 100%

Keterangan:

M = Persentase mortalitas Larva S. litura a = Jumlah S. litura yang mati

b =Jumlah S. litura yang hidup (Laoh dkk, 2003)

Intensitas Serangan (%)

Pengamatan dilakukan dengan mengamati persentase serangan hama dari ulat grayak dengan menggunakan rumus :

IS

=

∑(nxv )

NxZ

𝑥𝑥 100%

Dimana:

IS = Intensitas Serangan hama (%)

n = Jumlah daun rusak tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori terserang

(18)

Z = Nilai skala tertinggi kategori serangan Nilai skala dapat dikategorikan sebagai berikut: 0 = Daun sehat tidak ada serangan

1 = > 0-25 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati 2 = > 25-50 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati 3 = > 50-75 % yang terserang dari jumlah daun yang diamati 4 = > 75-100% yang terserang dari jumlah daun yang diamati (BPTD, 2004).

Periode Inkubasi Virus Dalam Tubuh Larva (Hari)

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menghitung waktu yang dibutuhkan sejak larva memperlihatkan gejala awal hingga larva mati.

Gambar

Gambar 1. Telur S. Litura  Sumber: Foto Langsung
Gambar 2. Larva S. Litura a. Instar 2 dan b. Instar 4   Sumber: Foto Langsung
Gambar 4. Imago S. Litura a. Betina dan b. Jantan
Gambar 5. Gejala serangan S. Litura  Sumber: Foto Langsung
+4

Referensi

Dokumen terkait