Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,
memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk
kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama
penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat
yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode pengumpulan data secara kuantitatif pada penelitian ini. Terdapat dua jenis sumber data pada penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder.
3.1.1 Wawancara
Penulis juga melakukan wawancara dengan dua orang narasumber pada tanggal 20 September 2017, yaitu Mas Dika (Kepala Seksi di Dinas Lingkungan Hidup Tangerang) dan Mas Supriyanto (Kepala Seksi di Dinas Lingkungan Hidup Tangerang) untuk mendapatkan data yang valid mengenai sampah-sampah, jenis, jumlah, kendala, hingga penanganan yang sudah dilakukan. Beliau juga telah memberi ijin dalam hal pemakaian logo Dinas Lingkungan Hidup Tangerang untuk kepentingan akademis, seperti yang dikatakan pada wawancara tanggal 9 Oktober 2017 lalu. Berikut adalah hasil wawancara dengan Mas Dika dan Mas Indra, selaku kepala seksi DLHT.
1. Menurut bapak, apa yang dimaksud dengan lingkungan hidup yang baik? Lingkungan hidup yang baik itu harus seimbang, seperti filosofi hidup. Jika ada suatu hal yang tidak dapat dihindari, harus dibuat solusinya agar tetap seimbang.
2. Jika dikategorikan, sampah itu ada jenis apa saja?
Organik, anorganik, dan B3 (bahan berbahaya dan beracun) pada umumnya, namun bisa juga dikategorikan ke sampah alam, sampah manusia, serta sampah rumah tangga. Jika dikategorikan berdasarkan bentuk, ada sampah padat dan sampah cair.
3. Ciri sampah yang terkelola itu seperti apa?
Sampah yang terkelola merupakan sampah yang sudah dipilah antara organik, anorganik, dan B3.
4. Apakah ada akibat jika sampah tidak dipilah?
Ada, yang paling berdampak adalah hilangnya waktu untuk memilah sampah, atau ada sampah organik, anorganik atau B3 yang tercampur untuk dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA), yang dapat merugikan.
5. Adakah guna bank sampah dalam memilah sampah tersebut?
Tentu ada, karena bank sampah anak memilah antara sampah organik, anorganik, serta B3. Dengan pemilahan sampah seperti ini, kita dapat mengurangi sampah yang akan masuk ke TPA, mendaur ulang sampah anorganik, atau mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos.
6. Styrofoam masuk ke jenis sampah yang mana?
Styrofoam merupakan salah satu sampah yang dikategorikan ke B3, karena
tidak dapat terurai dan sangat tidak bernilai di mata para pemulung maupun tukang sampah.
7. Berapa banyak sampah yang dihasilkan oleh rakyat dalam periode tertentu?
Sebenarnya dalam satu hari, sampah yang dihasilkan oleh satu orang sekitar 0.6kg, namun dengan jumlah penduduk sebanyak 2.060.000 jiwa, angka itu sangat besar.
8. Apakah ada daur ulang untuk sampah jenis styrofoam?
Di luar negeri sebenarnya sudah memiliki teknologi untuk melakukannya, namun di Indonesia belum ada sama sekali.
9. Apakah permasalahan sampah ini cukup berbahaya bagi daerah Tangerang?
Ya, karena jika tidak dihandle sama sekali, TPA Tangerang akan penuh dalam kurun waktu dibawah 3 tahun kedepan. Covering sampah pun sangat mahal, karena menggunakan tanah merah yang memiliki ketebalan 10 hingga 15cm. Biaya yang dikeluarkan juga tidak murah, satu tahun bisa keluar sekitar 23 miliar untuk membeli tanah saja. Covering tanah juga dilakukan maksimal 7 hari sekali. Maka itu, jika sampah dipilah oleh masyarakat sendiri, atau melalui bank sampah pasti dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk dan memperpanjang umur sebuah TPA.
10. Apakah akan ada upaya untuk mengurangi dan menanggulangi sampah tersebut, terutama styrofoam?
Telah mengeluarkan poster dan himbauan, namun untuk rencananya, akan mirip dengan bandung, yaitu mengeluarkan larangan penggunaan styrofoam. Untuk penanggulangan, saat ini maksimal yang dapat kami lakukan adalah menghancurkan styrofoam tersebut dan mencampurnya dengan semen,
mengubahnya menjadi batako. Batako dapat digunakan untuk konstruksi dan relatif lebih ringan.
Gambar 3.1. Wawancara dengan Dika dan Supriyanto selaku kepala seksi DLHT
Gambar 3.2. Salah satu angkutan sampah yang telah dipilah dan akan diangkut ke
3.1.2 Kuesioner
Penulis juga melakukan survey dengan kuesioner secara online sejak tanggal 13 September 2017. Kuesioner disebar kepada masyarakat yang berdomisili di Tangerang. Kuesioner dilakukan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap pembuangan limbah styrofoam sembarangan, serta frekuensi pemakaian
styrofoam. 1. Umur anda? a. <16 tahun b. 17-19 tahun c. 20-22 tahun d. >23tahun
Pie chart umur responden
Pada pie chart tentang umur responden, sebanyak 87 responden (96,7%) mengatakan bahwa mereka berumur 20-22, sedangkan hanya 3 responden (3,3%) yang mengatakan bahwa mereka lebih dari 23 tahun. Melalui hasil survey ini, dapat diketahui bahwa target audiens berusia 20-22 tahun.
2. Menurut anda, pembungkus makanan paling praktis selain plastik adalah: a. Tupperware
b. Styrofoam c. Paper Tray d. Other
Pie chart jenis pembungkus makanan
Melalui data yang didapat, sebanyak 48 responden (53,3%) mengatakan bahwa mereka menggunakan styrofoam sebagai pembungkus makanan alternatif selain plastik, 24 responden (26,7%) mengunakan paper tray, 12 responden (13,3%) menggunakan tupperware, dan 6 responden (6,6%) menjawab other. Melalui data yang didapat, dapat dikatakan bahwa masyarakat Tangerang masih banyak yang menggunakan styrofoam sebagai pembungkus makanan.
3. Mengapa anda memilih menggunakan styrofoam sebagai alternatif pembungkus makanan?
a. Mudah digunakan b. Ringan
d. Murah e. Other
Pie chart alasan penggunaan
Sebanyak 30 responden (33,3%) mengatakan bahwa styrofoam mudah digunakan sebagai alternatif pembungkus makanan, 15 responden (16,7%) yang menggunakannya karena ringan, 9 responden (10%) menggukannya karena tidak ada tempat makan atau terpaksa, 9 responden (10%) menggunakannya karena murah, serta 37 responden sisanya (30%) menjawab other. Melalui data yang didapat, responden cenderung menggunakan styrofoam karena mudah digunakan dan praktis.
4. Seberapa tahu anda tentang bahaya limbah styrofoam bagi lingkungan alam dan sekitarnya?
a. Tidak tahu
b. Tahu tapi tidak menghiraukan c. Tidak tahu dan tidak menghiraukan d. Tahu dan sadar akan bahayanya
Pie chart kesadaran target audiens terhadap akibat penggunaan styrofoam.
Sebanyak 18 responden (20%) menjawab tahu dan sadar akan bahayanya, 9 responden (10%) menjawab tidak tahu dan tidak menghiraukan akibatnya, 21 responden (23,3%) menjawab tahu tetapi tidak menghiraukan akibatnya, namun 42 responden (46,7%) menjawab tidak tahu akan akibat terhadap lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui survey ini, dapat dikatakan bahwa responden yang tidak mengetahui akan bahaya dari styrofoam bagi lingkungan alam dan sekitarnya di bawah 50%. Dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih mementingkan kemudahan bagi diri sendiri dibanding dengan lingkungan hidupnya.
5. Menurut anda, apakah media informasi yang cocok untuk memberitakan hal tentang styrofoam seperti ini?
Sebanyak 50 responden (55,5%) menjawab kampanye sosial, 10 responden (11,1%) menjawab buku, serta 30 responden lainnya (33,3%) menjawab “lainnya”.
3.1.3 Observasi
Penulis mengumpulkan data dengan cara observasi di sekitar daerah Tangerang, khususnya pada rumah-rumah makan serta jajanan pinggir jalan yang masih menggunakan styrofoam sebagai pembungkus makanan. Penulis juga melakukan tanya-jawab dengan para pedagang mengenai kesadaran pedagang terhadap penggunaan styrofoam yang dapat merusak lingkungan. Melalui observasi, penulis juga menentukan batasan usia target audiens, yaitu 18 hingga 22 tahun.
3.1.4 Studi Eksisting
Studi eksisting dilakukan sebagai referensi untuk kampanye yang dirancang oleh penulis melalui berita tentang kampanye yang sudah dilakukan. Dalam studi ini, penulis menganalisa kampanye yang memiliki tema serupa, yaitu memiliki tujuan untuk mengurangi pemakaian dan sampah. Kampanye yang penulis analisa berjudul “5 Tahun Kampanye Diet Kantong Plastik” dan “Rise Above Plastics”.
1. 5 Tahun Kampanye Diet Kantong Plastik.
Gambar 3.3. Salah satu foto kegiatan kampanye diet kantong plastik (Sumber: antaranews.com, diakses 14 November)
Gambar 3.4. Salah satu contoh poster kampanye diet kantong plastik (Sumber: infobandung.com, diakses 14 November)
Kampanye yang dilakukan sejak tahun 2013 dengan petisi #pay4plastic bertujuan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang berlebihan, terutama pada kantong plastik sekali pakai. Informasi yang disajikan berupa fakta-fakta serta mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik. Kampanye ini menggunakan teknik ajakan dan fakta-fakta sebagai data untuk mengundang target audiens untuk mengikuti kampanye tersebut. Jenis tipografi yang dipilih juga memudahkan audiens untuk membacanya, meskipun hanya sekilas. Beberapa kekurangan yang dimiliki dalam kampanye ini adalah tidak ditekankannya informasi maupun fakta yang menunjukkan bahwa pemakaian kantong plastik yang berlebihan merupakan suatu hal yang berbahaya dalam satu kali lihat. Kekurangan gambar serta ilustrasi juga membuat kampanye kurang menarik.
2. Rise Above Plastics
Gambar 3.5. Salah satu poster kampanye “Rise Above Plastics” (Sumber: surfrider.org, diakses 14 November)
Kampanye yang masih berlangsung hingga tahun ini dengan judul “Rise Above
Plastics” merupakan salah satu kampanye yang dilakukan oleh sebuah grup yang
bernama Surfrider yang berdiri sejak 2006. Surfrider sudah memulai kampanye tentang polusi plastik sejak Januari 2010, dan masih berlangsung hingga sekarang. Poster kampanye disajikan dalam bentuk digital imaging yang menunjukkan hal yang dapat terjadi secara hiperbolis jika hal tersebut dilakukan terus menerus. Poster kampanye juga memberikan informasi singkat tentang sampah yang diproduksi setiap harinya melalui angka-angka dan data. Kekurangan text pada poster mengakibatkan kurangnya informasi yang dapat diserap oleh audiens, serta
ukuran font yang agak kecil mempersulit masuknya informasi kepada audiens jika dilihat secara sekilas saja.
3.2. Metodologi Perancangan
Sebuah desain dapat dirancang melalui 5 tahap menurut Lambda (2014), diantaranya adalah :
1. Orientasi
Orientasi perancangan desain dapat dilakukan melalui pengumpulan data dengan tujuan tertentu. Teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dapat berupa observasi, kuisioner, maupun wawancara.
2. Analysis
Analisis dapat membantu dalam menemukan sebuah solusi permasalahan. Salah satu teknik analisis yang sering digunakan adalah melalui mindmapping.
Mindmap dapat mengekspresikan pikiran, bersifat universal, serta membantu
mengembangkan potensi yang ada pada seseorang. Tony dan Barry dalam buku “The MindMap Book” (1993), membagi karakteristik utama
mindmapping menjadi 4, diantaranya adalah :
a. Subjek utama terletak pada gambar di tengah.
b. Subjek utama memiliki tema dan bercabang banyak.
c. Cabang yang muncul memiliki kata kunci yang memiliki hubungan.
d. Cabang membentuk struktur yang terhubung dengan subjek utama.
3. Konsep
Konsep desain dapat ditetapkan melalui ide utama dan dapat divisualisasikan melalui kreasi, kombinasi, manipulasi, serta elemen visual yang ditunjukkan. Dalam buku “Visual Basics for Designer” (2007), Robin, Rose, serta Steven mengatakan bahwa elemen desain yang dimaksud antara lain garis, grid, bentuk, warna, serta tipografi yang akan digunakan.
4. Desain
Proses mendesain memiliki langkah yang bervariasi, menghasilkan proses berpikir dan mendesain secara kreatif. Melalui proses desain, konsep yang sebelumnya dapat divisualisasikan.
5. Implementasi
Proses implementasi merupakan solusi desain yang memiliki banyak jenis, yang dapat disesuaikan kebutuhannya, baik secara target maupun teknik cetak.