• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengembangan usaha penangkapan 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan

Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah. Hasil penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003 sampai tahun 2007.

5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis

Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai produksi ikan (Tabel 13).

Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007 1 Layang 0,9106 1,0669 1,0189 1,1428 1,1041 1,0487 2 Selar 1,0444 1,0803 0,8212 0,9420 0,9010 0,9578 3 Tetengek 0,6950 0,7506 1,0939 1,0905 1,1598 0,9579 4 Julung-julung 1,8458 1,8109 1,9863 2,0938 2,2306 1,9935 5 Teri 0,8396 0,5049 0,5040 0,1207 0,1626 0,4263 6 Tembang 0,7561 0,7023 0,7441 0,6136 0,6278 0,6888 7 Lemuru 1,0821 1,3084 1,3116 1,2841 1,2423 1,2457 8 Kembung 0,8966 0,8618 0,8497 0,8837 0,9120 0,8808 9 Kuwe 0,5409 0,6268 0,6368 0,9120 0,8822 0,7198 10 Tongkol 1,3624 1,3574 1,2400 1,2412 1,1775 1,2757 11 Tenggiri 1,3476 1,3396 1,4620 1,5597 1,6124 1,4643

Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea

(2)

longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri

(Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger

kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga

ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten.

Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007 1 Layang 0,4780 0,5556 0,4007 0,6834 1,1041 0,5459 2 Selar 0,9616 0,9536 0,8369 0,4243 0,4026 0,7158 3 Tetengek 0,3983 0,4213 0,7561 0,5556 0,5967 0,5456 4 Julung-julung 2,1570 2,0175 2,4146 2,0454 2,1951 2,1659 5 Teri 0,7941 0,4691 0,4403 0,1963 0,2462 0,4292 6 Tembang 0,4394 0,3353 0,4260 0,3235 0,3203 0,3689 7 Lemuru 0,8790 1,1146 1,2968 1,2671 1,2848 1,1685 8 Kembung 0,6848 0,6159 0,6122 0,9325 0,9526 0,7596 9 Kuwe 0,2660 1,1719 0,3766 0,9861 0,8928 0,7387 10 Tongkol 1,7357 1,5954 1,6507 1,4502 1,4965 1,5857 11 Tenggiri 1,3246 1,2345 1,4380 1,3652 1,4019 1,3528

Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol

(3)

(Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar 22-25 % dari keseluruhan nilai produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54), kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal

Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1 , LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai produksi ikan (Tabel 15).

Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003- 2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007 1 Sebelah 1,9671 1,8964 1,9565 2,0965 2,1188 2,0070 2 Manyung 0,8647 0,9027 0,9508 0,7439 0,7588 0,8442 3 Biji nangka 1,5702 1,5430 1,4538 1,5662 1,5753 1,5417 4 Bambangan 0,6851 0,7956 0,8346 1,0856 1,0942 0,8990 5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,6420 0,7010 0,2686 6 Kakap 0,8713 0,8303 0,9312 1,1760 1,1879 0,9993 7 Kurisi 1,1203 1,0489 1,1605 1,1047 1,0498 1,0968 8 Tigawaja 1,0974 1,2532 1,3250 1,2656 1,2332 1,2349 9 Cucut 0,6812 0,6357 1,0185 1,0490 0,9449 0,8659 10 Pari 0,4504 0,4667 0,5675 0,5516 0,5528 0,5178 11 Layur 0,4874 0,4916 0,4611 0,5197 0,4960 0,4912 12 Peperek 1,0985 1,0239 0,7851 0,6930 0,6911 0,8583 13 Bawal hitam 1,9546 1,7062 1,9549 2,0931 2,1145 1,9647

(4)

Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8 jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus

sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp)

(LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus

bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala)

(LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten.

Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007 1 Sebelah 3,4029 3,0852 3,0242 2,5517 2,5685 2,9265 2 Manyung 1,2851 1,3639 1,3347 0,9957 1,0216 1,2002 3 Biji nangka 2,0328 1,9156 1,5728 1,2948 1,2937 1,6219 4 Bambangan 0,8180 0,9181 0,9242 1,3688 1,3477 1,0754 5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,5888 0,7493 0,2676 6 Kakap 0,9466 0,8321 0,9243 0,8409 0,8123 0,8713 7 Kurisi 1,4041 1,5301 1,5313 0,8895 0,8124 1,2335 8 Tigawaja 0,7747 1,0566 1,1477 0,9949 0,9302 0,9808 9 Cucut 0,5094 0,4396 0,8144 1,1070 0,9578 0,7656 10 Pari 0,6575 0,5925 0,6525 0,8240 0,8056 0,7064 11 Layur 1,1454 1,0788 0,9774 0,5555 0,5434 0,8601 12 Peperek 1,3573 1,3783 0,8566 0,7156 0,7199 1,0055 13 Bawal hitam 3,3602 2,5308 3,0179 2,5363 2,5539 2,7998

Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada 7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp) (LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus

(5)

sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek

(Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ = 0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang.

Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan peperek memiliki nilai LQ > 1. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan tigawaja masuk dalam kategori LQ < 1.

5.1.1.3 Jenis mollusca

Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi ikan (Tabel 17).

Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Kerang darah 1,2923 1,4308 0,7751 0,7976 0,9145 1,0421 2 Cumi-cumi 0,7754 0,7337 0,9555 0,9285 0,8345 0,8455

Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa) yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

(6)

Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Kerang darah 1,4453 1,3712 0,4746 0,3596 0,4047 0,8111 2 Cumi-cumi 0,9516 0,9550 1,0647 1,0680 1,0577 1,0194

Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1 hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1. Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kerang darah.

5.1.1.4 Jenis crustacea

Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi ikan (Tabel 19).

Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Udang putih 0,9258 1,0336 1,3033 1,3634 1,2207 1,1693 2 Udang lainnya 1,0738 0,9697 0,7553 0,7272 0,8319 0,8716

Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

(7)

Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Udang putih 0,8687 0,9200 1,0644 1,0834 1,0365 0,9946 2 Udang lainnya 1,4785 1,2645 0,8260 0,7869 0,9105 1,0533

Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

Penentuan sektor unggulan dan prioritas

Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan.

Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ jumlah produksi

Bobot LQ nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Layang 2 0 2 Bukan unggulan

2 Selar 1 0 1 Bukan unggulan

3 Tetengek 1 0 1 Bukan unggulan

4 Julung-julung 2 2 4 Unggulan

5 Teri 0 0 0 Bukan unggulan

6 Tembang 0 0 0 Bukan unggulan

7 Lemuru 2 1 3 Bukan unggulan

8 Kembung 1 0 1 Bukan unggulan

9 Kuwe 0 0 0 Bukan unggulan

10 Tongkol 2 2 4 Unggulan 11 Tenggiri 2 2 4 Unggulan

Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori

(8)

bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang, lemuru, kembung, dan kuwe.

Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ jumlah produksi Bobot LQ nilai produksi Total bobot Keterangan 1 Sebelah 2 2 4 Unggulan

2 Manyung 1 2 3 Bukan unggulan

3 Biji nangka 2 2 4 Unggulan

4 Bambangan 1 2 3 Bukan unggulan

5 Kerapu 0 0 0 Bukan unggulan

6 Kakap 1 1 2 Bukan unggulan

7 Kurisi 2 2 4 Unggulan

8 Tigawaja 2 1 3 Bukan unggulan

9 Cucut 1 0 1 Bukan unggulan

10 Pari 0 0 0 Bukan unggulan

11 Layur 0 1 1 Bukan unggulan

12 Peperek 1 2 3 Bukan unggulan

13 Bawal hitam 2 2 4 Unggulan

Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten. Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai

produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ jumlah produksi

Bobot LQ nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Kerang darah 2 1 3 Bukan unggulan

2 Cumi-cumi 1 2 3 Bukan unggulan

Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis

mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan

termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas pengembangan di Kabupaten Pandeglang.

(9)

Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ jumlah produksi

Bobot LQ nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Udang putih 2 1 3 Bukan unggulan

2 Udang lainnya 1 2 3 Bukan unggulan

Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca, jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori bukan unggulan.

Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pandeglang. Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang.

Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi. Sedangkan jenis ikan dominan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri, layur, manyung, dan tongkol.

(10)

Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan No Jenis ikan Jumlah produksi (ton)

1 Kuwe 24,597 2 Cumi 51,369 3 Tongkol 53,771 4 Tenggiri 113,712 5 Kembung 123,441 6 Layur 70,637 7 Manyung 54,578 8 Kakap 15,119 9 Kerapu 4,383 10 Kurisi 21,176 11 Pari 29,245 12 Tembang 117,443

Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, 2008

5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan

Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine, pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus.

Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan, payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring arad (Tabel 25).

Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan

No Kategori Jenis alat tangkap

1 Tidak ramah lingkungan

(X < 0,407) Jaring arad

2 Kurang ramah lingkungan (0,407 ≤ X ≤ 0,593)

Jaring rampus Dogol/gardan Mini purse seine Payang

3 Ramah lingkungan (X > 0,593) Pancing rawai

Gillnet

(11)

Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap efektif di PPP Labuan No Kriteria Alat tangkap Payang Mini purse seine Pancing rawai Jaring

arad Gillnet Dogol

Jaring rampus 1. Memiliki selektivitas yang tinggi 0 0 1 0 0,5 0 0,5 2. Tidak destruktif terhadap habitat 1 1 1 0 1 0,5 0,5

3. Tidak membahayakan operator 1 1 0 1 1 1 1

4. Ikan tangkapan bermutu baik 1 1 1 1 0 1 0

5. Produk tidak membahayakan

konsumen 0 0 0 0 0 0 0

6. Minimum discard dan by-catch 0,5 0,5 1 0 0,5 0,5 0,5 7. Tidak merusak keanekaragaman

hayati 0,5 0,5 1 0 0,5 0,0 0,5

8. Tidak menangkap protected

spesies 1 1 1 0 1 1 1

9. Diterima secara sosial 0 0 1 0 1 1 1

Jumlah 5 5 7 2 5,5 5 5

Rata-rata 0,556 0,556 0,778 0,222 0,611 0,556 0,556 Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan

Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah :  Jaring arad

Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222. Hal ini didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl) dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun 1980. Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007). Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat pada wilayah yang sempit, merusak keanekaragaman hayati karena pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh

(12)

nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar Rp.300.000-Rp.700.000.

Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Jaring rampus

Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut. Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil, serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi.

2. Dogol

Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas, destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin

outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan

kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling. 3. Mini purse seine

Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan

purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Kedua kriteria tersebut

adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan. 4. Payang

Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine

net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch

(13)

Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Pancing rawai

Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing rawai.

2. Gillnet

Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan tangkapan yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan jaring rampus.

Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut. Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004).

5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur perekonomian yang mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan. Fasilitas pelabuhan perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,

(14)

pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat distribusi dan pengolahan. Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal. Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Peranan pelabuhan ini akan dilihat parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat perbaikan. Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut, adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.

Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan

Peranan Penilaian (%)

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3 1. Sebagai pusat aktivitas produksi

a. Penyediaan perbekalan melaut

 Solar 60 40 0

 Air bersih 0 40 60

 Es 53,33 46,67

b. Penyediaan tempat pendaratan

 Dermaga 0 60 40

 Kolam pelabuhan 0 53,33 46,67

 Alur pelayaran 0 53,33 46,67

c. Penyediaan tempat perbaikan

 Tempat perbaikan jaring 100 0 0

 Slipways 86,67 13,33 0

 Bengkel 66,67 33,33 0

2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan

 Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran

 TPI 0 13,33 86,67

 Tempat pengolahan ikan 66,67 33,33 0

 Pasar ikan 0 33,33 66,67

3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan

 Koperasi 66,67 33,33 0

Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan Keterangan :

TB : Tidak Berperan KB : Kurang Berperan B : Berperan

(15)

Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya

No Fasilitas Ketersediaan fasilitas

Kondisi fasilitas Pengelola

1 Solar Ada Tidak beroperasi DKP

2 Air bersih Ada Baik PPP

3 Es/Cold storage Ada Tidak beroperasi DKP

4 Dermaga Ada Tahap perbaikan PPP

5 Kolam pelabuhan Ada Pendangkalan Syahbandar 6 Alur pelayaran Ada Pendangkalan Syahbandar 7 Tempat perbaikan jaring Ada Tahap pembangunan Perseorangan

8 Slipways Ada Tahap perbaikan PPP

9 Bengkel Ada Baik Perseorangan

10 TPI Ada Baik CV. Abdi Bahari

11 Tempat pengolahan ikan Ada Tahap pembangunan Perseorangan 12 Pasar ikan Ada Tahap perbaikan DKP

13 Koperasi Ada Baik DKP

5.2.1 Pusat aktivitas produksi

Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan air bersih.

Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar.

Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih.

Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es. 60% 40% Tidak berperan Kurang berperan 40% 60% Kurang berperan Berperan 53% 47% Tidak berperan Kurang berperan

(16)

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan.

Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan. Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan.

Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup. Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depot-depot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai.

Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran.

(17)

Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga.

Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan.

Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran.

Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya. Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini. Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung menghadap ke Samudera Hindia.

Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil

60% 40% Kurang berperan Berperan 53% 47% Kurang berperan Berperan 53% 47% Kurang berperan Berperan

(18)

pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m. Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi teratur. Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga.

Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring.

Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways.

Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel.

Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di kapal atau rumah masing-masing nelayan.

100% Tidak berperan 87% 13% Tidak berperan Kurang berperan 67% 33% Tidak berperan Kurang berperan

(19)

Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas

slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah

kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena hingga saat ini masih dalam perbaikan.

Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan fasilitas bengkel. Hal ini dikarenakan oleh kurang berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin, nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat.

5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran

Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran. Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan.

Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan.

Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. 13% 87% Kurang berperan Berperan 67% 33% Tidak berperan Kurang berperan

(20)

Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan.

Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT. Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang. Hal ini disebabkan oleh pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan.

Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 % menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional, sehingga masih dikelola perorangan.

Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden

33%

67% Kurang berperan

(21)

menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan nelayan yang akan dijual cepat menurun.

5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan

Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan.

Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi.

Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan (Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera. Ada tiga program yang dijalankan yaitu:

1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam 2. Kedai pesisir, dan

3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN).

Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di PPP Labuan. Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan, pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang baik sehingga mengalami kebangkrutan.

67%

33% Tidak berperan

(22)

5.3 Bahasan Terangkum

Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Pandeglang. Komoditas unggulan dapat diartikan dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode

location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk

membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe, cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi, pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa dikembangkan.

(23)

Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.

Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi / mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Jenis-jenis komoditas unggulan ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung), mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah, kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam).

Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu

Penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan

Kendala-kendala yang dihadapi

Arah pengembangan Penentuan komoditas unggulan

Dukungan pelabuhan perikanan dan permasalahannya

(24)

ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai. Fasilitas-fasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun 2005. Penyediaan solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin. Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi. Sama halnya dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada akhirnya pabrik es ini ditutup. Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat, sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana pendukung modal usaha penangkapan salah satunya adalah koperasi. Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan. Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran. Biasanya hasil tangkapan jaring

(25)

arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung masuk ke TPI.

Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu:

1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta mengancam biota laut lainnya,

2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional, permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu, sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat, kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen masih kurang.

Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang akan diutamakan untuk dimanfaatkan. Unit penangkapan ikan yang prospek

(26)

untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan seperti pancing rawai dan gillnet. Khususnya alat tangkap pancing rawai memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya alam yang ada. Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet. Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk kelancaran keluar masuknya kapal.

Gambar

Tabel 18  Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007
Tabel 20  Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai        produksi ikan pelagis periode 2003-2007
Tabel 21  Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai    produksi ikan demersal periode 2003-2007
Tabel 23  Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai    produksi crustacea periode 2003-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui, metode regresi logistik multinomial klasik dengan metode Bayesian, akan dilakukan perhitungan misklasifikasi pada kedua metode tersebut.. Pada Tabel 8.5

PP 28/1992, PEMBENTUKAN 8 (DELAPAN) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SINJAI, SOPPENG, GOWA, MAROS, DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

Proses pengelasan pada exhaust manifold yang dibentuk menjadi dua spesimen dilakukan dengan parameter pengelasan yang sama seperti yang tertera pada BAB 3,

Hasil analisis regresi linear berganda diperoleh kesimpulan bahwa semua variabel independen yaitu produk, personil dan promosi mempunyai pengaruh positif terhadap

Responden pada penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan para pekerja yang sedang melakukan pekerjaan beton, baja dan bata dengan jumlah responden adalah

Dengan kata lain, semakin tinggi jumlah kosakata pembelajar yang terekam pada tes tingkatan aktif kosakata, maka semakin rendah penggunaan kosakata pada tingkatan

output di atas dihasilkan nilai signifikansi untuk internal audit sebesar 0,000 &lt; 0,05 artinya variabel Internal Audit secara parsial berpengaruh terhadap

Dari pernyataan Sakuta tersebut dapat kita simpulkan bahwa selain kritik, perhatian khusus dari orang lain juga dapat menimbulkan malu dalam diri orang Jepang.. Hal inilah yang