• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU SAMPLING DAN UKURAN PARTIKEL ADSORBEN TERHADAP ADSORPSI KONTINYU LIMBAH KAIN JUMPUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH WAKTU SAMPLING DAN UKURAN PARTIKEL ADSORBEN TERHADAP ADSORPSI KONTINYU LIMBAH KAIN JUMPUTAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 19

PENGARUH WAKTU SAMPLING DAN UKURAN

PARTIKEL ADSORBEN TERHADAP ADSORPSI

KONTINYU LIMBAH KAIN JUMPUTAN

Lia Cundari*, M. Fersyando Melsi, Caesar Fiat

*Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang – Prabumulih KM. 32 Indralaya Ogan Ilir (OI) 30662

Email : liacundari@ft.unsri.ac.id

Abstrak

Limbah cair kain jumputan adalah salah satu limbah tekstil yang terdapat di daerah Palembang. Zat warna serta kandungan logam berat merupakan zat berbahaya yang terkandung dalam limbah tekstil kain jumputan yang dapat mencemari ekosistem perairan Sungai Musi. Kandungan berbahaya tersebut dapat dikurangi melalui adsorpsi kontinyu menggunakan fixed-bed adsorber dengan adsorben berasal dari biji buah pinang hias. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu pengambilan sampel terhadap nilai COD, BOD dan TSS dalam limbah cair kain jumputan. Dalam penelitian ini variasi ukuran karbon yang digunakan adalah 0,5 dan 2 mm, dan waktu pengambilan sampel 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kandungan polutan terbaik dicapai oleh adsorben berukuran 0,5 mm dengan penurunan COD sebesar 21,127% pada waktu sampling 90 menit, BOD sebesar 20,014% dan TSS sebesar 90,282% pada waktu sampling 30 menit.

Kata kunci: adsorpsi kontinyu, BOD, COD, fixed-bed adsorber,limbah cair kain jumputan, TSS

Abstract

Liquid waste of jumputan is one of the textile waste that’s located in Palembang. Jumputan contains unhealthy ingredients such as the synthetic dye and heavy metal. This waste is discarded to Sungai Musi and contaminated of Musi River’s ecosystem. The contaminants can be reduced by continuous adsorption using fixed-bed adsorber. The adsorbent produces from betel nut. The aim of this research is to investigate the effect of particle size of adsorbent and sampling time to decrease pollutant level (COD, BOD, and TSS) in jumputan wastewater. In this research, the particle sizes of the adsorbent vary with 0,5 dan 2 mm, and sampling times with 30, 60, 90, 120, and 150 minutes. The result of this research shows the best adsorbent is 0,5 mm with decreased of COD level to 21,127% at 90 minutes of sampling time, and BOD to 20,014% and TSS to 90,282% at 30 minutes of sampling time.

Keywords: continuous adsorption, BOD, COD, fixed-bed adsorber, jumputan wastewater, TSS

1. PENDAHULUAN

Pinang adalah salah satu tanaman jenis palma yang tumbuh di Asia Pasifik dan Afrika Timur. Banyak rumah-rumah, perkantoran, maupun sekolah menanam pinang sebagai tanaman hias di pinggir jalan. Menurut Lia Cundari, dkk (2015) buah pinang yang berserakan dan belum termanfaatkan tersebut dapat digunakan menjadi sesuatu yang berguna yakni karbon aktif. Biji pinang yang telah dikarbonasi menjadi karbon aktif bisa digunakan untuk adsorben limbah textil.

Limbah industri kain jumputan adalah salah satu limbah tekstil yang terdapat di daerah Palembang. Kebanyakan limbah ini langsung

dialirkan ke Sungai Musi oleh perajin. Zat warna dan kandungan logam berat adalah zat berbahaya yang terkandung dalam limbah jumputan. Kandugan berbahaya tersebut dapat merusak ekosistem perairan Sungai Musi. Permasalahan tersebut bisa ditanggungulangi dengan memanfaatkan karbon aktif yang berasal dari biji pinang hias sebagai adsorben limbah cair kain jumputan.

(2)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 20

larutan yang ingin diserap kandungan nya selalu terkontak pada adsorben, dan adsorpsi akan terus berlangsung sampai kondisi adsorben jenuh dan tak mampu lagi mengadsorpsi.

Berasarkan interaksi nya adsorpsi dikenal dengan dua macam, yakni adsorpsi secara fisika dan secara kimia. Secara fisika adsorpsi terjadi jika gaya intermolekular lebih kuat dari gaya tarik antarmolekul, atau gaya tarik menarik yang terjadi relatif lemah antara adsorbat dan permukaan adsorbat. Gaya tersebut dikenal dengan gaya Van Der Waals yang memungkinkan adsorbat berpindah dari salah satu bagian permukaan adsorben ke bagian lain

nya. Menurut Mu’jizah (2010) pada adsorpsi

kimia terjadi pertukaran atau terpakainya secara bersama elektron antara molekul dari adsorbat dengan permukaan pada adsorben yang memungkinkan adanya reaksi kimia. Ikatan yang terbentuk dari adsorbat dengan adsorben merupakan ikatan kimia yang lebih kuat dari pada adsorpsi fisika.

Menurut Mirwan (2010) pada proses adsorpsi dikenal dua istilah, yakni adsorbat dan adsorben. Pada umumnya ada faktor-faktor yang berpengaruh pada proses adsorpsi adalah : luas permukaan adsorben, jenis dari adsorbat, struktur molekul adsorbat, konsentrasi dari adsorbat, temperatur, pH, kecepatan pengadukan saat adsorpsi (batch), dan waktu kontak.

Terdapat dua jenis bentuk karbon aktif, yakni bentuk powder (serbuk) untuk adsorbat dalam fase cair, dan bentuk granular (butiran) untuk adsorbat dalam fase gas. Umumnya pembuatan karbon aktif terbagi dalam dua tahap yakni proses karboniasasi dan aktivasi. Karbonisasi merupakan pemberian panas dengan suatu suhu tertentu dari bahan organik dengan jumlah oksigen terbatas. Alat yang digunakan untuk karbonisasi secara umum adalah furnace. Menurut Cheresminoff (1993) pada proses ini terurai nya senyawa organik yang merupakan penyusun struktur bahan yang membentuk methanol, uap-uap asam asetat, hidrokarbon, dan tar-tar. Setelah karbonisasi yang tertinggal hanyalah karbon dengan bentuk arang yang mempunyai area permukaan spesifik yang kecil (sempit).

Proses aktivasi terdiri dari dua macam yaitu aktivasi secara Termal dan kimia. Aktivasi termal melibatkan gas sebagai pengoksidasi. Aktivasi kimia terjadi dengan menggunakan bahan kimia yang ditambahkan agar material selulosa terurai secara kimiawi. Contoh mekanisme reaksi pada aktivasi kimia adalah : HCl  H+ + Cl

-CH2DE  CH2 + D* + E^

H+ + D* HD E^ + Cl- ECl Ket:

D* dan E^ merupakan komponen pengotor

Aktivator merupakan suatu zat atau senyawa kimia yang berguna untuk reagen pengaktif. Aktivator akan membuat atom-atom karbon menjadi aktif yang membuat daya serap meningkat. Sifat dari zat aktivator adalah mengikat air. Zat aktivator akan masuk dalam pori dan membuat permukaan arang yang awalnya tertutup menjadi terbuka. Dengan cara tersebut saat diberi pemanasan, pengotor yang ada dalam pori akan mudah diserap dan membuat luas permukaan karbon aktif menjadi besar dan naiknya kemampuan daya serap. Berdasarkan Kirk dan Othmer (1940) senyawa kimia yang bisa dipakai sebagai aktivator antara lain MgCl2, HNO3, NaCl, CaCl2, H3PO4, ZnCl2, HCl, Ca3(PO4)2, dan lain lain. Pada umumnya senyawa tersebut mempunyai sifat mengikat air.

Tabel 1. Karakteristik Ambang Batas Limbah Cair Kain Jumputan

Sumber: Keputusan Gubernur SUMSEL No 16 Tahun 2005 Tentang Bahan Baku Mutu Limbah Industri Tesktil

Pada proses pencelupan dan pewarnaan bahan baku kain jumputan akan menghasilkan air limbah yang jumlah nya tidak sedikit dan mengandung zat warna, dan zat-zat lainnya yang digunakan selama proses pencelupan. Hal tersebut terjadi karena zat warna dan zat pembantu lain nya tidak semua nya terserap oleh kain dalam pencelupan, sehingga sisa-sisa tersebut akan tertinggal dan bersatu dalam air sisa pencelupan. Menurut Fuadi, dkk (2008) bahan dari pencemaran industri tekstil tergantung dari penggunaan zat warna dan proses bahan kimia akan banyak teradaptasi dan tertingal dalam fluida, maka kemungkinan besar

(3)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 21

akan ikut terbuang dengan air bekas dan berpotensi tercemarnya lingkungan.

Parameter yang umum nya digunakan untuk menampilkan karakter air buangan dari industri tekstil, yakni parameter fisika seperti warna, zat padat, bau, dan suhu. Sedangkan parameter kimia yang dipakai adalah lemak, feno, zat warna, pH, sulfur, tembaga, krom, dan senyawa toxic yang lain.

Adsorpsi Secara Kontinyu

Secara umum adsorpsi kontinyu mempunyai tujuan agar adsorpsi lebih efisien dengan jangka waktu yang cukup singkat. Pada proses kontinyu ini diharapkan hasil adsorpsi yang berjalan secara steady state. Secara umum hasil adsorpsi kontinyu dapat dipengaruhi beberapa hal, yakni ketinggian dari media, waktu kontak dan konsentrasi zat. Dalam adsorpsi kontinyu akan terdapat kondisi optimum yang menampilkan kondisi penyerapan terbaik dibandingkan dengan kondisi sebelum dan sesudahnya.

Adsorpsi kontinyu tidak selamanya dapat menyerap dengan baik. Pada waktu tertentu akan tercapai titik jenuh pada daya serap adsorben. Pada saat adsorben mencapai titik jenuh kinerjanya akan terus menurun. Pada saat adsorben mencapai titik jenuh dalam adsorpsi maka karbon aktif harus diganti agar proses penyerapan dapat berjalan secara normal kembali.

Beberapa peneliti yang melakukan studi tentang limbah cair kain jumputan antara lain Arif Kurniawan, dkk (2008) yang mengerjakan suatu penelitian pengolahan limbah dengan karbon aktif yang berasal dari coalite batubara. Dalam proses pembuatan nya waktu aktivasi dipakai selama 24 jam dan konsentrasi HCl 0,2 M serta ukuran karbon aktif 125 µm. Dari adosrpsi yang dilakukan dapat mengurangi kadar kromium yang terkandung dalam limbah kain jumputan sebesar 5,000347636 ppm/gr karbon aktif.

Lia Cundari, dkk (2015) meneliti tentang adsorpsi pada limbah kain jumputan dengan karbon aktif berbahan baku biji pinang hias. Dalam proses pembuatan karbon aktif digunakan kondisi temperatur 500oC, dengan waktu aktivasi selama 1 jam dan konsentrasi HCl yang paling baik 0,5 M. Dari proses adsorpsi yang dilakukan secara batch dengan waktu kontak selama 24 jam ini didapatkan penurunan persentase COD 98,61%, BOD 98,5%, TSS 87,5%, Krom 96,30 %.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini variabel bebas yang dipakai adalah ukuran partikel adsorben dan waktu sampling. Besar ukuran partikel adsorben yang digunakan adalah 0,5 mm dan 2 mm, dan waktu sampling yang digunakan adalah 0 menit; 30 menit; 60 menit ; 90 menit; 120 menit; 150 menit. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah daya serap karbon aktif terhadap kandungan polutan limbah cair kain jumputan. Kandungan polutan tersebut adalah nilai BOD, COD, dan TSS.

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : biji pinang hias, limbah cair kain jumputan , HCl 0,5 M (Zat aktivator), aquadest (air suling), dan bahan analisa berupa Iodium, Natrium Thiosulfat, Amilum, Metilen Blue.

Alat yang digunakan adalah : furnace, oven listrik, neraca analitis , mortar, alat gelas, desikator, pH meter, pompa, kolom adsorpsi, spektroskopi UV-Vis.

Prosedur Percobaan

Gambar 1. Diagram Prosedur Penlitian

Proses pembuatan, aktivasi, dan analisa kuliatas karbon aktif biji buah pinang hias dilakukan berdasarkan penelitian Lia cundari dkk (2015). Selanjutnya dilakukan tahap pengujian secara kontinyu menggunakan fixed-bed adsorber sesuai dengan gambar 2.

(4)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 22

Tahapan pengujian terhadap limbah cair kain jumputan berlangsung dengan :

1) Lakukan prosedur ini dengan variasi ukuran partikel karbon aktif sebesar 2 mm, dan 0.5 mm secara bergiliran.

2) Sebelum karbon digunakan untuk proses adsorpsi, Oven karbon aktif selama 1 jam dengan suhu 105oC.

3) Masukan karbon aktif yang telah dioven ke dalam bed.

4) Ambil sampel awal sebagai referensi kandungan polutan limbah kain jumputan awal.

5) Pompa larutan limbah ke wadah adsorbat dengan laju alir sebesar 58 mL/menit 7) Larutan mengalir melewati kolom yang

berisi adsorben.

8) Larutan limbah yang sudah teradsorpsi akan ditampung di wadah penampung nomor 5.

9) Ambil sampel larutan yang telah diadsorpsi dengan waktu sampling 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit. 11) Lakukan prosedur diatas untuk variasi

ukuran karbon yang berikutnnya.

12) Analisa BOD, COD, dan TSS sampel yang telah diambil.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ukuran Partikel Adsorben Terhadap Kadar Air Karbon Aktif

Gambar 3. Pengaruh ukuran partikel adsorben terhadap kadar air dalam karbon aktif

Pengujian kadar air digunakan untuk menghitung kandungan air yang tertinggal dalam pori pori karbon aktif. Kadar air tersebut memiliki bentuk hidrat yang terikat pada karbon aktif. Gambar 3 menunjukan hubungan antara ukuran partikel adsorben dan kadar air pada karbon aktif. Berdasarkan data pada gambar 3

adsorben dengan ukuran 0,5 mm memiliki kadar air sebesar 1,4620 %, dan untuk 2 mm memiliki kadar air sebesar 3,2343%.

Berdasarkan data yang didapat, semakin besar ukuran partikel adsorben maka jumlah kadar air yang tertinggal didalamnya makin besar. Berdasarkan data pada gambar diatas, nilai kadar air yang tertinggal dari dua ukuran karbon diatas telah memenuhi standar SNI (06-3730-1995). Nilai kadar air maksimal yang diizinkan untuk karbon aktif granular ( ukuran adsorben lebih dari 0,2 mm ) adalah 4,5 %, dan kadar air yang tertinggal pada adsorben berukuran 0,5 mm dan 2 mm semuanya tidak melebihi 4,5 %.

Menurut penelitian yang telah dilakukan Lia Cundari, dkk (2016) dimana kadar air yang tertinggal pada karbon aktif berukuran 1 mm yang dibuat dengan perlakuan yang sama adalah sebesar 2,9826 %. Dibandingkan karbon aktif berukuran 1 mm, karbon aktif berukuran 0,5 mm memiliki sisa kadar air yang lebih sedikit. Dapat disimpulkan bahwa karbon aktif berukuran 0,5 mm memiliki kualitas yang paling baik. Kualitas karbon aktif yang terbaik ditunjukan oleh adosrben berukuran 0,5 mm karena memiliki luas permukaan yang lebih besar dan memiliki kadar air paling sedikit berdasarkan gambar diatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyono (2003), luas permukaan bahan yang lebih besar dapat menguapkan air lebih cepat dan efektif, sehingga kadar air yang tertinggal akan semakin kecil.

Pengaruh Ukuran Partikel Adsorben Daya Serap Terhadap Iodium

Pengujian terhadap daya serap iodium digunakam untk melihat daya serap karbon aktif terhadap molekul-molekul mikro. Gambar 4 menunjukan hubungan dari ukuran partikel adsorben dan daya serap iodium dari karbon aktif. Dari data pada gambar 4 adsorben berukuran 0,5 mm dapat menyerap iodium sebesar 547,05 mg/g, sedangkan ukuran 2 mm dapat menyerap iodium sebesar 485,39 mg/g.

(5)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 23 Gambar 4. Pengaruh ukuran partikel adsorben

terhadap daya serap iodium

Dari gambar 4 terlihat bahwa makin kecil ukuran adsorben maka daya serap terhadap iodium semakin tinggi pula. Hal tersebut terjadi dikarenakan pengaruh luas permukaan adsorben. Luas permukaan yang lebih besar akan lebih baik dalam menyerap iodium. Luas permukaan berkaitan dengan strukur pori, makin kecil pori pori arang aktif makan makin besar pula luas permukaannya yang menyebabkan meningkatnya kemampuan adsorpsi (Oktavia Sitorus & Desiani, 2014).

Berdasarkan SNI (06-3730-1995) kedua nilai daya serap terhadap iodium belum memenuhi standar dimana minimal dapat menyerap sebesar 750 mg/g. Ukuran partikel adsorben yang digunakan untuk percobaan adalah sebesar 0,5 mm (35 mesh) dan 2 mm (10 mesh), sedangkan menurut SNI untuk dapat menyerap iodium sebesar 750 mg/g setidaknya ukuran karbon aktif minimum 0,044 mm (325 mesh). Hal ini terjadi karena keterbatasan alat yang tersedia untuk mendapatkan ukuran adsorben sebesar 325 mesh dan keterbatasan perangkat kolom adsorpsi untuk menahan partikel karbon aktif agar tidak ikut keluar bersama hasil adsorpsi, sehingga tidak memungkinkan karbon aktif dengan ukuran partikel yan sangat kecil untuk digunakan sebagai percobaan.

Pengaruh Ukuran Partikel Adsorben Adsorpsi Metilen Blue

Uji adsorpsi metilen blue digunakan untuk megukur kemampuan karbon aktif dalam mengadsorbsi metilen blue sebagai salah satu standar kualitas karbon aktif menurut SNI. Gambar 5 menunjukan hubungan dari ukuran partikel adsorben dan adsorpsi terhadap metilen blue. Dari data pada gambar 5 adsorben

berukuran 0,5 mm dapat mengadsorpsi metilen blue seebsar 2,72 mg/g dan ukuran 2 mm dapat mengadsorpsi metilen blue sebesar 2,71 mg/g. Daya adsorpsi metilen blue yang paling baik ditunjukan oleh adsorben berukuran 0,5 mm dengan nilai daya adsorpsi sebesar 2,72 mg/g. Makin kecil ukuran partikel adsorben maka daya adsorpsi terhadap metilen blue semakin meningkat juga. Hal ini terjadi karena perbedaan luas permukaan antara kedua adsorben.

Gambar 5. Pengaruh ukuran partikel adsorben terhadap adsorpsi metilen blue

Berdasarkan SNI (06-3730-1995) kedua nilai adsorpsi terhadap metilen blue belum memenuhi standar dimana minimal adosrpsi metilen blue adalah sebesar 60 mg/g. Hal ini dikarenakan ukuran partikel sebesar 0,5 mm dan 2 mm masih terlalu besar, sehingga belum bisa mengadsorpsi metilen blue sesuai dengan nilai standar yang diinginkan.

Pengaruh ukuran partkel adsorben dan waktu sampling terhadap chemical oxygen demand(COD)

Kandungan awal COD pada limbah kain jumputan jumputan sebelum adsorpsi adalah sebesar 174,33 mg/L. Kandungan COD tersebut masih diatas standar baku mutu limbah SNI, sehingga kandungan COD tersebut harus dikurangi dengan cara diadsorpsi. Gambar 6 menunjukan hubungan antara ukuran partikel adsorben, waktu sampling dan kandungan chemical oxygen demand (mg/L) yang terkandung dalam limbah. Pada gambar terlihat bahwa penurunan kandungan COD dengan variasi ukuran adsorben dan waktu sampling bersifat fluktuatif. Hal ini disebabkan karena pada 60 menit awal aliran limbah yang melewati adsorben belum stabil dan merata.

(6)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 24

kandungan COD sebesar 137,5 mg/L, dan untuk adsorben berukuran 2 mm terjadi pada waktu sampling 150 menit dengan kandungan COD sebesar 160 mg/L.

Gambar 6. Pengaruh ukuran partkel adsorben dan waktu sampling terhadap kandungan chemical oxygen demand (mg/L).

Berdasarkan hasil penurunan kandungan COD, adsorben berukuran 2 mm menunjukan penurunan yang sangat kecil. Hal tersebut terjadi karena luas permukaan adsorben 2 mm masih terlalu kecil untuk menyerap zat organik sebagai penyebab tinggi nya nilai COD, sehingga adsorben berukuran 2 mm tidak layak pakai untuk proses adsorpsi secara kontinyu.

Dari perbandingan penurunan kandungan COD antara ukuran karbon 0,5 mm dan 2 mm, karbon aktif dengan ukuran 0,5 mm menunjukan hasil terbaik dan telah memenuhi standar SNI (6989-2-2009) dengan kandungan COD sebesar 137,5 mg/L pada waktu sampling 90 menit. Berdasarkan baku mutu limbah SNI (6989-2-2009) kandungan COD maksimal yang diizinkan adalah sebesar 150 mg/L, untuk karbon aktif berukuran 2 mm hasil penurunan kandungan COD terbaiknya belum memenuhi standar SNI (6989-2-2009).

Gambar 7. Pengaruh ukuran partkel adsorben dan waktu sampling terhadap kandungan chemical oxygen demand (%).

Gambar 7 menunjukan hubungan antara ukuran partikel adsorben, waktu sampling dan besar persentase kandungan chemical oxygen demand yang terkandung dalam limbah.

Penurunan persentase kandungan COD terbaik dari adsorben berukuran 0,5 mm yang terjadi pada waktu sampling 90 menit adalah sebesar 21,127 %, dan untuk adsorben 2 mm terjadi pada waktu sampling 150 menit dengan penurunan sebesar 8,22 %. Dari perbandingan antara adsorben berukuran 0,5 mm dan 2 mm, adsorben berukuran 0,5 mm menunjukan hasil yang lebih baik.

Sebagai perbandingan Lia Cundari, dkk (2016) telah melakukan penelitian untuk adosrpsi limbah kain jumputan menggunakan adsorben berukuran 1 mm dimana dibuat dari biji pinang dengan perlakuan yang sama didapatkan penurunan kandungan COD yang terbaik pada waktu sampling 150 menit dengan penurunan kandungan sebesar 99,6875%.

Adsorben berukuran 1 mm pada waktu sampling 150 menit menunjukan hasil yang lebih baik dalam menurunkan kandungan COD. Hal ini terjadi karena pada adsorben berukuran 0,5 mm saat terjadi adsorpsi, sebagian partikel adsorben yang telah menyerap dan mengandung zat organik dari adsorbat ikut keluar bersama hasil adsorpsi. Penyebab ikutnya sebagian adsorben keluar bersama hasil adsorpsi adalah ketidakmampuan screen dari bed adsorben menahan adsorben untuk tidak ikut keluar, sehingga zat organik tersebut tercampur lagi dengan hasil adsorpsi yang menyebabkan penurunan kandungan COD yang tidak maksimal.

Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampling terhadap biologycal oxygen demand (BOD)

Gambar 8. Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampling terhadap kandungan biologycal oxygen demand (mg/L)

(7)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 25

adsorben berukuran 0,5 mm terjadi pada waktu sampling 30 menit dengan kandungan BOD sebesar 45,4 mg/L, dan untuk adsorben berukuran 2 mm terjadi pada waktu sampling 150 menit dengan kandungan BOD sebesar 55,6 mg/L.

Berdasarkan baku mutu limbah SNI (06-2503-1991) kandungan BOD yang diizinkan maksimal adalah sebesar 60 mg/L, untuk karbon aktif berukuran 2 mm dan 0,5 mm hasil penurunan kandungan BOD terbaiknya telah memenuhi standar SNI (06-2503-1991).

Gambar 9. Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampling terhadap kandungan biologycal oxygen demand (%)

Pada gambar 9 persentase penurunan kandungan BOD terbaik dari adsorben berukuran 0,5 mm yang terjadi pada waktu sampling 30 menit adalah sebesar 20,014 %, dan untuk adsorben 2 mm terjadi pada waktu sampling 150 menit dengan penurunan sebesar 2,05 %.

Sebagai perbandingan Lia Cundari, dkk (2016) telah melakukan penelitian menggunakan adsorben biji buah pinang hias berukuran 1 mm dengan penurunan kandungan BOD yang terbaik didapat pada waktu sampling 150 menit dengan penurunan. kandungan sebesar 99,7692%.

Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampliing terhadap total suspended solid

Kandungan awal TSS pada kain limbah jumputan sebelum diasorpsi adalah sebesar 2058 mg/L. Besarnya kandungan TSS tersebut masih belum mencukupi baku mutu limbah SNI yang diizinkan, sehingga perlu dilakukan adsorpsi untuk mengurangi kandungan TSS yang terdapat pada limbah kain jumputan. Gambar 10 menunjukkan pengurangan kandungan TSS terbaik dari adsorben berukuran 0,5 mm terjadi pada waktu sampling 30 menit dengan kandungan TSS sebesar 200 mg/L, dan untuk adsorben berukuran 2 mm terjadi pada

waktu sampling 30 menit juga dengan kandungan TSS sebesar 1682 mg/L.

Berdasarkan SNI (06-6989-3-2004) kandungan TSS yang diizinkan maksimal adalah sebesar 50 mg/L, untuk karbon aktif berukuran 2 mm dan 0,5 mm hasil penurunan kandungan TSS terbaiknya belum memenuhi standar SNI (06-6989-3-2004) karena melebihi nilai maksimum standar yang telah ditetapkan.

Gambar 10. Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampliing terhadap kandungan total suspended solid (mg/L)

Walaupun kandungan TSS dari hasil adsorpsi adsorben belum mencapai standar baku mutu limbah SNI, tetapi penurunan kandungan TSS yang terjadi cukup besar, terutama pada waktu sampling 30 menit, seperti terlihat pada gambar 11.

Gambar 11. Pengaruh ukuran partikel adsorben dan waktu sampliing terhadap kandungan total suspended solid (%)

Pada Gambar 11, penurunan persentase kandungan TSS terbaik dari adsorben berukuran 0,5 mm terjadi pada waktu sampling 30 menit yaitu sebesar 90,282 %, dan untuk adsorben 2 mm terjadi pada waktu sampling 30 menit yaitu sebesar 18,27 %.

(8)

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 22, Desember 2016 Page | 26 4. KESIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan penurunan kandungan polutan terbaik oleh adsorben berukuran 0,5 mm dengan penurunan COD sebesar 21,127% pada waktu sampling 90 menit, BOD sebesar 20,014% dan TSS sebesar 90,282% pada waktu sampling 30 menit

DAFTAR PUSTAKA

Asbahani. Pemanfaan Limbah Ampas Tebu

Sebagai Karbon Aktif Untuk

Menurunkan Kadar Besi Pada Air

Sumur, Laporan Penelitian, Fakultas

Teknik, Universitas Tanjungpura, Pontianak, 2013.

Cheresminoff, N. P. 1993. Carbon Adsorption of Pollutant Control. USA

Cundari, L., Putra, P.P., Febrina, Y. 2015.

Pengolahan Limbah Cair Industri kain Jumputan Menggunakan Karbon Aktif dari Biji Buah Pinang Hias. Prosiding Seminar nasional AVoER 7.

Cundari, L., Kemit, A.S., Usman, B.R. 2016.

Pengaruh Tinggi Bed dan Waktu Sampling terhadap Penurunan Kadar

BOD pada Limbah Cair Kain Jumputan.

Prosiding Seminar nasional AVoER 8, Tahun 2016, ISBN 979-587-617-1 Dwi, H, dkk.,. 2011. Pengolahan Air Limbah

Pewarna Sintetis Dengan Menggunakan Reagen Fenton. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3

Ensiklopedia Wikipedia Indonesia. 2008. Diakses tanggal 11 September 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon

Kurniawan, A dan Ahmad. S. Pembuatan Karbon Aktif Dari Coalite Batubara dan Aplikasinya Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Kain Jumputan, Laporan Penelitian Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, Palembang, 2008.

Manocha, S. M. 2003. Porous Carbons. India: Jurnal Sadhana. Vol 28, parts 1 & 2 Mihelcic, J.R. et al. 1999. Fundamental of

Enviromental Engineering. John Wiley & Sons,Inc.

Mirwan, M. 2005. Daur Ulang Limbah Hasil Industri Gula (Ampas Tebu/ Bagasse) Dengan Proses Karbonisasi Sebagai

Arang Aktif. Jurnal Rekayasa

Perencanaan. Vol. 1 (3)

Mu’jizah, S. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Biji Kelor (Moringa oleifera) Dengan NaCl Sebagai Bahan Pengaktif

Putra, P.P., dan Yolanda F.2015.Laporan Penelitian:Pengaruh Suhu Karbonisasi dan Konsentrasi HCl Dalam Pembuatan Karbon Aktif Dari Biji Buah Pinang dan Pengaplikasiannya Dalam Pengolahan

Limbah Cair Industri Kain

Jumputan.Jurusan Teknik Kimia,

Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Pohan, H. G. 1993. Prospek Penggunaan

Karbon Aktif Dalam Industri. Warta IHP. Bogor

Prasetyo, A, dkk. Adsorpsi Metilen Blue Pada Karbon Aktif Dari Ban Bekas Dengan Variasi Konsentrasi NaCl Pada Suhu Pengaktifan 6000 C dan 6500 C, Laporan penelitian, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2011.

Rahmayani, F. Pemanfaatan Limbah Batang Jantung Sebagai Adsorben Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin Dalam Air Olahan (Treated Water,, Laporan Penelitian, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Ambang Batas Limbah Cair   Kain Jumputan
Gambar 2. Rangkaian alat adsorpsi kontinyu limbah cair kain jumputan
Gambar 3. Pengaruh ukuran partikel adsorben terhadap kadar air dalam karbon aktif
Gambar 5.  Pengaruh ukuran partikel adsorben  terhadap adsorpsi metilen blue
+3

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4. Undermining dan jahitan fiksasi) (Gambar 7. Eksisi karsinoma sel basal dengan teknik modifikasi Mohs.. Pada karsinoma sel skuamosa, dapat dijumpai luka yang

5 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) merupakan salah satu penyedia plasma nutfah secara ex situ, yaitu pelestarian di luar habitat aslinya

(1999): Detection of circulating mammary carcinoma cells in the peripheral blood of breast cancer patients via a nested reverse transcriptase polymerase chain reaction

Untuk pelaksanaan fungsi pengawasan, maka disusun program kerja pengawasan yang terdiri atas program jangka menegah dan tahunan sebagaimana tertuang dalam Rencana

Tabel 5. Data tersebut menggambarkan bahwa Hipotesa Null ditolak atau dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifkan dari variabel-varibel independen dalam

anggota grub shalawat dapat disimpulkan bahwa faktor lain yang. menyebabkan tidak ada pengaruh shalawat terhadap coping stress

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai proses pembelajaran etude 80 Graded Studies untuk siswa klarinet kelas X SMK Negeri 2 Kasihan, Bantul,

 Jumlah ikan yang banyak ( tahun 2014 mencapai 1.199.955 ton) dan tingginya daya jual beli akan hasil laut mentah oleh masyarakat di Kecamatan Pulau Ende dan