MAKALAH
KIMIA KAYU DAN PULP (ABKC 3801)
“Menggali Potensi Kayu Ulin Untuk Bahan Kimia dan Industri” Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Kayu dan Pulp
Dosen Pengasuh: Drs. Syahmani, M.Si Dra. Rilia Iriani, M.Si Rahmat Eko Sanjaya M.Si
Disusun Oleh:
Siti Mariam (A1C315058) Sri Ulfah (A1C315059) Meynita Intan Utari (A1C315205) Thisna Wulandari (A1C315210)
Kelompok VII
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw, beserta para sahabat, keluarga, serta para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Syahmani, M.Si selaku dosen pengasuh mata kuliah Kimia Kayu dan Pulp yang telah memberikan tugas ini serta teman-teman yang telah memberikan partisipasi dan dukungan dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Menggali Potensi Kayu Ulin Untuk Bahan Kimia dan Industri”.
Makalah ini disusun berdasarkan informasi yang diketahui dan pengetahuan yang didapatkan. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk bersama-sama menjaga kelestarian dan potensi dari tanaman lokal kayu ulin. Selain itu, penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini baik dari dosen, maupun dari teman-teman. Terimakasih.
Banjarmasin, 17 Oktober 2017
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN...iii
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...2
1.3 Tujuan Penulisan...2
1.4 Manfaat Penulisan...2
BAB II PEMBAHASAN...3
2.1 Kayu Ulin...3
2.2 Ciri-ciri Kayu Ulin...4
2.3 Jenis-jenis Kayu Ulin...5
2.4 Sifat Kayu Ulin...5
2.5 Pemanfaatan Kayu Ulin...13
2.6 Keunggulan dan Masalah Kayu Ulin...15
2.7 Pelestarian Kayu Ulin...16
BAB III PENUTUP...23
3.1 Kesimpulan...23
3.2 Saran...23
DAFTAR PUSTAKA...25
DAFTAR TABEL
Tabel 1Penggolongan Kayu berdasarkan Kelas Kekuatan...5 Tabel 2 Modulus Elastisitas (PKKI’1961)...10 Tabel 3 Kandungan Kimia yang Terdapat pada Kayu Ulin...12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Degradasi hutan Indonesia terus berlanjut, dengan demikian maka Indonesia terancam kehilangan berbagai macam pohon hutan yang sangat bermanfaat untuk generasi yang akan datang. Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat ekstraktif guna memenuhi kebutuhan manusia menyebabkan kemerosotan secara kualitas maupun kuantitas sumberdaya hutan, jenis maupun ekosistem, tidak terkecuali ulin. Ulin merupakan salah satu jenis pohon yang hampir punah sebagai akibat dari tingginya laju penebangan yang dilakukan secara legal maupun illegal oleh masyarakat maupun perusahaan (Siyasa, 2001).
Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) merupakan salah satu jenis penyusunan hutan tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera Bagian Selatan dan Kalimantan. Jenis ini dikenal dengan nama daerah : bulian, bulian rambai, onglen, belian, tabulin dan telian. Pohon ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter samapi 120 cm, tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 m dpl. Jenis kayu dari pohon ulin ini tidak mudah lapuk baik di air maupun daratan. Itulah sebabnya kayu ini banyak dipakai sebagai bahan bangunan khususnya untuk rumah yang didirikan di atas tanah yang tergenang. Tanaman ini sering di gunakan sebagai tiang bangunan, sirap, papan lantai, jembatan, bantalan kereta api dan kegunaan lain yang memerlukan sifat-sifat khusus awet dan kuat.
Dengan semakin langka dan proses pertumbuhan yang sangat lambat maka di harapkan masyarakat dapat menjaga kelestarian tanaman ulin. Karena banyak hutan yang saat ini telah di eksploitasi sehingga kemungkinan akan mengalami degradasi yang dapat menyebabkan punahnya jenis tanaman ini. Dan dalam rangka menjaga kelestarian dan pengembangan tanaman ulin,
diperlukan informasi dan kajian budidaya yang tepat sesuai dengan karakteristik tempat hidupnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kayu ulin? 2. Apa saja ciri dari kayu ulin?
3. Apa saja jenis kayu ulin?
4. Bagaimana sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat kimia kayu ulin? 5. Apa saja pemanfaatan kayu ulin?
6. Apa yang menjadi keunggulan dan masalah pada kayu ulin? 7. Bagaimana cara pelestarian kayu ulin?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Kita dapat mengetahui dan mengenal kayu ulin. 2. Kita dapat mengetahui ciri-ciri dari kayu ulin. 3. Kita dapat mengetahui jenis dari kayu ulin.
4. Kita dapat mengetahui sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat kimia kayu ulin 5. Kita dapat mengetahui apa saja pemanfaatan kayu ulin.
6. Kita dapat mengetahui keunggulan dan masalah yang terdapat pada kayu ulin.
7. Kita dapat mengetahui cara pelestarian kayu ulin.
1.4 Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kayu Ulin
Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) tersebar di Indonesia, bahkan di dunia. Inilah kayu nomor satu yang paling diburu penjarah Taman Nasional Kutai. Kuat, tahan air, dan bentuknya yang lurus adalah syarat sempurna kayu, yang dapat dipenuhi ulin. Ditemukan pertama kali tahun 1993 oleh Sarjo, tenaga pengamanan hutan Taman Nasional Kutai yang sedang mendampingi peneliti asing. Inilah awal dibukanya Wisata Alam Sangkima, seluas 300-an hektar atau 0,1 persen dari luas Taman Nasional Kutai.
Gambar 1 Kayu Ulin
Ulin raksasa ini berdiameter 2,47 meter sehingga butuh 6-7 orang untuk memeluknya. Mengingat pertumbuhannya sangat lambat, diperkirakan ulin ini berumur 1.000 tahun
Ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter sampai 120 cm. Pohon ini tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 m, ulin umumnya tumbuh pada ketinggian 5 – 400 m di atas permukaan laut dengan medan datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran namun sangat jarang dijumpai di habitat rawa-rawa, kayu ulin juga tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras dengan klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophytha Sub divisi : Angiospsermae Kelas : Monocotyl Ordo : Ranales Family : Lauraceae Genus : Eusideroxylon
Species : Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn
Kayu Ulin dapat digergaji dan diserut dengan hasil baik, tetapi sangat cepat menumpulkan alat-alat karena kayunya sangat keras. Kayu Ulin dapat dipakai untuk tiang landasan dalam tanah, balok, papan lantai, mebel, dan ukiran untuk hiasan rumah (Martawijaya et al. 1989).
2.2 Ciri-ciri Kayu Ulin 1. Umum
a. Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn Teijsm & Binn.) digolongkan ke dalam suku Lauraceae.
b. Tinggi pohon umumnya 30-35 m dengan diameter setinggi dada (dbh) 60-120 cm, akan tetapi ada yang mencapai tinggi 50 m dengan diameter 200 cm.
c. Batang lurus berbanir, tajuk berbentuk bulat dan rapat serta memiliki percabangan yang mendatar.
2. Utama
a. Kulit pohon yang licin, berwarna kuning atau kelabu muda.
b. Batangnya yang lurus dengan banir yang tumbuh tidak secara melingkar.
c. Kayu yang telah terpotong akan menjadi hitam jika lama terendam air. d. Tekstur kayunya kasar, sangat keras sehingga sulit digergaji, dan
baunya aromatis.
e. Tidak memiliki banyak cabang
2.3 Jenis-jenis Kayu Ulin
5
2. Ulin lilin dengan batang coklat gelap
3. Ulin tembaga dengan warna batang kekuningan 4. Ulin kapur dengan warna batang coklat muda
Ulin tando, lilin dan tembaga biasanya digunakan untuk pondasi bangunan dan lantai. Ulin kapur merupakan satu-satunya ulin yang mudah dibelah sehingga cocok untuk bahan baku atap sirap.
2.4 Sifat Kayu Ulin
Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) yang sering disebut kayu besi karena sifat kayunya yang kuat dan awet termasuk dalam kelas kuat I dan kelas awet I memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Sifat Fisik Kayu Ulin a. Berat Jenis
Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berkisar 0,20 sampai 1,28 dan untuk kayu ulin berat jenisnya sebesar 1,04. Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu itu, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar.
Tabel 1Penggolongan Kayu berdasarkan Kelas Kekuatan
b. Keawetan Kayu Alami
unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu. Adapun kayu ulin memiliki silica dan lain-lain yang membuat kayu ulin ini tahan terhadap serangan rayap dan serangga penggerek.
c. Warna Kayu
Ada beraneka macam warna kayu diantaranya yaitu warna kuning, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain sebaginya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna suatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor tempat di dalam batang, umur pohon, dan kelembaban udara. Kulit luar ulin berwarna cokelat kemerah-merahan sampai cokelat tua atau cokelat kelabu dengan tebal 2-9 cm. Kayu teras ulin berwarna cokelat kuning dan lambat laun menjadi cokelat kehitaman. Sedangkan kayu gubalnya berwarna cokelat kekuningan dengan tebal 1-5 cm dan pada umunya 3 cm.
d. Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau kelembaban. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering, akibatnya kayu itu akan mengembang atau menyusut. Kayu ulin tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut.
e. Tekstur
Tekstur ialah ukuran relatif sel-sel kayu. Yang dimaksud dengan sel kayu ialah serat kayu. Jadi dapat dikatakan tekstur ialah ukuran relatif serat-serat kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu dapat digolongkan ke dalam :
Kayu bertekstur halus, contoh : giam, lara, kulim dll
Kayu bertekstur sedang, contoh : jati, sonokeling dll
Kayu bertekstur kasar, contoh : ulin, meranti, kempas dll f. Serat
7
dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat mencong. Serat mencong dapat dibagi lagi menjadi:
Serat lurus contohnya kayu ulin, jati dan lain-lain
Serat berpadu contohnya kayu kulim, renghas, kapur.
Serat berombak contohnya kayu renghas, merbau dan lain-lain.
Serat terpilin contohnya kayu bintangur, kapur, dammar dan lain-lain.
Serat diagonal g. Berat kayu
Berat sesuatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung, dan zat-zat ekstraktif di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu.
Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas sebagai berikut:
Sangat berat = lebih besar dari 0,90
Berat = 0,75 - 0,90
Agak berat = 0,60 - 0,75
Ringan = lebih kecil dari 0,60
Berdasarkan penggolongan di atas maka jelaslah kayu ulin yang memiliki berat jenis 1,40 termasuk ke dalam golongan kayu yang sangat berat.
h. Kekerasan
Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu. Kayu-kayu yang keras juga temasuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya kayu ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis kayu digolongkan sebagai berikut:
Kayu sangat keras, contoh: ulin, balau, giam, dan lain-lain.
Kayu keras, contoh: kulim, pilang dan lain-lain.
Kayu lunak, contoh: pinus, balsa, dan lain-lain
Cara menetapkan kekerasan kayu ialah dengan memotong kayu tersebut arah melintang dan mencatat atau menilai kesan perlawanan oleh kayu itu pada saat pemotongan dan kilapnya bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang sangat keras akan sulit dipotong melintang dengan pisau. Pisau tersebut akan meleset dan hasil potongannya akan memberikan tanda kilauan pada kayu. Kayu yang lunak akan mudah rusak, dan hasil potongan melintangnya akan memberikan hasil yang kasar dan suram.
2. Sifat Mekanik Kayu Ulin
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda. Kekuatan kayu memegang peranan penting dalam penggunaan kayu untuk bangunan, perkakas, dan lain penggunaan. Hakekatnya hamper pada semua penggunaan kayu, dibutuhkan syarat kekuatan. Dalam hubungan ini dibedakan beberapa macam kekuatan sebagai berikut:
a. Keteguhan tarik
Kekuatan atau keteguhan tarik suatu jenis kayu ialah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha menarik kayu itu. Terdapat dua macam keteguhan tarik yaitu keteguhan tarik sejajar arah serat dan keteguhan tarik tegak lurus arah serat. Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah sejajar arah serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah serat dan keteguhan tarik ini mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap pembelahan.
b. Keteguhan tekan/kompresi
9
bantalan di bawahnya. Keteguhan ini mempunyai hubungan juga dengan kekerasan kayu dan keteguhan geser. Keteguhan kompresi tegak lurus arah serat pada semua kayu lebih kecil daripada keteguhan kompresi sejajar arah serat.
c. Keteguhan geser
Keteguhan geser ialah suatu ukuran kekuatan kayu dalam hal kemampuanya menahan gaya-gaya, yang membuat suatu bagian kayu tersebut bergeser atau bergelingsir dari bagian lain di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan 3 macam keteguhan geser yaitu keteguhan geser sejajar arah serat, keteguhan geser tegak lurus arah serat dan keteguhan geser miring. Pada keteguhan geser tegak lurus arah serat jauh lebih besar daripada keteguhan geser sejajar arah serat.
d. Keteguhan lengkung (lentur)
Keteguhan lengkung ialah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati
maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut, misalnya blandar. Dalam hal ini dibedakan keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Yang pertama menunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan, sedangkan keteguhan pukul adalah kekuatan kayu yang menahan gaya yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan.
Berdasarkan tinjauan literatur Atlas Kayu Indonesia (PTHH, 2004), specific gravity (SG) kayu ulin adalah 1,04. Kekuatan lentur kayu Ulin adalah sebesar 109,19 MPa (Fb atau pada kondisi beban batas proporsional) dan sebesar 140,38 MPa (MoR atau pada kondisi beban batas ultimit/patah). Sedangkan untuk kekuatan tekan sejajar serat kayu Ulin adalah sebesar 65,24 MPa. Kekuatan tarik kayu Ulin adalah sebesar 2,62 MPa (arah radial) dan sebesar 6,19 MPa (arah tangensial).
(beban batas proporsional), kekuatan tekan sejajar serat 55,64 MPa (beban batas ultimit), dan kekuatan tekan tegak lurus serat sebesar 20,26 MPa (beban batas proporsional).
e. Kekakuan
Kekakuan kayu baik yang dipergunakan sebagai blandar ataupun tiang ialah suatu ukuran kekuatannya untuk mampu menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut dinyatakan dengan istilah modulus elastisitas yang berasal dari pengujian-pengujian keteguhan lengkung statik. Adapun modulus elastisitas berdasarkan kelas kuat kayu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Modulus Elastisitas (PKKI’1961)
f. Kekerasan
11
g. Keteguhan belah
Sifat ini digunakan untuk menyatakan kekuatan kayu menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Tegangan belah adalah suatu tegangan yang terjadi karena adanya gaya yang berperan sebagai baji. Suatu sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan sirap ataupun pembuatan kayu bakar. Sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik untuk pembuatan jenis ukir-ukiran (patung). Contoh: kayu ulin baik untuk pembuatan sirap, kayu sawo baik untuk pembuatan patung ataupun popor senjata dan lain sebagainya.
3. Sifat Kimia Kayu Ulin
Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan kegunaan suatu jenis kayu juga harus dengan mengetahuinya, kita dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan makhluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal. Pada umumnya komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur yaitu:
Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa Unsur non- karbohidrat terdiri dari lignin
Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif.
Kayu ulin termasuk ke dalam kelas kuat dan kelas awet I memiliki beberapa kandungan komponen kimia yang telah disajikan pada tabel berikut ini.
Komponen Kayu Kadar (%) Kelarutan Kadar (%)
Tabel 3 Kandungan Kimia yang Terdapat pada Kayu Ulin (Sumber: Martawijaya et al, 1989)
a. Selulosa
Adalah bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar selulosa ialah glukosa, gula bermartabat enam, dengan rumus C6H12O6.
Molekul-molekul glukosa disambung menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri- industry yang memakai selulosa sebagai bahan baku misalnya: pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain sebagainya.
b. Lignin
Merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan kimia yang jauh dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel tersusun oleh suatu rangka molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua bagian ini merupakan suatu kesatuan yang erat, yang menyebabkan dinding sel menjadi kuat menyerupai beton bertulang besi. Selulosa laksana batang-batang besi dan lignin sebagai semen betonnya. Lignin terletak terutama dalam lamella tengah dan dinding primer. Kadar lignin dalam kayu gubal lebih tinggi daripada kayu teras. (Kadar selulosa sebaliknya). c. Hemiselulosa
Sealin kedua bahan tersebut di atas, kayu masih mengandung sejumlah zat lain sampai 15 - 25%. Antara lain hemiselulosa, semacam selulosa berupa persenyawaan dengan molekul-molekul besar yang bersifat karbohidrat. Hemiselulosa dapat tersusun oleh gula yang bermartabat lima dengan rumus C5H10O5 disebut pentosan atau gula bermanfaat enam C6H12O6
disebut hexosan. Zat-zat ini terdapat sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel juga sebagai bahan zat cadangan.
13
Umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti: eter, alcohol, bensin dan air. Banyaknya rata-rata 3 – 8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula, pati dan zat wsarna. Zat ekstraktif tidak merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif memiliki arti yang penting dalam kayu karena:
Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu
Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu
Dapat digunakan sebagai bahan industry.
Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.
e. Abu
Di samping persenyawaa-persenyawaan organik, di dalam kayu masih ada beberapa zat organik, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 – 1% dari berat kayu.
2.5 Pemanfaatan Kayu Ulin
Pemanfaatan kayu ulin telah dilakukan ratusan tahun yang lalu oleh suku Dayak diperdalaman Kalimantan. Atap dari kayu ulin disebut sirap dipakai untuk atap rumah adat seperti rumah Betang di Kalimantan Tengah, selama ratusan tahun. Begitu pula tiang, kusen, dinding rumah pada masa lampau menggunakan kayu ulin.
Di Kalimantan Tengah bangunan untuk menyimpan tulang belulang nenek moyang suku Dayak Kalimanantan menggunakan kayu ulin disebabka oleh kayunya yang tahan di tempat terbuka. Kegunaan lain dari limbah uln yang berasal dari tunggak digunakan sebagai turus atau panjatan untuk tanaman lada/merica. Turus tersebut berukurn panjang sekitar 2 m dengan diameter 15-20 cm.
Dalam hubungannya dengan manfaat ekologi, pohon ulin merupakan tempat bersarang orang utan. Orang utan juga memakan daun-daun ulin yang masih muda. Pohon ulin memiliki peranan ekologi yang penting diantaranya menghasilkan oksigen yang menyerap karbondioksida melalui proses fotosintesis, mempertahankan air tanah, menahan air dan tanah, serta mempengaruhi iklim mikro, dan lain sebagainya.
Manfaat bagi kepentingan sosial budaya merupakan manfaat yang juga bersifat ekstraktif namun pemanenan dilakukan tidak dengan cara menebang. Manfaat ini diperoleh dengan mengambil bagian yang tidak mematikan dari jenis ini. Manfaat sosial budaya dari pohon ulin adalah sebagai obat tradisional dan sebagai bahan kerajinan dan ukiran tradisional dengan memanfaatkan tunggak ulin yang telah mati sehingga tidak mengancam kelestariannya.
Ulin berkhasiat untuk mengatasi beberapa penyakit dan gangguan kesehatan. Terkait dengan pemanfaatannya sebagai bahan obat, daun ulin mengandung beberapa senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, tanin, dan sterol-terpenoid serta banyak mengandung tanin. Selain pemanfaatan daun dan batangnya, biji ulin yang dihaluskan dimanfaatkan untuk obat bengkak, menghitamkan rambut atau semir rambut. Buah ulin yang akan digunakan dikeringkan, dicampur dengan minyak kelapa. Di pasar-pasar tradisional di Kalimantan kadang dijual produk minyak ulin yang berkhasiat untuk menghitamkan rambut dan mencegah tumbuhnya uban. Adanya khasiat obat pada
biji ulin ini mungkin ada hubungannya dengan kandungan racun yang ada di dalamnya.
15
bahan bangunan, tiang, dan produk kayu lainnya. Limbah industri ulin dapat dimanfaatkan untuk membuat papan semen partikel. Industri-industri perkayuan seperti penggergajian kayu, kayu lapis, meubel dan lain-lain secara langsung menghasilkan limbah-limbah industri kayu yang cukup tinggi. Limbah dari industri perkayuan yang berupa sisa kayu yang secara ekonomis belum bisa dimanfaatkan lagi, dapat digunakan sebagai bahan baku salah satunya adalah papan semen partikel. Papan semen partikel adalah papan tiruan yang dibuat dari potongan kayu atau partikel sebagai bahan baku utamanya dengan semen sebagai bahan pengikatnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat papan semen partikel adalah: jenis kayu, tipe partikel, jumlah dan penyebaran bahan perekat, orientasi partikel serta interaksi faktor-faktor tersebut di atas.
Serbuk kayu ulin (Eusideroxylon zwagery) mempunyai kandungan kimia yang sangat menarik untuk diteliti yaitu senyawa turunan neolignan. Berdasarkan kegunaannya secara tradisional, kandungan kimia utama dan hasil uji bioaktivitas awal sebagai antijamur, dapat diprediksi bahwa senyawa-senyawa turunan neolignan dari kayu ulin (Eusideroxylon zwagery) memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur patogen kulit yang diuji.
2.6 Keunggulan dan Masalah Kayu Ulin
Ulin mempunyai banyak keunggulan diantaranya yaitu:
1. Kayunya sangat kuat dan sangat awet, digolongkan Kelas Kuat 1 dan Kelas Awet 1.
2. Memiliki kemampuan bertunas (coppice) yang sangat baik, di mana meskipun pohon sudah tua bila ditebang atau roboh akan bertunas kembali sepanjang akarnya tidak rusak.
3. Mempunyai umur yang sangat panjang mencapai ratusan tahun karena pertumbuhannya yang lambat.
5. Pohon ulin yang telah dewasa tahan terhadap kebakaran karena kerapatan kayu yang tinggi, mempunyai kulit yang tebal dengan lapisan cork yang berlapis-lapis.
6. Relatif mudah dalam pengadaan bibit yaitu dari biji, cabutan, putaran dan stek pucuk (Sulistyobudi, 2001: Martawijaya et al., 1989; Effendi, 2006).
Selain memiliki banyak keunggulan, ulin juga memiliki banyak masalah diantaranya:
1. Permudaan alam ulin umumnya banyak terdapat di bawah pohon induk karena buahnya yang berat sehingga penyebaran permudaan alam pohon ulin hanya di sekitar dan tidak jauh dari induknya.
2. Pertumbuhan ulin yang sangat lambat mengakibatkan kurangnya minat perusahaan dan masyarakat untuk menanam ulin bila dibandingkan dengan sengon atau akasia, meskipun harga kayu ulin jauh lebih mahal dari kedua jenis terakhir.
3. Dalam industri permebelan, kayu ulin termasuk jenis kayu yang tidak disarankan jika digunakan untuk membuat furniture. Sebab meskipun kayu ulin ini bisa digergaji dan dipotong, tetapi dengan tingkat kekerasan kayunya yang sangat keras, akan sangat menyulitkan jika diproses lebih lanjut.
4. Biaya produksi yang mahal, sebab mesin atau alat-alat pertukangan mudah aus dan tumpul atau bahkan malah rusak sehingga dibutuhkan ongkos lebih untuk perawatan.
2.7 Pelestarian Kayu Ulin
17
keterancaman kepunahan adalah karena kerusakan habitat dan pemanfaatan yang tidak terkendali).
Meningkatnya permintaan terhadap kayu ulin menyebabkan keberadaan ulin di hutan alam dalam dua dekade terakhir menurun secara signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran populasi yang dilakukan di Taman Nasional Kutai diketahui bahwa potensi ulin sebesar 45 pohon per ha. Jika dibandingkan dengan studi yang dilakukan Susilo dan Riswan (1987) dilaporkan bahwa potensi ulin di Taman Nasional Kutai adalah 54 pohon per ha, maka dalam waktu dua dekade telah terjadi penurunan potensi sebesar sembilan pohon per ha atau 17%. Sementara di KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) Samboja ditemukan hal yang sebaliknya, dimana potensi ulin adalah 17,5 pohon per ha, meningkat 80% dari potensi empat tahun sebelumnya sebesar 9,7 pohon per ha yang dilaporkan oleh Iriansyah dan Rayan (2006). Beberapa sumber melaporkan potensi ulin di beberapa daerah di Indonesia dan kondisi tegakan alam ulin di Sumatera Bagian Selatan. Potensi ulin terkecil dilaporkan oleh Abdurachman dan Saridan (2006), yaitu hanya lima pohon per ha di Hutan Alam Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sidiyasa et al. (2013) melaporkan bahwa potensi ulin sebagai pohon induk di alam tergolong rendah, yakni berkisar antara 22,11% hingga 32,30% dari populasi yang ada.
Konservasi itu sendiri secara luas diartikan sebagai upaya pemanfaatan yang berkelanjutan. Konservasi juga diartikan sebagai sebuah kesinambungan antara penelitian, pemanfaatan dan perlindungan). Suatu jenis dikonservasi bukan berarti hanya untuk dilindungi akan tetapi harus dapat dimanfaatkan seluas-luasnya secara berkesinambungan. Untuk menentukan status konservasi suatu jenis perlu diketahui manfaat, potensi, penyebaran dan status regenerasinya.
Strategi konservasi keragaman genetik ulin dapat dirancang berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rimbawanto, et. al (2006) dan Irawan (2005) Masing-masing propinsi dapat dianggap sebagai satu populasi besar, sehingga eksplorasi materi genetik ulin dalam rangka konservasi sumber daya genetik dilakukan di tiap propinsi.
Kegiatan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan dilaksanakan dalam tiga level yang terdiri dari level genetik, jenis, dan ekosistem. Kegiatan konservasi antara lain bertujuan untuk mencegah terjadinya penurunan keanekaragaman dan kepunahan di tiga level tersebut. Menurut Nugroho (2010), strategi konservasi in-situ maupun ex-in-situ ulin idealnya saling komplementer. Konservasi ex-in-situ merupakan back-up bagi konservasi in-situ. Konservasi ex-situ berfungsi untuk mendukung jenis target yang mungkin hilang berbagai sebab di areal konservasi in-situ. Konservasi ex-situ harus memperhatikan syarat-syarat tempat tumbuh (tanah) yang sesuai di mana ulin tumbuh pada sebaran alaminya.
Metode konservasi sumber daya genetik yang dilakukan adalah konservasi in-situ dinamis dan konservasi ex-situ dinamis. Konservasi in-situ dinamis dengan penanaman pengayaan bahan tanaman setempat pada hutan alam atau tempat tumbuhnya. Konservasi ex-situ dinamis yaitu program pemuliaan dengan membuat tegakan benih provenans dan tegakan konservasi genetik. (Siregar, 2008).
19
hubungannya dengan konservasi, Sidiyasa et al. (2013) mengemukakan bahwa pengawasan dan pengamanan terhadap tegakan ulin di kawasan konservasi (upaya konservasi in-situ) harus lebih ditingkatkan. Mempertimbangkan potensi ulin yang semakin menurun, maka pada tahun 1997 jenis ini dimasukkan ke dalam Red list jenis-jenis yang terancam (Threatened Species) IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) (Wahyuni, 2006; IUCN, 2012). Saat ini status konservasi jenis ulin adalah rawan (vurnerable).
Konservasi in-situ telah diupayakan oleh Pemerintah Kalimantan Timur melaui SK Kepala Dinas Kehutanan 522.21/005.79/DK-V/1991, tanggal 20 agustus 1981, dimana setiap HPH diwajibkan menunjuk tegakan pohon induk jenis ulin dengan luas minimal 100 ha (Balitbang Kehutanan Samarinda, 2004).
Sejalan dengan itu, upaya konservasi ulin secara in-situ ternyata juga sudah dilakukan yaitu oleh PT REKI di petak Sungai Kandang, Batang Hari, adalah penanaman ulin di habitat alaminya (Maret-Juni 2010) sebanyak 20.000 bibit dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Pada lokasi ini populasi ulin sudah relatif rendah, karena maraknya penebangan liar. Di sisi lain, upaya konservasi ulin yang sudah dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas sebagai pemilik dan pengelola tegakan ulin di Hutan Adat Mambang adalah deliniasi area dengan areal kebun kelapa sawit di sekitarnya. Selain itu, dikembangkan pula kelompok tani hutan dengan kegiatan utama adalah pembibitan ulin.
Adapun beberapa lokasi hutan ulin alami dan tanaman ulin di habitat alaminya yang dapat digunakan untuk konservasi in-situ adalah:
1. Tegakan ulin di Sangkimah, Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur.
2. Tegakan ulin di kawasan hutan yang dapat izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHKRE) PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia), yang berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.
3. Tegakan ulin di Hutan Adat Mambang, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
5. Tanaman ulin di KHDTK Kemampo, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
Lokasi-lokasi lain yang dilaporkan oleh Hakim et al., (2005), Iriansyah dan Rayan (2006), Wirasapoetra (2006), Susanto (2006), Saepudin et al. (2006) serta Sarjono dan Taufiqurrahman (2012) antara lain :
1. Kawasan Hutan Sumber Benih Ulin PT ITCIKU Balikpapan terletak di Jalan 5000 KM 42. Petak 47, 48, 57 dan 58 dengan luas 120 ha. Termasuk Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. 2. Kawasan hutan IUPHHK PT Sari Bumi Kusuma Kalimantan Tengah. Hutan
ulin terletak pada koordinat 1110 39’-1120 25’ BT dan 000 36’-010 10’LS, Desa Kiham, Kecamatan Seruyan Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah.
3. Kawasan hutan arboretum alam PT Suka Jaya Makmur, di Km 49-50 dari logpond, termasuk Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
4. Tegakan ulin di Kecamatan Sumber Barito, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
5. Tegakan ulin di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja, Kalimantan Timur. Potensi pohon ulin dalam kawasan hutan yang di survei seluas 47,28 ha terdapat 459 pohon, terdiri dari 195 pohon dengan diameter 10-30 cm dan 264 pohon berdiameter > 10-30 cm.
6. Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, di kawasan hutan adat, kebun rotan dan kebun kopi. Masyarakat adat yang menebang satu pohon ulin diharuskan menanam 5-10 pohon ulin.
7. Hutan Lindung di Bukit Soeharto Kalimantan Timur.
8. Desa Setulang Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Masyarakat menanam berbagai jenis pohon termasuk ulin pada hutan cadangan milik desa.
9. Tegakan ulin di KHDTK Kintap, Kalimantan Selatan.
21
bekerjasama dengan PT.KEM telah menanam ulin seluas 10 ha (Balitbang Kehutanan Samarinda, 2004). Kegiatan pembangunan plot konservasi exsitu ulin juga dilakukan di Hutan Penelitian Sumberwringin, Bondowoso, Jawa Timur sejak Desember 2004 (Hakim dan Prastyono, 2005). Lokasi konservasi ex-situ jenis ulin antara lain terdapat di :
1. Hutan Penelitian Sumberweringin Bondowoso, Jawa Timur seluas tiga ha yang dikelola oleh Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta (Hakim et al., 2005).
2. Arboretum Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bogor (kira-kira 15 pohon).
3. Suban Jeriji, Sumatera Selatan, yaitu di plot percobaan penanaman ulin di bawah tegakan Acacia mangium dan tegakan karet rakyat (luas 1,5 ha).
4. Desa Tanjung Harapan, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (sejak 1997). Pada umur enam tahun pohon ulin mencapai diameter 13 cm (Sutisna, 2004).
5. Sebulu, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim seluas satu ha yang dikombinasikan dengan tanaman penghasil gaharu (Aquilaria sp.) (Yusliansyah et al. 2004).
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn), dari famili Lauraceae adalah jenis pohon asli Indonesia. Kayunya berkualitas tinggi sehingga banyak dipakai untuk bahan bangunan, mempunyai nilai ekonomi, sosial dan budaya yang tinggi. Selain itu, kayu ulin juga memiliki nilai ekologi, dan berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai penyakit.
2. Kayu ulin memiliki beberapa sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat kimia. Sifat fisik di sini meliputi berat jenis, keawetan, warna, higroskopik, tekstur, serat, berat kayu, dan kekerasan. Sifat mekanik meliputi keteguhan tarik, keteguhan tekan/kompresi, keteguhan geser, keteguhan lengkung (lentur), kekakuan, kekerasan, dan keteguhan belah. Sifat kimia meliputi kandungan selulosa, lignin, hemiselulosa, zat ekstraktif, dan abu.
3. Upaya konservasi ulin, baik secara in-situ maupun ex-situ, harus dilakukan oleh semua pihak dan didukung oleh kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Konservasi in-situ dapat dilakukan melalui penetapan tegakan alam ulin yang tersisa menjadi kawasan konservasi dan tegakan sumber benih teridentifikasi. Konservasi ex-situ dapat dilakukan dengan mewajibkan penanaman ulin di kawasan Hutan Tanaman Industri yang berlokasi di provinsi-provinsi tempat tumbuh aslinya, penggunaan jenis ulin sebagai jenis tanaman pada kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan serta promosi penanaman ulin di lahan.
3.2 Saran
Adapun saran yang bisa penulis sampaikan yaitu masyarakat bersama-sama dengan pemerintah perlu melakukan pelestarian terhadap tanaman endemic Kalimantan terutama jenis ulin yang keberadaannya semakin langka.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman. (2012). Tanaman Ulin (Eusideroxylon Zwageri T. & B) pada Umur 8,5 Tahun di Arboretum Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda. Info Teknis Dipterokarpa, V (1).
Balitbang Kehutanan Kalimantan. 2004. Status Litbang Ulin (Eusideroxylon zwageri). Samarinda.
Effendi, R. (2009). Kayu Ulin Di Kalimantan : Potensi, Manfaat, Permasalahan Dan Kebijakan Yang Diperlukan Untuk Kelestariannya. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, VI (3).
Gusmalawati, D., Mukarlina, Wahdina, & Khotimah, S. (2014). Struktur Anatomi Batang Ulin (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn Teijsm. & Binnend) Varietas Tando Dan Tembaga Di Kalimantan Barat. Saintifika; Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Jember. Volume16, No. 2.
Hakim, L., & Prastyono. (2005). Konversi Budidaya Ulin. Yogyakarta: Pusat Litbang Hutan Tanaman.
Irawan, B. (2005). Ironwood (Eusideroxylon zwageri Teijsm.& Binn.) and its Varieties in Jambi, Indonesia. Gottingen: University of Gottingen.
J.F. Dumanauw. (1990). Mengenal Kayu. Yogyakarta: Kanisius.
Martawijaya, A., I. Kartasujana., Y.I. Mandang., S.A. Prawira, & K. Kadir. (1989). Atlas Kayu Indonesia. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Mogea, J.P., D. Gandawidjaja, H., Wiriadinata, R.E., Nasution, & Irawati. (200l). Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi -LIPI. Bogor.
Pranata, Y.A. (2014). Kekuatan Tekan Sejajar Serat dan Tegak Lurus Serat Kayu Ulin (Eusideroxylon Zwageri). Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, XXI (1).
Pranata, Y.A., & Palapessy, J.G. (2014). Kekuatan Lentur, Moe, Dan Mor Kayu Ulin (Eusideroxylon Zwageri). Jurnal Teknik Sipil, XIII (1).
Rimbawanto, Widyatmoko, & Harkingto. (2006). Keragaman Populasi (Eusideroxylon zwageri) Kalimantan Timur Berdasarkan Penanda RAPD. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Bogor.
Sastrapradja, S., K. Kartawinata, Roemantyo, U., Soetisna, H., Wiriadinata, & S. Riswan. (1977). Jenis-jenis Kayu Indonesia. Bogor: Lembaga Biologi Nasional -LIPI.
Siregar, IZ. (2008). Strategi Konversi Sumber Daya Genetik. Bogor: IPB.
Siyasa, K., & N, Juliaty. (2001). Pelestarian Ulin; Aspek pemanfaatan,Budidaya dan Konservasi. Makalah pada Lokakarya Pelestarian species flora langka (ulin), Bapedalda Prop. Kalimantan Timur.