PENGARUH PENDIDIKAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL ORANG TUA
TERHADAP PERILAKU TEMPER TANTRUM PADA ANAK
USIA 3-6 TAHUN DI TK ROMLY TAMIM DAERAH
PESISIR KENJERAN SURABAYA
Diyan Mutyah1)
, Lilik Erviani2), M. Baidlowi Mahbub³) ¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya
Email : diyanmutyah@gmail.com
² Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya Email : lilikerviani@gmail.com
³Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya Email : baidlowi@gmail.com
Abstract
Emotional intelligence is the ability to recognize, understand, and manage the emotion itself so that one can use emotions effectively, the goal is for parents to be aware of the need to hone EQ. The purpose of research to analyze the relationship of EQ parents with Temper tantrum behavior children aged 3-6 years. The design of this research ussed correlational analysis with Cross Sectional approach. The parents' population in kindergarten Romly Tamim A and B, registered as a group of 60 people. Sampling technique used Probability Sampling counted 48 respondents parents of children aged 3-6 years. The instrument uses a questionnaire of emotional intelligence and temper tantrums, data is normalized using Regresion Ordinal. The results showed that
= 0.001 <H = 0.05 there is a relationship between the old emotional intelligence with the behavior of eye mediation in children aged 3-6 years, with the conclusion that the higher the emotional intelligence score of the parents hence affect the behavior of skore. Child berserk, low and the lower the emotional intelligence score of parents then the higher the behavior of the child's behavior. The implication of this study is the need parents awareness to hone emotional intelligence in order to achieve positive parenting role function, so as to handle or prevent temper tantrum in children.Keywords: Emotional intelligence parents, Temper tantrums, Education of parents, children pre school
1.
PENDAHULUAN
Masa awal anak-anak merupakan masa
keemasan atau (The Golden ages) bagi orang
tua, Erik erikson menyatakan bahwa pada
usia 3-6 tahun, anak sedang dalam tahapan
perkembangan yang ketiga dari delapan
tahapan
perkembangan.
Tahap
perkembangan tersebut disebut
inisiatif
versus rasa bersalah (initiative versus guilt)
(Yuniartiningsih, 2015). Pada tahap ini anak
mulai belajar dalam pemahaman dan
pengaturan emosi. Menurut Pieter & Lubis
(2010) mengatakan, bahwa pandangan orang
tua
tentang
masa awal
kanak-kanak
merupakan masa sulit karena hampir
sebagian anak banyak mengalami kesulitan
perkembangan kepribadian dan anak sering
kali menuntut kebebasan meskipun
kebebasannya masih gagal diperoleh. Anak
berperilaku lebih bandel, keras kepala,
melawan, tidak patuh, tidak mau ditolong,
dan menolak ungkapan kasih sayang. Selama
awal masa ini emosi anak juga terbentuk
dengan sangat kuat,anak mulai mengenal
rasa sedih, jengkel, senang dan kecewa.
Namun
pada
beberapa
kasus,
anak
mengalami gangguan dalam mengatur dan
menangani
emosinya
seperti
yang
diungkapkan oleh ahli anak, bahwa kurang
lebih 5% dari gejala-gejala yang tampak
serius yang dialami anak-anak tidak ada
hubungannya dengan masalah organik,
artinya, gejala-gejala itu terjadi bukan akibat
organ tubuh yang terserang penyakit tetapi
terkait dengan masalah emosi atau kejiwaan
(Ulfa, 2015).
dan sangat umum terjadi. Hal ini biasanya
terjadi pada pada anak sekitar usia 18
bulan-4 tahun, namun kadang masih dapat ditemui
pada anak 5-6 tahun. Pada usia ini, anak
sedang mempelajari batasan-batasan yang
ada disekelilingnya. Anak juga berusaha
untuk menentang serta memperlihatkan
otonomi dan kemandiriannya (Marissa,
Leman & Susilowati, 2013). Saat ini peneliti
masih menjumpai
temper tantrum pada
beberapa anak di TK Romly Tamim,
Kelurahan Bulak, Kecamatan Kenjeran,
Kota
Surabaya.
Seperti
kurangnya
pemahaman orang tua dalam menangani
kasus
temper tantrum pada anak, orang tua
terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah
sehingga ketika anak ingin mendapatkan
perhatian, orang tua tidak bisa memenuhi
kebutuhan tersebut.
Berdasarkan data dari penelitian di
Northwestern Feinberg survei dari hampir
1.500 orangtua, studi ini menemukan bahwa
84% dari anak-anak usia 2-5 tahun
meluapkan frustasinya dengan mengamuk
dalam satu bulan terakhir, dan 8,6%
diantaranya memiliki tantrum sehari-hari
yang justru jika itu terjadi setiap hari
merupakan tidak normal, Wakschlag (2012).
Sedangkan di Indonesia, balita yang
biasanya mengalami ini dalam waktu satu
tahun, 23 sampai 83 persen dari anak usia 2
hingga 4 tahun pernah mengalami temper
tantrum,
(Psikologizone,
2012
dalam
Zakiyah, 2015). Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
dengan tekhnik wawancara langsung pada
ibu-ibu kelompok usia bermain dari TK
Romly Tamim RW 01 Kelurahan Kenjeran,
Daerah Pesisir, Kota Surabaya, dari 5 ibu dan
didapatkan laporan bahwa 3 ibu mengalami
kasus dimana anak mereka mencerminkan
tanda-tanda spesifik dari
temper tantrum
seperti berteriak-teriak saat mengalami
kelelahan, menghentakkan tangan dan
kakinya ke lantai dengan keras sambil
disertai menangis histeris jika keinginannya
tidak terpenuhi, dan ibu lainnya mengatakan
anak mereka mengalami kasus serupa namun
masih dapat diatasi.
Penyebab temper tantrum erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan keluarga sebab
apapun tindakan yang dilakukan oleh
orangtua akan berdampak pada perilaku dan
respon anak pada masa-masa yang akan
datang
selanjutnya.
Sehingga
perlu
pemahaman dan peran orang tua mengenai
apa yang harus dilakukan dan apa yang
semestinya dihindari, dari sisi pengasuhan
yang salah juga bisa terjadi jika adanya
kekangan, dan bujukan dari orangtua dan
biasanya ini dipicu oleh keterbatasan
orangtua untuk menangani sikap emosional
anak ketika mengalami
temper tantrum itu
sendiri. Proses terjadinya
temper tantrum
dapat terjadi akibat rasa menyerah orang tua
dalam merawat anaknya. Frustasi dan stres
bisa saja muncul dari berbagai sumber, rasa
marah yang tertahan pada orang tua karena
kurang kasih sayang atau karena proses
kematangan yang terhambat membuat anak
merasa tidak berdaya, rasa keterlambatan
yang terus menerus pada akhirnya akan
menekan, sehingga mereka menganggap
tidak mampu berteman, berprestasi, akrab
dengan saudara kandung atau orang dewasa.
Stres
menyebabkan
aktivitas
tubuh
dikendalikan oleh sistem saraf simpatis,
untuk bereaksi melawan dan menghindar
sehingga aktivitas di sistem limbic di mana
proses mengingat terjadi dan di
neokorteks
cerebrum tempat untuk berfikir abstrak dan
analisis
terhambat
(Yunianto,
2014).
Sehingga hal ini dapat memicu sikap anak
menjadi emosional. Meskipun Perilaku
temper tantrum merupakan hal yang wajar
terjadi namun apabila tidak di atasi akan
mempengaruhi anak pada perkembangan
yang
selanjutnya.
Dan
menciptakan
kepribadian yang emosional, sehingga orang
tua menjadi tertekan dengan kondisi anak
yang semakin menjadi-jadi, sejalan dengan
iniWulansari
(2015)
juga
mengatakan,namun perilaku temper tantrum
tidak boleh dibiarkan apabila intensitas dan
frekuensinya tinggi pada anak, karena akan
mengakibatkan
anak
tidak
mampu
mengendalikan dan meluapkan emosi secara
wajar.
lembaga pendidikan. Bukan berarti orang tua
lepas tangan begitu saja, anak-anak sampai
kapanpun
memerlukan
arahan
dan
bimbingan dari orang tua. Karena apabila
dilihat dari pentingnya orang tua bagi
anaknya, pendidikan yang terbaik tetap saja
terletak pada orang tua, terutama orang tua
yang memiliki pendidikan dan pengetahuan
yang baik dalam memberikan pola asuh ke
anaknya.
Dapat diambil kesimpulan, bahwa
elemen dari lingkungan keluarga berupa
peran orang
tua
pada
anak sangat
mempengaruhi tahap perkembangan psikis
bagi
anak-anaknya,
jika
orang
tua
mengalami frustasi atau menyerah pada
masalah ini di khawatirkan
temper tantrum
menjadi semakin buruk bersama masa
pertumbuhan anak. Dibutuhkan adanya
kesabaran dan kesadaran emosi yang baik,
salah satu jenis kesadaran emosi yang baik
adalah adanya rasa empati, rasa empati
merupakan salah satu dari indikator
kecerdasan emosional. Empati merupakan
suatu kesediaan untuk memahami perasaan
orang lain dan menyelaraskan rasa, dalam hal
ini dengan mengimplikasikan kerdasan
emosional diharapkan orang tua dapat
mengetahui penanganan dan cara menekan
perilaku
tempertantrum anaknya sehingga
tidak menjadi perilaku emosi yang lebih
buruk lagi atau masuk dalam klasifikasi
berat. Seperti yang dikemukakan oleh
Putriamanah
(2015)
juga
mengenai
kesadaran orang tua akan emosi anaknya,
orang tua yang sadar terhadap emosinya
sendiri dapat menggunakan kepekaannya
untuk menyelaraskan diri dengan perasaan
anak-anak.
Kecerdasan
emosional
dibutuhkan
dalam
menyalurkan
bakat
kemampuan positif ibu dalam membangun
kesehatan mental dan karakter yang positif
juga
pada
anak-anaknya,
sehingga
diharapkan orang tua dapat membantu anak
dalam mengatasi ledakan amarahnya dan
seorang manusia tidak dapat memahami
emosional orang lain jika tidak memiliki rasa
empati
yang
dapat
mengalahkan
emosionalnya sendiri terlebih dahulu. Pada
penelitian ini, peneliti bertujuan untuk
mengetahui
ada
tidaknya
hubungan
kecerdasan emosional yang dimiliki oleh
orang tua dalam memanagement
temper
tantrum pada anak.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui
pengaruh pendidikan antara kecerdasan
emosional orang tua dengan temper tantrum
pada anak usia 3-6 tahun di TK Romly
Tamim, RW 01, Daerah Pesisir, Kelurahan
Kenjeran, Kota Surabaya
2.
METODE PENELITIAN
Desain
dalam
penelitian
ini
menggunakan deskriftif analitik yakni
mencari pengaruh pendidikan orang tuah dan
kecerdasan emosional orang tua dengan
perilaku temper tantrum pada anak usia 3-6
tahun, maka menggunakan rancang bangun
penelitian
cross sectional, faktor income
yaitu pendidikan orang tua dan kecerdasan
emosional pada orang tua dan faktor
outcome yaitu perilaku temper tantrum pada
anak, dan diidentifikasi pada satu waktu
(point time approach). Jumlah sampel
sejumlah 60 orang. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah
Probability
Sampling
dengan tekhnik Simple Random
Sampling. Variabel terikat pada penelitian ini
adalah pendidikan orang tua dan kecerdasan
emosional orangtua dan variabel bebas pada
penelitian ini adalah perilaku temper
tantrum.
Tabel 1. Pengaruh pendidikan orang tua ( Ayah) perilaku temper tantrum pada anak usia 3-6 tahun di TK Romly Tamim
Pendidikan Ayah
Tingkat Temper tantrum anak
Total
Tinggi Sedang Rendah
F % F % F % N %
SMA 5 62.5% 2 25% 1 12.5% 8 100%
SMP 0 0% 6 66.7% 3 33.3% 9 100%
SD 20 64,5% 7 22.6% 4 12.9% 31 100%
Total 25 52.1% 15 31.3% 8 16.7% 48 100%
Tabel 1. Menunjukkan bahwa terdapat pendidikan terakhir ayah SD dan tingkat temper tantrum yang tinggi pada anak hanya 20 orang (64.5%) dibandingkan dengan pendidikan ayah yang tingkat pendidikan SD dan tingkat temper tantrum rendah 4 (12,9%), terdapat mayoritas pada pendidikan terakhir ayah SMA dan temper tantrum tinggi sebanyak 5 orang (62.5%) dibandingkan dengan pendidkan terakhir ayah SMA dan tingkat temper tantrum sedang dan rendah tidak bebeda jauh selisih kurang lebih sebesar 1 (12.5%)
Menurut hasil ujistatistik regresi ordinal didapatkan hasil ƿ = 0.246 dimana ƿ > 0,05, tidak
terdapat pengaruh antara pendidikan terakhir ayah terhadap temper tantrun pada anak usia 3-6 Tahun di TK Romly Tamim, RW 01, Daerah pesisir, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh pendidikan ayah terhadap temper tantrum pada anak usia 3-6 Tahun di TK Romly Tamim, RW 01, Daerah pesisir, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya. dikarenakan seorang ayah kurang dapat berkomunikasi dengan anak, hal ini ditandai dengan rata-rata pekerjaan ayah adalah nelayan dan pegawai swasta dan wiraswasta sehingga waktu yang dimiliki orang tua tidak memberikan edukasi kepada anaknnya dalam mengendalikan temper tantrum pada anak. Temper tantrum pada anak juga dapat disebabkan karena kurangnya komunikasi antara anak dan ayahnya.
Tabel 2. Pengaruh pendidikan orang tua (ibu) perilaku temper tantrum pada anak usia 3-6 tahun di TK Romly Tamim
Pendidikan Ayah
Tingkat Temper tantrum anak
Total
Tinggi Sedang Rendah
F % F % F % N %
PT 0 0% 1 100% 0 0% 1 100%
SMA 9 40.9% 7 31.8% 6 27.3% 22 100%
SMP 16 100% 0 0% 0 0% 16 100%
SD 0 0% 7 77.8% 2 22.2% 9 100%
Total 25 52.1% 15 31.3% 8 16.7% 48 100%
Nilai uji Regresi Ordinal : (0. 006)
Tabel 2. Menunjukkan bahwa terdapat mayoritas pendidikan terakhir Ibu SMP dan tingkat temper tantrum yang tinggi pada anak sebesar 16 orang (100 %) dibandingkan dengan pendidikan ibu yang tingkat pendidikan SMA dan tingkat temper tantrum tinggi hanya 9 orang (40.9%) dan terdapat mayoritas pada pendidkan terakhir ibu SD dan temper tantrum
sedang sebanyak 7 orang (77.8%)
dibandingkan dengan pendidkan terakhir ibu PT dan tinggi temper tantrum sedang sebesar 1 orang (100%).
Menurut hasil ujistatistik regresi ordinal
didapatkan hasil ƿ = 0.006 dimana ƿ ≤ 0,05
terdapat pengaruh antara pendidikan terakhir ibu terhadap temper tantrun pada anak usia 3-6 Tahun di TK Romly Tamim, RW 01, Daerah pesisir, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya.
Hal ini dikarenakan sebagian besar pendidikan ibu masih ditergolong tinggi SMA, sehingga orang tua dalam hal ini ibu mempunyai waktu dapat berkomunikasi
dengan anaknnya dan mengajarkan anaknnya bagaimana bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustasi, takut, dan jengkel) secara wajar dan bagaimana bertindak tepat sehingga tidak menyakiti anak tersebut diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut (Novita, 2017).
Pedidikan pada seorang ibu juga
dalam hubungan antar sesama anggota
keluarga. Tingakt pendidikan seseorang
3.3. Pengaruh kecerdasan emosional orang tua dengan perilaku temper tantrum pada anak usia 3-6 tahun di TK Romly Tamim
Kecerdasan Emosional
Tingkat Temper tantrum anak
Total
Tinggi Sedang Rendah
F % F % F % N %
Sangat Baik 0 0% 1 50% 1 50% 2 100%
Baik 5 29.4% 7 41.2% 5 29.4% 12 100%
Cukup Baik 20 69% 7 24.1% 2 6.9% 29 100%
Total 25 52.1% 15 31.2% 8 16.7% 48 100%
Nilai uji Regresi Ordinal : (0. 006)
Tabel 3. Menunjukkan bahwa terdapat mayoritas kecerdasan emosional yang baik dan tingkat temper tantrum yang sedang sebesar 7
orang (41.5%) dibandingkan dengan
kecerdasan emosional yang baik dan tingkat temper tantrum yang tinggi serta rendah hanya 5 orang (29.4%) dan terdapat mayoritas pada kecerdasan emosional yang cukup baik dan tinggi temper tantrum tinggi sebanyak 20 orang (69%) dibandingkan dengan kecerdasan emosional yang cukup baik dengan temper tantrum yang rendah sebesar 2 orang (6.9%).
Menurut hasil ujistatistik regresi ordinal
didapatkan hasil ƿ = 0.006 dimana ƿ ≤ 0,05,
terdapat pengaruh antara kecerdasan emosinal terhadap temper tantrun pada anak usia 3-6 Tahun di TK Romly Tamim, RW 01, Daerah pesisir, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh ada pengaruh kecerdasan emosinal terhadap temper tantrun pada anak usia 3-6 Tahun di Romly Tamim, RW 01, Daerah pesisir, Kelurahan Kenjeran, Kota Surabaya ini dikarenakan Penyebab temper tantrum erat kaitannya dengan kondisi lingkungan keluarga sebab apapun tindakan yang dilakukan oleh orangtua akan berdampak pada perilaku dan respon anak pada masa-masa yang akan datang selanjutnya. Dapat di simpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional orang tua maka semakin rendah temper tantrum anak.
Menurut Mediansari (2014), hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa, terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan perilaku temper tantrum,di karenakan bahwa elemen dari lingkungan keluarga berupa peran orang tua pada anak sangat mempengaruhi tahap perkembangan psikis bagi anak-anaknya, jika orang tua mengalami frustasi atau menyerah pada masalah ini di khawatirkan temper tantrum menjadi semakin buruk bersama masa pertumbuhan anak.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Terdapat pengaruh antara pendidikan seorang ibu dan tidak terdapat pengaruh pendidikan seorang ayah terhadap prilaku temper tantrum pada anak di TK Romly Tamim, Kenjeran Surabaya.
Terdapat pengaruh antara kecerdasan emosinal orang tua terhadap terhadap prilaku temper tantrum pada anak di TK Romly Tamim, Kenjeran Surabaya.
REFERENSI
1. Aji, AP.(2012).Hubungan Kecerdasan
Emosi Dan Keerdasan Spiritual Dengan Perilaku Prososial Guru Bimbingan Dan Konseling Di Kabupaten Pacitan. Fakultas Ilmu Pendidikan Psikologi Yogyakarta: Skripsi
2. Chairini, N. (2013). Faktor-Faktro yang
Berpengaruh Pada Stres Pengasuhan Pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah di Posyandu Kemiri Muka. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Skrispsi
3. Dalyono, M. (2009).Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
4. Hamid, Achir Yani S, Kusman Ibrahim
(editor). (2014). Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka edisi Indonesia kedelapan. Jakarta: Elsevier
5. Hariyanto. (2012). Emotional Smart:
”Mendiagnosis Anak Berperilaku
Agresif”.Jurnal Pengembangan Pikiran
dan Kebudayaan
6. Kirana, RS.(2013).Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Dengan Temper Tantrum Pada Anak Pra Sekolah.FakultaS Ilmu
Pendidikan Psikologi Universitas
7. Mediansari, RH. (2014). Hubungan Kecerdasan Emosional Orang Tua dengan Perilaku Temper Tantrum Anak Usia Todler. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta: Skripsi
8. Murti, Aprilica, Bhisma M, Nunuk S.
(2015).Hubungan Kecerdasan Emosi
Dan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Belajar Mahasiswa Akademi Kebidanan Yappi Sragen (Relationships Parenting Emotional Intelligence And Parents Student Learning By Discipline Academy Of Midwifery Yappi Sragen).Indonesian Jurnal On Medical Sciene
9. Novita, Windya.(2007). Serba-Serbi Anak
Yang Perlu Diketahui Seputar Anak DariDalam Kandungan Hingga Masa Sekolah, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
10. Nurdiana, ita. (2015). Hubungan Peran
Orang Tua Dengan Temper Tantrum Pada Anak Usia Toddler Di Wilayah RT 06 RW 12 Kelurahan Bendul Merisi Surabaya. Stikes Hang Tuah Surabaya: Skripsi
11. Nurrohmaningtyas, S. (2008).Program
Studi Gizi Masyarakat Dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Skripsi
12. Nurtantiono, Andri. (2012). Kecerdasan
Emosional Kompetensi Kepemimpinan Transformasional. Sekolah Tinggi Surakarta: Skripsi
13. Pieter, Z dan Namora, L. (2010).
Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan, Jakarta: Prenada Media.
14. Pudjiadi, Marissa. (2013).250 Tanya
Jawab Kesehatan Anak. Jakarta: PT.Gramedia.
15. Purba, Joni. (2008). Pengelolaan
Lingkungan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers
16. Puspitasari. (2012). Identifikasi Perilaku
Manipulasi Tantrum(Studi Deskriptif) Pada Anak di KB-TK Islam Hidayatullah Semarang: Jurnal
17. Putriamanah, NY. (2015). Hubungan
Pola Asuh Ibu Dengan Temper Tantrum Pada Anak Usia 2-4 Tahun di Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tunas Bhakti Kota Surakarta.Universitas Sebelas Maret Surakarta: Skripsi
18. Saam, Z dan Sri, Wahyuni. (2012).
Psikologi Keperawatan, Jakarta: Rajawali Pers.
19. Sadiyah, M. (2014). Hubungan
Kecerdasan Emosional Dengan Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi. Universitas Negeri Semarang: Skripsi
20. Satria, A. (2015). Politik Kelautan dan
Perikanan:Catatan Perjalanan dan Kebijakan Era SBY hingga Jokowi. Jakarta: Obor
21. Siburian, R, & Haba, J. (2016).
Konservarsi Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat. Jakarta: Yayayasan Pustaka Obor Indonesia
22. Soetjaningsing dan Gde, R.(2012).
Tumbuh Kembang Anak Edisi 2,Jakarta: EGC.Buku Kedokteran.
23. Sunaryo. (2014). Psikologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC.
24. Suwarni, Rosa Maria. (2017). Hubungan
pola komunikasi dengan kejadian temper tantrm pada anak usia pra sekolah di TK
Islamic Center Manado. E-Journal
keperawatan (e-Kp) Vol. 5 No. 1 fakultas kedokteran universitas sam ratulangi manado. Manado. 2013:164-169. Fakultas Kesehatan Masyarakat Uniar. Surabaya
26. Syamsudin.(2013). Mengenal Perilaku
Tantrum Dan Bagaimana Mengatasinya.
Fakultas Sosio Informasi:
http://sinta1.ristekdikti.go.id/index.php? page=4&ipp=10&ref=journal&mod=vie wjournal&journal=7218. Diunduh pada 14 Januari 2017 jam 14.30
27. Ulfa, Maria.(2015). Beragam Gangguan
Paling Sering Menyerang Anak,Yogyakarta : FlashBooks.
28. Wahib,Abdul. (2015). Konsep Orangtua
Dalam Membangun KepribadianAnak.Sekolah Tinggi Agama
Islam Ma’arif Magelang
29. Wahyuningrum, Enjang.(2013). Perilaku
Kasus).Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana: Skripsi
30. Wulansari. (2014). Identifikasi Perilaku
Tantrum Anak Usia 5-6 Tahun Di TK Marditama. Fakultas Pendidikan Paud: Skripsi
31. Wylldan, (2015).Gambaran Status
Kesehatan Jiwa Pada Anak Usia Pra Sekolah di Semarang.Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
dan Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Semarang: Skripsi
32. Yunianto.(2015).Pengaruh Senam Otak
terhadap Perilaku Temper Tantrum pada Anak Usia Prasekolah di TK Al Ikhlas Nglempongsari Ngaglik Sleman. Fakultas Ilmu Keperawatan Yogyakarta: Skripsi
33. Yuniartiningsih. (2015). Gambaran
Perkembangan Psikososial Anak Usia 3-6 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa Cipayung. Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta: Skripsi
34. Zainuren, YRU.(2013). Peranan Orang
Tua Terhadap Penanaman Nilai Kejujuran Anak Dalam Lingkungan Masyarakat Di Dsusun 1 Dan 2 DesA Teba Jawa Kabupaten Pesawaran Tahun 2013.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Lampung: Skripsi
35. Zakiyah, Nisaus. (2015). Hubungan Pola