Perkembangan Masalah
Gangguan Penggunaan
Napza dan Kebijakan
Wajib Lapor Pecandu
Narkotika
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan global
Masalah epidemi gangguan penggunaan narkotika tidak
terlepas dari masalah produksi dan peredarannya.
Hampir 74% konsumsi heroin di seluruh dunia
disumbangkan oleh daerah Bulan Sabit Emas (Golden
Crescent), terutama Afghanistan, diikuti oleh Segitiga
Emas (Golden Triangle), yaitu Laos, Myanmar dan
Thailand.
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan global
UNODC pada tahun 2012 mencatat bahwa dari segi
produksi opium terdapat penurunan sekitar 30%
Peredaran gelap narkotika yang bersifat jarak jauh
(
long-distance trafficking
) umumnya menyangkut zat
jenis kokain dan heroin.
Dalam 10 tahun belakangan terjadi peningkatan
produksi ganja dan amphetamine-type stimulants (ATS)
seperti shabu dan ecstasy. Pencatatan zat-zat ini
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan global
Diperkirakan 3.4 – 6.6% total populasi usia 15 – 64 tahun di dunia pernah menggunakan NAPZA setidaknya sekali di tahun 2010.
Secara global,jenis NAPZA yang paling banyak disalahgunakan:
Ganja (sekitar 129 – 190 juta)
Amfetamin
Kokain & Opiat
10-13% dari pengguna NAPZA mengalami masalah medis, psikologis & sosial dan hanya 12-30% dari pecandu yg
mengalami masalah tersebut yang pernah menerima terapi dan rehabilitasi.
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan global
Persoalan pada negara berkembang adalah tidak
tersedianya data-data yang akurat terkait dengan
penggunaan NAPZA.
Data secara global lebih sering bersifat estimasi
Salah satu sumber data yang dapat diandalkan adalah
data yang berasal dari fasilitas layanan terapi dan
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan regional
ASEAN menetapkan ASEAN BEBAS NARKOBA 2015
Untuk mencapai hal tersebut, ACCORD (
Asean and
China Cooperative Operations in Response to
Dangerous Drugs
), telah menyusun empat pilar
sebagai pokok kegiatan:
Membangkitkan kesadaran dan mendorong peran masyarakat
Membangun kesepakatan bersama dan bertukar pengalaman terbaik dalam upaya pencegahan
Mempertegas penegakan hukum dan peraturan
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan regional
Sejak tahun 2000, penggunaan ATS marak di Asia
Tenggara
Cambodia, China, Indonesia, Laos, Myanmar, Filipina dan Thailand.
Produksi ATS umumnya dilakukan di dalam negeri
(China, Myanmar dan Indonesia)
Penyitaan pabrik ATS rumahan dengan kapasitas
produksi hingga ribuan kilogram setiap bulannya
menunjukkan tingginya kebutuhan
Heroin tetap memiliki pangsa pasar yang tetap
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan nasional
Sebagai negara kepulauan diantara dua benua & dua
samudera memberi dampak positif & negatif.
Peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang
lainnya adalah salah satu bentuk dampak negatif dari
keberadaan Indonesia pada posisi geografisnya
Kontrol masuknya NAPZA menjadi lebih sulit
Epidemiologi dan perkembangan
penggunaan narkotika dikawasan nasional
Pemerintah awalnya mencatat masalah penyalahgunaan
NAPZA dari laporan RSKO & Panti Rehab Sosial milik Kemensos
Tren penggunaan NAPZA:
1970: morfin / heroin
1980: barbiturat & benzodiazepin dikombinasi dengan alkohol; tren penggunaan efedrin dlm waktu singkat
1990: diawali penggunaan ekstasi, diikuti heroin
2000: penyalahgunaan heroin stagnan; amfetamin (ekstasi dan metamfetamin (shabu) meningkat
Mid 2000: sedikit catatan ttg penyalahgunaan kokain, ketamin; penyalahgunaan buprenorfin, alprazolam, dekstrometorfan, trihexyphenidyl, krokodil, YABA
Pengantar
UU 35/2009:
• Memberi kewenangan besar terhadap BNN untuk pengendalian suplai dan prevensi
• Memberi kewenangan besar terhadap Kemenkes untuk terapi & rehabilitasi, bersama-sama dengan Kemensos
Kewenangan Kemenkes
• Steering masalah wajib lapor dan rehab medis
Latar Belakang (1)
Gangguan penggunaan Narkotika merupakan masalah bio-psiko-sosio-kultural yang
kompleks
Penanganan multidisipliner dan lintas sektor secara komprehensif
3 Pilar :
•Supply reduction
•Demand reduction
Latar Belakang (2)
Wajib Lapor untuk
mendapatkan pengobatan /perawatan
Rendahnya cakupan pecandu narkotika yg
mengakses layanan kesehatan : kultur, stigma, diskriminasi,
dana terbatas
Perubahan perilaku yg tidak mudah
Kerangka teoritis
Wajib Lapor Pemidanaan
Perilaku ketergantungan
dapat dikelola
Penyakit Infeksi & Masalah Kejiwaan dpt dicegah sedini
Penyelenggaraan Wajib Lapor (1)
Dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
IPWL dapat di Puskesmas, RSU, RS Khusus,
Lembaga Rehab Medis / Sosial
Diusulkan oleh Dinkes setempat
Penyelenggaraan Wajib Lapor (2)
Asesmen
Rencana
Terapi
Penyelenggaraan Wajib Lapor (3)
Pecandu Narkotika yang telah menjalani lapor diri diberi kartu pasien (lapor diri) setelah menjalani asesmen. Kartu berlaku untuk dua kali masa perawatan
IPWL yg tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan tertentu sesuai rencana rehabilitasi harus
melakukan rujukan kepada institusi yang memiliki kemampuan tersebut.
Masa Perawatan
Merupakan periode seseorang menjalani program TR
Dapat berlangsung beberapa bulan – 2 tahun (rehabilitasi rawat inap)
Dapat berlangsung tak terbatas (program terapi rumatan metadon / buprenorfin)
Meliputi program rehabilitasi & pasca rehabilitasi (khusus rawat inap)
Penyelenggaraan rehab medis
Pemerintah
Pemerintah Daerah
Rehabilitasi medis
Rehabilitasi medis
Detoksifikasi
Rawat jalan
simtomatik
& konseling
Terapi
rumatan
metadon /
buprenorfin
Rawat inap
jangka
pendek
Prinsip pelaksanaan rehab medis
Fasilitas rehabilitasi medis wajib membuat rekam medis dan
informed consent sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas rehabilitasi medis dilarang menggunakan kekerasan fisik / psikologis/mental
Memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender
Pelaksanaan rehabilitasi bagi pasien <= 18 tahun harus
memperhatikan kondisi perkembangan & hak untuk memperoleh pendidikan.
Populasi sasaran rehabilitasi
medis
Pasien sukarela (datang sendiri /
dibawa keluarga)
Pasien rujukan lembaga
pemasyarakatan / rumah tahanan
Pasien dlm proses penyidikan /
persidangan
Tantangan tata laksana masalah
Narkotika: Perbedaan persepsi
Hukum:
Penyalahgunaan adalah kriminal
Kesehatan
Hukum
Gangguan penggunaan Napza /
Narkotika adalah
penyakit
kronis
kambuhan
Setiap penyalahgunaan
adalah tindak pidana
Orang yg mengalami
ketergantungan cenderung
memiliki zat yg biasa
disalahgunakan untuk digunakan
secara kontinyu
Orang yg memiliki
narkotika secara tidak sah
adalah tindak pidana
Kebanyakan pecandu mengalami
ketergantungan pd narkotika
golongan I
Perbedaan persepsi (2)
Hukum:
Penyalahgunaan adalah kriminal
Kesehatan
Hukum
Pemulihan atas kecanduan tidak
mudah, karena menyangkut
perubahan struktur otak
Setiap pecandu dapat
sembuh asal ada kemauan
Rehabilitasi medis tidak hanya
rawat inap, melainkan juga
rawat jalan
Pecandu harus dirawat
inap agar sembuh
Kekambuhan merupakan bagian
perubahan perilaku yg hrs
diterima & diupayakan utk
kembali dipulihkan
Bagaimana mengatasi tantangan
lintas sektor & perbedaan persepsi?
Disusun peraturan bersama ttg penanganan
rehabilitasi bagi pecandu dan korban
penyalahgunaan narkotika
Melibatkan Mahkumjakpol (MA
–
Kemenkumham
–
Kejagung
–
Polri)
–
Kemenkes
–
Kemensos
–
BNN
Ditandatangan pimpinan K/L tersebut diatas
pada tgl 11 Maret 2014
Program Kemenkes dalam mendukung
Perber Mahkumjakpol + (1)
• Terbitnya Permenkes 80/2014: Juknis Pelaksanaan
Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam proses
penyidikan, Penuntutan, dan Persidangan atau telah mendapatkan Penetapan/Putusan Pengadilan.
Program Kemenkes dalam mendukung
Perber Mahkumjakpol + (1)
• Terbitnya Permenkes 80/2014: Juknis Pelaksanaan
Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sedang dalam proses
penyidikan, Penuntutan, dan Persidangan atau telah mendapatkan Penetapan/Putusan Pengadilan.
Apa itu tim asesmen terpadu?
Tim
asesmen
terpadu
Tim hukum:
unsur Polri,
BNN,
Kejaksaan &
Kemenkumham
Tim dokter:
SpKJ, SpF, dr
Ruang lingkup asesmen terpadu
bagi yg terkait perkara hukum
Tim asesmen terpadu khusus untuk melakukan
pemeriksaan terhadap pecandu, penyalahguna atau
korban penyalahgunaan terkait perkara hukum
Waktu kerja maksimal 6 hari:
Apa bedanya wajib lapor dg
rehabilitasi dari segi lembaga ?
Institusi
Penerima
Wajib Lapor
(IPWL)
Menerimalayanan rehabilitasi
rawat inap
Menerima rehabilitasi
terkait perkara
Dukungan dalam rangka gerakan
rehabilitasi 100 ribu Pecandu
• Upaya Kementerian Kesehatan dalam mendukung gerakan rehabilitasi 100 ribu pecandu narkotika yang telah
dicanangkan pada awal tahun 2015 bersama K/L lain. • Awal tahun 2015 Dit. Keswa Kemenkes akan merevisi
Permenkes 80/2014, yang akan mencakup tentang: • Juknis rehab medis bagi pecandu / korban
penyalahgunaan dalam proses pengadilan (bersifat compulsory), dan juga suka rela (voluntary)
Tata laksana rehab medis bagi pecandu / korban
penyalahgunaan yang datang sukarela, sedang dalam proses hukum, dan sudah mendapatkan putusan
pengadilan
Komponen pembiayaan
Dukungan dalam rangka gerakan
rehabilitasi 100 ribu Pecandu
• Kementerian Kesehatan mengusulkan pembiayaan rehabilitasi medis dengan menggunakan dana efisiensi Kemenkes, untuk pecandu yang datang secara sukarela dan terkait hukum
(15.500 pecandu)
• Rehabilitasi untuk 15.500 pecandu ini dilaksanakan di 310 IPWL yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 2014.
Program Rehab Medis
Utk yg sukarela
•
Bisa rawat jalan atau inap
•
Lama bergantung pd derajat keparahan & rencana terapi
Yg dititipkan polisi/jaksa
•
Harus rawat inap
•
Maksimal 3 bulan
Yg diputus/ditetapkan hakim
•
Hrs rawat inap dahulu min 3 bln
Rehab medis terkait putusan pengadilan (2)
Tahapan rehabilitasi medis bagi mereka yang telah
diputus oleh pengadilan :
program rawat inap awal;
• Min 3 bln
program lanjutan;
• Dilanjutkan rawat inap jangka panjang atau
• Rawat jalan utk penggunaan
rekreasional & usia < 18 tahun
program pasca rawat;
• Min pertemuan 2 X seminggu