• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL DOMINANSI DAN KELIMPAHAN KELAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL DOMINANSI DAN KELIMPAHAN KELAS"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

DOMINANSI DAN KELIMPAHAN KELAS AVES DI KAWASAN HUTAN SITU GUNUNG TAMAN NASIONAL

GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT. A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang terletak di garis khatulistiwa dan diantara benua Asia dan Australia serta berada di antara samudra Hindia dan Pasifik. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki puluhan ribu pulau, yang terdiri dari 17.508 pulau. Dengan letak geografis seperti itu bahwa Indonesia memiliki banyak kekayaan alam flora dan fauna yang beranekaragam. Salah satu contoh keanekaragaman fauna terbesar di Indonesia adalah burung.

Indonesia memiliki 17% spesies burung dunia, sehingga menjadi akrab dengan mereka yang melakukan studi penelitian di Indonesia yang sangat menyenangkan. Gambaran tentang pola bio-geografis dalam distribusi burung di Indonesia sangat penting untuk memahami keanekaragaman hayati burungnya, dan juga merencanakan perjalanan pengamatan burung . Dunia memiliki lima kelompok utama keluarga burung dan Indonesia mengangkangi dua di antaranya, alam fauna Oriental dan Australasia. Garis Wallace yang terkenal, yang membentang antara Kalimantan dan Sulawesi, lalu turun antara Bali dan Lombok, menandai batas antara keduanya, atau lebih tepatnya titik "keseimbangan fauna" (Jepson, 1997, hlm.15).

(2)

berbeda juga menyebabkan spesiasi yang cepat (Jepson, 1997, hlm.16). Bagi mereka yang tertarik untuk menemukan spesies baru, Daerah Burung Endemik tidak boleh dilewatkan, namun untuk mengejar semua spesies endemik di Indonesia akan memerlukan beberapa kunjungan untuk berkeliling pulau Wallacea (Jepson, 1997, hlm.16).

Burung adalah spesies menarik untuk dikaji dengan berbagai karakteristik. Pembelajaran terhadap burung dapat dilakukan dengan berbagai metode. Penelitian tentang burung saat ini diperlukan karena telah terjadi penurunan dalam beberapa spesies burung karena berburu atau tujuan bisnis. Dengan demikian, penurunan populasi burung secara tidak langsung mempengaruhi upaya ekologi dan konservasi diperlukan dengan berbagai pendekatan (Kurniawan, Tapilow and Hidayat, 2017).

Burung merupakan anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu. Burung memiliki bulu kontur dan bulu halus. Bulu kontur adalah bulu yang kaku dan memberikan bentuk aerodinamis pada sayap dan tubuh. Banyak ciri burung merupakan adaptasi yang memfasilitasi kemampuan terbang, termasuk modifikasi peringan tubuh yang menjadikan terbang lebih efisien. Misalnya, burung tidak memiliki kandung kemih, dan betina dari kebanyakan spesies burung hanya memiliki satu ovarium (Campbell et al., 2008, hlm.292).

(3)

perdagangan penting untuk menjaga sumber daya ini di masa depan. (CITES, 2015)

Menurut Helvort (1981, dalam Fachrul, 2007) Makin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukan burung itu makin dominan. Campbell et al, (2008, hlm.385) Kelimpahan relatif (relative abundance) spesies yang berbeda-beda, yaitu proporsi yang direpresentasikan oleh masing-masing spesies dari seluruh individu dalam komunitas. Dalam waktu singkat kelimpahan burung bisa terancam dan berkurang kemudian dominansi dari suatu spesies burung, termasuk burung yang dilindungi tidak bisa dikatakan dominan lagi karena jumlahnya terus menurun.

Berdasarkan hasil observasi ke kawasan Situ Gunung, daerah Situ Gunung dikelilingi hutan yang lebat dengan kontur landai. Suara burung sering didengar saat mulai memasuki kawasan. Burung yang mudah dijumpai di kawasan hutan Situ Gunung yaitu kapinis dan burung yang sering dijumpai tersebut berada sekitar danau. Curah hujan yang tinggi dan sering adanya kabut yang muncul menjadi sedikit kendala saat akan melakukan pengamatan terhadap burung.

Pada penelitian kali ini saya akan mengkaji sebuah objek penelitian yaitu burung yang berada di kawasan hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Situ Gunung memiliki letak dengan koordinat : 6° 49' 58" S, 106° 55' 18" E (Disparbud, 2011).Situ Gunung adalah danau yang dikelilingi oleh hutan alam pegunungan dan hutan tanaman Damar, ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27 Nopember 1975 seluas 100 Ha. Menurut administrasi pemerintahan, TWA Situ Gunung termasuk wilayah Desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi (Dishut, 2007).

(4)

kawasan TWA Situ Gunung terdapat 62 jenis satwa liar yang termasuk dari 41 jenis burung (11 jenis dilindungi). Jenis burung yang dilindungi di TWA Situ Gunung adalah : Elang Bondol (Haliastur indus), Alap-alap (Accipiter virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia), burung Kipas (Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis), burung made Merah (Aethopyga siparaja), burung Cabe (Dicaeum trochileum). Sedang burung-burung yang mudah dijumpai adalah Kutilang, Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh, Kepondang, Tulung tumpuk dan Ayam hutan (Dishut, 2007).

Potensi hewan di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat masih banyak yang belum tergali. Salah satu hewan yang belum tersedia datanya pada kawasan ini adalah dominansi dan kelimpahan kelas aves sekaligus menambahkan informasi penelitian sebelumya. Mengingat peran burung penting dalam ekosistem dan merupakan hewan yang dilindungi dari beberapa spesies yang terancam punah, maka perlu dilakukan sebuah penelitian mengenai dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Dengan tujuan mengetahui dominansi dan kelimpahan kelas aves, sebagai upaya konservasi terhadap burung yang terancam punah serta dapat dijadikan sebuah bahan ajar dan referensi dalam pendidikan, khususnya pembelajaran animalia mengenai aves.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan judul “Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di Kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

(5)

1. Menambah informasi mengenai penelitian aves yang mencakup dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

2. Perlu adanya data tertulis mengenai dominansi dan kelimpahan kelas aves yang belum diketahui dan teridentifikasi di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

C. RUMUSAN MASALAH dan BATASAN MASALAH a. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka rumusan masalah yang akan di ungkap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Spesies aves apa yang mendominansi di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat?

2. Bagaimana kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat?

b. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian lebih terarah dan tidak meluas, peneliti membuat beberapa batasan masalah sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

2. Objek yang diteliti adalah semua kelas aves yang ada di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

3. Parameter utama yang diteliti adalah dominansi dan kelimpahan kelas aves yang ada di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

(6)

Adapun tujuan dari penelitian spesies aves yang dilakukan di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat, peneliti telah membuat beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

2. Untuk mengetahui dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

E. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, di antaranya:

1. Data yang diperoleh dapat dijadikan informasi tentang dominansi dan kelimpahan kelas aves yang ada di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

2. Bagi mahasiswa Pendidikan biologi dan biologi murni sebagai informasi dan pengetahuan tentang Zoologi Vertebrata khususnya kelas aves. Dan bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pembaca khususnya guru dan mahasiswa dapat dijadikan sebagai bahan ajar.

4. Bagi Pembaca khususnya masyarakat, dapat memberikan pengetahuan dan informasi tentang aves serta mengajak masyarakat dalam usaha konservasi lingkungan.

5. Bagi masyarakat khususnya pelajar, bisa dijadikan bahan ajar informasi materi animalia kelas aves.

F. DEFINISI OPRASIONAL

Definsi operasional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(7)

2. Kelimpahan kelas aves dalam penelitian ini adalah nilai kelimpahan tertinggi hingga terendah seluruh kelas aves yang hidup di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan batas-batas kawasan yang telah di tentukan, dihitung dengan menggunakan metode line transect.

G. KAJIAN TEORI 1. Deskripsi Burung

Burung merupakan anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu. Burung memiliki bulu kontur dan bulu halus. Bulu kontur adalah bulu yang kaku dan memberikan bentuk aerodinamis pada sayap dan tubuh. Banyak ciri burung merupakan adaptasi yang memfasilitasi kemampuan terbang, termasuk modifikasi peringan tubuh yang menjadikan terbang lebih efisien. Misalnya, burung tidak memiliki kandung kemih, dan betina dari kebanyakan spesies burung hanya memiliki satu ovarium (Campbell et al., 2008, hlm.292)

(8)

biasanya melibatkan kontak antarventilasi pasangan, bukaan kloaka dari pasangan yang kawin. Setelah dikeluarkan, embrio burung harus dijaga agar tetap hangat dengan dierami oleh induk betina, induk jantan, atau keduanya, bergantung pada spesiesnya (Campbell et al., 2008, hlm 293).

Adanya penelitian terhadap burung dalam suatu kawasan, penelitian itu bisa dianggap sebagai upaya mengidentifikasi jenis burung dan juga konservasi burung. Dengan sebuah pengamatan yang dilakukan peneliti, maka akan memperoleh data dan informasi bagaimana kondisi burung dalam habitat tertentu. Pengamatan burung dilakukan dengan menghitung langsung dari tiap spesies. Menurut Bibby et al. (2000 dalam Sutherland et al., 2004, hlm.1) sensus burung yang sempurna akan menemukan dan mengidentifikasi setiap burung secara instan pada waktunya. Tapi induvidu pada banyak spesies dikelompokan kedalam 28 ordo. Kemampuan terbang adalah ciri khas burung, tetapi ada beberapa spesies yang tidak terbang, yang meliputi burung unta, kiwi dan emu. Burung yang tidak terbang secara kolektif disebut ratita (dari bahasa latin yang berarti berbokong rata) karena tulang dadanya tidak memiliki taju dan otot dada besar yang bertaut ke taju seperti pada burung yang dapat terbang (Campbell et al., 2003, hlm.269).

(9)

tradisional, Falconiformes termasuk Falconidae (falcons), Accipitres (elang, elang, burung nasar Dunia). (Hasegawa, Kuroda and Gould, 2017, hlm.142).

Gambar 1. Hubungan filogeni antar spesies aves

Sumber: (Hasegawa, Kuroda and Gould, 2017, hlm 142)

b. Morfologi Burung

(10)

Gambar 2. Morfologi bulu burung

Sumber: (Campbell et al., 2008, hlm.292)

Menurut (Iskandar, 1989) Tanda-tanda umum burung adalah uraian secara umum bagaimana tanda-tanda atau ciri-ciri yang dimiliki oleh masing-masing jenis burung itu. Sedangkan tanda-tanda khususburung adalah uraian suatu ciri yang sangat khas dimiliki oleh burung itu yang bisa digunakan untuk membedakan dengan jenis burung lainnya dari suku yang sama. Morfologi burung (Gambar 3 dan 4) secara umum adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Morfologi tubuh burung

Sumber: (Iskandar, 1989)

(11)

Gambar 4. Keterangan morfologi tubuh burung

Sumber: (Iskandar, 1989)

Adaptasi morfologi adalah suatu penyesuaian yang dilakukan olehmakhluk hidup baik hewan, tumbuhan maupun manusia melalui perubaan bentukorgan tubuh yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama demikelangsungan hidupnya (Gambar 5). Adaptasi ini terjadi karena adanya perbedaan jenismakanan dan habitat (Selly, 2016, hlm.22).

Gambar 5. Adaptasi Morfologi Burung

Sumber: (Selly, 2016, hlm.22)

c. Tingkah Laku Burung

(12)

hlm.63). Aktivitas pindah atau bergerak pada burung merupakan pindahnya suatu jenis dari suatu tempat ke tempat lain. Pada burung, perpindahan terjadi setiap waktu seperti pada saat makan atau saat menjaga teritori (Fachrul, 2007, hlm.64).

Hewan-hewan yang bermigrasi umumnya melakukan satu kali perjalanan pulang pergi antara dua wilayah setiap tahunnya, meskipun banyak sekali variasi antar spesies (Campbell et al., 2003, hlm.313). Aktivitas pindah yang dilakukan oleh burung saat mencari makan merupakan hal yang bersifat mutualistik. Dalam membantu terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada proses penyebaran biji dan penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar. Jenis Rangkong dan Bultok berperan dalam menyebarkan biji. Biasanya burung tersebut memakan buah-buahan yang berdaging ditelan bersama bijinya. Biji-biji tersebut tidak hancur melalui sistem pencernaan burung, sehingga apabila dikeluarkan biji tersebut utuh dan mampu tumbuh pada tempat yang cocok. Jenis burung selain Rangkong dan Bultok yang memiliki peranan penyebaran biji, adalah beberapa jenis anggota Eurylaimidae, seperti Calyptomena viridis, Calyptomena hosei, dan anggota suku Pygononotidae (Herwono, 1989 dalam Fachrul, 2007, hlm.65)

(13)

Jenis burung yang terdapat pada habitat ini seperti bebek, raja udang, kuntul, dan walet.

Burung menghasilkan suara (vokal) berupa nyanyian dan variasi nonvokal atau bunyi yang dikeluarkan. Pada umumnya suara burung yang dihasilkan berasal dari syrink. Bagian ini merupakan organ primer yang memproduksi suara. Syrink ini berada di bagian bronkus dan trakea. Trakea pada burung berbentuk panjang seperti pipa, bertulang rawan berbentuk cincin. Pada bagian akhirdari trakea ini bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat syrink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang bergetar. Suara yang diproduksi akibat getaran dari membran tympai saat bernafas dan tidak menghasilkan suara selama burung menghirup udara (Fachrul, 2007, hlm.62).

2. Habitat Burung

Habitat suatu organisme atau sekelompok organisme (populasi) termasuk organisme lain dan juga lingkungan abiotiknya. Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup, atau tempat ke mana seseorang harus pergi untuk menemukannya. Habitat juga dapat menunjukan tempat yang diduduki oleh seluruh komunitas (Odum, 1998, hlm.291)

Menurut (Soetjipta, 1994) habitat dalam pengertian ini meluputi kemajemukan abiotik dan biotik. Jadi haibtat suatu jenis makhluk hidup atau sekelompok makhluk (populasi) meliputi makhluk lain sebagai lingkungan biotik maupun lingkungan yang abiotik. Kendeigh (1980, dalam Soetjipta, 1994) menyebutkan bahwa semua makhluk hewan memberi reaksi terhadap habitat dengan cara mereka masing-masing. Dan bilamana makhluk tersebut dalam cacah yang banyak maka reaksi akan menghasilkan pengaruh yang nyata.

(14)

lingkungan spesies sebagai tempat keberadaan spesies itu, yang ketiga suatu spesies mungkin ada di suatu kisaran habitat yang berbeda-beda, atau mungkin lebih dari satu jenis habitat yang pilah, di dalam bagian yang berbeda areanya. (Campbell et al., 2003, hlm.376) habitat yang lebih beragam dapat mendukung suatu komunitas yang lebih beraneka ragam dengan alasan sederhana, yaitu habitat menyediakan lebih banyak relung ekologis.

Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh keberadaannya akibat alih guna lahan hutan. Hilangnya pohon hutan dan tumbuhan semak, menyebabkan hilangnya tempat bersarang, berlindung dan mencari makan berbagai jenis burung. Sementara,burung memiliki peran penting dalam ekosistem antara lainsebagai penyerbuk, pemencar biji, pengendali hama. Burung juga seringkalidigemari oleh sebagian orang dari suara dan keindahan bulunya (Ayat, 2011, hlm.2).

(15)

Gambar 6. Berbagai habitat burung

Sumber:(Ayat, 2011, hlm.10)

3. Kawasan hutan Situ Gunung

Hutan tropis di bumi merupakan rumah jutaan spesies, hewan hutan tropis termsuk amfibia, burung dan reptil lain, mamalia, serta arthropoda, teradaptasi terhadap lingkungan berlapis vertikal dan seringkali tersamarkan di lingkungan (Campbell et al., 2008, hlm.347)

Hutan Situ Gunung adalah danau yang dikelilingi oleh hutan alam pegunungan dan hutan tanaman Damar, ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 461/Kpts/Um/11/1975 tanggal 27 Nopember 1975 seluas 100 Ha. Menurut administrasi pemerintahan, TWA Situ Gunung termasuk wilayah Desa Kadudampit, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. TWA Situ Gunung terletak di kaki Gunung Pangrango pada ketinggian antara 950-1.036 meter dari permukaan laut (Dishut, 2007).

(16)

dan kelembaban rata-rata 84%. Di kawasan TWA Situ Gunung terdapat 62 jenis satwa liar yang termasuk dari 41 jenis burung (11 jenis dilindungi). Jenis burung yang dilindungi di TWA Situ Gunung adalah : Elang Bondol (Haliastur indus), Alap-alap (Accipiter virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia), burung Kipas (Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis), burung made Merah (Aethopyga siparaja), burung Cabe (Dicaeum trochileum). Sedang burung-burung yang mudah dijumpai adalah Kutilang, Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh, Kepondang, Tulung tumpuk dan Ayam hutan (Dishut, 2007).

Burung memainkan peran ekologis penting. Mereka mengatur Populasi serangga hutan, adalah agen penyebaran benih penting, dan indikator kesehatan hutan dan integritas ekosistem (Duguid et al., 2016).

Deforestasi yang sedang berlangsung dan degradasi hutan hujan tropis adalah salah satu ancaman yang paling penting untuk keanekaragaman hayati di dunia. Hal ini tidak mungkin bahwa pemulihan alami bisa membangun kembali fungsi ekologi dan keanekaragaman semua daerah tropis gundul, ini adalah karena skala luas dan pesatnya laju deforestasi di daerah tropis. restorasi aktif dari hutan hujan sangat penting dalam meningkatkan pemulihan keanekaragaman hayati di banyak daerah tropis menderita deforestasi. Namun, nilai hutan hujan aktif dipulihkan untuk burung masih relatif kurang dipahami karena sejarah singkat dari program restorasi aktif (Latja et al., 2016).

(17)

mengembangkan habitatnya, terutama dalam lahan publik di mana penggunaan lahan sangat dibatasi.

4. Dominansi dan Kelimpahan Burung

Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung yang ditemukan dalam suatu kawasan dapat mengindikasikan bagaimana keadaan dikawasan tersebut. Sebagai salah satu komponendalam ekosistem, keberadaan burung dapatmenjadi indikator apakah lingkungan tersebut mendukung kehidupan suatu organisme atau tidak karena mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya.Burung sebagai indikator perubahan lingkungan,dapat digunakan sebagai indikator dalam mengambil keputusan tentang rencana strategis dalam konservasi lingkungan yang lebih luas (Bibby et al., 1998 dalam Paramita, Kuntjoro and Ambarwati, 2015, hlm.161).

Dominan ialah pengendalian nisbi yang diterpakan oleh makhluk atas komposisi spesies dalam komunitas. Derajat dominan terpusat dalam satu, beberapa atau banyak spesies dapat dinyatakan dengan indeks dominan, ialah jumlah kepentingan tiap-tiap spesies dalam hubungannya dengan komunitas secara keseluruhan (Soetjipta, 1994).

Spesies dominan (dominant species) adalah spesies-spesies dalam suatu komunitas yang paling melimpah atau secara kolektif memiliki biomassa terbesar. Sebagai akibatnya, spesies dominan memberikan kontrol kuat terhadap keberadaan dan distribusi spesies (Campbell et al., 2008, hlm.389). Menurut Helvort (1981, dalam Fachrul, 2007) Makin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukan burung itu makin dominan. Komposisi populasi bisa dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Jenis dominan yang mempunyai dominansi lebih besar dari 5% b. Jenis dominan sedang atau sub-dominansi dengan nilai

kerapatan dominansi 2-5%

c. Jenis tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi <2%

(18)

spesies dari seluruh individu dalam komunitas(Campbell et al., 2008, hlm.385). Kelimpahan merupakan total jumlah individu burung yang ditemukan selama pengamatan. Indeks kelimpahan memberikan gambaran suartu komposisi jenis dalam komunitas (Van Balen, 1984, dalam Fachrul, 2007). Dengan tingkat kelimpahan sebagai berikut:

a. >20% Indeks kelimpahan relatif tinggi. b. 15%-20% Indeks kelimpaha relatif sedang. c. <15% Indeks kelimpahan relatif rendah.

5. Konservasi burung

Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. (U ndang-undang republik indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, 1990)

Tantangan inti untuk ilmu konservasi adalah kurangnya informasi lengkap mengenai keanekaragaman hayati, yaitu, inventarisasi komprehensif dari semua spesies dari semua kelompok di daerah tertentu Williams dan Gaston, (1994, dalam Ikin, Yong and Lindenmayer, 2016, hlm.1). Dimana informasi dari inventarisasi tersebut digunakan sebagai gambaran kondisi habitat burung dan juga upaya konservasi habitat di kawasan tertentu.

(19)

dalam Teuscher et al., 2015). Perubahan struktur global dalam

Setiap tahun, perdagangan satwa liar internasional diperkirakan bernilai miliaran dolar dan mencakup ratusan juta spesimen tanaman dan hewan. Perdagangan beragam, mulai dari hewan hidup hingga tanaman hingga beragam produk satwa liar yang berasal dari mereka, termasuk produk makanan, barang kulit eksotis, alat musik kayu, kayu, barang antik dan obat-obatan wisata. Tingkat eksploitasi beberapa spesies hewan dan tumbuhan tinggi dan perdagangan di dalamnya, bersama dengan faktor-faktor lain, seperti hilangnya habitat, mampu menghabiskan banyak populasi mereka dan bahkan membawa beberapa spesies yang hampir punah. Banyak spesies satwa liar dalam perdagangan tidak terancam punah, namun adanya kesepakatan untuk memastikan keberlanjutan perdagangan penting untuk menjaga sumber daya ini di masa depan. (CITES, 2015)

Selain itu eksploitasi terhadap burung menjadi salah satu penyebab kepunahan dan kelangkaan keanekaragaman burung. Banyaknya penyalahgunaan dan pemburuan hewan langka maka dibentuklah organisasi yang mengelola perjanjian dan perlindungan bagi flora dan fauna di seluruh dunia. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) adalah kesepakatan internasional antara pemerintah. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa perdagangan internasional spesimen hewan liar dan tumbuhan tidak mengancam kelangsungan hidupnya. (CITES, 2015)

Oleh karena itu CITES melampirkan beberapa kategori flora dan fauna yang dilarang diperdagangkan, adalah sebagai berikut:

(20)

2) Lampiran II mencakup spesies yang tidak harus terancam punah, namun perdagangan harus dikendalikan agar tidak terjadi pemanfaatan yang tidak sesuai dengan kelangsungan hidupnya. 3) Lampiran III berisi spesies yang dilindungi setidaknya di satu

negara, yang meminta Pihak CITES lainnya untuk mendapatkan bantuan dalam mengendalikan perdagangan. Perubahan pada Lampiran III mengikuti prosedur yang berbeda dari perubahan pada Appendiks I dan II, karena masing-masing Pihak berhak membuat amandemen sepihak untuk itu.

Pengelolaan satwa liar adalah suatu bidang ekologi terapan yang mendapat tempat tertinggi di dalam minat masyarakat. Dalam bertahun-tahun terkahir ini ilmu tersebut telah menjadi sesuatu yang tak dapat dipungkiri, menarik banyak sekali kaum muda dengan rasa cinta terhadap alam terbuka. Karena semakin banyak orang tertatik pada jenis-jenis perburuan (burung penyanyi, misalnya), dan karena perlindungan akan rekreasi alam terbuka pada umumnya, semaikn lama semakin tergantungpada perlindungan ekosistem satwa liar secara keseluruhan (Odum, 1998, hlm.506).

Menurut Odum (1998, hlm.508) hal ini telah membawa kita kepada pojok masalah, bahwa usaha untuk membantu peningkatan dan meningkatkan populasi satwa liar biasanya diarahkan pada empat garis utama, yaitu: (1) perlindungan terhadap binatang pembiak, dengan jalan membuat undang-undang untuk membatasi pemanenan, dan usaha-usaha lain, (2) pembiakan buatan, (3) perbaikan habitat, (4) beternak binatang perburuan.

(21)

H. KERANGKA PEMIKIRAN

Kelangkaan dan Kepunahan

Kelas Aves

Eksploitasi Kelas Aves Alih Fungsi Habitat Kelas

Aves

Perdagangan Kelas Aves

Ekosistem Hutan Situ Gunung, Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

Perlunya dilakukan penelitian Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di Kawasan Hutan Situ

Gunung, Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango, Jawa Barat.

Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di Kawasan Hutan Situ

Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

 Mengetahui Data Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di Kawasan

Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa

Barat.

 Upaya Pelestarian dan konservasi Kelas Aves di Kawasan Hutan Situ

Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

 Seluruh kelas aves

yang berada di di Kawasan Hutan Situ

Gunung, Taman

(22)

I. HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN HIPOTESIS 1. Hasil Penelitian Terdahulu

Telah dilakukan penelitian terdahulu yang sesuai dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh (Ismawan, Rahayu dan Dharmawan, 2015) dengan hasil penelitian sebagai berikut:

a. Judul

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN BURUNG DI PREVAB TAMAN NASIONAL KUTAI KALIMANTAN TIMUR

b. Hasil

Spesies burung kangkareng perut putih mempunyai frekuensi perjumpaan tertinggi (90%), karena tersedianya habitat berupa pohon yang digunakan oleh burung tersebut untuk mencari makan dan beraktivitas. Burung ini juga mempunyai tubuh besar dan suara yang khas sehingga mudah dikenali. Kelimpahan relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing-masing spesies burung yang dijumpai selama pengamatan. Spesies burung kangkareng perut putih (Anthracoceros albirostris) merupakan spesies burung yang memiliki total indeks kelimpahan relatif tertinggi yaitu 51,35% karena jenis ini merupakan burung yang suka berkelompok dalam mencari makan dan menyukai hutan sekunder (Mackinnon, 1998). Berbeda dengan jenis burung lainnya yang memiliki nilai indeks kelimpahan relatif dan frekuensi perjumpaan yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi habitat yang cukup rapat serta perilaku ekologis burung yang lebih suka beraktivitas secara individu atau tidak dalam kelompok.

Terkumpul data hasil penelitian Dominansi dan Kelimpahan Kelas Aves di

Kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,

(23)

2. Hipotesis

a. Hipotesis umum

Perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapatnya dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. b. Hipotesis khusus

Ho: Tingginya Dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

Ha: Rendahnya Dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

J. METODE DAN DESAIN PENELITIAN 1. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kunatitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia (Sukmadinata, 2016).

2. Desain Penelitian

(24)

Gambar 7. Desain metode line transect

Idealnya dalam melakukan pengamatan dengan berjalan perlahan-lahan, berjalan cepat namun tidak berisik, kemudian beristirahat menunggu dengan tenang. Tempat menunggu yang menguntungkan adalah pohon ara Ficus, pohon berbunga merah, rumpun pohon benalu, atau di dekat kolam dan aliran sungai (MacKinnon, 2010, hlm. 27). Kemudian dengan penggunaan pakaian yang samar menyerupai lingkungan dapat membantu selama pengamatan agar burung tidak terganggu.

K. OBJEK PENELITIAN 1. Populasi dan sampel

a. Populasi

Populasi dari penelitian ini yaitu semua kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

b. Sampel

Sampel yang diteliti yaitu semua kelas aves yang tercuplik selama pengamatan di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian

(25)

merupakan hutan alam terletak di kaki Gunung Pangrango pada ketinggian antara 950-1.036 meter dari permukaan laut. Terdapat 62 jenis satwa liar yang termasuk dari 41 jenis burung (11 jenis dilindungi). Jenis burung yang dilindungi di TWA Situ Gunung adalah : Elang Bondol (Haliastur indus), Alap-alap (Accipiter virgatus), burung Sesep made (Aethopyga eximia), burung Kipas (Riphidura javanica), Cekakak merah (Anthreptes singalensis), burung made Merah (Aethopyga siparaja), burung Cabe (Dicaeum trochileum). Sedang burung-burung yang mudah dijumpai adalah Kutilang, Betet ekor panjang, Prenjak Tuwu, Emprit, Cipoh, Kepondang, Tulung tumpuk dan Ayam hutan (Dishut, 2007)

Gambar 8. Lokasi Penelitian Sumber: (Google Earth, 2018)

b. Waktu Penelitian

(26)

3. Objek Penelitian

Objek yang menjadi penelitian ini adalah semua kelas aves yang berada di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat dengan batasan-batasan yang telah ditentukan.

L. OPERASIONAL VARIABEL

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran serta memberikan gambaran yang jelas mengenai arti yang terkandung dalam judul, maka dibuat operasional variabel yang dijadikan landasan pokok dalam penelitian ini. Oprsional variabel yang digunakan terlampir dalam tabel 1 berikut:

No. Variabel Konsep Variabel Ukuran dan skala

1. Kelas Aves Merupakan anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu. Burung memiliki bulu kontur dan bulu halus. Bulu kontur adalah bulu yang kaku dan memberikan bentuk aerodinamis pada sayap dan tubuh.

Individu

2. Dominansi Spesies dominan (dominant species) adalah spesies-spesies dalam suatu komunitas yang paling melimpah atau secara kolektif memiliki biomassa terbesar. Sebagai akibatnya, spesies dominan memberikan kontrol kuat terhadap keberadaan dan distribusi spesies

Persentase

3. Kelimpahan Kelimpahan relatif (relative abundance) spesies yang berbeda-beda, yaitu proporsi yang direpresentasikan oleh masing-masing spesies dari seluruh individu dalam komunitas

(27)

Tabel 1. Operasional Variabel

M. TEKNIK PENGUMPULAN DATA dan INSTRUMEN PENELITIAN Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan primer sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya (Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah observasi. Menurut Sutrisno Hadi (1986 dalam Sugiyono, 2017) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Rancangan pengumpulan dalam penelitian ini berupa tabel pengamatan burung, dimana hasil pengamatan dan identifikasi kelas aves akan dimasukan kedalam tabel berikut.

Plot/Poin t

Spesies Jumlah individu Foto

1.

2.

3.

4.

(28)

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Tabel 2. Tabel Pengumpulan Data

N. TEKNIK ANALISA DATA

Menurut (Sugiyono, 2017) dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah: mengelopokan data berdasarkan variabes dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Untuk penelitian yang tidak merumuskan hipotesis, langkah terakhir tidak dilakukan.

1. Dominansi burung

Menurut Helvort (1981, dalam Fachrul, 2007) Makin tinggi nilai dominansi suatu jenis burung menunjukan burung itu makin dominan. Komposisi populasi bisa dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

1) Jenis dominan yang mempunyai dominansi lebih besar dari 5% 2) Jenis dominan sedang atau sub-dominansi dengan nilai

kerapatan dominansi 2-5%

3) Jenis tidak dominan dengan nilai kerapatan/dominansi <2%

Untuk mengetahui dominansi burung dihitung dengan rumus:

Dominansi jenis = Jumlah suatu jenis burung Luas plot sampel

(29)

2. Kelimpahan burung

Kelimpahan merupakan total jumlah individu burung yang ditemukan selama pengamatan. Indeks kelimpahan memberikan gambaran suartu komposisi jenis dalam komunitas. (Van Balen, 1984, dalam Fachrul, 2007) Untuk mengetahui tiap jenis dipergunakan rumus sebagai berikut:

Pi = ∑ burung spesies i∑totalburung x 100%

Dengan: Pi = nilai kelimpahan burung

O. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan penelitian, dan analisis data. Tahapan prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum penelitian. Tahapan persiapan ini meliputi kegiatan sebagai berikut:

a. Penyusunan proposal penelitian

b. Observasi lapangan sebelum pelaksanaan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui wilayah yang akan dijadikan lokasi penelitian

c. Seminar proposal penelitian

d. Menentukan lokasi pencuplikan dan titik pengamatan burung menggunakan kombinasi metode line transect dan point transect.

e. Menentukan waktu penelitian. f. Menyiapkan surat izin penelitian.

g. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yang terlampir dalam tabel 1.1 berikut:

No .

Nama Alat Jumlah

(30)

2. Kamera 1

3. Jam tangan 1

4. Alat tulis 1

5. Buku Panduan Lapangan 1

Tabel 3. Alat dan Bahan

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap penelitian merupakan tahap pengamatan burung dari waktu dan tempat yang telah ditentukan. Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Menentukan plot awal pengamatan kelas aves pada line transect.

b. Melakukan pengamatan kelas aves pada setiap plot. Pada setiap plot waktu pengamatan dilakukan selama 20 menit. c. Mencatat hasil pengamatan pada tabel yang telah

disediakan.

d. Melakukan dokumentasi kelas aves yang tercuplik menggunakan kamera.

3. Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudain dianalisis untuk mencari nilai dominansi dan kelimpahan kelas aves di kawasan Hutan Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.

P. JADWAL PENELITIAN

(31)

ke-. Penelitian Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

A. Tahapan Perencanaan

1. Pengumpula n Judul 2. Penyusunan

Proposal 3. Seminar

Proposal 4. Revisi

Proposal 5. Persiapan

Penelitian

B. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

1. Pengambilan Sampel 2. Pengumpula

n Data

C. Tahapan Penyusunan Laporan Skripsi

1. Penyusunan Laporan Skripsi

Tabel 4. Jadwal Penelitian

Q. DAFTAR PUSTAKA

Ayat, A. (2011). Panduan Lapangan Burung-Burung Agroforest di Sumatra. [Online] diakses dari: http://www.worldagroforestry.org/downloads/ Publications/PDFS/B17244.pdf. (Diakses tanggal 15 Februari 2018) Campbell, N., A, Reace., Mitchel, L. (2003). Biologi Jilid 2 Ed.5. Jakarta:

Erlangga.

(32)

Campbell, N., A, Reace., Mitchel, L. (2008). Biologi Jilid 3 Ed.8. Jakarta: Erlangga.

CITES. (2015). The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. [Online] diakses dari: https://www.cites.org/eng. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

Dinas Kehutanan. (2007). TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG.[Online] diakses dari: http://dishut.jabarprov.go.id. (Diakses tanggal 15 Februari 2018).

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. (2011). TEMPAT REKREASI SITU GUNUNG. [Online] diakses dari: http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=271&lang=id. . (Diakses tanggal 15 Februari 2018).

Duguid, M. C. et al. (2016). Changes in breeding bird abundance and species composition over a 20 year chronosequence following shelterwood harvests in oak-hardwood forests. Forest Ecology and Management. 376:221–230. [Online] diakses dari: https://www.sciencedirect.com/ science/article/pii/S0378112716303073. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

Fachrul, M. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Google Earth. (2018). Peta Lokasi Hutan Situ Gunung. [Online] diakses dari: https://earth.google.com/web/@6.83170036,106.92288368,1024.874082 75a,1418.61037146d,35y,-0h,0t,0r. (Diakses tanggal 15 Februari 2018).

Grinde, A. R. et al. (2017). Importance of scale, land cover, and weather on the abundance of bird species in a managed forest. Forest Ecology and Management. Page:295–308. [Online] diakses dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378112717311519. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

(33)

S1055790316303992. (Diakses tanggal 15 Februari 2018).

Ikin, K., Yong, D. L. and Lindenmayer, D. B. (2016). Effectiveness of woodland birds as taxonomic surrogates in conservation planning for biodiversity on farms. Biological Conservation. Vol:204. Page:411–416. [Online] diakses dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S0006320716307698. (Diakses tanggal 21 Februari 2018)

Iskandar, J. (1989). Jenis Burung Yang Umum di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Ismawan, A., Rahayu, S. E. and Dharmawan, A. (2015). Kelimpahan Dan Keanekaragaman Burung Di Prevab Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Page:1–9. [Online] diakses dari: http://jurnal-online.um.ac.id/article/do/detail-article/1/34/2100. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

Jepson, P. (1997). A Bird-watcher’s Guide to the World’s Largest Archipelago. Singapore: Periplus Edition. [Online] diakses dari: https://e-resources.perpusnas.go.id:2104/lib/perpusnasebooks/detail.action?

docID=1098368. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

Khoury, F. and Korner, P. (2018). The effects of habitat variables and land use on breeding birds in remnant wetland strips in an arid, rural landscape. Journal of Arid Environments. [Online] diakses dari: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0140196318300016. (Diakses tanggal 15 Februari 2018)

Kurniawan, I. S., Tapilow, F. S. and Hidayat, T. (2017). How can Smartphone-Based Internet Data Support Animal Ecology Fieldtrip?. Journal of Physics: Conference Series, 895(1).

(34)

Mackinnon, J., Phillipps, K. dan Balen, B.V. (2010). Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI-Burung Indonesia. Bogor.

Odum, E. (1998). Dasar-dasar ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press.

Paramita, E. C., Kuntjoro, S. and Ambarwati, R. (2015). Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung di Kawasan Mangrove Center Tuban. Page:161–167. [Online] diakses dari: http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/ index.php/lenterabio/article/view/13254. (Diakses tanggal 23 Februari 2018).

Selly, Y. (2016). Keanekaragaman Burung Pada Berbagai Tipe Habitat di Kecamatan Singkil Sebagai Referensi Pendukung Pembelajaran Materi Keanekaragaman Hayati di Sekolah Menengah Atas. [Online] diakses dari: https://repository.ar-raniry.ac.id/2040/. (Diakses tanggal 14 Februari 2018).

Soetjipta. (1994). Dasar-dasar Ekologi Hewan. Edited by Srigandono. Depdikbud Dikti.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. (2016). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Gambar

Gambar 1. Hubungan filogeni antar spesies aves
Gambar 3. Morfologi tubuh burung
Gambar 4. Keterangan morfologi tubuh burung
Gambar 6. Berbagai habitat burung
+6

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat yang diperoleh guru terutama guru matematika di sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menyusun strategi dalam proses pembelajaran2.

a) Teknik cakap atau karakter tokoh, yaitu Percakapan yang dilakukan oleh tokoh- tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan penting dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Signifikansi pengaruh cash ratio, debt equity

mewakili sosok yang selama ini tak pernah dilihat dan dijadikan bahan perbincangan. Kartini berbicara tentang banyak hal: sosial, budaya, agama, bahkan korupsi.

Agar mudah diketahui dengan cepat siapa yang memiliki buku tersebut, stempel Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dapat pula dibubuhkan pada bagian samping

[r]

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba membuat atau mendapat- kan rancangan konsep desain yang lebih baik dari beberapa alternatif variasi alat penghancur arang

• Peserta didik dan guru menyimpulkan tentang perlunya berbagai kegiatan yang dilakukan bersama keluarga dalam upaya menjaga hidup yang bersih dan sehat di rumah. • Pemberian