• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Perbandingan Karakteristik Turbulensi Dan Pulsasi Antara Propeler Pesawat Tanpa Awak Yang Rendah Bising Dan Propeler Pabrikan Melalui Analisa Komputasi Dinamika Fluida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Perbandingan Karakteristik Turbulensi Dan Pulsasi Antara Propeler Pesawat Tanpa Awak Yang Rendah Bising Dan Propeler Pabrikan Melalui Analisa Komputasi Dinamika Fluida"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Propulsi

Sistem propulsi merupakan sistem penggerak dimana untuk pesawat

sistem ini memberikan gaya dorongan sehingga pesawat dapat bergerak maju ke

depan. Semua jenis sistem propulsi didasarkan pada hukum ketiga Newton yang

berbunyi seperti berikut: “Untuk setiap aksi, terdapat reaksi berlawanan yang

sesuai”. (Shevell, 1983)

Pada fluida seperti udara, sistem propulsi akan mendorong udara dan

sebagai reaksi nya, udara akan mendorong kembali sistem propulsi sehingga

menciptakan Thrust ( Gaya Dorong). Gaya Thrust yang dihasilkan adalah sama

dengan rasio waktu dari perubahan momentum fluida. Sistem propulsi memiliki

bermacam – macam bentuk, seperti propeller, mesin jet, turbofan, turbin gas,

mesin roket, dan berbagai jenis alat pendorong lainnya. (Shevell, 1983)

2.2 Pengertian Propeller

Propeller merupakan sekelompok sayap berputar yang dibentuk bengkok,

yang ditujukan agar menciptakan arah dari resultan gaya angkat yang menuju ke

depan. Pada umumnya propeller terdiri dari dua atau lebih baling yang

dihubungkan ke central hub yang merupakan bagian dimana baling – baling

pesawat tersambung. Propeller berfungsi untuk mengubah gaya rotasi dari mesin

menjadi gaya propulsif sebagai gaya dorong (Thrust) untuk pesawat. (Kroes,

(2)

2.3 Bagian – Bagian Propeler

Untuk menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui

bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.1 di bawah ini, terdapat

sebuah propeller berjenis dua baling yang didesain untuk pesawat bobot ringan.

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler

Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeler:

1. Leading Edge (Bagian depan)

Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong

udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan

yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face).

2. Tip

(3)

3. Root

Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub.

4. Hub

Merupakan pusat propeller sebagai bagian dimana baling – baling melekat.

Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2

di bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade)

terdapat leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai

bagian dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face

sebagai bagian yang rata. Baling – baling (Blade) propeller memiliki bentuk

airfoil yang serupa dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.2.

(Kroes, 1994)

Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller

Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki

bentuk yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap

sebagai sayap pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan

tipis. Ketika baling – baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling

– baling sama halnya ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya

(4)

atas, namun pada propeller, aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke

depan. (Kroes, 1994)

2.4 Dasar Elemen Propeller

Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller seperti Vo, n, d,

β, w, dan L. Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya

mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle

of attack αe yangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n, ddan sudut airfoil β dimana

angle of attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio

lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal

sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang

berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk alasan inilah

maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif

sepanjang blade.

(5)

Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen d adalah

diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil.

Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan

resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif

udara yang termasuk kecepatan induksi.

Gambar 2.4 Sudut Pada Baling – Baling Propeler

Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan

bidang rotasi. Sudut baling di sepanjang propeler memiliki nilai yang berbeda -

beda. Hal ini dikarenakan bahwa kecepatan pada tiap bagian baling – baling

berbeda – beda. Setiap elemen harus didesain sedemikian rupa untuk

mendapatkan sudut serang (angle of attack) yang terbaik untuk menghasilkan

thrust ketika berputar pada kecepatan desain terbaiknya.

Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeler:

(6)

Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil

bergerak melewati udara.

Gambar 2.5 Udara Relatif

• Angle of Attack (Sudut Serang)

Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara

chord dari elemen dengan arah udara relatif

• Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeler)

Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeler

Gambar 2.6 Jalur Pergerakan Propeler

• Pitch

Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeler yang

membentuk jalur spiral.

• Geometric Pitch

Merupakan jarak teoritis yang mungkin terjadi dari pergerakan propeler

(7)

• Effective Pitch

Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeler dalam sekali revolusi di

udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric

pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip

Gambar 2.7 Geometric dan Effective Pitch

2.5 Teori Momentum Sederhana

Sebuah metode sederhana untuk menghitung propeller yang sedang

beroperasi bergantung terhadap energi momentum dan kinetik dari sistem.

Propeller diasumsikan terdiri dari sejumlah besar baling – baling (blade), sehingga

terbentuk plat penggerak (actuator disk) dengan thrust terdistribusi secara merata

di sekitar plat. Kecepatan aksian dari fluida berlangsung secara kontinu melewati

plat propeller untuk mencapai kontinuitas aliran. Tekanan fluida, Δp, meningkat

secara tiba – tiba ketika berada di plat propeller. Δp bernilai sama dengan thrust

pada setiap unit daerah dari plat dan peningkatan kecepatan aksial akan

(8)

Gambar 2.8 Aliran Plat Penggerak (Actuator Disk Flow)

Pada luas permukaan A dari sebuah plat penggerak di sebuah aliran

dengan kecepatan Vo , kecepatan aksial meningkat ketika mendekati plat menjadi

Vo + a Vo dan tekanan menurun dari pomenjadi p1. Selama melewati plat,

kecepatan udara konstan tetapi setelah mencapai daerah slipstream akhir,

kecepatan meningkat menjadi Vo + b Vo . Tekanan juga meningkat secara cepat

menjadi (p1 + Δp) = p2 ketika berada di belakang plat dan setelah itu kembali lagi

(Tepat di belakang propeller)

Dengan menggunakan persamaan freestream dari 𝑝𝑝𝑇𝑇1dan persamaan

daerah jauh untuk 𝑝𝑝𝑇𝑇2, maka diperoleh

∆𝑝𝑝=𝑝𝑝𝑇𝑇2 − 𝑝𝑝𝑇𝑇1 =𝜌𝜌

2(2𝑏𝑏𝑉𝑉𝑉𝑉

2+𝑏𝑏2𝑉𝑉𝑉𝑉2) =𝜌𝜌𝑉𝑉𝑉𝑉21 +𝑏𝑏

2� 𝑏𝑏 (2.3)

Thrust adalah nilai dari perubahan momentum dari daerah yang jauh di

belakang plat.

𝑇𝑇=∆𝑝𝑝𝑝𝑝 =𝜌𝜌(𝑉𝑉𝑉𝑉+𝑎𝑎𝑉𝑉𝑉𝑉)𝑝𝑝𝑏𝑏𝑉𝑉𝑉𝑉 (2.4)

jadi

(9)

Dengan membandingkan 2.3 dan 2.5, maka diperoleh

𝑎𝑎= 𝑏𝑏

2 (2.6)

Kemudian dengan memasukkan nilai 2.6 ke dalam persamaan 2.4 maka

didapat

𝑇𝑇= 2𝑝𝑝𝜌𝜌𝑉𝑉02(1 +𝑎𝑎)𝑎𝑎 (2.7)

Peningkatan energi kinetik fluida tiap satuan waktu di daerah slipstream

adalah perbedaan antara energi kinetik di daerah slipstream akhir dan energi

kinetik dengan jumlah massa udara yang sama jauh di atas propeller. Dimana M

adalah massa aliran melalui plat penggerak tiap satuan waktu,

∆𝐾𝐾.𝐸𝐸. = 𝑀𝑀[𝑉𝑉𝑉𝑉(1+𝑏𝑏)]2

Dengan menukar b = 2a, diperoleh

∆𝐾𝐾.𝐸𝐸. = 𝑨𝑨𝑨𝑨𝑽𝑽𝟎𝟎𝟑𝟑(𝟏𝟏+𝒂𝒂) 𝟐𝟐(𝟒𝟒𝒂𝒂)

𝟐𝟐 (2.9)

= 2𝑝𝑝𝑝𝑝𝑉𝑉03(1 +𝑎𝑎) 2𝑎𝑎

Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 2.9 , diperoleh

∆𝐾𝐾.𝐸𝐸. = 𝑇𝑇𝑉𝑉𝑉𝑉(1 +𝑎𝑎) (2.10)

Efisiensi ideal dari sebuah propeller, η, dapat dihitung melalui

(10)

Maka semakin besar percepatan fluida melewati propeller, maka semakin

rendah efisiensi yang diperoleh propeller. Sebuah propeller besar yang

menggerakan sejumlah udara yang banyak tetapi memberikan percepatan udara

yang rendah, lebih efisien dibandingkan propeller kecil yang menggerakkan

sedikit udara dengan kecepatan tinggi.

2.6Gaya Yang Terjadi Pada Propeler

Pada umumnya terdapat tiga jenis gaya yang terjadi pada saat sebuah propeler

beroperasi. Berikut adalah gaya – gaya tersebut:

1. Thrust

Merupakan gaya udara terhadap propeler yang bersifat paralel terhdap arah

pergerakan dan tegangan putar induksi pada propeler.

2. Gaya Sentrifugal (Centrifugal Force)

Disebabkan oleh gaya rotasi dari propeler dan cenderung untuk melempar

baling – baling dari pusat.

3. Gaya Torsi atau Twist

Disebabkan oleh gaya resultan dari udara yang cenderung memutar baling

– baling menuju sudut blade yang lebih rendah.

Gaya dorong atau sering disebut Thrust adalah gaya yang terjadi untuk

mendorong pesawat bergerak ke depan melalui udara. Thrust dihasilkan oleh

sistem propulsi dari pesawat. Terdapat beberapa jenis sistem propulsi berbeda

yang dapat menghasilkan gaya thrust yang berbeda pula. Propeler adalah salah

(11)

menggerakan pesawat melalui dorongan udara. Propeler terdiri dari dua baling

(blade) atau lebih yang dihubungkan oleh sebuah “hub”. Hub berfungsi untuk

menghubungkan bilah menuju poros mesin.

Baling – baling propeler dibuat dari bentuk sebuah airfoil seperti sayap

pada pesawat. Ketika mesin memutar baling propeler, gaya dorong akan tercipta

dan udara yang melewati sayap pesawat akan menghasilkan gaya angkat.

Gambar 2.9 Tegangan Pada Propeler

Selain gaya –gaya di atas tersebut, masih ada tegangan yang terjadi pada sebuah

propeler ketika beroperasi di udara, yaitu :

1. Tegangan Bending (Bengkok)

Merupakan tegangan akibat induksi gaya thrust. Tegangan ini cenderung

untuk membengkokkan baling – baling ke depan ketika pesawat digerakkan

(12)

2. Tegangan tensil (Tensile stresses)

Disebabkan oleh gaya sentrifugal pada propeler.

3. Tegangan Torsi (Torsion Stress)

Tegangan ini dihasilkan pada blade propeler yang berotasi pada dua keadaan

twist. Salah satu tegangan ini dihasilkan dari reaksi udara terhadap blade yang

dikenal sebagai aerodynamic twisting moment. Tegangan lain yang

disebabkan oleh gaya sentrifugal disebut centrifugal twisting moment.

2.7 Sumber Noise Aerodinamis

Sumber noise pada komponen aerodinamis diketahui sebagai bunyi

akibat pergerakan antara udara terhadap medium lingkungannya.Sumber noise

secara umum dikenal dengan istilah sebagai Noise Generation Mechanism, adalah

mekanisme sumber kebisingan yang disebabkan oleh adanya operasi atau kegiatan

serta peralatan yang menimbulkan kebisingan seperti kegiatan crushing,

pengetokan, pengeboman, punch-press, penempaan, drilling, dan juga pada

pemutaran suatu propeler. Secara umum, Noise Generation Mechanism terbagi

menjadi tiga jenis yaitu:

• Turbulensi : Disebabkan oleh pergerakan aliran udara yang acak karena melewati perubahan bentuk suatu daerah

• Pulsasi : Merupakan tekanan bidang yang disebabkan adanya perubahan kecepatan yang signifikan sehingga mengakibatkan perubahan tekanan

yang drastis, pada umumnya disebut sebagai pressure field

(13)

Sumber noise pada komponen aerodinamis secara skematik dapat dilihat

pada Gambar2.10.

Gambar 2.10 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis

Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,

menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi

menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yaitu kebisingan yang bersumber

dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.

Noise generation mechanismpada propeller yang berputar dihasilkan dari

tiga jenis faktor yang berbeda.Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration

dari bilah propeler.Yang kedua adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan

oleh tekanan bidang (pulsasi) yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi

dari setiap pergerakannya, dimanakeadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari

(14)

yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran

lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran.

Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan

kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.11Noise GenerationMechanisme pada propeller

2.8Tingkat Kebisingan

Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode

yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara

dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure

level dan sound power level.

a. Sound Power level

Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan

Lw = 10 log10 𝑊𝑊

𝑊𝑊𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 (db) (2.12)

Dimana W = Sound Power

Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt

(15)

Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db)

dengan mengaitkan terhadap sound pressure level.Hal seperti ini telah

menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang

skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound

pressure level.Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang

dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya

Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level

Examples with distance (dB)

Jet Aircraft,50 m Away

Threshold of pain

Disco, 1 m from speaker

Diesel truck, 10 m away

100

90

kerbside of busy road, 5 m

vacuum cleaner,1 m distance

80

70

conversational speech 1 m

avarage home

60

50

quiet library

quiet bedroom at night

40

30

background in tv studio

rustling leaves

20

10

threshold of hearing 0

(16)

Perhitungan level kebisingan pada mekanisme pulsasi (Presure field)

merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida

yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav

band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F.

2001).

Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel

Q = laju aliran volumetric

Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s

P = tekanan melalui Propeler

P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa

BT = Blade tone komponen (diperoleh dari table 2.2)

Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency

(BPF) yang di peroleh dari persamaan

BPF = Nb x RPM

60 (2.14)

(17)

Tabel 2.2 Basic Sound Power Level Spectrum Lw (B)

(Sumber: Baron, 2001)

Karena propeler pesawat beroperasi ketika pesawat terbang di udara,

maka noise yang dihasilkan pada kondisi kerja propeler tergolong kedalam jenis

transmisi outdoor.untuk menghitung level tekanan suara tersebut dapat di peroleh

dari persamaan (Barron,2001)

Lp = Lw + (DI – 20 log10( r ) + 10log10 ( 𝜀𝜀-mr ) – 10log10�

4𝜋𝜋.(𝑃𝑃𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2 )

𝜻𝜻.𝑊𝑊𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 � (2.15)

Dimana DI = directivity index (untuk permukaan datar = 3)

r = jarak penentuan tingkat tekanan suara

m = 2𝝍𝝍dimana 𝝍𝝍 = koefisien energi attenuation

𝜻𝜻 = Karakteristik impedansi

2.9 Computational Fluid Dynamics (CFD)

Dinamika fluida komputasi, biasanya disingkat sebagai CFD

(Computational Fluid Dynamics), adalah cabang dari mekanika fluida yang

(18)

menganalisis masalah yang melibatkan dari aliran fluida tersebut. Pada analisis ini

komputer digunakan untuk melakukan perhitungan yang diperlukan untuk

mensimulasikan interaksi cairan dan gas dengan permukaan yang didefinisikan

oleh kondisi batas, dengan kecepatan tinggi superkomputer, agar hasil analisis

yang lebih baik dapat dicapai. Di berbagai penelitian yang sedang berlangsung,

banyak dihasilkan perangkat lunak yang meningkatkan akurasi dan kecepatan

skenario simulasi yang kompleks seperti mengalir transonik atau

turbulen. Validasi awal dari perangkat lunak tersebut dilakukan menggunakan

terowongan angin dengan validasi akhir datang dalam tes penerbangan. Dewasa

ini telah banyak software engineering yang dibuat untuk analisa CFD seperti

Gambar

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Propeler
Gambar 2.2 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller
Gambar 2.3 Elemen Pada Baling – Baling Propeller
Gambar 2.4 Sudut Pada Baling – Baling Propeler
+7

Referensi

Dokumen terkait