• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Belanja Daerah Studi Kasus Belan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Belanja Daerah Studi Kasus Belan (1)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH BELANJA DERAH

(Studi Kasus Belanja Daerah : Belanja Pegawai Ngawi)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keuangan Daerah yang dibina Dr. Moh. Khusaini., SE., Msi., MA

Oleh

1. Anik Fatul Rofiah (135020101111051)

2. Nur Azizah (135020101111054)

3. Dian Dewi Megadini (135020107111004) 4. Mery Maulydia Agustin (135020107111007)

Program Studi Ekonomi Pembangunan Jurusan Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah mengenai “BELANJA DAERAH (Studi Kasus Belanja Daerah : Belanja Pegawai Kabupaten Ngawi)” dengan baik. Tidak lupa kami mengucapakan terima kasih kepada Dosen Keuangan Daerah oleh Dr. Moh. Khusaini., SE., Msi., MA dan Asisten Dosen Kakak Tiara yang telah membimbing proses pembuatan makalah ini sehingga dapat terselesaikan. Makalah ini menjelaskan mengenai “KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Belanja Daerah : Belanja Pegawai Kabupaten Ngawi)”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai konsep belanja daerah, struktur belanja daerah dan fungsi belanja daerah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Wassalammualaikum Wr. Wb

Malang, 10 April 2015

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengelolahan keuangan daerah merupakan faktor yang penting untuk melihat kemandirian suatu daerah. Dilihat dari tingkat kemandirian daerah di bidang keuangan belum memperlihatkan kemajuan yang berarti bahkan cenderung menurun selama satu dasawarsa terakhir. Pemerintah daerah masih sangat tergantung kepada pusat dan belum memiliki sumber pendapatan asli daerah yang kuat untuk menopang kegiatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di tingkat lokal.

Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diatur dalam Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah menunjukkan secara tegas kesepakatan politis yang menetapkan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia lebih menitikberatkan desentralisasi pada sisi belanja. Kewenangan yang didelegasikan kepada daerah untuk mendapatkan penerimaan masih relatif terbatas. Sementara di sisi lain, daerah diberikan kewenangan yang cukup besar untuk membelanjakan dana yang dikelolanya.

Dengan diskresi belanja daerah yang luas tersebut, maka kualitas belanja daerah akan sangat ditentukan oleh pilihan-pilihan yang diambil oleh daerah itu sendiri. Dengan input dana publik yang selalu bersifat terbatas, maka daerah dituntut untuk mempunyai strategi yang jitu dalam mengelola dan mengalokasikannya secara efisien, sehingga mampu memberikan output layanan publik yang optimal. Selanjutnya diharapkan pilihan atas prioritas output tersebut akan menghasilkan outcome yang signifikan, yang berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(4)

maka peran optimalisasi belanja daerah akan mempengaruhi pembangunan ekonomi di daerah.

(5)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Definisi Belanja Daerah

Beberapa pendapat mengenai belanja daerah, antar lain :

 Menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara / Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

 Peraturan pemerintah nomor 105 tahun 2002 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pada pasal 1 (ayat 13) dan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 29 tahun 2002 pada pasal (huruf q) menyebutkan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

 Menurut Halim (2001), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan

oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah diatasnya.

 Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

 Menurut Sri Lesminingsih (Abdul Halim, 2001:199) bahwa pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah selama periode tahun anggaran bersangkutan yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah.

 Menurut Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri

No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diungkapkan pengertian belanja daerah yaitu kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

(6)

dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan struktur anggarann daerah, elemen-elemen yang termasuk dalam belanja daerah terdiri dari belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja tidak tersangka.

Jadi dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah dalam periode anggaran tertentu digunakan untuk melaksanakan kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah daerah kepada masyarakat dan pemeritah daerah. Dalam Permendagri No.59 Tahun 2007, belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan.

Tujuan Belanja Daerah

1. Merupakan rasionalisasi atau gambaran kemampuan dan penggunaan sumber-sumber finansial dan material yang tersedia pada suatu negara/daerah.

2. Sebagai upaya untuk penyempurnaan berbagai rencana kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga hasilnya akan lebih baik.

3. Sebagai alat untuk memperinci penggunaan sumber-sumber yang tersedia menurut objek pembelanjaannya sehingga memudahkan pengawasan atas pengeluarannya. 4. Sebagai landasan yuridis formal dari penggunaan sumber penerimaan yang dapat

dilakukan pemerintah serta sebagai alat untuk pembatasan pengeluaran.

5. Sebagai alat untuk menampung, menganalisis, serta mempertimbangkan dalam membuat keputusan seberapa besar alokasi pembayaran program dan proyek yang diusulkan.

6. Sebagai pedoman atau tolak ukur serta alat pengawasan atas pelaksanaan kegiatan, program dan proyek yang dilakukan pemerintah.

B. Klasifikasi Belanja Daerah

(7)

yang akan dicapai. Pendekatan prestasi kerja mensyaratkan bahwa kementerian negara/lembaga dan SKPD harus diukur kinerjanya berdasarkan program/kegiatan yang telah direncanakan.

Ketentuan tersebut di atas ditegaskan lagi dengan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa di dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan yang diperkirakan.

Klasifikasi Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Menurut Paragraf 34 PSAP Nomor 02, ditetapkan bahwa belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi dan fungsi. Rincian tersebut merupakan persyaratan minimal yang harus disajikan oleh entitas pelaporan. Selanjutnya dicontohkan pada Paragraf 39 PSAP 02 klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) yang dikelompokkan lagi menjadi Belanja Operasi, Belanja Modal dan Belanja Lain-lain/Tak Terduga.

Belanja Operasi adalah belanja yang dikeluarkan dari Kas Umum Negara/Daerah dalam rangka menyelenggarakan operasional pemerintah, sedangkan Belanja Modal adalah belanja yang dikeluarkan dalam rangka membeli dan/atau mengadakan barang modal. Belanja Operasi selanjutnya diklasifikasikan lagi menjadi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja Lain-lain/Tak Terduga.

(8)

 Pendidikan dan Perlindungan Sosial

Klasifikasi Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 menetapkan klasifikasi belanja sebagai berikut:

1. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan serta jenis belanja;

2. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah

3. Klasifikasi menurut fungsi terdiri dari :

a. Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan untuk tujuan manajerial pemerintahan daerah;

b. Klasifikasi berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Klasifikasi Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Klasifikasi belanja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yaitu :

a. Klasifikasi belanja dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan/atau kabupaten/kota yang terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.

(9)

c. Klasifikasi menurut kelompok belanja terdiri dari belanja langsung dan belanja tak langsung. Pengklasifikasian belanja ini berdasarkan kriteria apakah suatu belanja mempunyai kaitan langsung dengan program/kegiatan atau tidak. Belanja yang berkaitan langsung dengan program/kegiatan (misalnya belanja honorarium, belanja barang, belanja modal) diklasifikasikan sebagai belanja Buletin Teknis Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah langsung, sedangkan belanja yang tidak secara langsung dengan program/kegiatan (misalnya gaji dan tunjangan pegawai bulanan, belanja bunga, donasi, belanja bantuan keuangan, belanja hibah, dan sebagainya) diklasifikasikan sebagai belanja tidak langsung. Belanja Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Untuk pemerintahan daerah, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 yang kemudian dijabarkan dalam Permendagri 13 Tahun 2006, belanja diklasifikasikan berdasarkan jenis belanja yaitu Belanja tidak langsung dan Belanja langsung. Kelompok Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Selanjutnya, kelompok Belanja Tidak Langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari :

1. Belanja Pegawai

Penganggaran belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.

2. Belanja Bunga

Penganggaran pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

3. Belanja Subsidi

(10)

penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah.

5. Belanja Bantuan Sosial

Penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang dan selektif untuk memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk bantuan untuk PARPOL.

6. Belanja Bagi Hasil

Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

7. Bantuan Keuangan

penganggaran bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.

8. Belanja Tidak Terduga

(11)

Kelompok Belanja Langsung terdiri atas : 1. Belanja Pegawai

Belanja pegawai dalam kelompok belanja langsung tersebut dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Belanja Pegawai : Honor : merupaka sesuatu yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada pegawai , tetapi apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan maka upah tidak akan dibayarkan (dia bekerja / produktivitas dan berkaitan dengan tujuan oraganisasi).

2. Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa ini mencakup belanja barang pakai habis, bahan/ material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari- hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan pemulangan pegawai

3. Belanja Modal

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang

mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan aset tetap lainnya.

C. Arahan Pengelolahan Belanja Daerah

(12)

pajak-pajak dan retribusi atau penerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian). Untuk mewujudkan sasaran tersebut, maka pengelolaan belanja daerah dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan, sebagai berikut:

1. Memprioritaskan alokasi anggaran belanja daerah pada sektorsektor peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang berkualitas, serta mengembangkan sistem jaminan sosial, terutama bagi mereka yang mengalami ketidakberdayaan (powerless) akibat termarginalisasi (marginalized), terdevaluasi (devalued), dan mengalami keterampasan (deprivation), serta pembungkaman (silencing), sesuai amanat undang-undang, serta visi, misi dan program kepala/wakil kepala daerah.

2. Meningkatkan anggaran belanja daerah untuk program-program penanggulangan kemiskinan.

3. Mengarahkan alokasi anggaran belanja daerah pada pembangunan infrastruktur pedesaan yang mendukung pembangunan sektor pertanian, dan pencegahan terhadap bencana alam, serta sekaligus yang dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan melalui pendekatan program padat karya.

4. Memberi alokasi anggaran belanja daerah pada sektor pembangunan pedesaan dalam bentuk pemberian bantuan operasional kepada perangkat desa.

5. Menyediakan bantuan dana bergulir bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam rangka memberdayakan UMKM.

6. Meningkatkan kepedulian terhadap penerapan prinsip-prinsip efisiensi belanja dalam pelayanan publik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, yang meliputi manfaat ekonomi, faktor eksternalitas, kesenjangan potensi ekonomi, dan kapasitas administrasi, kecenderungan masyarakat terhadap pelayanan publik, serta pemeliharaan stabilitas ekonomi makro.

(13)

BAB III STUDI KASUS

(BELANJA DAERAH : BELANJA PEGAWAI KABUPATEN NGAWI)

(14)

Table 1.1

Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2009-2011

URAIAN REALISASI

TAHUN 2009 2010 2011

B. BELANJA DAERAH 803.673.798.000 1.041.015.546.10 0

a. Belanja Pegawai 479.018.719 689.575.003.250 692.120.049.191

b. Belanja Bunga 109.714 56.840.250 58.075.780

c. Belanja Hibah 77.959.156 11.567.000.000 18.638.102.000

d. Belanja Bantuan Sosial 5.588.807 6.399.000.000 4.204.750.000

e. Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi,

g. Belanja Tidak Terduga - 171.559.900 458.000.000

2. BELANJA LANGSUNG 198.016.592 312.554.869.550 328.177.976.308

a. Belanja Pegawai 28.353.286 22.550.451.700 26.458.369.650

b. Belanja Barang Dan Jasa

67.991.864 121.967.561.900 145.991.701.876

c. Belanja Modal 101.671.442 168.036.855.950 155.727.904.782

Surplus (Defisit) 803.673.798 (58.679.457.100) 51.990.989.609

Sumber : Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi

(15)

Belanja pegawai kabupaten ngawi tahun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2009 mencapai 479,018 juta rupiah, pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup drastis yakni mencapai 689,575 milyar rupiah. Kemudian pada tahun 2011 belanja pegawai Kabupaten Ngawi mencapai 692,120 juta rupiah atau 64,17 % dari total belanja daerah kabupaten ngawi, nilai tersebut sangat besar hingga Kabupaten Ngawi hampir dinyatakan kolaps oleh pemerintah pusat. Idealnya belanja daerah ditujukan untuk peningkatan pelayan publik seperti tertera dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pelaksanaan belanja daerah dilaksanakan denganpendekatan kinerja yang berorientasi pada prestasi kerja, dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan outcome yang diharapkan dari kegiatan dan program. demikian, pendekatan kinerja sekaligus akan mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik. Efisien akan diwujudkan dalam kesesuaian antara input (termasuk pendanaan) dengan output yang paling optimal yang bisa dihasilkan. Sedangkan efektifitas akan diwujudkan dengan kesesuaian antara output dengan ekspektasi masyarakat terhadap pemenuhan kualitas dan kuantitas layanan publik yang dihasilkan. Namun belanja daerah yang dilakukan Kabupaten Ngawi menunjukkan angka yang tinggi pada belanja pegawai bukan pada belanja modal pada APBD Ngawi. Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan akan memiliki daya ungkit dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. selain itu belanja modal juga dapat dialokasikan untuk menyediakan dan membangun infrastruktur publik.

Dengan belanja pegawai yang tinggi, berakibat pada anggaran untuk belanja modal dan belanja barang dan jasa sangat rendah serta porsi pembangunan di Kabupaten Ngawi sangat terbatas, Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Selain itu masalah nilai belanja pegawai di Pemkab Ngawi yang terlalu tinggi ini mengakibatkan kabupaten Ngawi masuk dalam daerah yang terancam bangkrut menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), dilihatkan pada tabel 1.2.

Tabel 1.2

Daerah dengan Alokasi Belanja Pegawai di Atas 65% Tahun 2012

Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal

Kab. Simalungun 74,3% 11% 10%

Kota Ambon 73,3% 12% 13%

Kab. Karanganyar 71,7% 10% 9%

(16)

Kota Langsa 69,4% 16% 10%

Kab. Minahasa 69,4% 12% 15%

Kab. Kuningan 68,9% 11% 15%

Kab. Sragen 68,6% 14% 7%

Kab. Purworejo 68,3% 11% 13%

Kab. Aceh Barat 68,3% 12% 18%

Kota Kupang 68,3% 14% 13%

Kab. Pidie 68,1% 14% 10%

Kab. Ponorogo 68,1% 16% 9%

Kab. Kulon Progo 67,8% 13% 13%

Kab. Wonogiri 67,4% 12% 13%

Kab. Padang Pariaman 67,2% 14% 15%

Kab. Bireuen 66,9% 13% 15%

Kab. Ngawi 66,9% 14% 13%

Kab. Bantul 66,5% 15% 11%

Kab. Pacitan 66,5% 13% 11%

Kab. Sumedang 66,0% 14% 13%

Kab. Aceh Besar 66,0% 16% 12%

Kab. Aceh Timur 66,0% 18% 13%

Sumber: Seknas FITRA ( Forum Indonesia Transparansi Anggaran) tahun 2012

(17)

karena itu, Kementerian Dalam Negeri mengancam akan melikuidasi Pemerintah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, karena menganggarkan komposisi belanja pegawai yang tidak wajar. Atas ancaman dari Kemendagri, Badan Pengelola Keuangan Pemerintah Propinsi (Pemprov) Jawa Timur, meminta Pemkab Ngawi untuk mengevaluasi agar terhindar dari likuidasi. Belanja pegawai yang terlalu besar dapat menjadi tolak ukur ketidakefisien kinerja anggaran belanja Kabupaten Ngawi. Belanja pemerintah daerah secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada kualitas pelayanan publik dan mendorong aktivitas sektor swasta di daerah yang bersangkutan. Belanja yang tidak optimal dapat mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik dan menurunnya aktivitas sektor swasta.

Berikut merupakan pelayan publik Sektor Kesehatan yang mengalami penurunan berdasarkan Draft MPPS Kabupaten Ngawi :

1. Pemasalahan utama sub sector air limbah domestik Kabupaten Ngawi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3

Pemasalahan utama sub sector Air Limbah Kabupaten Ngawi

A. Sistem Air Limbah E. Ke kebun/pekarangan F. Ke selokan/parit/got G. Ke lubang galian H. Lainnya,

I. Tidak tahu

Berdasarkan Survey EHRA Kepemilikan jamban pribadi 71,4%, WC umum/MCK 2,50%, WC helicopter 5,20 % sisanya tidak memiliki WC. Pengumpulan&

Penampungan / Pengolahan Awal:

Menurut hasil EHRA menunjukkan bahwa sebagian besar tinja anak dibuang ke WC/ jamban 29 %, ke Tempat sampah 2 %, ke

(18)

Tempat Penyaluran Akhir Tinja di Kabupaten Septik 44%, ke Pipa Sewer 3%, Ke Cubluk atau Lubang Tanah 30%, Tidak ada yang membuang limbahnya Langsung ke Saluran Drainase, ke Sungai/Danau/atau Pantai 8%, ke Kolam atau Sawah 3 %, Ke Kebun atau Tanah Lapang 1 %, sedangkan yang tidak tahu 11%.

Pengangkutan / Pengaliran

 Masih belum ada sarana dan prasarana pengangkutan limbah

domestic dari Pemerintah Kabupaten Ngawi Pengolahan Akhir

Terpusat

 Pemerintah Kabupaten Ngawi belum memiliki IPAL komunal

system Off Site Daur Ulang /

Pembuangan Akhir:

 Pemerintah Kabupaten belum memiliki IPLT.

B. Lain-Lain : Dokumen

Perencanaan

Belum memiliki master plan air limbah

Aspek Pendanaan Dana APBD Kabupaten Ngawi untuk Sektor Sanitasi sebesar 1,20 % dari Total Belanja Langsung APBD Kabupaten Ngawi 2012

Kelembagaan dan Peraturan Undang-Undang

Masih belum ada perda yang mengatur tentang air limbah domestik

Aspek Peran Masyarakat

(19)

2. Pemasalahan utama sub sector persampahan Kabupaten Ngawi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4

Pemasalahan utama sub sector Persampahan Kabupaten Ngawi A. Sistem Persampahan

Praktek Pemilahan Sampah Oleh Rumah Tangga di Kabupaten Ngawi

Tidak Dipilah Sampah Dipilah

Menurut hasil survey EHRA menunjukkan bahwa rata – rata dari KLuster 0 – kluster 4 sebesar 92.6 % warga belum melakukan praktek pemilahan sampah.

Pengumpulan Masih terbatasnya ketersediaan Sarana & Prasarana pembuangan sampah (Tempat Pembuangan Sampah/TPS)

Pengangkutan

Jumlah sarana dan prasarana termasuk armada pengangkutan sangat terbatas sehingga belum mampu mengangkut semua sampah di daerah pelayanan mempergunakan sistem Controlled Landfill.

(20)

B. Lain-Lain : Dokumen

Perencanaan

Kabupaten Ngawi belum memiliki master plan pengelolaan sampah.

Aspek Pendanaan Anggaran persampahan hanya 0,59 % dari Total Belanja Langsung APBD Kabupaten Ngawi tahun 2012.

Anggaran yang dialokasikan untuk operasional dan pemeliharaan persampahan belum mampu menangani permasalahan persampahan di Kabupaten Ngawi

Aspek Kelembagaan dan Peraturan Undang-Undang

Instansi pengelola persampahan masih terbatas Eselon III

Belum ada Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Persampahan

Aspek Peran Masyarakat

(21)

3. Pemasalahan utama sub sector air drainase Kabupaten Ngawi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.5.

Tabel 1.5

(22)

User Interface Lama Air Menggenang jika Terjadi Banjir Skala Kabupaten di Kabupaten Ngawi tahun 2012

8%

Menurut hasil survey EHRA menunjukkan bahwa banjir yang terjadi di Kabupaten Ngawi kurang dari 1 jam adalah 8 %, antara 1-3 jam sebesar 16 %, setengah hari sebesar 16%, Satu hari sebesar 22%, lebih dari sehari sebesar 32%, dan tidak tahu adalah 6%.

Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir Skala Kluster di Kabupaten Ngawi Tahun 2012

9

Sekali dalam setahun .0 .0 1.3 4.9 12.1

Tidak pernah 95.1 89.9 94.7 84.6 70.0

Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4

(23)

.0

Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir Skala Kluster di Kabupaten Ngawi Tahun 2012 Satu hari .0 22.2 16.7 19.0 25.9 Setengah hari .0 11.1 16.7 9.5 22.2 Antara 1 - 3 jam .0 .0 16.7 14.3 22.2 Kurang dari 1 jam .0 .0 16.7 9.5 7.4

Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4

Menurut hasil survey EHRA menunjukkan bahwa :

Kluster 0 tidak pernah mengalami banjir.

Kluster 1 : Pernah mengalami banjir kurang dari 1 jam 0 %, antara 1-3 jam 0 %, setengah hari 11,1%, Satu hari 22,2%, lebih dari sehari 33,4 %, dan tidak tahu 33,3%.

Kluster 2 : Pernah mengalami banjir kurang dari 1 jam 0 %, antara 1-3 jam 16,7 %, setengah hari 17%, Satu hari 16,7%, lebih dari sehari 16,7 %, dan tidak tahu 33,3%. Kluster 3 : Pernah mengalami banjir kurang dari 1 jam 9,5 %,

antara 1-3 jam 14,3 %, setengah hari 9,5%, Satu hari 19%, lebih dari sehari 42,9 %, dan tidak tahu 4,8%. Kluster 3 : Pernah mengalami banjir kurang dari 1 jam 7,4 %,

(24)

Prosentase SPAL yang Berfungsi

Air di Saluran Tidak Dapat Mengalir

Air di Saluran Dapat Mengalir

Tidak ada saluran

43.9 34.5 37.5 22.8 33.9

Tidak dapat

19.5 63.9 52.1 54.2 60.0 Kluste

Dari hasil studi EHRA diperoleh data :

Kluster 0 : Tidak ada saluran 43,9%, Tidak dapat dipakai(Saluran Kering) 34,1%, Air di saluran tidak dapt mengalir 2,4%, Air di Saluran dapat mengalir 19,5%.

Kluster 1 : Tidak ada saluran 34,5%, Tidak dapat dipakai(Saluran Kering) 0,8%, Air di saluran tidak dapt mengalir 0,8i %, Air di Saluran dapat mengalir 63,9%.

Kluster 2 : Tidak ada saluran 37,5%, Tidak dapat dipakai(Saluran Kering) 6,6%, Air di saluran tidak dapt mengalir 3,8%, Air di Saluran dapat mengalir 52,1%.

Kluster 3 : Tidak ada saluran 22,8%, Tidak dapat dipakai(Saluran Kering) 3,6%, Air di saluran tidak dapt mengalir 7%, Air di Saluran dapat mengalir 54,2%.

Kluster 4 : Tidak ada saluran 33,9%, Tidak dapat dipakai(Saluran Kering) 3,6%, Air di saluran tidak dapt mengalir 2,5%, Air di Saluran dapat mengalir 60%.

Pengangkutan / Pengaliran

Terdapat saluran grey water yang masih tercampur dengan saluran drainase, bahkan dijumpai pembuangan black water juga ke saluran drainase.

Pengolahan Akhir

(25)

Dokumen Perencanaan

Kabupaten Ngawi sudah mempunyai Master Plan Drainase, untuk wilayah Ngawi perkotaan, Sedangkan untuk wilayah kecamatan belum ada.

Aspek Pendanaan Anggaran sub sektor Drainase hanya 0,52% dari Total Belanja Langsung APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2012

Aspek Peran Masyarakat

Masih banyak perilaku masyarakat yang sering buang sampah di Saluran Drainase

Kesadaran Masyarakat untuk menyediakan lahan drainase masih Kurang

Partisipasi masyarakat untuk ikut menjaga dan merawat saluran rendah Adanya masyarakat yang memanfaatkan lahan pinggir drainase untuk pemukiman.

4. Pemasalahan utama sub sector hygiene / PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) Kabupaten Ngawi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.6.

Tabel 1.6

Pemasalahan utama sub sector hygiene / PHBS Kabupaten Ngawi

Studi EHRA 2012

Dari studi EHRA diperoleh kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada 5 waktu penting : sebelum ke toilet, seteleh menceboki anak, san sebelum makan masih rendah. Cuci tangan hanya dilakukan setelah buang air besar dan setelah makan.

(26)

Kesehatan Kabupaten Ngawi 2012

presentase penduduk Stop Air Besar Sembarangan (BABS) baru tercapai 73,1 % .

Presentase desa ODF 24 %.

Presentase penduduk yang memiliki akses air bersih mencapai 84,16 % dengan distribusi tidak merata.

Cakupan rumah sehat baru tercapai 73, 4 %

Masih rendahnya kebiasaan masyarakat untuk cuci tangan pakai sabun. Lemahnya kepedulian masyarakat dan pengambil kebijakan termasuk progam-progam yang bersifat preventif dan promotif.

Kurangnya peran media massa dan media elektronik dalam promosi kesehatan dan sanitasi.

Apabila dilihat dari data pelayanan publik pada beberapa sektor yang berhubungan dengan kesehatan maka belanja pegawai yang terlalu besar berdampak pada belanja-belanja daerah yang lain yang sangat berpengaruh pelayanan publik yang kurang memadai. Ini menunjukkan ketidakefisenan belanja yang dilakukan Kabupaten Ngawi.

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

(27)

daerah Kabupaten Ngawi lebih besar alokasinya untuk belanja pegawai dari pada belanja modal dan belanja barang dan jasa.

Penganggaran yang efektif dan efisien itu hendaknya dilakukan berdasarkan azas efisiensi, tepat guna, tepat pelaksanaanya dan dapat dipertanggung jawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat bukan hanya menguntungkan satu atau beberapa pihak saja.

2. Saran

 Menekan belanja pegawai yang terlalu besar dengan cara membatasi PNS pada

daerah Kabupaten Ngawi serta memperbaiki sistem alokasi dananya.

 Pemkot Ngawi perlu mengkaji ulang jumlah PNS dan kebutuhan PNS daerah serta lebih mengefektifkan kinerja PNS agar tidak menambah lagi jumlah PNS.

 Kabupaten Ngawi diharapakan dapat emprioritaskan alokasi anggaran belanja

daerah pada sektor-sektor peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang berkualitas, serta mengembangkan sistem jaminan sosial secara menyeluruh kepada semua masyarakat sesuai amanat undang-undang, serta visi, misidan program kepala/wakil kepala daerah.

 Mengarahkan alokasi anggaran belanja daerah pada pembangunan infrastruktur di

desa dan di kota untuk mendukung pembangunan setiap sektor ekonomi serta sekaligus yang dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan melalui pendekatan program padat karya.

 Memberi alokasi anggaran belanja daerah pada sektor pembangunan pedesaan dalam bentuk pemberian bantuan operasional kepada perangkat desa.

 Meningkatkan kepedulian terhadap penerapan prinsip-prinsip efisiensi belanja dalam pelayanan publik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, yang meliputi manfaat ekonomi, faktor eksternalitas, kesenjangan potensi ekonomi, dan kapasitas administrasi, kecenderungan masyarakat terhadap pelayanan publik, serta pemeliharaan stabilitas ekonomi makro.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Halim, Abdul, (2001), Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN.

2. Putra, Rahardian Prasana. (2012). Evaluasi Penganggaran Keuangan Daerah Dengan Analisis Standar Belanja Tahun Anggaran 2010. Surakarta

3. ---, Permendagri No. 29 dan 59 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

4. Undang-Undang No. 32 Tahun (2004) Tentang Pemerintahan Daerah.

5. Undang-Undang No. 33 Tahun (2004) Tentang Perimbanagan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah

6. www. ngawikab.bps.go.id

(29)

8. www. ngawi kab.go.id

9. http://blh.jatimprov.go.id/ RPJMD Propinsi Jawa Timur 2009-2014

Gambar

Table 1.1Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Ngawi
Tabel 1.2Daerah dengan Alokasi Belanja Pegawai di Atas 65% Tahun 2012
Tabel 1.3
Tabel 1.4
+2

Referensi

Dokumen terkait

beban bangunan yang bekerja pada struktur beton bertulang diilustrasikan sebagai gaya-gaya dalam yaitu gaya aksial, momen lentur, dan gaya geser.. Semua gaya-gaya

Bahan pustaka yang hilang atau rusak karena peminjaman harus diganti dengna buku yang sama sebanyak 1 (satu) eksemplar, kalau tidak mungkin dapat diganti dengan menfotocopy buku

Asam fitat yang terlarut bergantung pada pH pelarut, konsentrasi asam asetat yang tinggi akan selaras dengan penurunan pH larutan dan menghasilkan asam fitat yang terlarut

organisasi dengan memergerkan Ditlaptik dengan Ditifdok menjadi satu yaitu Direktorat Data dan Teknologi Informasi Komunikasi (DETIK), yang fungsinya sebagai regulator -

Selain itu, peningkatan penambahan konsentrasi brokoli membuat nilai lightness pempek menjadi menurun juga diduga karena adanya pengaruh intensitas warna hijau yang

Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan dari komponen- komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi, dan

Okuduðunuz diyaloða göre aþaðýdaki cümlelerden doðru olanýn baþýna “D”; yanlýþ olanýn baþýna “Y” yazýnýz.. ( ) Koleksiyondaki paralar basým tarihine

6,044 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki balita dengan riwayat imunisasi dasar lengkap. Dengan demikian riwayat imunisasi dasar merupakan