• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengakuan Hak Hak Dasar Suku Anak Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengakuan Hak Hak Dasar Suku Anak Dalam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAKUAN HAK-HAK DASAR KEWARGANEGARAAN SUKU ANAK

DALAM DITINJAU DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG

KEWARGANEGARAAN DAN PERAN DESA LIMBUR MERANGIN

DALAM MEWUJUDKANNYA

Candra Andika / 1306384675, Rezky Riswanto Mateka / 1306403453

Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Penelitian Pemerintahan dan Politik Desa

Abstract

The village is a unit of community that has boundaries with the authority to regulate and manage the affairs of government, the interests of local communities based on community initiatives, the right of the origin, and / or traditional rights recognized and respected in the system of government of the Republic of Indonesia. Suku Anak Dalam (SAD) is an example of a tribe that lived in the villages in Jambi Province. In their life, they always feel the discrimination behavior from various parties. That is causes they are life in the marginalized condition. One form of discrimination felt by them can be seen in terms of ownership of citizenship identity documents. The presence of Act No. 12 of 2006 on Citizenship is expected to be one solution to resolve the problem of the status of citizenship by the population of Indonesia.

The main objective of this study was to determine the Act No. 12 of 2006 regulates the recognition of citizenship for remote communities like Suku Anak Dalam. Furthermore, the purpose of this research also want to know role of the village of Limbur Merangin to accommodate Suku Anak Dalam rights to obtain citizenship documents. This research is using a qualitative research method. To do the data collection, researcher using the depth interview, observation, and study of literature methods.

In this study, found that there are government efforts to recognize the rights of isolated communities in the fulfillment of the right to obtain citizenship status. It can be found in the fulfillment of the principle of citizenship, namely the principle of non-discrimination. Furthermore, there are no one the employment program of the Limbur Merangin Village to to protect the fundamental rights of people are actively

Kata Kunci: Kewarganegaraan, Hak Dasar, Suku Anak Dalam

A. Latar Belakang

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia1. Keunikan desa

terdapat pada wewenangnya untuk mengurus wilayah sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah kabupaten/kota setempat. Kewenangan dalam mengurus wilayah sendiri ini diharapkan pemerintahan desa dapat menakomodasi

(2)

kebutuhan hak masyarakat desa yang bersesuaian dengan kondisi social budaya mayarakat setempat.

Salah satu kewajiban pemerintahan desa adalah untuk memenuhi kebutuhan hak-hak yang paling mendasar dari masyarakat desa itu sendiri. Dalam undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, diatur mengenai hak masyarakat desa untuk dapat memperoleh keterbukaan informasi tentang pengelolaan keuangan desa, rencana program pemerintah desa, dan hal administratif lain yang berkaitan dengan program kerja desa itu sendiri. Akan tetapi, hak masyarakat desa tidak sebatas pada ruang lingkup tersebut. Salah satu hak yang paling mendasar untuk diperhatikan adalah hak masyarakat dalam mendapatkan kewarganegaraan yang diakui secara sah oleh Negara.

Pentingnya status kewarganegaraan yang sah bagi setiap penduduk di Indonesia adalah berkaitan dengan bagaimana pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan program-program yang berbasis pelayanan kesejahteraan rakyat dan perlindungan rakyat oleh Negara. Dapat dilihat bahwa hak masyarakat lain, seperti halnya hak politik, hak pendidikan, dan hak kesehatan hanya dapat diperoleh dan digunakan dengan mudah apabila seseorang

memiliki dokumen resmi yang diakui sebagai salah satu dokumen penanda kewarganegaraan, seperti halnya KTP, Akta Lahir, dan Kartu Keluarga.

Akan tetapi, kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat beragam menyebabkan tidak semua masyarakat dapat mendapatkan dengan mudah hak-hak dasar tersebut dan mengalami kondisi yang terpinggirkan (marginalized). Dalam Policy Paper mengenai RUU desa, dijelaskan bahwa desa senantiasa menjadi entitas pinggiran (marginal) dalam semesta ketatanegaraan dan desentralisasi (politik, keuangan dan pembangunan) di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa senantiasa terjadi kasus marginalisasi terhadap masyarakat yang ada di desa. Salah satu golongan masyarakat yang biasa mengalami marginalisasi adalah golongan-golongan suku yang masih bersifat tradisional.

(3)

menetap. Sedangkan yang satunya lagi memiliki pola hidup nomaden.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh suku anak dalam sebagaimana yang telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya, yaitu mendapatkan identitas kewarganegaraan yang resmi dari Negara. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang merupakan bagian dari suku ini tidak memperoleh hak-hak lainnya, seperti halnya hak politik sebagai implikasi dari tidak adanya identitas kewarganegaraan resmi yang mereka miliki.

Dalam penelitian ini, difokuskan kepada pengakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan terhadap keberadaan suku terpencil seperti halnya Suku Anak Dalam dan bagaimana program desa setempat dalam melaksanakan program kerjanya untuk mengakomodasi hak-hak dasar masyarakat desa yang termarginalkan seperti Suku Anak Dalam untuk mendapatkan identitas resmi kewarganegaraan Indonesia. Menurut peneliti, terdapat koherensi antara pengakuan kewarganegaraan oleh undang-undang dengan program kerja desa. Keberadaan kasus Suku Anak Dalam ini merupakan hal yang menarik untuk diteliti lebih jauh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memiliki 2 pertanyaan mendasar yang akan dijadikan sebagai pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan mengatur mengenai pengakuan status kewarganegaraan suku terpencil seperti Suku Anak Dalam?

2. Bagaimana program kerja desa Limbur Merangin dalam melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan untuk mengakomodasi pemenuhan identitas kewarganegaraan Suku Anak Dalam?

C. Kerangka Konsep dan Teori  Desa dan Pemerintahan Desa

(4)

Menurut Surianingrat (1992) desa timbul karena beberapa hal yaitu sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial, unsur kejiwaan, alam sekeliling manusia, kepentingan yang sama, dan bahaya dari luar. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain untuk menjalani hidupnya disertai dorongan jiwa untuk berkumpul bersama disuatu tempat atas berdasarkan kepentingan yang sama dan berlindungi dari bahaya luar. Atas dasar inilah terbentuk desa.

Dilihat dalam konteks NKRI sebenarnya desa bukanlah istilah asli atas realitas sosial tersebut, ada beberapa hal sebutan untuk realita sosial tersebut seperti Kampung di Jawa Barat, Nagari di Minangkabau, Dusun di Lampung, Gempong di Aceh, atau kita bisa ambil contoh dinegara lain seperti Borough di Amerika, Parish di Inggris, dan Waterschap di Belanda (Kartohardikusumo, 1965). Menurut Kartohardikusumo (1965) bahwa desa adalah sebutan pemerintah zaman dahulu yang diambil dari sansekerta. Hal ini dilakukan untuk penyetaraan istilah untuk menyebut realita sosial pada saat itu. Pada saat sekarang ini nama desa telah diresmikan menurut Undang-Undang sehingga istilah untuk menyebut realitas

sosial tersebut seperti desa telah diseragamkan.

(5)

NKRI. Stuktur pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa dan memiliki kantor desa untuk melayani masyarakat.

 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Sebagai sebuah hak yang hakiki, maka pemerintah mengakui pentingnya untuk pengakuan terhadap status kewarganegaraan dari penduduk Indonesia. Undang-undang kewarganegaraan sebenarnya sudah ada sejak tahun 1958. Akan tetapi, beberapa pasal dalam undang-undang kewarganegaraan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 telah dicabut pasalnya karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan situasi kondisi terkini. Oleh sebab itu, pemerintah menganggap perlu untuk mengeluarkan undang-undang baru mengenai kewarganegaraan. Dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 ini, pemerintah melakukan beberapa penyempurnaan untuk dapat mengakomodasi dan memudahkan penduduk Indonesia dalam memperoleh status kewarganegaraannya.

 Suku Anak Dalam

Suku anak dalam merupakan sebutan dari kelompok yang timpat tinggalnya yang nomaden (tidak menetap) dan memiliki

mata pencarian hidup dengan berladang atau pun berburu (University of Michigan, 2008). Selain itu menurut Santoso (2006) suku anak dalam merupakan bagian masyarakat indonesia yang dalam dewasa atau pada saat ini masih dikategorikan sebagai suku terasing dan pada umumnya merupakan hidup berkelompok di kawasan hutan serta dalam interaksi sehari-hari dengan orang luar sangat terbatas pada sistem mata pencarian mereka hanya mengenal kegiatan berladang,berburu dan meramu. Suku anak dalam dalam proses kehidupannya sangat tergantung pada alam dan dengan kata lain hutan merupakan harta yang paling berharga bagi mereka karena semua aktivitas kehidupan dikalakukan disana (University of Michigan, 1999). Menurut Melalatoa Suku anak dalam merupakan salah satu suku yang hidup dengan kebudayaan atau pun suku yang hidup dengan mendalami adat istiadat.

(6)

dengan berkelompok dan dalam struktur kelompoknya mereka memiliki struktur kepemimpinan yang dimana ada

temenggung (ketua adat), wakil temenggung (wakil ketua adat), menti (penyidang secara adat/hakim).

Gambar 1 Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, Kabupaten Merangin, Desa Limbur Merangin

 Hak-hak dasar

Hak-hak dasar merupakan hak yang harus dipenuhi dan diselenggarakan oleh negara dan menjadi tanggung jawab negara hak-hak dasar itu seperti pendidikan, kesehatan, serta identitas warga negaranya (University of Michigan, 2009). Menurut Surya (2004) Pemerintah sebagai pihak yang diberi amanat oleh rakyat untuk mengelola jalannya berkehidupan berbagsa dan bernegara berkewajiaban untuk memenuhi hak-hak warga dasar warga negaranya. Tujuan tersirat dan tersurat seperti yang tertuang dalam mukadimah UUD 1945 terlihat jelas bahwa tujuan bangsa Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, mamajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan

(7)

D. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk dapat menjelaskan fenomena mengenai pengakuan hak-hak masyarakat desa secara lebih rinci. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif untuk dapat menjelaskan lebih rinci mengenai implikasi UU no 6 tahun 2014 tentang desa terhadap hak-hak dasar mayarakat suku anak dalam di desa Limbur Merangin, Jambi.

Dalam melakukan pengumpulan data, dilakukan metode wawancara mendalam terhadap pemerintah desa Limbur Merangin dan dan masyarakat perwakilan dari suku anak dalam. Wawancara secara mendalam diharapkan dapat mengetahui secara detail bagaimana program desa terhadap

pemenuhan hak-hak dasar dari massyarakat suku anak dalam. Di lain pihak, wawanccara mendalam kepada tokoh masyarakat Suku Anak Dalam dapat dijadikan alat untuk melakukan komparasi jawaban dari aparat desa. Hal ini untuk dapat melakukan triangulasi terhadap masalah yang sedang diteliti. Disamping melakukan wawancara mendalam, peneliti juga akan melakukan obervasi singkat terhadap kehidupan suku anak dalam. Observasi ini dimaksudkan untuk mengamati secara langsung bagaimana peran desa dan kehidupan dari Suku Anak Dalam itu sendiri.

Dalam melakukan wawancara, peneliti telah mendata informan dan alasan mengapa informan tersebut memiliki kapasitas untuk diwawancarai. Berikut adalah table informan kegiatan wawancara:

Nama Informan Jabatan Alasan Diwawancarai

1. Bapak Maqnun Kepala Desa Limbur Merangin

Untuk mengetahui program kerja desa Limbur Merangin dalam mengakomodasi hak-hak pemenuhan identitas kewarganegaraan masyarakat Suku Anak Dalam

2. Bapak Megang Kepala Kelompok Suku Anak Dalam

Untuk dapat mengetahui bagaimana kehidupan suku anak dalam dan bagaimana kelompok ini berinteraksi dengan kehidupan masyarakat lain di desa, serta untuk mengetahui program desa yang pernah mereka rasakan

(8)

Kelompok Suku Anak Dalam Desa Limbur Merangin

rasakan, utamanya dalam hal pengurusan identitas kewarganegaraan

Table 1 Daftar Narasumber Wawancara

Selain dua metode tersebut, peneliti juga menggunakan studi literature terhadap beberapa sumber untuk mengetahui secara mendalam kehidupan suku anak dalam berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya.

E. Pembahasan

1. Pengakuan Kewarganegaraan

Suku Terpencil Seperti Suku Anak Dalam Ditinjau Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, desa merupakan entitas yang sering terpinggrirkan, bahkan dalam hal pemenuhan hak dasar masyarakat. Status kewarganegaraan yang sangat penting bagi seorang penduduk seringkali terabaikan bahkan oleh pemerintah desa terhadap masyarakat suku-suku yang masih bersifat primitive dan tinggal di daerah pedalaman. Pengakuan kewarganegaraan masyarakat semestinya tidak boleh dibedakan antara satu masyarakat dengan massyarakat lainnya.

Kewarganegaraan merupakan hak yang sangat mendasar. Bahkan kepemilikan tanah di Indonesia hanya dapat dimiliki jika seseorang tersebut merupakan Warga Negara Indonesia (WNI)2 . Program kerja

dan pengakuan terhadap kewarganegaraan itu sendiri harus terlepas dari hal-hal yang berbau diskriminasi. Hal ini sebagaimana asas kewarganegaraan itu sendiri yang memiliki asas non diskriminatif3.

Sejalan dengan semangat tersebut, jika kita melakukan telaah lebih lanjut mengenai kandungan pasal demi pasal Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, sudah mengatur mengenai pemberantasan sikap diskriminatif atas suku, ras, dan etnis tertentu dalam pengakuan kewarganegaraan. Hal inilah yang

2 PNH Simanjuntak, Pendidikan

Kewarganegaraan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm 6.

3 Penjelasan UU No. 6 Tahun 2012 tentang kewarganegaraan. Dalam undang-undang ini, yang dimaksud dengan asas non-diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan

perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan

warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin

(9)

merupakan dasar dibuatnya undang-undang ini untuk mengantikan undang-undang tentang kewarganegaraan sebelumnya. Dalam bagian penjelasan undang-undang yang tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini menjelaskan secara detail bahwa landasan filosofis dibuatnya undang-undang ini adalah karena tidak sesuainya undang-undang mengenai kewarganegaraan sebelumnya dengan asas-asas dalam Pancasila4.

Asas non-diskriminatif merupakan salah satu bentuk realisasi undang-undang ini terhadap pengakuan kewarganegaraan semua golongan masyarakat termasuk pada kelompok suku terpencil seperti Suku Anak Dalam. Akan tetapi, hal ini tidak mulus berjalan hingga ke lapangan. Hanya ada beberapa masyarakat Suku Anak Dalam yang memiliki bukti identitas kewarganegaraan seperti halnya kartu tanda penduduk, kartu keluarga, dan akte lahir5.

Masih banyak perilaku diskriminatif yang mereka rasakan dalam hal pengurusan identitas kewarganegaraan di desa setempat. Hal ini dapat dikarenakan belum adanya aturan yang mempejelas pengurusan

4 Dapat dilihat dalam penjelasan UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, hlm. 13.

5 Berdasarkan wawancara dengan kelompok suku anak dalam. Dapat dibaca lebih lanjut dalam lampiran wawancara.

hak kewarganegaraan pada suku terpencil. Dengan kata lain, semangat untuk mengakui secara non-diskriminatif dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan ini belum ditopang oleh peraturan-peraturan yang diperlukan untuk melaksanakannya secara teknis.

2. Program Kerja Desa Limbur Merangin dalam Melaksanakan Amanat Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006 Tentang

Kewarganegaraan Untuk

Mengakomodasi Pemenuhan

Identitas Kewarganegaraan Suku Anak Dalam

Desa merupakan organisasi pemerintahan terendah yang dipimpin oleh seorang kepala desa dan memilki wewenang untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat desa bedasarkan asal usul adat istiadat setempat yang diakui oleh pemerintahan nasioanal6. Bedasarkan

penjabaran tersebut mengenai wewenang yang didapat oleh desa sudah seharusnya setiap desa mempunyai program kerja yang mendukung pelaksaan jalannya kegiatan pemerintahan agar tujuan dan kepentingan masayarakat dapat terpenuhi, jika melihat

6 Saniyanti Nurmuharimah, Pendidikan

(10)

dari konteks tersebut dapat dikatakan bahwa setiap perangkat pemerintahan desa seharusnya mempunyai program-program kerja yang mendukung kepentingan masyarakat, tanpa terkecuali desa Limbur Merangin. Desa limbur merangin merupukan salah satu desa yang ada di Kabupatan Merangin Provinsi Jambi. Desa ini merupakan salah satu desa yang menjadi tempat bermukimnya suku anak dalam. Suku anak dalam merupakan salah satu dari sekian banyak banyak suku yang ada si Indonesia yang memiki ciri khas dan budaya yang berbeda dengan masyarakat lainnya contohnya suku anak dalam mempunyai budaya hidup yang pindah-pindah (nomaden), namun perbedaan budaya dan cara hidup setiap suku di Indonesia seharusnya bukan menjadi masalah dalam pemenuhan hak-hak yang harus dipenuhi oleh negara seperti hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan. Sesuai dengan penjabaran sebelumnya pada pembahasan pertama bahwa tidak sepatutnya setiap warga negara Indonesia mendapakan perlakuan yang diskriminantif tanpa terkecuali suku anak dalam dalam mendapatkan haknya yaitu status kewarganegaraan sehingga untuk mendukung perlakuan yang sama terhadap

waraga negara tersbut sudah barang tentu harus ada campur tangan pemerintah desa hal itu dikerenakan desa merupakan organisasi terendah dalam masyarakat yang terlibat langsung dalam pelaksaan program-program pemerintahan. Bedasarkan hasil penelitian lapangan yang didapat di desa limbur merangin ada kejanggalan-kejanggalan yang seharusnya tidak terdapat dalam pemerintahan desa seperti pernyataan dari kepala desa limbur merangin secara tegas mengakui suku anak dalam sebagai bagian dari desanya7. Namun ada

pernyataan lain yang mengatakan bahwa peran desa dalam menfasilitasi khusnya suku anak dalam untuk meperoleh status kewarganeraan seperti KTP itu tidak tertuang atau terdapat dalam program desa8.

Seharusnya jika dilihat dari UU yang mengatur yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya mengenai pemberantasan sikap diskriminatif atas suku, ras, dan etnis tertentu dalam pengakuan kewarganegaraan, persolan yang terdapat pada desa limbur merangin tidak sepatutnya ada karena tidak dibenarkan

7 Berdasarkan wawancara dengan kepala desa. Dapat dibaca lebih lanjut dalam lampiran wawancara

(11)

adanya prilaku diskriminatif pada setiap masyarakat tanpa terkecuali suku anak dalam namun dalam realita kehidupan masyarakatnya masih terdapat perlakuan-perlakuan yang diskriminantif sehingga dari persoalan tersebut terlihat bahwa hal yang telah diatur hanya sebagai payung hukum yang melindungi tanpa didukung oleh peraturan teknis yang menagatur jalannya pelaksaan UU tersebut. Desa sebagai organisai pemerintahan terendah yang mempunyai weweanng untuk mengatur masyarakatnya sudah sepatutnya memilki peran yang lebih dalam pelakasaan kepentingan masyarakatnya jadi dengan adanya wewenang tersebut dapat dikatakan bahwa desa mempunyai kewajiban yang besar untuk mengakomodir kepentingan masyarakatnya. Dari penjabaran tersebut dapat dikatakan desa harus menfasilitasi sosial yang ingin memberikan bantuan, dan kalau dari desa sendiri tidak ada program

yang memfasilitasi keperluan masyarakat suku anak dalam tersebut9. Salah satu

alasan dari kepala desa, adalah pola hidup dari masyarakat Suku Anak Dalam yang bersifat nomaden atau berpindah-pindah. Hal ini menurut narasumber menyulitkan petugas desa dalam melakukan pendataan administrasi kependudukan10. Akan tetapi,

setelah ditanyakan lebih jauh lagi kepada Suku Anak Dalam mengenai kehidupan mereka, walaupun dalam hidup yang berpindah-pindah pada satu saat dalam sekitar 2-3 bulan akan kembali menetap di desa induk mereka lagi, dan kemudian baru berpindah lagi setelah beberapa lama menetap11.

(12)

Data-data yang didapat dari penelitian melihatkan bahwa realita pelaksaan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 untuk mengakomodasi pemenuhan identitas kewarganegaraan suku anak dalam di desa Limbur Merangin tidak di dukung oleh peraturan-peraturan teknis pelaksaan yang menunjang perlakuan yang sama untuk mendapatkan hak sebagai warga negara Indonesia sehingga dalam realitanya masih terdapat perlakuan-perlakuan diskriminatif dalam pemenuhan hak warga negara oleh negara.

F. Diskusi

Undang-undang tentang kewarganegaraan memang mengatur asas mengenai tanpa diskriminasi terhadap pelayanan perolehan status kewarganegaraan. Akan tetapi, pada praktik di lapangan, masih dapat ditemukan beberapa pelanggaran atau tindakan marginalisasi dalam memberikan pelayanan administrasi kewarganegaraan pada masyarakat suku terpencil, seperti Suku Anak Dalam.

Kehadiran Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diharapkan merupakan salah satu bentuk penyelesaian pemerintah terhadap permasalahan yang sering terjadi di desa, terutama dalam bentuk marginalisasi masyarakat desa.

Akan tetapi, setelah ditelaah lebih dalam, Undang-Undang ini tidak mencantumkan permasalahan yang sering terjadi pada kelompok masyarakat adat atau suku yang terpencil. Seperti halnya pembahasan mengenai pemenuhan hak-hak dasar masyarakat desa yang memiliki pola hidup yang cukup berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pertanyaan yang mungkin mendasari bagian diskusi ini adalah, apabila berkaca pada masalah kewarganegaraan yang belum dapat diselesaikan oleh UU mengenai kewarganegaraan, dan tidak terdapat aturan yang tegas dalam undang-undang yang mengatur mengenai pemerintahan desa itu sendiri, lantas bagaimanakah masyarakat suku terpencil ini dapat mengurus hak dasar mereka dalam hal kewarganegaraan? Selanjutnya, melihat kondisi isi dari Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, apakah pemerintah melakukan generalisasi pandangan terhadap kondisi masyarakat desa disamakan dengan kondisi masyarakat desa seperti di Jawa pada umumnya?

(13)

diterapkan secara merata di seluruh desa di Indonesia.

G. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, paling tidak dapat ditarik 2 kesimpulan mendasar mengenai pengakuan kewarganegaraan bagi Suku Anak Dalam ditinjau dari undang-undang mengenai kewarganegaraan dan peran desa setempat.

Pertama, dalam undang-undang mengenai kewarganegaraan dapat ditemukan dengan jelas bahwa salah satu asas dalam pengurusan kewarganegaraan Indonesia adalah berasaskan non-diskriminatif. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengakomodasi keberadaan masyarakat dari suku atau etnis lain yang hidup di Indonesia agar tetap bisa

mendapatkan status kewarganegaraan yang sama dengan penduduk lainnya.

(14)

H. Referensi Sumber Buku

Dongen, Van. 2002. Tempo

Kusuma, Indradi. 2002. Indonesia: Catatan Krisis atas Hak Asasi Manusia dan Institusionalisasi Diskriminasi Warganegara. Jakkarta: Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa

Griffits, V.L. 1982. Masalah Pendidikan di Daerah Pedesaan. Bharatara Karya Aksara: Jakarta Mujilan. 1984. Suku Anak Dalam di Propinsi Jambi. Jambi: Proyek Inventarisasi dan

Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Simanjuntak, PNH. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Grasindo.

Suryaningrat, Bayu 1992.Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Jakarta: PT Rinneka Cipta

Sumber Jurnal

Mulyanto, Rutiana Dwiwahyuningsih, dan Murtanti Jani Rahayu. “Pengembangan Model dan Penyusunan Indikator Kemajuan Pembangunan Desa Pada Era Otonomi” Jurnal Agastya, 1:1 (Semarang, Desember 2009)

Sumber Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Kewarganegaraan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN Peraturan Pemerintah Provinsi Jambi Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Lembaga Adat Melayu

Jambi

Sumber Internet

http://forum.detik.com/budaya-suku-anak-dalam-pelestarian-eko-system-hutan-nusantar-t99153.html diakses pada selasa 14 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB

Gambar

Gambar 1 Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, Kabupaten Merangin, Desa Limbur Merangin

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan hak-hak yang sesuai pada anak-anak ini merujuk pada hak anak secara umum misalkan hak pengakuan atas kewarganegaraan mereka, hak untuk mempertemukan kembali

Konsep kewarganegaraan ganda dituangkan dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006, Undang-Undang pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (

Status Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Campuran Sebelum dan Sesudah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan ... Akibat Hukum Status Kewarganegaraan Ganda

Untuk Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia Anak Hasil Perkawinan Campuran Yang Lahir Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Bagi Anak Hasil Dari Perkawinan Campuran Yang Lahir Sebelum Tanggal 1 Agustus 2006. Pelaksanaan

PELAKSANAAN PEMBERIAN STATUS KEWARGANEGARAAN GANDA TERHADAP ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 12 TAHUN 2006 Jo PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK.. ASASI MANUSIA NO M.01-HL.03.01 DI

Pengakuan dapat diterapkan sebagai alat bukti dalam perkara pengingkaran keabsahan anak khusus untuk membuktikan fakta bahwa Tergugat berbuat zina, tapi pengakuan tersebut

Pembagian makanan yang diberikan atau dilakukan oleh pihak sekolah membuat Suku Anak Dalam ahirnya bersekolah, ketertarikan individu Suku Anak Dalam terhadap makanan