• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STRATEGIS SEKTOR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STRATEGIS SEKTOR (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STRATEGIS

SEKTOR PERSAMPAHAN YANG

MENDUKUNG TUJUAN DARI PERATURAN

DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 10

TAHUN 2011

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pembangunan suatu wilayah harus

dilaksanakan secara merata dan menyeluruh

serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia, namun pada kenyataannya untuk

memperoleh kesejahteraan yang merata bagi

seluruh rakyat tentu mengalami proses

perencanaan yang tidak mudah, beberapa

perencanaan yang dinilai sangat signifikan

yakni perencanaan tata ruang.

Kabupaten Ngawi adalah kabupaten yang

secara geografis berada di Propinsi Jawa

Timur bagian barat yang berbatasan

langsung dengan Propinsi Jawa Tengah.

Posisi geografis serta sumber daya yang ada

menjadikan kabupaten Ngawi mempunyai

daya tarik bagi tumbuhnya kegiatan

pembangunan dengan potensi perkembangan

yang tinggi.

Di dalam perkembangannya, kegiatan

pembangunan di Ngawi dihadapkan pada

berbagai masalah, baik masalah fisik spasial,

sosial, ekonomi maupun lingkungan.

Permasalahan tersebut antara lain adalah

belum optimalnya sarana prasarana wilayah

dalam mendukung kegiatan yang ada, baik

yang disebabkan oleh faktor keterbatasan

kemampuan anggaran maupun pertumbuhan

alami yang tidak terkendali. Kondisi ini

berimplikasi terhadap semakin meningkatnya

penyediaan fasilitas dan sarana prasarana

wilayah di Kabupaten Ngawi. Disamping itu

perkembangan penggunaan lahan dan

persebaran sarana prasarana wilayah yang

cepat menuntut pengaturan yang optimal

dengan menyesuaikan antara demand dan supply dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu perubahan

paradigma global akan orientasi

pembangunan yang mengedepankan pada

keseimbangan ekosistem dan kelestarian

lingkungan harus menjadi roh dalam setiap

perencanaan pembangunan daerah. Berawal

dari hal tersebut di atas perencanaan

pembangunan daerah harus menjadi produk

yang komprehensip, sistematis dan partisipatif

(Memorandum Program Sektor Sanitasi Kab.

Ngawi 2012)

Secara umum laju pertumbuhan ekonomi dan

perkembangan daerah dewasa ini semakin

pesat, namun belum diikuti dengan

(2)

memadai bagi penduduk, khususnya bagi

mereka yang berpendapatan rendah dan

yang bertempat tinggal di kawasan padat dan

kumuh. Buruknya kondisi sanitasi terlihat

pada akses sanitasi penduduk Indonesia

masih sangat rendah. Dari data Sanitasi

Nasional, terdapat sekitar 70 juta penduduk

masih melakukan praktek BABS (Buang Air

Besar Sembarangan), 98 % sampah tidak

terkelola dengan baik, dan TPA masih

dioperasikan secara Open Dumping dan

terdapat sekitar 14.000 ton tinja dan 176.000

m3 urine terbuang setiap harinya ke badan air,

tanah, danau dan pantai. Disamping itu

dampak kesehatan masyarakat sudah sangat

parah dimana setiap 1000 bayi yang lahir,

hampir 50 diantaranya meninggal akibat diare

sebelum usia 5 tahun (SSK Kab. Ngawi).

Sektor sanitasi merupakan salah satu

pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat

dengan kemiskinan. Kondisi sanitasi yang

tidak memadai akan berdampak buruk

terhadap kondisi kesehatan dan lingkungan

terutama di daerah permukiman miskin di

Kabupaten Ngawi. Kondisi ini menjadi

tantangan bagi pemerintah untuk mencapai

target Millennium Development Goals (MDGs)

Tahun 2015. Indonesia termasuk salah satu

negara dengan tingkat kepemilikan sistem

jaringan air limbah (sewerage) terendah di

Asia. Kurang dari 10 kota di Indonesia yang

memiliki sistem jaringan air limbah dengan

tingkat pelayanan sekitar 1,3% dari

keseluruhan jumlah populasi (Perencanaan

Pembangunan Sanitasi Permukiman Kab.

Ngawi, 2012)

1.2 Gambaran Umum Wilayah

1.2.1 Geografi

Kabupaten Ngawi merupakan salah satu

dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa

Timur, secara geografis wilayah

Kabupaten Ngawi terletak di antara 1110 07’ - 111040’ Bujur Timur dan 7021’ – 70 31’ Lintang Selatan.

Adapun batas-batas wilayah kabupaten

Ngawi adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kab. Bojonegoro (Jawa Timur), Kab. Grobogan, Kab. Blora

(Jawa Tengah)

 Sebelah Selatan : Kab. Madiun dan Kab. Magetan

 Sebelah Timur : Kab. Madiun

 Sebelah Barat : Kab. Karanganyar dan Kab. Sragen (Jawa Tengah).

Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah

1.295,98 Km2 atau 2,71% dari luas

Provinsi Jawa.

Sumber: RTRW Kab. Ngawi tahun 2010-2030

Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda)

(3)

administrasi wilayah ini terbagi kedalam 19

Kecamatan dan 217 Desa, dimana 4 dari

217 Desa tersebut adalah Kelurahan.

Adapun Kecamatannya adalah :

Kecamatan Sine, Kecamatan Ngambe,

Kecamatan Jogorogo, Kecamatan Kendal,

Kecamatan Geneng, Kecamatan Gerih,

Kecamatan Kwadungan, Kecamatan

Pangkur, Kecamatan Karanmgjati,

Kecamatan Bringin, Kecamatan Padas,

Kecamatan Kasreman, Kecamatan Ngawi,

Kecamatan Paron, Kecamatan

Kedunggalar, Kecamatan Pitu, Kecamatan

Widodaren, Kecamatan Mantingan dan

Kecamatan Karanganyar.

Tabel 1.

Jumlah Kecamatan, Luas Wilayah dan

Jarak Kecamatan ke Ibukota Kabupaten

No Kecamatan Jumlah

Sumber : BPS Kabupaten Ngawi, 2010

1.2.2 Topografi

Kabupaten Ngawi terletak pada ketinggian

antara 53-3.103 meter di atas permukaan

laut. Kondisi topografi ini jika dikaitkan

dengan topografi wilayah Kabupaten

Ngawi berupa topografi datar,

bergelombang, berbukit, dan pegunungan

tinggi. Berdasarkan ketinggian tempat,

Kabupaten Ngawi terletak pada ketinggian

antara 47 – 500 meter dpal meliputi Kecamatan Ngawi, Geneng, Gerih, Padas,

Paron, Kasreman, Karangjati, Bringin,

Pangkur, Mantingan, Widodaren,

Kedunggalar, Pitu, Karanganyar,

Kwadungan dan sebagian wilayah

Kecamatan Sine, Jogorogo, Ngrambe, dan

Kendal. Ketinggian antara 500 – 1000 meter dpal meliputi Kecamatan Sine,

Ngrambe, Jogorogo dan Kendal.

Jenis Tanah

Tabel 2

LuasDaerah Berdasarkan Jenis Tanah

No. Jenis Tanah Luas (Ha) % Sumber: Profil Investasi Pembangunan Daerah

Kab. Ngawi

Pola Ruang Wilayah

a. KawasanHutan Lindung

Kawasan hutan lindung di Kabupaten

(4)

Gunung Lawu di Kecamatan Jogorogo,

Ngrambe dan Sine.

b. Cagar Budaya

Ngawi kawasan cagar alam terdapat di

Desa Ngrayudan Kecamatan Jogorogo,

Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo,

Desa Dero Kecamatan Bringin

c. Kawasan Rawan Bencana Alam

Kawasan Rawan Logsor : diantaranya

adalah Kecamatan Sine (Desa Gendol),

Kecamatan Jogorogo (Desa Girimulyo),

Kecamatan Ngrambe, Kendal,

Karangjati, Padas, Pitu dan

Karanganyar. Dari kecamatan tersebut,

Kecamatan Sine, Jogorogo, Ngrambe

dan Kendal

Kawasan Rawan Banjir : di sekitar DAS

Bengawan Solo dan DAS Kali Madiun.

d. Kawasan Ruang Terbuka Hijau

Perkotaan

e. Kawasan Lindungan Geologi

Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi

yakni Kawasan rawan bencana letusan

gunung berapi di Kabupaten Ngawi

berada di sekitar pegunungan Lawu

karena gunung tersebut masih aktif,

yaitu di Kecamatan Jogorogo,

Kecamatan Kendal dan Kecamatan

Sine.

Pola Ruang Kawasan Budidaya

a. Kawasan Peruntukan Hutan

ProduksiHutan produksi di Kabupaten

Ngawi juga merupakan bagian dari

upaya pelestarian DAS Bengawan Solo.

b. Kawasan Peruntukan Pertanian

 Kawasan pertanian pangan berkelanjutan

Kawasan pertanian jenis ini banyak

dijumpai pada wilayah bagian

Selatan, Tengah, Timur dan Barat.  Tegalan (Tanah Ladang)

Keberadaan akan kawasan ini di

Kabupaten Ngawi menyebar di

seluruh kecamatan terutama pada

daerah yang kurang mendapatkan

air dan mengandalkan air hujan

(tadah hujan)

 Peruntukan Pertanian Lahan Kering Untuk keberadaan dari kawasan

jenis ini mayoritas di wilayah bagian

Timur Selatan

 Peruntukan Hortikultura

Sentra pengembangan kawasan

hortikultura di Kabupaten Ngawi

adalah Kecamatan Kendal, Sine,

Ngrambe dan Jogorogo.

c. Kawasan Peruntukan Perkebunan

Di Kecamatan Karangjati, Bringin,

Kasreman, Padas, Ngrambe, Kendal,

Jogorogo dan Sine.

d. Kawasan Peruntukan Perikanan

Kecamatan Bringin terdapat Waduk

Pondok.

e. Kawasan Peruntukan Industri

Adapun pengembangan kawasan

peruntukan industri di Kabupaten Ngawi

adalah pada kawasan sekitar jalan

lingkar Utara, yang meliputi Kecamatan

Pitu, Ngawi dan Kasreman.

(5)

sedang terletak di Kecamatan Ngawi,

Geneng dan Karangjati.

BAB II Dasar Teori

2.1. Tujuan, Konsep Kebijakan Spasial

dan Pengelolaan Sanitasi

Lingkungan

2.1.1 Tujuan

Luas wilayah kabupaten yang merupakan

kawasan pertanian seluas 44.361,6 ha

(34,23 % dari luas Kabupaten Ngawi),

dan 47,15% penduduk merupakan

petani, maka potensi terbesar Kabupaten

Ngawi adalah pada aspek pertanian,

terutama pertanian tanaman pangan.

Berdasarkan FGD yang dilakukan,

disepakati bersama bahwa kondisi yang

diinginkan pada masa yang akan datang

adalah penguatan pada kegiatan

pertanian. Berdasarkan hal tersebut

maka tujuan penyelenggaraan penataan

ruang Kabupaten Ngawi adalah

Terwujudnya ruang wilayah Kabupaten Ngawi sebagai lumbung pertanian Jawa

– Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan. (RTRW Kab. Ngawi, 2010-2030)

2.1.2 Konsep Kebijakan Spasial dan

Pengelolaan Sanitasi Lingkungan

1. Konsep Kebijakan Spasial

Untuk dapat menunjang Tujuan yang

tertuang dalam RTRW Kab. Ngawi,

tentu terdapat beberapa Strategi untuk

dapat mengoptimalkan pencapaian

manfaat yang maksimal, beberapa

strategi kebijakan diantaranya:

a. Strategi pengembangan kegiatan

pertanian, industri, perdagangan dan

pariwisata yang didukung oleh sistem

jaringan sarana dan prasarana

wilayah, meliputi :

 mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah secara berhirarki

dan merata; dan

 mengembangkan sistem sarana dan prasarana wilayah yang mendorong

interaksi kegiatan antar wilayah

pengembangan, mendorong

pemerataan pembangunan,

mengembangkan potensi pariwisata

dan memudahkan pergerakan serta

distribusi hasil produksi.

b. Strategi penetapan kawasan lahan

pertanian pangan berkelanjutan,

meliputi:

 meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai

produktivitas pertanian;

 melakukan pemberian insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai

lahan pertanian pangan

berkelanjutan; dan

 mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan

sebagai pertanian pangan

berkelanjutan.

Kebijakan

c. Penetapan fungsi wilayah perdesaan

(6)

pertanian unggulan perdesaan.

Strategi

 Mengembangkan fungsi kawasan perdesaan sesuai potensi wilayah,

yakni perdesaan terletak di kawasan

pegunungan untuk hutan lindung,

hutan produksi, perkebunan dan

hortikultura, perdesaan di dataran

rendah untuk pertanian pangan;  Meningkatkan nilai tambah produk

pertanian dengan pengolahan hasil;

c. Mendorong eksport hasil

pertanian unggulan daerah; serta d.

Mengembangkan fasilitas sentra

produksi-pemasaran pada pusat

kegiatan ekonomi di Kecamatan

Ngrambe, Kecamatan Bringin.

d. Kebijakan Penetapan kawasan lahan

pertanian pangan berkelanjutan.

Strategi.

 Meningkatkan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan nilai

produktivitas pertanian;

 Memberi insentif pada lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan

pertanian pangan berkelanjutan;

serta

 Mengendalikan secara ketat kawasan yang telah ditetapkan

sebagai lahan pertanian pangan

berkelanjutan.

Untuk dapat memperoleh tujuan dari RTRW

Kab. Ngawi ini terutama pada bidang

pertanian, tentu juga harus diimbangi

dengan kebijakan dan strategi di bidang

Sanitasi untuk menunjang Produktifitas

Pelaku kegiatan yakni penduduk untuk

melaksanakan bidang Pertanian,

Perdagangan dan industri yang merupakan

tujuan RTRW di Kab. Ngawi ini.

2. Konsep Pengelolaan Sanitasi Sektor

Persampahan:

Kebijakan dan Strategi Pengembangan

Prasarana Lingkungan

a. Kebijakan Pengembangan system

reduksi sumber timbunan sampah

sejak awal. Strategi :

 Meminimasi pengunaan sumber sampah yang sukar didaur ulang

secara alamiah;

 Memanfaatkan ulang sampah (re-cycle) yang ada terutama yang

memiliki nilai ekonomi; serta

 Mengolah sampah organik menjadi kompos. 2.

b. Kebijakan Pengoptimalan tingkat

penanganan sampah perkotaan.

Strategi :

 Meningkatan prasarana pengolahan sampah;

 Mengadakan TPS skala lokal;  Mengadakan TPA regional; serta  Mengelola sampah berkelanjutan. c. Kebijakan Pengoptimalan tingkat

penanganan sampah perdesaan.

Strategi :

 Sistem pengelolaan sampah berbasis pelestarian lingkungan; dan  Mengolah sampah mendukung

(7)

d. Kebijakan (4) Penetapan kawasan

Ruang Terbuka Hijau. Strategi :  Mengadakan taman dan hutan kota;  Menetapkan luasan RTH perkotaan minimum 30% dari luas area; serta  Mengembangkan jenis RTH dengan

berbagai fungsinya. 5. Kebijakan

e. Penciptaan lingkungan yang sehat dan

bersih. Strategi :

 Memenuhi kebutuhan fasilitas septic tank per KK di wilayah perkotaan;  Menangani limbah rumah tangga

dengan fasilitas sanitasi per KK juga

sanitasi umum pada wilayah

perdesaan; serta

 Meningkatkan sanitasi lingkungan untuk permukiman, produksi, jasa,

dan kegiatan sosial ekonomi lainnya.

(RTRW Kab. Ngawi, 2010-2030)

Regulasi yang menunjang pelaksanaan

Perencanaan Rencana Tata Ruang Kab.

Ngawi dan khususnya Sektor

Persampahan.

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4851).

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

140, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5059).

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor 21/PRT/M/2006 tentang

Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Sistem Pengelolaan

Persampahan.

4. Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor

54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah

Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah

5. Peraturan Daerah kabupaten Ngawi

Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana

tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi

Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah

kabupaten Ngawi Tahun 2011 Nomor

10).

(Penyusunan Teknis Manajemen

Persampahan (PTMP) Kabupaten Ngawi)

2.2. Alasan Pemilihan Judul dan Lokasi

2.2.1 Potensi Masalah Secara Umum

dalam hal Sistem Pusat Pelayanan

1. Beberapa kawasan perdesaan memiliki

perkembangan yang lambat sehingga

sukar mengejar ketertinggalan dengan

perdesaan dan perkotaan lain antara

lain Kecamatan Sine, Kecamatan

Jogorogo, Kecamatan Ngrambe,

Kecamatan Pitu dan Kecamatan Bringin.

2. Terdapat beberapa kawasan perdesaan

yang membentuk wilayah

pengembangan dalam skala kecil

sehingga pelayanannya terbatas.

3. Konsentrasi kegiatan akan lebih terfokus

pada beberapa perkotaan yang

dominan, dan pelayanan perkotaan ke

seluruh wilayah berjalan kurang

(8)

4.Infrastruktur permukiman belum

sepenuhnya menjangkau kawasan

permukiman seperti di Kecamatan Sine

dimana jaringan jalan yang ada kurang

memadai.(RTRW Kab. Ngawi

2010-2030)

2.2.2 Potensi Masalah Secara Khusus

dalam hal Sektor Persampahan

Wilayah Ngawi merupakan wilayah yang

strategis dengan sumber daya alam serta

Sumber Daya Manusia yang potensial,

terbukti bahwa Kabupaten Ngawi

Memperoleh Penghargaan Adipura pada

tahun 2013 seperti tercantum pada website

http://alamendah.org/2013/06/10/daftar-kota-peraih-adipura-2013/.

Berdasarkan kriteria penilaian dalam

program penghargaan Kota Adipura dapat

dibagi dalam klasifikasi sebagai berikut:

a. Kriteria Fisik (bobot 80%)

b. Kriteria Non Fisik (bobot 20%)

Pada Kriteria Fisik Hal terpenting yang

menduduki tingkat teratas adalah sektor

Persampahan dengan bobot 50%,

sedangkan kriteria non fisik yang dinilai

paling penting adalah Institusi dengan

bobot 30%, seperti terlihat dalam gambar

di bawah ini:

Sumber:http://www.ponorogo.go.id/web2/pono

rogo1/language/adi1.pdf

Dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa

manajemen tentang Sanitasi di Kota ngawi

sudah menjadi perhatian utama bagi

stakeholder terkait, namun ironisnya

kesadaran masyarakat tentang pengolahan

dan pengelolaan sampah masih sangat

rendah terlihat dari beberapa TPA yang

tidak dipergunakan kembali karena tidak

adanya kesadaran dan fasilitas serta

sarana dan prasarana yang belum

menunjang kegiatan tersebut.

2.3. Faktor-Faktor Pendukung dan

Penghambat

2.3.1 Faktor Pendukung

a. Luas Wilayah yang meliputi lahan

pertanian 34,23 % dari luas

Kabupaten Ngawi,

b. Mata Pencaharian Penduduk 47,15%

penduduk merupakan petani.

c. Letak Kab. Ngawi yang Strategis

sehingga mempermudah

pendistribusian hasil pangan yang

(9)

d. Karena bidang pertanian didukung

oleh letak wilayah yang strategis

sehingga meningkatkan bidang

perdagangan dan industri khususnya

untuk tanaman pangan.

e. Bidang Perdagangan meningkat

secara otomatis akan meningkatkan

jumlah pasar sebagai media

pelaksanaan perdagangan tersebut.

2.3.2 Faktor Penghambat

a. Tingkat pendidikan masih rendah

karena hampir 50% masyarakat mata

pencaharian sebagai petani, yang

memerlukan skill kekuatan otot bukan

kekuatan otak.

b. Kesadaran akan pentingnya

manajemen dan pengolahan modern

bidang pertanian masih konvensional,

sehingga hasil pertanian belum

maksimal.

c. Banyak bermunculan pasar-pasar

baru namun tidak diimbangi dengan

manajemen persampahan yang

berwawasan lingkungan, sehingga

timbulan sampah meningkat tajam.

d. Timbulan sampah mulai meningkat

tajam tidak diimbangi dengan

munculnya dan pemanfaatan TPS

baru, karena keterbatasan lahan dan

sumber daya manusia untuk

pengelolaan.

e. Sudah terdapat TPS baru namun

masyarakat masih enggan

memanfaatkan karena tidak didukung

dengan SDM yang ahli di bidangnya

untuk pengelolaan TPS tersebut.

f. Minim skali alokasi dana APBD untuk

sektor persampahan, sehingga tidak

adanya sarana dan prasana baru

yang mendukung TPS baru, sehingga

TPS tersebut tidak dimanfaatkan

dengan baik oleh masyarakat sekitar.

BAB III Pembahasan

3.1 Implikasi Teori Kebijakan Spasial

terhadap Pengelolaan Sanitasi yang

dipilih

Kondisi Eksisting

a. Sumber timbulan paling utama berasal

dari kegiatan seperti pasar,

perkantoran, jalan, fasilitas umum,

pertokoan dan lain-lain.

b. Komposisi Timbulan sampah rata-rata

Sumber: Penyusunan Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP) Kab.Ngawi

komposisi sampah di Kota Ngawi

didominasi oleh sampah anorganik

dengan komposisi jenis sampah

anorganik 70 % sedangkan sampah

organik 30%.

No Komponen % Total

(10)

c. Tingkat pelayanan

No Uraian Satuan Volume

1. Timbulan sampah terangkut

M3/hari 101

2. Volume Timbulan Sampah

Liter/Orang/Hari 2.29

3. Cakupan

Pelayanan % 65

Sumber: Penyusunan Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP)

Kab.Ngawi

d. Daerah Pelayanan

TPA yang masih dapat berfungsi

dengan baik hanyalah TPA Selopuro,

Wilayah pelayanan persampahan TPA

Selopuro meliputi 4 Kelurahan dan 5

Desa.Wilayah pelayanan meliputi

jalan-jalan utama di Kota Ngawi.

Kawasan yang menjadi daerah

pelayanan meliputi perkantoran

Pemerintah Daerah, kawasan

komersial seperti Pasar Besar Ngawi,

kawasan pertokoan, Hotel, rumah

makan dan sebagian permukiman.

e. Sistem Perwadahan

Sistem pewadahan yang digunakan di

Kab. Ngawi bermacam-macam seperti

pasangan bata, tong, bak plastik dan

bak kayu yang disediakan oleh

masyarakat baik untuk pewadahan

individu maupun komunal.

Gambar tong dan bak plastik

f. Sistem Pengumpulan

Sampah dari sumber sampah biasanya

ditampung menggunakan bak sampah,

kemudian dikumpulkan dengan sarana

gerobak untuk dibuang ke TPS yang

berupa landasan kontainer atau depo.

Sarana yang digunakan untuk

pengumpulan ke TPS ini adalah

gerobak dengan kapasitas 1,5 m3

sampah sebanyak 43 buah yang

dimiliki oleh bidang Kebersihan dan

dioperasikan oleh masing-masing

wilayah permukiman tingkat RT/RW.

Untuk pengumpulan sampah dari

sapuan jalan ke TPS menggunakan

gerobak sampah, yang biasanya

dimulai dari jam 03.00-07.00 pagi.

Untuk beberapa pasar, memiliki TPS

sendiri disekitar wilayah terseut.

Gambar perwadahan sistem Kontainer

(11)

g. Sistem Pengangkutan

Sistem pengangkutan sampah Kab.

Ngawi menggunakan pola individual

langsung. Artinya sampah dari sumber

sampah langsung dikumpulkan pada

pewadahan berupa kantong plastik

atau bin-bin sampah kemudian

dikumpulkan oleh gerobak menuju TPS

yang akhirnya diangkut oleh dump truk

menuju ke TPA.

h. Sistem Pengolahan

Di kabupaten Ngawi sudah terdapat

fasilitas TPST-3R ini yaitu di

Perumahan Prandon Permai.

Fasilitas ini sudah selesai dan siap

untuk dioperasionalkan namun terdapat

kendala pada sumber daya

manusianya yang masih belum terampil

dan terlatih.Berikut adalah gambar

lokasi TPST-3R di perumahan Prandon

Permai.

Gambar TPST-3R di Perumahan Pradon Permai.

i. Sistem Pembuangan akhir

Kabupaten Ngawi memiliki 3 Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah,

yaitu TPA Selopuro di kecamatan Pitu,

TPA Karangjati di Desa Legundi – Kecamatan Karangjati dan TPA

Mantingan di Desa Mantingan –

Kecamatan Mantingan. TPA Selopuro

merupakan TPA utama yang

beroperasi sedangkan TPA Mantingan

belum dioperasikan namun sudah ada

akses jalan.TPA Karangjati sudah

beroperasi namun hanya digunakan

untuk menampung sampah dari pasar.

Gambar Kondisi TPA Mantingan

Lokasi TPA Selopuro berada di desa

Selopuro kecamatan Pitu dengan luas

area sekitar 2,124 Ha, dengan zona

aktif yang digunakan adalah 1,062 Ha

dan sisanya digunakan untuk IPLT

namun tidak difungsikan. Jarak dari

kota menuju ke TPA sekitar 6 Kilo

meter. Akses jalan menuju TPA sudah

beraspal dan sebagian makadam.

P

roses pengelolaan sampah yang ada

saat ini masih dengan open dumping.

Proses perataan dengan menggunakan

buldozer dilakukan setiap kali sampah

masuk ke TPA. Hal ini dikarenakan

kontur TPA yang cenderung berupa

cekungan.TPA Selopuro berjarak

sekitar 500 m dari lingkungan

permukiman.Kondisi jalan masuk

sudah cukup baik. Jumlah pemulung

yang ada di sekitar lokasi TPA cukup

banyak sekitar 31 orang, dan sangat

(12)

prpses daur ulang terutama dari

sampah plastik seperti botol plastik,

karton, dan kertas .

Gambar Kondisi TPA Selopuro (Penyusunan Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan (PTMP) Kab.Ngawi)

Dalam beberapa permasalaha eksisting

yang ada di lapangan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa adanya permasalah

teknis dan non tenis.

Permasalahan teknis diataranya TPA

Mantingan sudah terdapat fasilitas

lahan berupa TPA, namun akses jalan

menuju kesana baru saja dibuat dan

sarana serta prasaran yang

mendukung sistem pengangkutan

menuju TPA ini belum diadakan, tentu

saja perencanaan TPA ini masih belum

tepat guna karena tidak didukung oleh

fasilitas yang ada.

Untuk TPA Karangjati ini sudah

beroperasi namun hanya digunakan

untuk menampung sampah dari pasar,

apabila dilihat lagi untuk sebab utama

tidak tepat gunanya TPA yang lain,

tentu saja TPA Karangjati ini tidak

didukung oleh sarana dan prasarana

yang ada seperti Kontainer, dump

truck, atau minimal gerobak sampah,

sehingga TPA ini tidak dapat

dipergunakan sebagaimana TPA

sesuai fungsinya.

Berdasakan beberapa hal di atas dapat

sedikit diambil benang merah bahwa

pemerintah hanya melaksanakan

pembangunan TPA saja tanpa

diimbangi dengan pengadaan saran

dan prasarana yang mendukung,

namun hal ini dapat dimaklumi

mengingat biaya pendanaan sektor

persampahan hanya 0,5% dari APBD.

Pemerintah pun mengalami kesulitan

dalam pengadaan sarana dan

(13)

Permasalahan non teknis, dapat dilihat

pada TPST-3R di Perumahan Pradon

Permai, sistem, lokasi, wilayah sudah

difasilitasi, namun karena tidak ada

pelatihan ketrampilan bagi tenaga ahli

yang akan mengelola sampah,

sehingga tempat tersebut hanya

menjadi tempat parkir dan sia-sia,

selain kendala teknis, kendala non

teknis yakni kurangnya sumber daya

manusia yang mendukung, terampil,

sadar dan berwawasan lingkungan ini

juga sangat berdampak untuk

berlangsungnya suatu kegiatan

pengelolaan sektor persampahan.

Pada beberapa media disebutkan

bahwa Pengelolaan sampah masih terabaikan, “saat ini volume sampah di Ngawi tinggi sedangkan pengelolaan

sampah belum memadai, ini dapat

dilihat dari tidak adanya pengolahan

sampah atau tempat sampah terpadu

bahkan di kantor-kantor Pemerintah,

pengelolaan sampah yang kurang

tertata juga tercermin dari lokasi

pembuangan sampah yang dekat

dengan fasilitas umum seperti sekolah,

akibatnya tidak banyak sekolah di

Ngawi bias lolos dalam penilaian tim

UKS, dan sebagainya

(www.digilibampal.net/detai.php?row=5 &tp=kliping&ktg=sampahluar&kode=70

03)

Implikasi Teori Kebijakan Spasial

dan Sektor Persampahan sesuai

Kondisi Eksisting Kab. Ngawi.

Mengacu pada Kondisi Eksisting sistem

persampahan di Kab.Ngawi ini tentu

saja Kebijakan yang sangat tepat untuk

penanggulangan permasalahan teknis

dan non teknis adalah:

a. Kebijakan 1 dikhususkan untuk

menanggulangi permasalahan teknis,

yakni:

Kebijakan Pengoptimalan tingkat

penanganan sampah perkotaan.

Strategi :

 Meningkatan prasarana pengolahan sampah;

 Mengadakan TPS skala lokal;  Mengadakan TPA regional; serta  Mengelola sampah berkelanjutan.

Dalam hal peningkatan prasarana

pengolahan sampah tentu saja

permasalahan ini terlihat simple namun sangat rumit bila sudah mulai

dikupas permasalahannya satu per

satu, karena hambatan utama untuk

pelaksanaan kebijakan ini adalah

keterbatasan dana bidang

persampahan yang tentu saja sangat

membatasi pengadaan sarana dan

prasarana bidang tersebut. Mengingat

kondisi lingkungan khususnya

persampahan di Indonesia dapat

dikatakan kritis, sehingga Pemerintah

(14)

urgent dari sistem pendanaan sektor persampahan ini, tentu saja dengan

harapan prosentase pendaan sektor

persampahan dapat ditingkatkan

secara signifikan.

Dalam hal Pengadaan TPS secara

lokan di kab. Ngawi ini sudah cukup

baik, mengingat tiap pasar sudah

emiliki TPS sendiri, namun untuk

beberapa titik pemukiman tentu perlu

dilakukan pengkajian ulang untuk letak

TPA baik dilihat dari sarana dan

prasarana pendukung, maupun

fasilitas pendukung dari TPA, apakah

jalan, jauh dari permukiman, lahan

yang luas dan tingkat pendidikan SDM

sehingga pengelolaan dan

pelaksanaan Sektor persampahan

dapat berjalan dengan baik dan tepat

guna.

Untuk penentuan peletakan lokasi

TPA regional di Kab.Ngawi ini

dirasakan masih kurang cermat

mengingat masih banyaknya TPA

yang belum dapat dimanfaatkan dan

tingkat keterkaitan antar TPS yang

masih belum dikoordinasikan dengan

baik, sehingga terlihat adanya

kepentingan masing-masing wilayah

masih menjadi pertimbangan utama

daripada kepentingan regional dari

Kab.Ngawi secara utuh dan

menyeluruh.

Untuk Mengelola sampah secara

berkelanjutan permasalahan paling

mendasar di Kab.Ngawi ini adalah

kualitas SDM yang belum siap untuk

menerima teknologi yang berwawasan

lingkungan, sehingga menjadi sangat

peru diadakannya pelatihan serta

workshop yang berkelanjutan bidang

persampahan, sehingga kader-kader

sanitarian dapat segera bermunculan

dan meningkatkan kinerja pengelolaan

sampah.

b. Kebijakan 2, dikhususkan untuk dapat

mendukung dan meloloskan tujuan

RTRW Kab.Ngawi 2010-2030 yakni

Terwujudnya ruang wilayah

Kabupaten Ngawi sebagai lumbung

pertanian Jawa – Bali yang didukung oleh industri dan perdagangan,

Pengoptimalan tingkat penanganan

sampah perdesaan. Strategi :

 Sistem pengelolaan sampah berbasis pelestarian lingkungan; dan  Mengolah sampah mendukung pertanian ini dengan cara melakukan

3R, salah satunya yaitu melakukan

pengolahan sampah menjadi Pupuk

Kompos yang diharapkan dapat

meningkatkan hasil dari pertanian

seperti cita-cita Kab.Ngawi ini.

Untuk pelaksanaan sistem 3R ini

fasilitas sudah ada, namun SDM

belum memenuhi, sehingga dapat

(15)

membentuk tim-tim khusus untuk

mengadakan workshop, sosialisasi

ataupun seminar guna menambah

pengetahuan, ketrampilan dan

kesadaran masyarakat untuk dapat

melakukan pengelolaan terhadap

sektor persampahan.

BAB IV Kesimpulan

Lesson Learned

1. Berdasarkan Peraturan Daerah

Kabupaten Ngawi Nomor 10 Tahun 2011

yang berisi tentang RTRW Kab.Ngawi

2010-2030, bidang utama yang akan

dikembang dalam hal ini adalah bidang

pertanian;

2. Bidang pertanian sangat mungkin dapat

dikembangkan karena didukung oleh

karakteristik wilayah dan mata

pencaharian masyarakat kab. Ngawi

sebagian besar sebagai petani;

3. Apabila dilihat dari kondisi Eksisting sektor

Persampahan di Kab. Ngawi, kebijakan

yang dapat diimplementasikan adalah

menerapkan sistem pengolahan sampah

yang mendukung pertanian;

4. Untuk dapat mewujudkan sistem

pengolahan yang mendukung pertanian

tentu saja memerlukan kajian-kajian yang

cermat dan teliti agar tepat guna, serta

bermanfaat penuh bagi kelangsungan

kehidupan masyarakat;

5. Sangat diperlukannya komitmen bersama

antara Pemerintah pusat dalam hal

pendanaan, pemerintah daerah dalam hal

pendanaan dan pelaksanaan serta

pengendalian, dan stakeholder terkait

dalam hal pembinaan SDM agar dapat

melaksanakan sistem pengolahan

sampah tersebut secara cermat dan

terampil;

6. Apabila sektor persampahan dan bidang

pertanian dapat berjalan bersama-sama

tentu saja cita-cita dan tujuan yang

tertuang di dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Ngawi Nomor 10 Tahun 2011

akan terwujud tanpa kendala yang berarti;

7. Kesadaran akan pelestarian lingkungan

merupakan kunci utama terwujudnya

cita-cita ini, tentu saja persamaan visi misi

harus dilakukan oleh pemerintah,

masyarakat serta stakeholder terkait, dan

seluruh pelaksana dalam pengolahan

sampah dan pelaksana bidang pertanian;

8. Bagi masyarakat Ngawi sebaiknya dapat

menerima semua upaya yang

dilaksanakan Pemerintah ini dengan hati

yang lapang dan senantiasa berfikiran

positif, hal-hal yang diupayakan ini tentu

saja dimaksudkan agar anak cucu kita

dapat hidup dengan sehat, lingkungan

yang bersih, dan tingkat kreatifitas yang

semakin meningkat. Mari kita ciptakan

keseimbangan jiwa dan perilaku kita agar

(16)

tidak berbalik bahkan menghancurkan

kelangsungan hidup kita yang sehat,

aman, dan sejahtera.

Daftar Pustaka

1. Peraturan Daerah kabupaten Ngawi

Nomor 10 Tahun 2011, tentang Rencana

tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi

Tahun 2010-2030

2. Penyusunan Teknis Manajemen

Persampahan (PTMP) Kabupaten Ngawi,

2012

3. SSK Kab. Ngawi, 2012

4. Perencanaan Pembangunan Sanitasi

Permukiman Kab. Ngawi, 2012

5. Sekretariat Pokja AMPL, Indopos. “Pengelolaan Sampah Terabaikan”. 24

April 2015.

www.digilib-ampal.net/detai.php?row=5&tp=kliping&kt

g=sampahluar&kode=7003

6. Sekretariat Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo. “Persiapan Program Adipura Kencana 2012-2013”. 24

April 2015.

www.ponorogo.go.id/web2/ponorogo1/lan

guage/adi1.pdf

7. Alamendah, Blog. “Daftar Kota Peraih Adipura 2013”. 24 April 2015.

Gambar

Gambar TPS di pasar besar
Gambar TPST-3R di Perumahan Pradon

Referensi

Dokumen terkait

Ketertarikan penata untuk menjadikan babonangan sebagai inti sari dari garapan ini sangat didasari oleh keberadaan barungan gamelan yang kurang diminati oleh kalangan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id.. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

bagi guru, karyawan dan siswa.. Dari hasil observasi aspek pertama sampai tiga kepala madrasah melakukan komunikasi intern dengan baik, dia melibatkan

Penggunaan multi media filter dengan media Pasir Kerang, Manganese Greensand dan Karbon Aktif dalam pengolahan air sumur bor memiliki hasil untuk masing-masing

са сајта Систем за управљањем друштвеном и животном средином ( Табела 3 ) који је Итау - ББА банка створила се не односи само на процену друштвеног ризика

Biaya/ tarif Peraturan Bupati Pekalongan Nomor 68 Tahun 2017 Tentang Tarif Pelayanan Pada BLUD RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan. Produk

13 Husen Tampomas, Sistem Persamaan Linear, (Jakarta: Grasindo, 2003), 32.. siswa selam proses pembelajaran pada saat sebelum maupun sesudah tindakan. Peneliti mengadakan

No.. Hal ini didapat dari data awal yang diperoleh dari siklus I di kelas III B MI Darun Najah Kloposepuluh mengalami peningkatan nilai rata – rata pemahaman kelas sebesar