Apa yang Membuat Seseorang Patuh?
10 September 2017 Universitas Pembangunan Jaya
Dalam hidup bermasyarakat, terutama di ruang lingkup perkotaan, sering kali kita melihat bahwa masyarakat sulit sekali untuk patuh. Sebagian besar memilih untuk melanggar aturan, sekalipun berrisiko baik untuk diri sendiri atau orang lain. Hal ini dapat dilihat di mana-mana di berbagai sudut kota, seperti di jalan saat berkendara, di berbagai ruang publik seperti mal, juga dalam kegiatan berskala kolosal seperti menonton konser.
Sikap tidak patuh seperti ini bisa jadi bahkan membuat kekacauan misalnya bertengkar bahkan berkelahi. Kadang-kadang hal ini membuat kita bertanya-tanya dalam hati, hal apa yang bisa dilakukan agar masyarakat banyak bisa berperilaku patuh?
Dalam Psikologi Sosial, terdapat penelitian tentang kepatuhan yang dilakukan oleh Milgram (Hogg & Vaughn, 2011; Hafiyah, 2009). Dalam penelitian klasik ini, ditemukan bahwa atribut seragam laboratorium yang digunakan oleh para peneliti ternyata mampu membuat para subyek penelitian patuh untuk mengikuti perintah yang diberikan.
Dengan menggunakan atribut, instruksi yang diberikan diikuti tanpa resistensi, perlawanan ataupun bantahan. Atribut yang dikenakan oleh figur otoritas mampu memberinya pengaruh sosial tertentu sehingga orang-orang lain patuh pada instruksi yang diberikan. Kepatuhan tersebut muncul tanpa ada yang mempertanyakan.
Kelompok pertama mendapatkan instruktur yang menggunakan atribut formal yaitu kemeja, celana panjang dan sepatu boots. Dengan demikian, dirinya tampil berbeda dengan mahasiswa. Sedangkan kelompok kedua mendapatkan instruktur yang serupa seperti mahasiswa, yaitu menggunakan t-shirt, celana jeans dan sepatu – dengan kata lain atribut yang bersifat casual. Kedua instruktur tersebut kemudian memberikan sejumlah instruksi kepada kelompok mahasiswa yaitu: berbaris, masuk kelas, mengambil nomor urut dan duduk sesuai nomor bangku. Selama mendapatkan instruksi, perilaku para mahasiswa ini diamati menggunakan daftar observasi.
Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa ternyata kelompok yang mendapatkan instruktur menggunakan atribut formal memang menunjukkan perilaku lebih patuh dibandingkan kelompok yang mendapatkan instruktur dengan atribut casual. Selain ikut instruksi, kelompok mahasiswa yang patuh juga tidak menunjukkan sikap mengeluh. Sebaliknya, pada kelompok dengan instruktur yang menggunakan pakaian casual, mahasiswa menampilkan perilaku mengeluh, mengobrol dengan teman, asyik menggunakan gadget dan tidak memperhatikan instruksi.
Penelitian yang merupakan tugas perkuliahan ini terbilang sederhana, tetapi ada saran praktis yang bisa ditarik dari hal ini. Ketika butuh sikap patuh dari banyak orang, maka ada baiknya mencoba menggunakan atribut formal untuk meningkatkan kepatuhan. Dalam situasi umum, misalnya mengantri tiket kereta api, kita juga dapat melihat bahwa umumnya orang lebih patuh apabila yang turun tangan mengatur adalah petugas
berseragam resmi. Dengan memahami perilaku seperti ini, maka psikologi dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku agar kehidupan bermasyarakat, terutama di konteks perkotaan, bisa menjadi lebih berkualitas.
Artikel ini disusun oleh:
Grimaldie Joshua, Mahasiswa Program Studi Psikologi UPJ yang tengah menyusun skripsi tentang perilaku pada mahasiswa