• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Periodesasi karya Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Periodesasi karya Sastra Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Periodisasi Sastra Indonesia

Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain.

1. Zaman Sastra Melayu Lama.

Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair, pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.

2. Zaman Peralihan

Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi. Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi berisi tentang istana danraja-raja, tetapi tentang kehidupan manusia dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat Abdullah (otobiografi), Syair Perihal Singapura Dimakan Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah. Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi, tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa Melayu yang kearab-araban.

3. Zaman Sastra Indonesia

a. Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)

Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisari tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik sentimental.

Tokohnya adalah Marah Rusli (roman Siti Nurbaya), Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur Sutan Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara Membawa Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk)

b. Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)

Cirinya adalah:

 Bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia modern,

 Temanya tidak hanya tentang adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah yang kompleks, seperti emansipasi wanita, kehidupan kaum intelek, dan sebagainya,

 Bentuk puisinya adalah puisi bebas, mementingkan keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang terdiri dari 14 baris,

 Pengaruh barat terasa sekali, terutama dari Angkatan ’80 Belanda,

 Aliran yang dianut adalah romantik idealisme,

 Setting yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.

Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir Hamzah (kumpulan puisi Nyanyi Sunyi, Buah Rindu, Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu), Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama Ken Arok dan Ken Dedes), Rustam Efendi (drama Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck).

(2)

Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan roman seperti angkatan sebelumnya.

Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi Deru Capur Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul Sani Tiga Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja (novel Atheis), Idrus (novel Surabaya, Aki), Mochtar Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira), Pramduya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy Tatang Sontani (novel sejarah Tambera).

d. Angkatan ’66

Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-kalimat panjang mendekati bentuk prosa.

Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan puisi Blues untuk Bnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang Tercinta), Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani, kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini (novel Pada Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha Mohtar (novel Pulang), Mangunwijaya (novel Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau), Mariannge Katoppo (novel Raumannen).

PERIODESASI SASTRA INDONESIA MENURUT HB JASSIN

Periodisasi Sastra Indonesia Oleh:

 Alexander Gotama

 Deviana Maria

 Fiona Angelina

 Rafaello Simorangkir

a. Menurut HB. Jassin Pengertian Periodisasi Sastra yaitu:

Penggolongan sastra berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan perkembangannya.

Periodisasi sastra, selain berdasarkan tahun kemunculan, juga berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial, serta pandangan dan pemikiran

pengarang terhadap masalah yang dijadikan objek karya kreatifnya.

b. Periodisasi Sastra

Ada banyak periodisasi sastra yang disusun oleh para kritikus, antara lain oleh: (…..HB. Jassin, Ajip Rosidi, A. Teeuw, Rahmat Djoko Pradopo…..)

(3)

Jassin.

HB. Jassin , kritikus Indonesia

Periodisasi Sastra Indonesia Menurut HB. Jassin: 1. Sastra Melayu Lama

2. Sastra Indonesia Modern 3. Angkatan Balai Pustaka 4. Angkatan Pujangga Baru 5. Angkatan ’45

6. Angkatan ‘66

Uraian

:

A. Sastra Melayu Lama

Sastra Melayu Lama merupakan sastra Indonesia sebelum abad 20. Ciri-ciri Sastra Melayu Lama:

1. Masih menggunakan bahasa Melayu 2. Umumnya bersifat anonim

3. Berciri istanasentris

4. Menceritakan hal-hal berbau mistis seperti dewa-dewi, kejadian alam, peri, dsb.

Contoh

sastra pada masa Sastra Melayu Lama:

Dongeng tentang arwah, hantu/setan, keajaiban alam, binatang jadi-jadian, dsb. Berbagai macam hikayat seperti; Hikayat Mahabharata, Hikayat Ramayana, Hikayat Sang Boma.

Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingai oleh Hamzah Fansuri. Gurindam Dua Belas dan Syair Abdul Muluk oleh Raja Ali Haji

B.

Angkatan Balai Pustaka

Balai Pustaka merupakan titik tolak kesustraan Indonesia. Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:

1. Menggunakan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh bahasa Melayu 2. Persoalan yang diangkat persoalan adat kedaerahan dan kawin paksa 3. Dipengaruhi kehidupan tradisi sastra daerah/lokal

4. Cerita yang diangkat seputar romantisme.

5. Angkatan Balai Pustaka terkenal dengan sensornya yang ketat. Balai Pustaka berhak mengubah naskah apabila dipandang perlu.

Contoh

hasil sastra yang mengalami pen-sensoran adalah Salah Asuhan oleh Abdul Muis yang diubah bagian akhirnya dan Belenggu karya Armyn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka karena tidak boleh diubah. Angkatan Balai Pustaka

Contoh sastra pada masa Angkatan Balai Pustaka:

Roman: Azab dan Sengsara (Merari Siregar), Sitti Nurbaya (Marah Rusli), Muda Teruna (M. Kasim), Salah Pilih (Nur St. Iskandar), Dua Sejoli (M. Jassin, dkk.)

(4)

Percikan Permenungan (Rustam Effendi) Puspa Aneka (Yogi)

C.

Angkatan ‘45

Angkatan ’45 lahir dalam suasana lingkungan yang sangat prihatin dan serba keras, yaitu lingkungan fasisme Jepang dan dilanjutkan peperangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Ciri-ciri Angkatan ’45 adalah: 1. Terbuka

2. Pengaruh unsur sastra asing lebih luas 3. Corak isi lebih realis, naturalis

4. Individualisme sastrawan lebih menonjol, dinamis, dan kritis 5. Penghematan kata dalam karya

6. Ekspresif

7. Sinisme dan sarkasme

8. Karangan prosa berkurang, puisi berkembang

Tokohnya

Chairil Anwar ,

Contoh

sastra pada masa Angkatan ’45

 Tiga Menguak Takdir (Chairil Anwar-Asrul Sani-Rivai Apin)

 Deru Campur Debu (Chairil Anwar)

 Kerikil Tajam dan yang Terampas dan yang Putus (Chairil Anwar)

 Pembebasan Pertama (Amal Hamzah)

 Kata Hati dan Perbuatan (Trisno Sumarjo)

 Tandus (S. Rukiah)

 Puntung Berasap (Usmar Ismail)

 Suara (Toto Sudarto Bakhtiar)

 Surat Kertas Hijau (Sitor Situmorang)

 Dalam Sajak (Sitor Situmorang)

 Rekaman Tujuh Daerah (Mh. Rustandi Kartakusumah)

D.

Angkatan ‘66

Angkatan ’66 ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini.

Banyak karya sastra pada angkatan yang sangat beragam dalam aliran sastra, seperti munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lainnya.

Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:

1. Bercorak perjuangan anti tirani proses politik, anti kezaliman dan kebatilan 2. Bercorak membela keadilan

3. Mencintai nusa, bangsa, negara dan persatuan 4. Berontak

(5)

Contoh sastra pada masa Angkatan ’66 adalah:

Tokoh:

1. Putu Wijaya: Pabrik, Telegram, Stasiun,

2. Iwan Simatupang: Ziarah, Kering, Merahnya Merah

3. Djamil Suherman: Sarip Tambak-Oso, Perjalanan ke Akhirat

E.

Angkatan Pujangga Baru

Angkatan Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.

Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis menjadi "

bapak

" sastra modern Indonesia.

Angkatan Pujangga Baru (1930-1942) dilatarbelakangi kejadian bersejarah “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.

Ikrar Sumpah Pemuda 1928:

Pertama Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Melihat latar belakang sejarah pada masa Angkatan Pujangga Baru, tampak Angkatan Pujangga Baru ingin menyampaikan semangat persatuan dan kesatuan Indonesia, dalam satu bahasa yaitu bahasa Indonesia.

Pada masa ini, terbit pula majalah "Poedjangga Baroe" yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane.

Pada masa Angkatan Pujangga Baru, ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu: 1. Kelompok “Seni untuk Seni”

2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat

Ciri-ciri sastra pada masa Angkatan Pujangga Baru antara lain sbb: 1. Sudah menggunakan bahasa Indonesia

2. Menceritakan kehidupan masyarakat kota, persoalan intelektual, emansipasi (struktur cerita/konflik sudah berkembang)

(6)

Salah satu karya sastra terkenal dari Angkatan Pujangga Baru adalah Layar Terkembang karangan Sutan Takdir Alisjahbana.

Layar Terkembang merupakan kisah roman antara 3 muda-mudi; Yusuf, Maria, dan Tuti. Yusuf adalah seseorang mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang menghargai wanita. Maria adalah seorang mahasiswi periang, senang akan pakaian bagus, dan memandang kehidupan dengan penuh kebahagian.

Tuti adalah guru dan juga seorang gadis pemikir yang berbicara seperlunya saja, aktif dalam perkumpulan dan memperjuangkan kemajuan wanita.

Angkatan Pujangga Baru

Dalam kisah Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana ingin menyampaikan beberapa hal yaitu:

1) Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan

demikian perempuan dapat lebih dihargai kedudukannya di masyarakat. 2) Masalah yang datang harus dihadapi bukan dihindarkan dengan mencari pelarian. Seperti perkawinan yang digunakan untuk pelarian mencari perlindungan, belas kasihan dan pelarian dari rasa kesepian atau demi status budaya sosial.

Selain Layar Terkembang, Sutan Takdir Alisjahbana juga membuat sebuah puisi yang berjudul “Menuju ke Laut”.

Puisi “Menuju ke Laut” karya Sutan Takdir Alisjahbana ini menggunakan laut untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan.

Ada pula seorang sastrawan Pujangga Baru lainnya, Sanusi Pane yang menggunakan laut sebagai sarana untuk mengungkapkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Karya Sanusi Pane ini tertuang dalam bentuk puisi yang berjudul “ Dalam Gelombang”.

Ditinjau dari segi struktural, ada persamaan struktur antara puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane yaitu pengulangan bait pertama pada bait terakhir. Sementara itu, ditinjau dari segi isi, tampak ada perbedaan penggambaran laut dalam puisi Sutan Takdir Alisjahbana dan Sanusi Pane.

Jika Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan laut sebagai sebuah medan perjuangan, Sanusi Pane menggambarkan laut sebagai suatu tempat yang penuh ketenangan.

Kami telah meninggalkan engkau, Tasik yang tenang tiada beriak, diteduhi gunung yang rimbun, dari angin dan topan.

(7)

dalam berlomba bersama mega. …

… Aku bernyanyi dengan suara Seperti bisikan angin di daun Suaraku hilang dalam udara Dalam laut yang beralun-alun Alun membawa bidukku perlahan Dalam kesunyian malam waktu Tidak berpawang tidak berkawan Entah kemana aku tak tahu Menuju ke Laut Oleh Sutan Takdir Alisjahbana Dibawa Gelombang Oleh Sanusi Pane

Amir Hamzah diberi gelar sebagai “Raja Penyair” karena mampu menjembatani tradisi puisi Melayu yang ketat dengan bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Dengan susah payah dan tak selalu berhasil, dia cukup berhasil menarik keluar puisi Melayu dari puri-puri Istana Melayu menuju ruang baru yang lebih terbuka yaitu bahasa Indonesia, yang menjadi alas dasar dari Indonesia yang sedang dibayangkan bersama.

Selain Sutan Takdir Alisjahbana, ada pula tokoh lain yang terkenal dari Angkatan Pujangga Baru sebagai “Raja Penyair” yaitu Tengku Amir Hamzah .

Sastrawan dan Hasil Karya.

Sastrawan pada Angkatan Pujangga Baru beserta hasil karyanya antara lain sbb:

Sultan Takdir Alisjahbana Contoh: Di Kakimu, Bertemu Sutomo Djauhar Arifin Contoh: Andang Teruna (fragmen) Rustam Effendi Contoh: Bunda dan Anak, Lagu Waktu Kecil Asmoro Hadi Contoh: Rindu, Hidup Baru

Hamidah Contoh: Berpisah, Kehilangan Mestika (fragmen) Amir Hamzah Contoh: Sunyi, Dalam Matamu

Hasjmy Contoh: Ladang Petani, Sawah Lalanang Contoh: Bunga Jelita

O.R. Mandank Contoh: Bagaimana Sebab Aku Terdiam Mozasa Contoh: Amanat, Kupu-kupu

PERIODISASI SASTRA INDONESIA

MENURUT NUGROHO NOTOSUSANTO Kesusastraan Melayu Lama

Kesusastraan Indonesia Modern Masa Kebangkitan

Periode 1920 Periode 1933 Periode 1942

Masa Perkembangan Periode 1945

Periode 1950

MENURUT AJIP ROSIDI Masa Kelahiran

(8)

Periode 1942 s.d. 1945 Masa Perkembangan Periode 1945 – 1953 Periode 1953 – 1960 Periode 1960 – sekarang MENURUT HB. JASSIN Kesusastraan Melayu Lama Kesusastraan Indonesia Modern Angkatan 20

Angkatan 33 atau Angkatan Pujangga Baru Angkatan 45

Abdullah bin Abdulkadir Munsyi Angkatan Balai Pustaka

Kesusastraan Baru Angkatan Pujangga Baru Angkatan Modern (Angk. 45) Angkatan Muda

Masa Abdullah bin Abdul-kadir Munsyi Masa Balai Pustaka

Masa Pujangga Baru Masa Angkatan 45

MENURUT ZUBER USMAN Kesusastraan Lama

Zaman Peralihan (Masa Abdul-lah bin Abdulkadir Munsyi) Kesusastraan Baru

(9)

Sastra Lama Sastra Kuno

Sastra Zaman Hindu Sastra Zaman Islam

Sastra Peralihan (Abdullah bin Abdulkadir Munsyi) Sastra Baru

Angkatan Balai Pustaka Angkatan Pujangga Baru Angkatan 45

Angkatan 66

Periodisasi Sastra Indonesia

Periodisasi Sastra Indonesia Menurut Para Ahli

Ada berbagai macam periodisasi sastra Indonesia menurut para ahli. Secara umum, periodisasi sastra Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut. (1) Sastra lama (2) Sastra peralihan, dan (3) Sastra Indonesia Baru. Sastra Lama dibedakan menjadi tiga (a) sastra jaman purba, (b) sastra pengaruh Hindu, dan (c) sastra pengaruh Islam. Sementara sastra peralihan sering disebut dengan sastra jaman Abdullah. Sedangkan sastra Indonesia baru bias dibedakan menjadi (a) sastra balai pustaka (angkatan 20), (b) sastra Pujangga Baru (angk. 30), (c) Sastra Angk. 45, (d) Sastra Angk. 66, dan (e) Sastra kontemporer (angk. 70-an).

Menurut B. Simorangkir, periodisasi sastra Indonesia dibedakan menjadi 4 yaitu (1) Sastra lama.purba, (2) Sastra pengaruh Hindu dan Arab, (3) Sastra Indonesia baru, dan (4) Sastra mutakhir. Sastra Indonesia baru masih bias dirinci menjadi (a) Sastra jaman Abdullah, (b) Balai Pustaka, dan (c) Pujangga Baru

Menurut Sabarudin Ahmad, periodisasi sastra Indonesia hanya dibedakan menjadi 2. yaitu sastra lama dan (2) sastra baru. Sastra lama mencakup (a. dinamisme, (b) Hinduisme, (c) Islamisme. Sedangkan sastra Indonesia baru dibedakan menjadi (a) Sastra jaman Abdullah, (b) Balai Pustaka, (c) Pujangga Baru, dan (c) Sastra angkatan 45.

Menurut JS. Badudu, Sastra Indonesia juga dibedakan menjadi 2, yaitu (1) Sastra Melayu, dan (2) Sastra Indonesia. Sastra melayu menurut Badudu dibedakan menjadi 3 (a) Purba, (b) Hindu/Islam, (c) Abdullah. Sedangkan sastra Indonesia Baru dibedakan menjadi (a) Balai Pustaka, (b) Pujangga Baru, (c) Angk. 45, dan (d) sesudah Angk. 45.

Menurut Usman Effendi, sastra Indonesia dibedakan menjadi 3 yakni (1) sastra lama (…. – 1920), (2) Sastra Indonesia Baru ( 1920 – 1945), dan (3) Sastra Indonesia Modern (1945 – …..)

(10)

Lain Lagi dengan Nugroho Noto Susanto. Nugroho membedakan sastra Indonesia menjadi 2, yakni (1) sastra Melayu atau sastra lama, dan (2) sastra Indonesia modern. Sastra Indonesia modern oleh Nugroho dibedakan menjadi 2 yaitu (a) masa kebangkitan, dan (b) masa

perkembangan. Masa kebangkitan masih dirinci menjadi 3 (i) periode 20, (ii) periode 33, dan (iii) periode 42. Sedangkan masa perkembangan dibedakan menjadi 2, yaitu (i) periode 45 dan (ii) periode 50

Ajib Rosidi membedakan periodisasi sastra Indonesia juga menjadi 2, yaitu (1) Masa kelahiran dan (2) masa perkembangan. Masa kelahiran dirinci menjadi 3 yaitu (a) awal abad XX s/d 1933, (b) 1933-1942, dan (c) 1942 – 1945. Sedangkan masa perkembangan dibedakan juga menjadi 3, yaitu (a) 1945 – 1953, (b) 1953 – 1960, dan (c) 1960 – ….

E. Identifikasi Moral, Estetika, Sosial, Budaya Karya Sastra 1. Identifikasi Moral

Sebuah karya umumnya membawa pesan moral. Pesan moral dapat disampaikan oleh pengarang secara langsung maupun tidak langsung. Dalam karya satra, pesan moral dapat diketahui dari perilaku tokoh- tokohnya atau komentar langsung pengarangnya lewat karya itu.

2. Identifikasi Estetika atau Nilai Keindahan

Sebuah karya sastra mempunyai aspek-aspek keindahan yang melekat pada karya sastra itu. Sebuah puisi, misalnya: dapat diamati aspek persamaan bunyi, pilihan kata, dan lain-lain. Dalam cerpen dapat diamati pilihan gaya bahasanya.

3. Identifikasi Sosial Budaya

Suatu karya sastra akan mencerminkan aspek sosial budaya suatu daerah tertentu. Hal ini

berkaitan dengan warna daerah. Sebuah novel misalnya, warna daerah memiliki corak tersendiri yang membedakannya dengan yang lain.

Beberapa karya sastra yang mengungkapkan aspek sosial budaya:

1. Pembayaran karya Sunansari Ecip mengungkapkan kehidupan di Sulawesi Selatan.

Referensi

Dokumen terkait

Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.. Saraswati,

Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.. Pengantar

Acek Botak karya Idris Pasaribu ini, yaitu: Terdapat rasa cinta pada tanah air, ras, bangsa, atau budaya yang sama; suatu kebaktian mistis terhadap organisme

Keperkasaan dunia Barat, misalnya, dalam memonopoli urusan dunia --sosial, politik dan budaya-- telah melahirkan banyak gerakan protes berbasis agama untuk melakukan

Penyebab lunturnya Identitas Nasional Indonesia antara lain ialah terjadinya proses akulturasi, saling meniru serta saling mempengaruhi antar budaya masing- masing negara, nilai

Pengaruh-pengaruh barat mulai masuk, sehingga pengertian pengawasan dalam pendidikan dirubah menjadi “supervisi” yang mengandung pengertian yang lebih luas dan

Seiring dengan masuknya era globalisasi saat ini, turut mengiringi budaya-budaya asing yang masuk ke

Pada bab 2 berisi landasan teori yang menjelaskan teori-teori yang penulisgunakan untuk keperluan analisis pengaruh budaya barat terhadap kehidupan anak muda di jepang tahun