• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN VISUAL BASIC 6"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI

PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA

DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN

VISUAL BASIC 6

SKRIPSI

Oleh

TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 04 0119

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

(2)

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI

PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA

DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN

VISUAL BASIC 6

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh

TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 040 119

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

(3)

PENYUSUNAN PROGRAM APLIKASI KOMPUTASI

PERANCANGAN PELEDAKAN PADA TAMBANG TERBUKA

DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN

VISUAL BASIC 6

SKRIPSI

TRI ATMOJO SUNARYADI NIM. 112 040 119

Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tanggal : ……….

Pembimbing I

( Ir. Bagus Wiyono, MT )

Pembimbing II

(4)

!

"

!

"

!

"

!

"

Ayahku Soetikno Hatmo Poespito, yang selalu memberikan motivasi spiritual tanpa kenal lelah dan tulus

Ibuku Amini, yang selalu memberikan kasih sayang dan dorongan semangat tanpa kenal lelah dan tulus

(5)

RINGKASAN

Perancangan peledakan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pembongkaran batuan pada lapisan tanah penutup. Disamping itu terkait erat dengan pencapaian target produksi yang diinginkan, maka hal yang harus diperhatikan adalah parameter dari geometri peledakan yang terdiri atas burden, spacing, subdrilling, charge length, loading density, kedalaman lubang ledak dan powder factor.

Perancangan peledakan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan cara manual, komputer atau gabungan dari keduanya. Sejak kemunculan komputer, cara-cara manual sudah mulai ditinggalkan. Metode yang sering digunakan dalam perancangan peledakan pada tambang terbuka adalah menggunakan pendekatan metode formula R.L.Ash & formula C.J.Konya.

Metode formula R.L.Ash maupun formula C.J.Konya dapat dikerjakan dengan cara manual maupun komputer. Jika dikerjakan dengan cara manual, maka terdapat dua kendala yang akan dihadapi. Pertama, jika jumlah data banyak dan kompleks, maka selain rumit juga memerlukan waktu yang cukup lama. Kedua, tingkat akurasinya rendah, karena hal ini sangat tergantung pada subyektifitas perancang. Oleh karena itu pemakaian komputer sebagai alat bantu tidak dapat dihindari.

Untuk mendukung penggunaan komputer tersebut, dalam penelitian ini dilakukan pembuatan program aplikasi guna perancangan peledakan pada tambang terbuka dengan menggunakan bahasa pemrograman visual basic 6.0.

Pembuatan program dilakukan dengan cara membahasakan algoritma formula R.L.Ash dan formula C.J.Konya ke dalam bahasa pemrograman visual basic. Setelah diuji coba terhadap data simulasi, program tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan analisa perancangan peledakan dengan baik. Hasil perhitungan program setelah dicocokkan dengan perhitungan manual tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, atas kehendak-Nyalah pada akhirnya penelitian yang penulis lakukan dapat terselesaikan dalam bentuk skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Program Aplikasi Komputasi Perancangan Peledakan pada Tambang Terbuka dengan menggunakan Bahasa Pemrogaman Visual Basic 6” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dari bulan Juni hingga September 2010 di Laboratorium Simulasi dan Komputasi Pertambangan Jurusan Teknik Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta.

Penulis meyakini bahwa skripsi ini tidak akan pernah terwujud kecuali atas dukungan dari berbagai pihak, oleh karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

2. Dr. Ir. S. Koesnaryo, M.Sc, Dekan Fakultas Teknologi Mineral. 3. Ir. Anton Sudiyanto, MT, Ketua Jurusan Teknik Pertambangan.

4. Ir. Suyono, MS, Kepala Laboratorium Simulasi dan Komputasi Tambang. 5. Ir. Bagus Wiyono, MT, Pembimbing I.

6. Drs. Nur Ali Amri, MT, Pembimbing II

7. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta, Agustus 2011 Penulis,

(7)

v

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

Bab Halaman I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 2

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Rumusan Masalah ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metodologi Penelitian ... 2

1.6 Manfaat Penelitian ... 3

II DASAR TEORI ... 4

2.1 Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan ... 4

2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam merancang peledakan ... 6

2.2.1 Peubah yang tidak dapat dikendalikan ... 6

2.2.1.1 Geologi ... 6

2.2.1.2 Struktur Diskontinuitas ... 8

2.2.1.3 Sifat dan Kekuatan batuan ... 8

2.2.1.4 Pengaruh Air tanah ... 9

2.2.1.5 Kondisi Cuaca ... 9

2.2.2 Peubah yang dapat dikendalikan ... 10

2.2.2.1 Kemiringan Lubang Ledak ... 10

2.2.2.2 Pola Pemboran ... 12

2.2.2.3 Diameter Lubang Ledak ... 13

2.2.2.4 Geometri Peledakan menurut Teori R.L.Ash ... 14

2.2.2.5 Geometri Peledakan menurut Teori C.J.Konya ... 19

2.2.2.6 Pola Peledakan ... 26

2.2.2.7 Waktu Tunda ... 27

2.2.2.8 Sifat Bahan Peledak ... 29

2.2.2.9 Pengisian Bahan Peledak ... 32

2.3 Hasil Peledakan ... 35

2.3.1 Target Produksi ... 35

2.3.2 Tingkat Fragmentasi Batuan ... 35

2.3.3 Efek Peledakan ... 37

2.3.3.1 Getaran Tanah ... 37

2.3.3.2 Batu Terbang ... 41

(8)

vi

Bab Halaman

2.4 Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 45

2.4.1. Pengertian Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 45

2.4.2. Struktur Aplikasi Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 45

2.4.3. Mengenal Data dan Variabel ... 49

3.4.1 Implementasi Perangkat Lunak berdasarkan Teori R.L.Ash .... 66

3.4.2 Implementasi Perangkat Lunak berdasarkan Teori C.J.Konya . 72 3.5 Tipe Error pada Perangkat Lunak ... 76

IV PEMBAHASAN ... 81

4.1 Implementasi Perangkat Lunak berdasarkan Teori R.L.Ash ... 81

4.1.1 Burden ... 81

4.1.8 Tingkat Fragmentasi berdasarkan geometri R.L.Ash ... 82

4.1.9 Powder Factor ... 83

4.2 Implementasi Perangkat Lunak berdasarkan Teori C.J.Konya ... 83

4.2.1 Burden ... 83

4.2.9 Tingkat Fragmentasi berdasarkan geometri C.J.Konya ... 84

4.2 Implementasi perbandingan geometri peledakan ... 85

(9)

vii

Bab Halaman

4.2.2 Spacing ... 85

4.2.3 Stemming ... 86

4.2.4 Subdrilling ... 86

4.2.5 Tinggi jenjang ... 87

4.2.6 Kedalaman lubang ledak ... 87

4.2.7 Kolom isian ... 87

4.3 Prosentase Error pada Perangkat Lunak ... 87

4.4 Keunggulan dan Kelemahan Perangkat ... 87

4.4.1 Keunggulan ... 87

4.4.1 Kelemahan ... 88

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan ... 5

2.2 Peubah Terkendali dan Tidak Terkendali ... 7

2.3 Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring ... 10

2.4 Pola Pemboran ... 12

2.5 Pengaruh diameter lubang ledak terhadap burden ... 13

2.6 Pengaruh Perbandingan Spasi/burden Terhadap Fragmentasi ... 22

2.7 Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan ... 27

2.8 Hubungan Antara Jarak Maksimum Lemparan Batuan ... 42

2.9 Efek Air Blast Terhadap Manusia dan Struktur Bangunan ... 43

2.10 Logika Diagram alir Perancangan Peledakan ... 44

2.11 Lingkungan Kerja Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 46

2.12 Toolbox dalam Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 47

2.13 Properties dalam Microsoft Visual Basic versi 6.0 ... 48

2.14 Jendela Source Program di Microsoft Visual Basic Versi 6.0 ... 49

3.1 Bagan Struktur Perangkat Lunak ... 52

3.2 Tampilan Form Splash ... 53

3.3 Tampilan form utama ... 54

3.4 Tampilan form Input data ... 55

3.5 Diagram alir Perancangan Perangkat Lunak ... 56

3.6 Tampilan form Output data ... 59

3.7 Tampilan form Kamus ... 61

3.8 Tampilan form Referensi ... 62

3.9 Tampilan form Video Blasting ... 63

3.10 Diagram Alir Tahapan Penyusunan Algoritma ... 65

3.11 Tampilan form Input Data blasting ash ... 68

3.12 Tampilan form Hasil Output blasting ash ... 70

3.13 Tampilan form Grafik Fragmentasi ... 71

(11)

ix

Gambar Halaman

(12)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Koreksi posisi lapisan batuan dan struktur geologi ... 20

2.2 Potensi yang terjadi akibat variasi stiffnes ratio ... 26

2.3 Waktu Tunda Antar Lubang Ledak ... 28

2.4 Time Delay Between Row ... 29

2.5 Hubungan Nilai Powder Factor dengan Densitas Batuan ... 34

2.6 Hubungan Nilai Powder Factor dengan Tipe Batuan ... 34

2.7 Pembobotan massa batuan untuk peledakan ... 37

2.8 Data karakteristik bahan peledak ... 40

2.9 Tipe kelompok batuan ... 40

3.1 Perbandingan perhitungan berdasarkan teori R.L.Ash ... 78

3.2 Perbandingan perhitungan berdasarkan teori C.J.Konya ... 79

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah menjadi kebutuhan pokok dalam era informasi. Hal ini dapat dilihat dari derasnya arus informasi dari segala penjuru dunia yang dapat diakses oleh siapapun tanpa batas ruang dan waktu. Keberhasilan pembangunan teknologi informasi telah mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, seperti aspek pertambangan khususnya. Seperti yang terlihat dari berbagai macam software komputasi pendukung telah banyak dikembangkan untuk memudahkan analisa dalam metode perhitungan.

Rancangan peledakan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan penambangan. Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang di inginkan, maka di butuhkan suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran – besaran geometri peledakan. Parameter rancangan peledakan seperti : Burden, Stemming, Subdrilling, Spacing dan waktu penyalaan harus ditentukan dengan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam efisiensi produk dan pertimbangan faktor keamanan lingkungan. Dengan adanya tuntutan teknologi, serta tersedianya berbagai macam bentuk informasi yang menuntut untuk melakukan perubahan yang dapat menunjang efektifitas dan produktifitas maka dirasa sangatlah perlu adanya program bantu komputasi guna mendapatkan hasil program perhitungan rancangan peledakan secara mudah dan tepat. Dengan adanya program bantu komputasi untuk menghitung rancangan ini akanlah sangat menghemat waktu, tenaga, dan tentu saja tingkat ketelitian hasilnya akan lebih tinggi daripada perhitungan manual

(15)

2 1.2.Tujuan Penelitian .

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat algoritma program untuk perhitungan perancangan geometri peledakan. 2. Mengetahui seberapa mampu program aplikasi dapat menghasilkan analisa

perhitungan geometri peledakan yang akurat.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana cara kerja aplikasi dalam menganalisa permasalahan perancangan peledakan.

b. Penerapan algoritma bahasa pemrograman dalam analisa perancangan peledakan.

1.4. Batasan Masalah

Dalam perencanaan program ini terdapat beberapa batasan perencanaan. Batasan-batasan tersebut dibuat untuk mempermudah dan memperjelas perencanaan alur program. Pembuatan program aplikasi yang dilakukan dalam penelitian ini akan dibatasi oleh beberapa hal berikut ;

a. Program aplikasi difokuskan pada analisa geometri peledakan berdasarkan pendekatan teori R.L.Ash & C.J.Konya yang diantaranya mencakup tentang perhitungan geometri peledakan, Efek peledakan dan Fragmentasi batuan. b. Program ini dibatasi berdasarkan pendekatan teori yang telah ditentukan.

1.5. Metodologi Penelitian.

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan studi literatur

(16)

3

2. Mencari data – data referensi pendukung, yaitu antara lain metode peledakan yang akan digunakan, spesifikasi bahan peledak dan parameter peledakan.

3. Pembuatan dan perancangan algoritma program di Laboratorium Simulasi dan Komputasi Pertambangan.

4. Pengkajian secara teoritis terhadap keakuratan program aplikasi 5. Pengujian secara teknis terhadap keakuratan program aplikasi 6. Pembuatan laporan akhir dari penelitian yang bersangkutan.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis akan memberikan tambahan wawasan terhadap ilmu pertambangan terutama dalam bidang perancangan peledakan.

2. Karena bersifat aplikatif maka dapat diterapkan dalam membantu analisa perancangan peledakan.

3. Dapat digunakan sebagai referensi program bantu pendidikan, khususnya jurusan Teknik Pertambangan dalam mata kuliah Teknik Peledakan.

(17)

4

BAB II

DASAR TEORI

Salah satu metode pemberaian pada batuan adalah metode pemboran dan peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk menghancurkan, melepas ataupun membongkar batuan dari batuan induknya, untuk memenuhi target produksi dan memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumpukan material (muckpile) yang siap untuk dimuat ke dalam alat angkut.

Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan selanjutnya. Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan sebagai bongkah, sehingga diperlukan upaya pemecahan ulang agar batuan tersebut bisa digunakan.

Untuk dapat mencapai tujuan di atas, diperlukan kontrol dan pengawasan terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi peledakan.

2.1. Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan

Pada prinsipnya, pecahnya batuan akibat energi peledakan dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu : dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading. (gambar 2.1).

1. Proses pemecahan batuan tingkat I (dynamic loading)

(18)

5

Bidang Bebas

Lubang ledak

Batas bidang bebas

Pada tahap terakhir, energi ledakan yang dipantulkan oleh bidang bebas pada tahap sebelumnya, dan ekspansi gas akan menghancurkan batuan dengan lebih sempurna

Pada tahap pertama terjadi penghancuran batuan disekitar lubang ledak dan diteruskannya energi ledakan ke segala arah.

Bidang Bebas

Energi ledakanmenghancurkan batuan di sekitar lubang ledak

Retakan di sekitar lubang ledak

Energi ledakan diteruskan kesegala arah

Pada tahap kedua energi ledakan yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut Bidang Bebas

Pecahnya batuan pada dinding jenjang

: Tegangan tangensial

: Tegangan radial.

: Tegangan tarik.

Gambar 2.1

Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan 4)

2. Proses pemecahan batuan tingkat II (quasi-static loading)

(19)

6

kekuatan tarik batuan, maka batuan akan pecah dan terlepas dari batuan induknya (spalling) yang dimulai dari tepi bidang bebasnya.

3. Proses pemecahan batuan tingkat III (release of loading)

Karena pengaruh tekanan dan temperatur gas yang tinggi maka retakan menjari yang terjadi pada proses awal akan meluas secara cepat yang diakibatkan oleh kekuatan gelombang tarik dan retakan menjari. Massa batuan yang ada di depan lubang ledak akan terdorong oleh terlepasnya kekuatan gelombang tekan yang tinggi dari dalam lubang ledak, sehingga pemecahan batuan yang sebenarnya akan terjadi. Umumnya batuan akan pecah secara alamiah mengikuti bidang – bidang yang lemah, seperti kekar dan bidang perlapisan.

2.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam merancang peledakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan peledakan dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu peubah yang dapat dikendalikan (controllable variable) dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable variable). (Gambar 2.2)

2.2.1. Peubah yang tidak dapat dikendalikan

Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah :

2.2.1.1. Geologi

(20)

7 Gambar 2.2.

Peubah Terkendali dan Tidak Terkendali Dalam Rancangan Peledakan 2) (B) Peubah yang tidak dapat dikendalikan

• Geologi

• Sifat dan kekuatan batuan

• Struktur diskontinuitas

• Kondisi cuaca

• Air tanah (kadang-kadang dapat dikontrol) (A) Peubah yang dapat dikendalikan

• Diameter lubang ledak

• Kedalaman lubang ledak

• Kedalaman subdrilling

• Kemiringan lubang ledak

• Tinggi stemming

• Tinggi jenjang

• Pola peledakan

• Perbandingan burden dan spasi

• Dimensi dan konfigurasi Peledakan

• Arah peledakan

• Sistim penyalaan

• Urutan penyalaan

• Bidang bebas

• Tipe bahan peledak

• Energi bahan peledak

• Metode pemuatan

• Air tanah (kadang-kadang tidak dapat dikontrol)

Proses Peledakan

Hasil Peledakan

• Fragmentasi

• Perpindahan material hasil peledakan

• Profil tumpukan hasil peledakan

• Getaran tanah (ground vibration)

• Ledakan udara (air blast)

• Batu terbang (fly rock)

(21)

8 2.2.1.2. Struktur Diskontinuitas

Sejauh menyangkut penggalian, massa batuan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu segar dan lapuk. Untuk batuan segar, sifat diskontinuitas berperan penting, karena melalui zona diskontinuitas ini proses pelapukan akan berlangsung secara intensif. Diskontinuitas ini dapat berupa kekar, retakan, sesar, dan bidang bidang perlapisan. Kekar merupakan rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Struktur kekar ini sangat penting diketahui dan merupakan pertimbangan utama dalam operasi peledakan, dengan adanya struktur kekar ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya mengalami keretakan.

2.2.1.3. Sifat dan kekuatan batuan

Sifat batuan yang penting untuk dipertimbangkan dalam rangka perbaikan fragmentasi hasil peledakan antara lain :

• Sifat fisik : bobot isi

Pada umumnya bobot isi batuan digunakan sebagai petunjuk kemudahan batuan untuk dipecahkan dan dipindahkan. Untuk volume batuan yang sama, batuan yang berat memerlukan energi yang lebis besar untuk membongkarnya

• Sifat mekanik : cepat rambat gelombang, kuat tekan dan kuat tarik.

(22)

9

baik. Kuat tekan dan kuat tarik juga dapat digunakan sebagai petunjuk kemudahan batuan untuk dipecahkan. Batuan pada dasarnya lebih kuat atau tahan terhadap tekanan dari pada tarikan, hal ini dicirikan oleh kuat tekan batuan lebih besar dibandingkan dengan kuat tariknya.

2.2.1.4. Pengaruh air tanah

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (misfire). Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air , tidak dapat digunakan untuk zona peledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi pengaruh air, dapat menggunakan pompa untuk mengeluarkan air tersebut dari lubang ledak kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik.. Penutupan pada lubang ledak pada saat hujan juga merupakan salah satu cara mengurangi pengaruh air. Alternatif lain dalam mengatasi adanya pengaruh air dalam lubang ledak adalah dengan menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air atau dengan kata lain bahan peledaka tersebut mempunyai ketahanan terhadap air (water resistence) yang sangat baik., contohnya emulsi, watergel atau slurries.

2.2.1.5. Kondisi cuaca

(23)

10

Semuanya itu demi kelancaran proses peledakan dan disamping itu akan menjamin keamanan para pekerja.

2.2.2. Peubah yang dapat dikendalikan

Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :

2.2.2.1. Kemiringan Lubang Ledak

Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak tegak dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan lubang ledak tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang bebas lebih sempit, sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada peledakan dengan lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar 2.3).

Gambar 2.3

(24)

11

Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut:

Keuntungan dari lubang ledak miring adalah:

• Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik, karena ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relatif seragam.

• Mengurangi kemungkinan missfire yang disebabkan oleh cut off dari pergerakan burden.

• Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relatif lebih rata.

• Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak bagian belakang (back break).

Powder factor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisisen.

• Produktifitas alat muat tinggi karena tumpukan hasil peledakan (muckpile) lebih rendah dan seragam.

Kerugian dari lubang ledak miring adalah sebagai berikut:

• Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang ledak.

• Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak.

• Pada pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk akan semakin besar.

Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut :

• Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat

• Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika dibanding dengan lubang ledak miring.

Kerugian lubang ledak tegak adalah sebagai berikut:

• Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (toe) besar

• Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang (back break) dan getaran tanah lebih besar.

(25)

12 2.2.2.2. Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk menempatkan lubang – lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada 2 macam, yaitu : Pola pemboran sejajar (parallel pattern) dan Pola pemboran selang – seling (staggered pattern)

Pola pemboran sejajar adalah pola pemboran dengan penempatan lubang ledak dengan baris (row) yang berurutan dan sejajar dengan burden. Sedangkan pola pemboran selang – seling merupakan pola pemboran yang penempatan lubang – lubang ledaknya selang – seling setiap kolomnya (gambar 2.4)

Gambar 2.4 Pola Pemboran 9)

Pada kondisi di lapangan, pola pemboran sejajar lebih mudah dalam pembuatan dan pengaturannya, namun fragmentasi yang dihasilkan kurang seragam, sedangkan untuk pola pemboran selang – seling fragmentasi yang dihasilkan lebih seragam walaupun lebih sulit dalam pengaturan di lapangan.

Free Face

B

S

A. Pola pemboran sejajar (paralel)

S = Spasi

B = Burden

Free Face

B

S

B. Pola pemboran selang-seling (staggered)

S = Spasi

B = Burden

(26)

13 B

Menurut hasil penelitian pada peledakan batuan yang kompak dan homogen, menunjukkan bahwa produktivitas dan tingkat fragmentasi hasil peledakan menggunakan pola pemboran selang – seling lebih baik dibandingkan dengan pola pemboran sejajar. Hal ini disebabkan karena pada pola pemboran selang – seling, energi yang dihasilkan terdistribusi lebih optimal dalam batuan.

2.2.2.3. Diameter Lubang Ledak

Pemilihan diameter lubang ledak tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan. Pemilihan ukuran lubang ledak secara tepat sangat penting untuk memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah. Diameter lubang ledak berpengaruh pada penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya (Gambar 2.5)

Faktor – faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak antara lain :

• Volume massa batuan yang akan dibongkar

• Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

• Fragmentasi yang diinginkan

• Mesin bor yang tersedia (hubungannya dengan biaya pemboran)

• Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan

Gambar 2.5

Pengaruh diameter lubang ledak terhadap burden 2) D

H

2B

2D

(27)

14

Diameter lubang ledak berpengaruh terhadap panjang stemming. Untuk menghindari getaran tanah dan batuan terbang (flyrock), maka lubang ledak yang berdiameter besar harus mempunyai stemming yang panjang. Sedangkan jika lubang ledak berdiameter kecil maka stemming yang digunakan menjadi lebih pendek, agar tidak terjadi bongkah pada hasil peledakan. Jika stemming terlalu panjang, maka energi ledakan tidak mampu menghancurkan batuan pada daerah di sekitar stemming tersebut.

Diameter lubang ledak juga dibatasi oleh tinggi jenjang. Untuk tinggi jenjang tertentu terdapat batas minimum diameter lubang ledak tertentu pula, apabila batas minimum ini tidak tercapai maka akan terjadi penyimpangan berlebihan yang bersifat merusak, yaitu pemecahan yang tidak merata di sepanjang lantai jenjang serta akan menyebabkan getaran tanah.

2.2.2.4. Geometri peledakan menurut teori R.L.Ash.

R.L.Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh di berbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda. Sehingga R.L. Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan batuan.

1) Burden (B)

Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak dengan bidang bebas yang panjangnya tergantung pada karakteristik batuan. Menentukan ukuran burden merupakan langkah awal agar fragmentasi batuan hasil peledakan, vibrasi, airblast dapat memuaskan.

Burden diturunkan berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter dodol bahan peledak. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.

(28)

15

Bahan peledak standar adalah bahan peledak yang mempunyai berat jenis (SG) 1,2 dan kecepatan detonasi (Ve) 12.000 fps (4.000 m/det).

Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standar, maka digunakan burden ratio (Kb) yaitu 30. Tetapi bila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang digunakan bukan pula bahan peledak standar, maka harga Kb-standar itu harus dikoreksi menggunakan faktor penyesuaian (adjustment factor).

ft KbxDe B

12

= ………...……... (2.1)

atau

m KbxDe B

3 , 39

= ……….. (2.2)

Jika :

De = diameter lubang tembak B = burden

Kb = burden ratio

Keterangan :

Bobot isi batuan standar (Dst) = 160 lb/cuft Bahan peledak :

SG std = 1,2

Vestd (VODstd) = 12000 fps

Kbstandard = 30

Maka :

Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2 ... (2.3)

(29)

16

D = bobot isi batuan yang diledakkan

Af2 =

SG = BJ bahan peledak yang dipakai Ve = VOD bahan peledak yang dipakai

Jadi menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir jenjang.

2) Spacing (S)

Spacing adalah jarak antar lubang tembak dirangkai dalam satu baris dan diukur sejajar terhadap bidang bebas.

(30)

17

Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing adalah sebagai berikut :

• Peledakan serentak, S = 2 B

• Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B

• Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B

• Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 B - 1,8 B

• Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang tembak dalam baris yang sama, S = 1,15 B

3) Stemming (T)

Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak diisi bahan peledak, tetapi diisi material seperti tanah liat atau material hasil pemboran (cutting).

Fungsi stemming adalah :

• Meningkatkan confinning pressure dari gas hasil peledakan.

• Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.

• Mengontrol kemungkinan terjadinya airblast dan flyrock

Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming dengan burden. Biasanya Kt standar yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk mengontrol airblast, flyrock dan stress balance. Apabila Kt < 1 maka akan terjadi. Untuk menghitung stemming dipakai persamaan :

T = Kt . B ... (2.8) Keterangan :

T = Stemming (m)

Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0) B = Burden (m)

4) Subdrilling (J)

(31)

18

peledakan. Panjang subdilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang dan kemiringan lubang ledak. Panjang subdrilling diperoleh dengan menentukan harga subdrilling ratio (Kj) yang besarnya tidak lebih kecil dari 0,20. Untuk batuan massive biasanya dipakai Kj sebesar 0,3.

Hubungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut :

J = Kj . B ………(2.9)

Keterangan :

J = Subdilling (m)

Kj = Subdilling ratio (0,2 – 0,4) B = Burden (m)

5) Kedalaman lubang ledak (H)

Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari panjang stemming dengan panjang kolom isian (PC) bahan peledak.

Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Menurut R.L. Ash, kedalaman lubang ledak berdasarkan pada hole depth ratio (Kh) yang harganya berkisar antara 1,5 – 4,0.

Hubungan kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai berikut :

H = Kh . B ...(2.10)

Keterangan :

H = Kedalaman lubang ledak (m) Kh = Hole dept ratio (1,5 – 4) B = Burden (m)

6) Panjang Kolom Isian (PC)

(32)

19 Persamaan :

PC = H – T ... (2.11)

Keterangan :

PC = Panjang kolom isian (m) H = Kedalaman lubang ledak (m) T = Stemming (m)

2.2.2.5. Geometri peledakan menurut teori C.J.Konya.

Perhitungan geometri peledakan menurut Konya (1990) tidak hanya mempertimbangkan faktor bahan peledak, sifat batuan dan diameter lubang ledak tetapi juga memperhatikan faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan, keadaan struktur geologi serta koreksi terhadap jumlah lubang ledak yang diledakkan. Faktor terpenting untuk dikoreksi menurut Konya (1990) adalah masalah penentuan besarnya nilai burden (B).

a. Burden (B)

Pemilihan nilai burden yang tepat merupakan keputusan yang terpenting dalam rancangan peledakan. Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas terdekat dan merupakan arah pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.

(33)

20

terhadap posisi lapisan batuan dan Ks yaitu koreksi terhadap struktur geologi batuan dilihat pada tabel (Tabel 2.1).

Tabel 2.1

Koreksi posisi lapisan batuan dan struktur geologi 5)

Number Of row Kr

One or two row of holes 1,00

Third and subsequent rows or buffer blast 0,9

Rock Deposition Kd

Bedding steeply dipping into cut 1,18

Bedding steeply dipping into face 0,95

Other cases of deposition 1,00

Geologic Structure Ks

Heavily cracked, frequent weak joint, weakly cemented layers 1,30

Thin well-cemented layers with tight joints 1,10

Massive intact rock 0,95

Dalam penentuan panjang burden berdasarkan rumusan Konya sebagai berikut :

Sedangkan perhitungan koreksi burden digunakan rumusan dibawah ini :

(34)

21 dengan :

B1 = Burden awal (m)

B2 = Burden terkoreksi (m)

Kd = Faktor koreksi berdasarkan struktur geologi batuan Ks = Faktor koreksi berdasarkan orientasi perlapisan

Kr = Faktor koreksi berdasarkan jumlah baris peledakan, yaitu Kr = 1 jika terdapat satu atau 2 baris dan Kr = 0,9 jika terdapat 3 baris atau lebih.

b. Spasi (S)

Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan menyebabkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan bila spasi terlalu besar akan menyebabkan banyak bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan dan menimbulkan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah diledakkan, hal ini disebabkan karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya.

Penerapan jarak spasi harus mempertimbangkan perbandingannya dengan burden agar didapat pencakupan energi peledakan yang cukup untuk mendapatkan hasil fragmentasi yang kita inginkan. Perbandingan jarak spasi dengan burden (S/B) pada pola peledakan dan penyebaran energinya dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Untuk memperoleh jarak spasi maka digunakan rumusan sebagai berikut :

1). Serentak tiap baris lubang ledak

a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

H < 4B, S = ( H + 2B) / 3………...(2.14) b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)

H = 4B, S = 2B………...(2.15) 2). Beruntun dalam tiap baris lubang ledak

a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)

(35)

22

b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)

H = 4B, S = 1,4B ………...(2.17)

Gambar 2.6

Pengaruh Perbandingan Spasi/burden Terhadap Fragmentasi 2)

c. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak, yang letaknya di atas kolom isian bahan peledak.

Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan terbang (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan. Untuk penentuan tinggi stemming digunakan rumusan seperti yang tertera berikut ini :

(36)

23 dengan :

T = Stemming (m) B = Burden (m)

Ada dua hal yang berhubungan dengan stemming yaitu : a. Panjang Stemming

Secara teoritis, stemming berfungsi sebagai penahan agar energi ledakan terkurung dengan baik sehingga dapat menekan dengan kekuatan yang maksimal.

Apabila peledakan menerapkan stemming yang terlalu pendek, maka akan mengakibatkan pecahnya energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas sebelah atas sehingga menimbulkan batuan terbang dan energi yang menekan batuan tidak maksimal, serta fragmentasi batuan hasil peledakan secara keseluruhan kurang baik. Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan yang melewati batas jenjang (overbreak).

Sedangkan stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada bagian batas stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energi ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak.

b. Jenis dan ukuran material stemming.

(37)

24

memiliki karakteristik susunan butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming adalah :

Sz = 0,05 x De ...(2.19) dengan :

De = Diameter lubang ledak (mm) Sz = Ukuran material stemming (mm)

d. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah lantai jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar sebatas lantai jenjangnya.

Jika panjang subdrilling terlalu kecil maka batuan pada batas lantai jenjang (toe) tidak lengkap terbongkar sehingga akan menyisakan tonjolan pada lantai jenjangnya, sebaliknya bila panjang subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan getaran tanah dan secara langsung akan menambah biaya pemboran dan peledakan.

Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh lantai jenjang yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :

J = 0,3 x B………..……...(2.20) dengan :

J = Subdrilling (m) B = Burden (m)

e. Kedalaman Lubang Ledak (H)

Dalam penentuan kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik Pada prinsipnya kedalaman lubang ledak merupakan jumlah total antara tinggi jenjang dengan besarnya subdrilling, yang dapat ditulis sebagai berikut:

(38)

25 dengan:

H = Kedalaman lubang ledak (m) L = Tinggi jenjang (m)

J = Subdrilling (m)

f. Panjang Kolom Isian (PC)

Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang akan diisi bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang ledak dikurangi panjang stemming yang digunakan.

PC = H – T ………...(2.22) dengan :

PC = Panjang kolom isian (meter) H = Kedalaman lubang ledak (meter) T = Stemming (meter)

g. Tinggi Jenjang (L)

Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang dan getaran tanah. Hal ini dipengaruhi oleh jarak burden. Berdasarkan perbandingan tinggi jenjang dan jarak burden yang diterapkan (stiffness ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan tersebut (Tabel 2.2).

Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan stiffness ratio digunakan rumus sebagai berikut :

L = 5 x De ...(2.23) dengan :

L = Tinggi jenjang minimum (ft) De = Diameter lubang ledak (inchi)

(39)

26

bidang perlapisan batuan karena energi ledakan akan menekan batuan secara maksimal.

Tabel 2.2

Potensi yang terjadi akibat variasi stiffnes ratio (L/B) 5)

2.2.2.6. Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya ataupun antar lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Berdasarkan arah runtuhan batuan (gambar 2.8), pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk kotak.

b. “ V “ Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan. c. Corner Cut, yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya kesalah

satu sudut dari bidang bebasnya.

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :

Banyak muncul back-break di bagian toe. Jangan dilakukan dan rancang ulang

2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang ulang

3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan fragmentasi baik

(40)

27

a. Pola peledakkan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi secara serentak untuk semua lubang ledak.

b. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Gambar 2.7

Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan 10)

2.2.2.7. Waktu Tunda

Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang depan dengan baris dibelakangnya atau antar lubang ledak dengan menggunakan delay detonator.

Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh peledakan secara beruntun.

Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda ialah :

• Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik

• Mengurangi timbulnya getaran tanah, flyrock dan airblast.

• Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya.

• Arah lemparan dapat diatur.

(41)

28

Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi jumlah batuan yang meledak dalam waktu yang bersamaan, dan memberikan tenggang waktu pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara sempurna serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris lubang ledak berikutnya.

1. Waktu tunda antar lubang ledak

Untuk menghitung besarnya waktu tunda dalam lubang ledak yang berada dalam satu baris, dapat digunakan persamaan berikut sesuai dengan Tabel 2.3.

tH = TH x S ……….(2.24)

Dimana :

tH = Waktu tunda antar lubang ledak (ms)

TH = Konstanta waktu tunda

S = Spasi(m)

Tabel 2.3

Waktu Tunda Antar Lubang Ledak 5)

Rock Type TH Contant (ms/m)

Sand, Loams, Marl, Coal

Some Limestones, Rock Salt, Shales

Compact Limestone and Marbels, Granites and Basalts, Quartzite rocks, Gneisses Gabroe

Diabase, Diabase Porphyrites, Compact Gneisses and Micachist, Magnetites

6,5

5,5

4,5

(42)

29 2. Waktu tunda antar baris

Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun antar baris lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu tunda adalah sebagai berikut :

tr = TR x B ………..……. (2.25)

Dimana :

tr = waktu tunda (ms)

TR = konstanta waktu antar baris.

B = Burden (m)

Konstanta waktu tunda didasarkan pada hasil peledakan yang diinginkan. Nilai konstanta waktu tunda dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4

Time Delay Between Row 5) TR Constant ( ms / m

)

Result

6,5 Violet, excessive air blast, backbreak,etc.

8,0 High pile close to face, moderate air blast, backbreak

11,5 Average pile height, average air blast and backbreak

16,5 Scattered pile with minimum backbreak

2.2.2.8. Sifat Bahan Peledak

(43)

30

dengan kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang sangat tinggi.

Sifat – sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan antara lain meliputi :

1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang dapat dilakukan oleh bahan peledak tersebut.

Kekuatan dinyatakan dalam persen (%) dengan Straigth Nitroglycerin Dynamite sebagai bahan peledak standard yang mempunyai bobot isi (spesific gravity) sebesar 1,2 dan kecepatan detonasi (VOD) 12.000 fps. Pada umumnya semakin besar bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak maka kekuatannya juga semakin besar.

2. Kecepatan Detonasi (Velocity of Detonation = VOD)

Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui sepanjang kolom isian bahan peledak, yang dinyatakan dalam meter/detik. Kecepatan detonasi suatu bahan peledak tergantung pada beberapa faktor, yaitu bobot isi bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya dan bahan – bahan yang terkandung dalam bahan peledak.

Untuk peledakan pada batuan keras digunakan bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan lunak digunakan handak dengan kecepatan detonasi rendah. Kecepatan detonasi bahan peledak komersial adalah antara 1.500 – 8000 m/s.

3. Kepekaan (Sensitivity)

(44)

31

sepanjang isian dan menghindari penyebaran tenaga reaksi. Bahan peledak yang sensitif belum tentu bagus, namun bahan peledak yang mudah penyebaran reaksinya dan tidak peka adalah lebih menguntungkan dan lebih aman.

4. Bobot Isi Bahan Peledak

Bobot isi bahan peledak adalah perbandingan antara berat dan volume bahan peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, yaitu:

a). Berat jenis (SG), tanpa satuan.

b). Stick count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.

c). Loading density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang isian yang dinyatakan dalam kg/m.

Pada umumnya bahan peledak yang mempunyai bobot isi tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.

5. Tekanan Detonasi

Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan golombang ledakan dalam kolom isian bahan peledak, dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan akibat ledakan di sekitar dinding lubang ledak intensitasnya tergantung pada jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD), derajat pengurungan, jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.

Tekanan akibat ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian tersebar ke segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh :

• Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)

• Tingkat/derajat pengurungan.

• Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.

6. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)

(45)

32

Sifat ini sangat penting dalam kaitannya dengan kondisi kerja, sebab untuk sebagian besar jenis bahan peledak, adanya air dalam lubang ledak mengakibatkan ketidakseimbangan kimia dan memperlambat reaksi pemanasan. Disamping itu, air dapat melarutkan sebagian kandungan bahan peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.

7. Sifat Gas Beracun

Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas, yaitu smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya mengandung uap air (H2O) dan asap berwarna putih (CO2). Sedangkan fumes bewarna

kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yang terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (NOx). Fumes terjadi karena tidak

terjadi kesimbangan oksigen dalam pembakaran, hal ini dikarenakan bahan peledak tersebut dalam keadaan rusak. Terlepas dari macam bahan peledak yang digunakan, terjadinya fumes dapat ditekan sekecil mungkin dengan cara penyimpanan bahan peledak secara benar, pengangkutan yang baik sesuai dengan prosedur dan penyalaan yang sempurna pada waktu menggunakannya.

2.2.2.9. Pengisian bahan Peledak

Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap hasil peledakan, terutama dengan tingkat fragmentasi yang dihasilkan. Hal yang berpengaruh dalam pengisian bahan peledak dalam lubang ledak yaitu :

i. Konsentrasi Isian (loading density)

Konsentrasi isian merupakan jumlah isian bahan peledak yang digunakan dalam kolom isian (PC) lubang ledak. Untuk menghitung lubang ledak maka harus ditentukan dulu jumlah isian bahan peledak tiap meter panjang kolom isian (loading density). Untuk menghitung loading density dapat digunakan rumusan sebagai berikut :

(46)

33

Dimana :

de = loading density (kg/m) De = diameter lubang ledak (inchi)

SG = specific gravity bahan peledak yang digunakan

Sehingga jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang ledak dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = de x PC ………....…………... (2.27) Dimana :

E = jumlah bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

De = loading density dari bahan peledak yang digunakan (kg/m) PC = panjang kolom isian (m)

ii. Powder Factor (Pf)

Powder factor atau specific charge merupakan perbandingan antara jumlah bahan peledak yang digunakan terhadap jumlah batuan yang diledakkan.

Pf = E / V ……….. (2.28)

Dimana :

Pf = powder factor (kg / ton)

V = berat batuan yang diledakkan (m3) E = berat bahan peledak yang digunakan (kg)

Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, struktur geologi, dan karakteristik massa batuan itu sendiri. Pada tabel 2.5 dapat diketahui hubungan antar densitas batuan dengan nilai powder factor, dan pada tabel 2.6 diketahui hubungan powder factor dengan beberapa jenis batuan.

(47)

34 2.3. Hasil Peledakan

2.3.1. Target Produksi

Target produksi merupakan jumlah batuan yang diledakkan yang dihitung dari luas area dan kedalaman lubang ledaknya. Persamaan umum yang digunakan untuk menentukan target produksi peledakan adalah :

V = B x S x L ... (2.29)

dengan :

V = Berat batuan yang diledakkan, m3 B = Burden, m

L = Tinggi jenjang, m S = Spacing, m

• Perhitungan produksi peledakan / bulan :

(

)

sasaranproduksi

• Perhitungan produksi pembongkaran / peledakan :

bulan

• Perhitungan panjang jenjang :

(48)

35 L = tinggi jenjang, meter

dr = densitas batu granit 2,62 ton / m3

• Penentuan jumlah lubang tembak :

N = S P

r ... (2.33)

Di mana :

P = panjang jenjang,meter N = jumlah lubang tembak r = jumlah baris

2.3.2. Tingkat Fragmentasi Batuan

Tingkat fragmentasi batuan merupakan tingkat pecahan material dalam ukuran tertentu sebagai hasil dari proses peledakan. Untuk memperkirakan distribusi fragmentasi batuan hasil peledakan secara teori dapat digunakan persamaan

Kuznetsov (1973), sebagai berikut :

X = A x 

    

Q V 0,8

x

Q0,17 x ( E / 115 ) -0,63 ………... (2.34)

Dimana :

X = rata – rata ukuran fragmentasi (cm) A = faktor batuan (Rock Factor)

V = volume batuan yang terbongkar (m3)

Q = jumlah bahan peledak ANFO (kg) pada setiap lubang ledak E = Relative Weight Strenght bahan peledak, untuk ANFO = 100

(49)

36

Nilai Blastability Index (BI) dan faktor batuan (RF) dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Nilai Blastibility Index (BI) 4) :

BI = 0,5 x ( RMD + JPS + JPO + SGI + H ) …………... (2.35)

Nilai Rock Faktor (RF) :

RF = 0,12 x BI ………... (2.36)

Untuk menentukan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan Roslin – Ramler , yaitu :

Rx = prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)

X = ukuran ayakan (cm) n = indeks keseragaman

Besarnya n didapatkan dengan persamaan berikut :

n =  − 

De = diameter bahan peledak (mm)

W = standard deviasi dari keakuratan pemboran (m) A = ratio perbandingan spasi dengan burden

(50)

37 Tabel 2.5

Pembobotan massa batuan untuk peledakan 4)

PARAMETER PEMBOBOTAN

1. Rock mass description (RMD)

1.1. Powdery/friable 10

1.2. Blocky 20

1.3. Totally massive 50

2. Joint plane spacing (JPS)

2.1. Close (spasi < 0,1 m) 10

2.2. Intermediate (spasi 0,1 – 1 m) 20

2.3. Wide (spasi > 1 m) 50

3. Joint plane orientation (JPO)

3.1. Horizontal 10

3.2. Dip out of face 20

3.3. Strike normal to face 30

3.4. Dip into face 40

4. Specific grafity influence ( SGI ) SGI = 25 x SG – 50

5. Hardness ( H ) 1 – 10

Nilai “n” mengindikasikan tingkat keseragaman distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan. Nilai “n” umumnya antara 0,8 sampai 2,2 dimana semakin besar nilai “n” maka ukuran fragmentasi semakin seragam sedangkan jika nilai “n” rendah mengindikasikan ukuran fragmentasi kurang seragam.

2.3.3. Efek Peledakan

Efek peledakan yang dimaksud adalah pengaruh adanya peledakan terhadap lingkungan sekitarnya yang berkaitan dengan keamanan. Efek peledakan yang ditimbulkan adalah getaran tanah, batu terbang dan suara ledakan.

2.3.3.1. Getaran Tanah

(51)

38

setelah tidak ada tegangan yang bekerja. Kegiatan peledakan akan menghasilkan gelombang seismik yaitu gelombang yang menggambarkan penjalaran energi melalui bumi yang padat (medium). Gelombang ini dapat dirasakan dalam bentuk getaran (vibrasi).

Dua faktor prinsip yang mempengaruhi tingkat getaran hasil ledakan suatu muatan bahan peledak yaitu ukuran (jumlah) muatan dan jarak. Apabila muatan ditambah maka tingkat getaran akan bertambah, tetapi hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sederhana, misalnya muatan dua kali lipat jumlahnya tidak menghasilkan getaran yang dua kali lipat. Begitu juga dengan pengaruh jarak terhadap tingkat getaran, apabila jarak dari tempat peledakan bertambah maka getaran akibat peledakan semakin kecil.

Untuk mengetahui besarnya ground vibration yang timbul akibat kegiatan peledakan, dapat menggunakan teori yang dikemukakan oleh George Berta (1990). Teori ini mempertimbangkan beberapa faktor antara lain : faktor impedansi, faktor coupling, faktor perubahan, jumlah bahan peledak yang digunakan, energi perunit massa bahan peledak, jarak, bobot isi batuan, kecepatan seismik dan tipe kelompok batuan. Dari beberapa faktor tersebut kemudian dibuat rumusan perhitungan yaitu sebagai berikut :

Ic = Impedansi bahan peledak Ir = Impedansi batuan

(52)

39 2) Faktor coupling (η2) :

Faktor coupling dalam hal ini merupakan fungsi dari “coupling ratio” atau perbandingan antara diameter lubang ledak dengan isian bahan peledak (φf/φc) dimana besaran coupling ratio ini akan menurunkan tekanan gas hasil peledakan yang dengan sendirinya akan memperkecil energi yang diteruskan pada batuan. Faktor coupling dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut :

(

1

)

1

2 =

e eφf φe

η ... (2.41)

dengan :

2

η

= Faktor coupling

φf = Diameter lubang ledak

φc = Diameter isian bahan peledak e = 2,72

dari persamaan diatas, maka secara otomatis η2 akan mendekati harga 1 jika

φc mendekati harga φf dan η2 akan turun dengan besarnya coupling ratio. Pemanfaatan fenomena tekanan dinamik sebagai fungsi dari coupling ratio dalam teknologi peledakan dikenal dengan istilah “decoupling” yaitu dengan meningkatkan copling ratio, atau dengan kata lain menggunakan cartridge dengan diameter yang lebih kecil dari diameter lubang ledak.

3) Faktor breake (η3) :

Faktor breake ini menyatakan besarnya perubahan energi dari bahan peledak yang diubah menjadi getaran, yang diperkirakan sekitar 40%. Jadi besarnya faktor perubahan (η3) adalah 0,40 jika peledakan dilakukan terbuka (berhubungan dengan udara luar) dan jika didalam tanah η3 < 0,40.

4) Kelompok batuan

(53)

40 Tabel 2.6

Data karakteristik bahan peledak 10)

Bobot isi (kg/m3)

Impedansi 106(kg.m-2s-1)

Energi per unit massa (MJ/kg)

Tipe kelompok batuan 10)

Type of Ground Kf

Water logged sands and gravels 0,11 – 0,13 Compacted aluviums 0,06 – 0,09 Hard and compact rock 0,01 – 0,03

(54)

41 dengan :

V = Getaran tanah (m/s)

Q = Jumlah bahan peledak yang digunakan per delay(kg) R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju (m)

ε = Energi perunit massa (j/kg)

ρr = Bobot isi batuan (g/cm3)

C = Kecepatan gelombang seismik (m/s)

Dari tipe kelompok batuan diatas dapat ditentukan besarnya frekwensi getaran yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan. Frekwensi disini adalah untuk menetukan besarnya perambatan gelombang pada batuan, yaitu dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

F = (Kf log R)-1 ... (2.43) dengan :

F = Frekuensi (Hz)

Kf = Tipe kelompok batuan

R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju, (m)

3.3.3.2 Batu Terbang

Batu terbang (flyrock) yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat terjadi peledakan. Fly rock dapat terjadi oleh beberapa sebab, yaitu :

a. Burden dan spasi yang tidak cukup b. Jumlah isian terlalu banyak

c. Pengaruh struktur geologi, seperti kekar, retakan dan sebagainya d. Penempatan lubang bor yang tidak tepat

e. Stemming yang tidak cukup, baik itu panjang maupun ukuran material stemming.

f. Kesalahan pola penyalaan dan waktu tunda g. Lantai jenjang yang kotor

(55)

42

Gambar 2.9 memperlihatkan hubungan antara jarak maksimum lemparan batuan dengan specific charge (q) yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Lmax = 143 D (q – 0,2) ... (2.44) dengan :

Lmax = Jarak lemparan maksimum (m) D = Diameter lubang ledak (inchi) q = Specific charge (kg/m3)

Gambar 2.8

Hubungan Jarak Maksimum Lemparan Batuan dengan Specific Charge 10)

2.3.3.2.Ledakan udara

(56)

43 Gambar 2.9

Efek Air Blast Terhadap Manusia dan Struktur Bangunan 4)

Airblast diukur dengan satuan dB (decibels) atau psi (pounds per squareinch). Persamaannya :

dB = 20 log (P/Po)... ... (2.45) P = 3,3 (R / Q1/3)-1/2 ... (2.46) dengan :

dB = Level suara (KPa) P = Overpressure (KPa)

Po = Overpressure paling lemah yang dapat terdengar (2.10-8 Kpa) R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju (m)

(57)

44

Lubang ledak terisi

Tidak

Ya

Gambar 2.10

Logika Diagram alir Perancangan Peledakan 2) Objek Design Tujuan

• Fragmentasi€Batuan€€€€€€€€€€€Maksimal€ • Getaran€Tanah€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€Minimal€ • Air€Blast€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€Minimal€

• Flying€Rock€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€Minimal€

Parameter Lokasi

• Geologi€€€€€€€€€€€€

• Sifat€dan€Kekuatan€Batuan€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€ • Stuktur€Diskontinuitas€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€ • Kondisi€Cuaca€

• €Air€Tanah€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€

Parameter Design

• Diameter€lubang€ledak€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€ • Kedalaman€lubang€ledak€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€ • Kedalaman€Subdrilling€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€€ • Kemiringan€lubang€ledak€

• €Tinggi€Stemming€ • Tinggi€jenjang€€€€€€ • Pola€Peledakan€

• Perbandingan€Burden€dan€Spasi€€ €

• Dimensi€dan€Konfigurasi€Peledakan€€€€€€ • Arah€peledakan€

• Sistim penyalaan

• Urutan penyalaan

• Bidang bebas

• Tipe bahan peledak

• Energi bahan peledak

• Metode pemuatan Air tanah

Proses Peledakan

Tujuan Tercapai

(58)

45 2.4. Microsoft Visual Basic versi 6.0

2.4.1. Pengertian Microsoft Visual Basic versi 6.0

Microsoft Visual Basic versi 6.0 merupakan bahasa pemrograman yang berbasis Microsoft Windows, sebagai bahasa pemrogramaan yang mutakhir, Microsoft Visual Basic versi 6.0 dirancang untuk dapat memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam Microsoft Windows. Microsoft Visual Basic versi 6.0 juga merupakan bahasa pemrograman Object Oriented Programing (OOP), yaitu pemrograman yang berorientasi pada objek.

Visual Basic adalah salah satu development tool untuk membangun aplikasi dalam lingkungan windows. Dalam pengembangan aplikasi, Visual Basic menggunakan pendekatan visual untuk merancang user intervace dalam bentuk form, sedangkan untuk kodenya menggunakan bahasa basic yang cenderung mudah dipelajari. Visual Basic telah menjadi tool bagi para pemula maupun para developer. Dalam lingkungan Window’s User-intervace sangat memegang peranan penting, karena dalam pemakaian aplikasi yang kita buat, pemakai senantiasa berinteraksi dengan User-interface tanpa menyadari bahwa di belakangnya berjalan intruksi-instruksi program yang mendukung tampilan dan proses yang dilakukan. Pada pemrograman Visual, pengembangan aplikasi dimulai dengan pembentukan user intervace, kemudian mengatur properti dari objek yang digunakan dalam user interface, dan baru dilakukan penulisan kode program untuk menangani kejadian-kejadian (event). Tahap pengembangan aplikasi demikian dikenal dengan istilah pengembangan aplikasi dengan pendekatan Bottom Up.

2.4.2. Struktur Aplikasi Microsoft Visual Basic versi 6.0

Struktur aplikasi yang terdapat pada Microsoft Visual Basic versi 6.0 adalah sebagai berikut :

a. Form

Merupakan window atau jendela di mana akan dibuat User-interface atau tampilan.(Gambar 2.12)

b. Toolbox

(59)

46

Project Window

Menu Bar Main Tool Bar Form Desainer Code Window Properties window

Tool Box Immediate Window Watches Window Form Layout Window

Gambar 2.11

Lingkungan Kerja Microsoft Visual Basic versi 6.0 13)

Adapun secara garis besar fungsi dari masing-masing kontrol tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pointer bukan merupakan suatu control, icon ini digunakan ketika anda ingin memilih kontrol yang sudah berada pada form.

2) PictureBox adalah kontrol yang digunakan untuk menampilkan gambar (image) dengan format BMP, DIB(bitmap), CUR(cursor), WMF(metafile), EMF(enhanced metafile), GIF, dan JPG.

3) Label adalah kontrol yang digunakan untuk menampilakan text yang tidak dapat diperbaiki oleh pemakai

Gambar

Gambar 2.1 Proses Pecahnya Batuan Akibat Peledakan 4)
Tabel 2.3
Tabel 2.5
Tabel 2.7
+7

Referensi

Dokumen terkait