• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilu 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pemilu 1955 Pesta Demokrasi Pertama Indo"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILU TAHUN 1955 : PESTA DEMOKRASI PERTAMA INDONESIA Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Politik Pemilihan Tingkat

Nasional dan Daerah (PPTND)

Dosen Pengampu : Andhyka Muttaqin, SAP, MPA

Oleh:

Dian Purnama Sari 105030100111123 Putri Permata Taqwa 105030100111127 Nurul Afifah 105030100111127

Kelas : I

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan ...2

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ...3

2.1. Konsep Sistem Pemilu...3

2.2. Konsep Sistem Politik ...5

BAB 3 METODE PENULISAN...7

3.1. Jenis Penulisan ...7

3.2. Objek Penulisan ...7

3.3. Teknik Pengambilan Data ...7

3.4. Prosedur Penulisan ...7

3.5. Kerangka Berpikir ...8

BAB 4 PEMBAHASAN ...9

4.1. Proses dan Sistem Politik Pada Tahun 1955 ...9

4.2. Analisis Kelompok : ...21

BAB 5 PENUTUP...24

5.1. Kesimpulan ...24

5.2. Rekomendasi ...25

(3)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perjalanan sejarah partai-partai di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama jika dibandingkan sejarah bangsa Indonesia. Partai-partai di Indonesia mulai berdiri hampir bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia, yaitu mulai muncul sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang mengimbau agar bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka menyongsong pemilihan umum (baik untuk parlemen/KNIP maupun Badan Konstituante) yang direncanakan akan segera dilaksanakan.

Sejarah mencatat bahwa rencana tersebut baru dapat terlaksana tujuh tahun kemudian, tahun 1955. Itu ketika bangsa Indonesia pertama kali melaksanakan pemilihan umum anggota DPR yang menghasilkan adanya 27 partai yang memperoleh kursi di parlemen dari 36 partai yang mengikuti pemilihan umum.

Sejarah partai politik Indonesia mencatat bahwa inilah satu-satunya Pemilu (yang dapat dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde Lama) yang dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik masa Orde Lama. Sampai dengan berakhirnya Orde Lama pada pertengahan dekade 1960-an, tidak ada lagi pemilihan umum yang dapat dipergunakan untuk mengukur distribusi kekuatan antarpartai secara nasional.

(4)

2 Berdasarkan paparan di atas, maka kelompok kami memberi judul Pemilu 1955: Pesta Demokrasi Pertama di Indonesia” untuk makalah kami. Dalam makalah ini kami akan menganalisis proses Pemilu yang terjadi pada tahun 1955, mulai dari sistem kepartaian dan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Pemilu tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955?

1.3. Tujuan

(5)

3 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep Sistem Pemilu

a. Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

Menurut UU no 08 tahun 2008 pasal 1 Pemilu adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(6)

4 Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Sistem Pemilu

Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu sebagai berikut:

 Sistem Distrik

Sistem ini diselenggerakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah barang tentu banyak jumlah suara yang akan terbuang di satu pihak tetapi malahan menguntungkan pihak yang renggang penduduknya.

Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih akrab dengan wakilnya (personan stetsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single member constituency).

 Sistem Proposional

(7)

5 2.2. Konsep Sistem Politik

Menurut Pamudji, sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membrntuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh.

Sistem adalah kesatuan yang utuh dari suatu rangkaian , yang kait-mengkait satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem, menjadi induk dari rangkaian selanjutnya.

Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, kelakuan pejabat, legalitas keabsahan, dan akhirnya kekuasaan. Politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuasaan, kekuatan, kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian kekuatan masa rakyat.

Menurut Robert Dahl sistem politik mencakup dua hal yaitu: pola yang tetap dari hubungan manusia, kemudian melibatkan sesuatu yang luas tentang kekuasaan, aturan dan kewenangan.

Pada dasarnya konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, di mana suatu sistem bersifat abstark pula. Dalam konsteks ini sistem terdiri dari beberapa variabel. Di samping itu konsep sistem politik dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkrit, misalnya negara, atau kesatuan yang lebih kecil, seperti kota, atau suku-bangsa, atau pun kesatuan yang lebih besar seperti bidang internasional, di mana sistem politik terdiri dari beberapa negara.

(8)

6 tujuan-tujuan masyarakat dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh keputusan-keputusan kebijkasanaan.

Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik (political culture) yang mencerminkan faktor subyektif. Dalam sistem politik terdapat 4 variabel:

1. Kekuasaan : Sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain membagi sumber-sumber di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Kepentingan : Tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik.

3. Kebijaksanaan : Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan. 4. Budaya Politik : Orientasi subyektif dari individu terhadap

(9)

7 BAB 3

METODE PENULISAN

3.1. Jenis Penulisan

Tulisan dalam makalah ini bersifat kajian pustaka atau library research. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.

3.2. Objek Penulisan

Objek penulisan dari makalah ini adalah sistem pemilihan umum pada masa Orde Lama tahun 1955 beserta bagaimana saja prosesnya, mulai dari kampanye hingga hasil Pemilu.

3.3. Teknik Pengambilan Data

Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan tentang peristiwa Pemilihan Umum pada tahun 1955. Informasi yang dikumpulkan meliputi sistem Pemilu yang diterapkan, proses kampanye dan Pemilu, hasil dari Pemilu itu sendiri beserta peristiwa-peristiwa yang terkait dengan Pemilu tahun 1955. Adapun informasi ini diperoleh dari berbagai literatur, mulai dari majalah. jurnal ilmiah, internet maupun buku yang relevan dengan objek yang akan dikaji.

3.4. Prosedur Penulisan

(10)

8 1) Sistem Pemilu yang digunakan pada Pemilu tahun 1955

2) Partai politik yang ikut meramaikan pesta Pemilu tahun 1955 3) Proses Pemilu yang menggambarkan jalannya Pemilu tahun 1955 4) Hasil Pemilu tahun 1955

3.5. Kerangka Berpikir

Tulisan ini memiliki kerangka berpikir dalan proses penulisannya. Kerangka atau alur berpikir digunakan untuk mempermudah proses penulisan. Adapun kerangka berpikir dalam tulisan ini akan dijelaskan pada skema di bawah ini.

LATAR BELAKANG

 Partai-partai di Indonesia mulai muncul sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden 3 November 1945 yang mengimbau agar bangsa Indonesia mendirikan partai-partai dalam rangka menyongsong pemilihan umum

 Pemilu 1955 diwarnai konflik antar aliran politik karena adanya perbedaan ideologis-kultural.

 Pemilu tahun 1955 juga diwarnai dengan jatuh bangunnya kabinet Demokrasi Parlementer.

 Pemilu tahun 1955 satu-satunya pemilu (yang dapat dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun masa Orde Lama) yang dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan partai-partai politik.

RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana proses dan sistem pemilihan umum pada tahun 1955?

STUDI LITERATUR  Tinjauan tentang sistem Pemilu tahun 1955

 Tinjauan tentang proses dan hasil Pemilu tahun 1955

(11)

9 BAB 4

PEMBAHASAN

4.1. Proses dan Sistem Politik Pada Tahun 1955

A. Sistem Pemilu

pemilu 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante berada di

bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1 Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal 60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950 yang kemudian diderivasi dalam UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum. Pemilu tersebut berada dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet parlementer dengan sistem multipartai. Sebenarnya gagasan untuk menyelenggarakan Pemilu sudah muncul 3 bulan setelah Proklamasi 1945 lewat Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 3 November 1945, namun tidak terlaksana karena berbagai faktor dan kemudian juga lahir UU Nomor 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang kemudian diuabah dengan UU Nomor 12 Tahun 1949 yang merupakan sistem Pemilu bertingkat, jadi Pemilu tidak langsung. Berikut merupakan isi Maklumat Wakil Presiden Nomor X :

1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat.

(12)

10 2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat. Pemilihan ini diharapkan dapat dilakukan pada bulan Januari 1946. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi / perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dalam sistem Pemilu proporsional satu wilayah besar memilih beberapa wakil. Dan dalam sistem ini satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah tersebut jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para calon atau kontestan, secara nassional tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Sedangkan maksud sistem daftar disini adalah dimana partai-partai peserta Pemilu menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.

B. Partai Politik

(13)

11 Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial, maka kehidupan kepartaian pada masa Hindia Belanda ini dicirikan dengan mereka mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (kooperasi) dan yang menolak mamasuki institusi kolonial (non kooperasi).

Seirama dengan ekslarasi perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat pendekatan partai radikal dengan konservatif atau antara kaum kooperator dengan non kooperator baik dalam ikatan atas dasar kebangsaan seperti yang terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi keagamaan seperti terlihat pada majelis Islam Ala Indonesia (MIAI).

Pada masa pendudukan militer Jepang, kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang diperkenankan terus berdiri edngan cara menyesuaikan AD/ART nya dengan keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata MIAI juga tidak dapat bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAI dicurigai Jepang. MIAI lalu dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepang menggantikannya dengan Masyumi (1943).

Pada awal proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia yang sama sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini diprakarsai Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung Hatta. Hal itu barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian di negara komunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator.

Dalam kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud antara lain karena KNIP mampu mengorganisir massa untuk membela eksistensi proklamasi.

(14)

12 sebagian partai-partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan dan KNIP. Keadaan yang sama juga terjadi pada negara/daerah bagian yang diciptakan Van Mook melalui Konferensi Malino dan Pangkalpinang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai ini. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik. Partai-partai tersebut adalah:

a. Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiri tahun 1947 dan NU tahun 1952).

b. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). c. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). d. Partai Kristen Indonesia (PARKINDO). e. Partai Katolik

f. Partai Nasional Indonesia (PNI) g. Persatuan Indonesia Raya (PIR) h. Partai Indonesia Raya (PARINDRA) i. Partai Rakyat Indonesia (PRI)

j. Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG) k. Partai Rakyat Nasional (PRN)

l. Partai Wanita Rakyat (PWR)

m. Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI) n. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) o. Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) p. Ikatan Nasional Indonesia (INI) q. Partai Rakyat Djelata (PRD) r. Partai Tani Indonesia (PTI)

s. Wanita Demokrasi Indonesia (WDI) t. Partai Komunis Indonesia (PKI) u. Partai Sosialis Indonesia (PSI) v. Partai Murba

(15)

13 x. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI)

y. Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI) z. Partai Indo Nasional (PIN)

Kehidupan kepartaian diusahakan menjadi modern, kesadaran berpolitik meningkat. Masyarakat mulai melihat bahwa melalui partai memungkinkan mereka dapat mengikuti arus mobilisasi sosial, baik vertikal maupun horizontal. Melalui partai seseorang seringkali mengharapkan perlindungan, bahkan mungkin juga melalui partai seseorang mungkin bisa meningkatkan kesejahteraan pribadinya dengan cara memanfaatkan hubungan teman separtai.

Kehidupan kepartaian juga memasuki dunia pegawai negeri, tidak terkecuali mereka yang kebetulan sedang menjadi pejabat tinggi, hakim, dan sebagainya, sebagian besar memutuskan memasuki salah satu partai politik. Dengan begitu klik sesama teman separtai kemudian terbentuk pada bagian-bagian tertentu di instansi pemerintah. Pengecualian dari situasi ini adalah kalangan tentara dan kepolisian negara yang sejak semula memang tidak diperkenankan menjadi anggota partai. Dengan pengertian lain jika mereka ingin menjadi anggota partai, dengan sendirinya harus membuka pakaian seragamnya dan menjadi orang sipil. Walaupun begitu ternyata militer dan polisi tidak luput dari penetralisasi ideologi kepartaian, yang tergambar dalam sikap mereka yang secara samar-samar seringkali menyokong kebijaksanaan partai tertentu.

Orang-orang terkemuka seringkali tidak secara formal menyatakan dirinya menjadi anggota satu partai. Baik sejumlah anggota parlemen maupun beberapa pejabat senior pemerintahan seringkali memunculkan kesan bahwa mereka seorang non partai.

(16)

14 anggotanya sebanyak 1.466.783 orang dengan 228 ncabang di seluruh Indonesia pada tahun 1950. Sementara Masyumi menyebutkan anggotanya sebanyak 10.000.000 orang dengan 237 cabang. Partai Kristen Parkindo menyatakan mempunyai anggota sebanyak 320.000 orang. Sementara Partai Rakyat Nasional menyebutkan anggotanya sebanyak dua juta orang,

Perhatian partai-partai terhadap persoalan-persoalan politik sangat terasa di Jakarta dibanding dengan daerah-daerah lainnya. Bilamana mereka bergerak diluar ibukota, biasanya kegiatan lebih banyak terarah kepada wilayah-wilayah yang memiliki potensi yang mendukung kebijaksanaan nasional mereka, seperti di kota-kota besar, di kota-kota residensi atau kabupaten dan wilayah-wilayah yang secara ekonomis merupakan pusat-pusat produksi untuk pasaran dunia.

Sebagian partai memusatkan perhatiannya di daerah Jawa. Sasaran mereka adalah mempengaruhi organisasi sosial si pedesaan, para wanita, pemuda, buruh, petani, alim ulama, tenaga terdidik, budayawan, organisasi, olahraga, dan kaum veteran. Lapisan mayyarakat ini diikat mereka dengan ideologi kepartaian dan aliran-aliran tertentu. Dengan demikian orang desa ini dipaksa untuk menerima kepemimpinan orang kota melalui garis ideologi. Sebaliknya hubungan desa kota juga menemukan saluran baru.

Hampir bisa dipastikan bahwa partai tidak bisa hidup hanya dari iuran anggota. Beberapa dana diperoleh dari potongan honorarium anggota legislatif, organ-organ partai, dan melalui hubungan dengan birokrasi pemerintah.

C. Proses Pemilu

1. Kampanye Partai Politik Tahun 1955

(17)

15 keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali itu. Tetapi, konflik PNI dan Masyumi berjalan terus di dalam kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal itu menyuburkan lahan bagi beberapa aktor politik yang dari dulu merasa diri dikesampingkan oleh sistem demokrasi parlementer. Yang paling nyata Presiden Soekarno dan pimpinan tentara.

Menarik pula perilaku para politikus saat berkampanye. Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang menjadi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat negara.

Mereka juga tidak pernah meminta pejabat di bawahnya untuk menggiring masyarakat masyarakat pemilih untuk mengambil sikap yang menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak menganggap sesama pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak ada gelagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara selama mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah yang kita rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa kampanye pada Pemilu 1955. Tetapi masa kampanye yang semula dikhawatirkan gaduh, ternyata berlangsung aman dan tertib.

2. Proses Pemilu

Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada

(18)

16 November. Ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299 yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas penduduk dengan kuota 1; 300.000.

Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini. Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan Pemilu pertama, Indonesia dibagi menjadi 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu pertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat itu NKRI menganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu terbagi ke dalam beberapa fraksi.

Pemilu tahun 1955 diselenggarakan dalam dua tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain: tersebut begitu penting sebab dengan itu kekuatan partai-partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih

(19)

17 bermutu sebagai lembaga perwakilan. Sebelum Pemilu, parlemen selalu menjadi sasaran kekecewaan, terutama dari kelompok militer yang merasa kepentingannya selalu dicampuri. Selain itu, masyarakat luas juga memiliki harapan akan suksesnya Pemilu karena kabinet berulang-kali jatuh-bangun; wewenang pemerintah yang selalu mendapat rintangan dari tentara; korupsi; nepotisme dan pemerintah yang terkesan lumpuh di dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena belum ada lembaga penyelenggara pemilihan umum yang mapan, pengorganisasian pemungutan suara menjadi tanggungjawab pemerintah dan wakil-wakil partai politik. Organisasi itu terdapat pada setiap jenjang pemerintahan, mulai dari pusat sampai ke tingkat desa. Partai-partai berjuang untuk merebut simpati rakyat dengan berbagai jalan, salah satunya mengembangkan cara kampanye simpatik dengan mengunjungi rumah penduduk satu per satu. Penggalangan massa ini dinilai efektif untuk meyakinkan calon pemilih yang masih ragu-ragu untuk menentukan pilihannya.

Penyelenggaraan Pemilu tahun 1955 menelan biaya Rp 479.891.729. Angka itu dikeluarkan untuk membiayai perlengkapan teknis pemilihan seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara Pemilu. Menurut Herbert Feith dana Pemilu itu sebenarnya terlampau mahal. Salah satu faktor yang mendongkrak kenaikan biaya adalah kelambanan unit-unit kerja panitia Pemilu yang pada akhirnya menambah beban biaya.

D. Hasil Pemilu Tahun 1955

1. Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)

(20)

18 kursi/15,4%). Berikut merupakan tabel hasil Pemilu tahap pertama tahun 1955 :

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45 4. Partai Komunis Indonesia

7. Partai Katolik 770.740 2,04 6

8. Partai Sosialis Indonesia

12. Partai Buruh 224.167 0,59 2

(21)

19

21. Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1

22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1

23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)

Keseluruhan kursi yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6 anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.

2. Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)

(22)

20

3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91 4. Partai Komunis Indonesia

7. Partai Katolik 748.591 1,99 10

8. Partai Sosialis Indonesia

12. Partai Buruh 332.047 0,88 5

13. Gerakan Pembela Panca

15. Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)

(23)

21 Indonesia (Permai)

21. Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3

22. PIR Hazairin 101.509 0,27 2

23. Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)

29. Gerakan Pilihan Sunda 35.035 0,09 1

30. Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1

31. Radja Keprabonan 33.660 0,09 1

32. Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI)

39.874 0,11

33. PIR NTB 33.823 0,09 1

34. L.M.Idrus Effendi 31.988 0,08 1

35. Lain-lain 426.856 1,13

Jumlah 37.837.105 514

4.2. Analisis Kelompok :

“Pesta Demokrasi Tersukses sebagai Penutup Demokrasi Parlementer”

(24)

22 akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru.

Tidak adanya pemenang mayoritas juga menimbulkan masalah lain, dimana kekuasaan terbagi-bagi ke dalam berbagai aliran politik

yang akhirnya

mengakibatkan sistem pemerintahan saat itu menjadi tidak stabil. Kebebasan politik yang semula dimaksudkan untuk membangkitkan partisipasi politik masyarakat ternyata lebih banyak diwarnai oleh kepentingan masing-masing aliran politik.

Menurut Herbert Faith (1999), kegagalan tujuan Pemilu 1955 yang berujung pada krisis ketatanegaraan Indonesia lebih disebabkan oleh terjadinya gerakan separatisme dan persekutuan antara Presiden Soekarno dan militer yang tidak puas dengan sistem parlementer yang ditandai oleh peranan partai-partai politik yang sangat dominan. Ketidakpuasan Presiden tersebut disampaikan oleh Presiden Soekarno melalui pidatonya pada peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1956 dimana beliau mengecam keras keputusan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X Tanggal 3 November 1945. Maklumat tersebut oleh Presiden dianggap sebagai kesalahan terbesar yang telah dibuat pada waktu itu.

Kegagalan dibentuknya konstitusi baru oleh Dewan Konstituante juga menandai berakhirnya sistem demokrasi parlementer di Indonesia yang telah dijalankan selama lebih dari satu dasawarsa (3 November 1946-5 Juli 1959). Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 (Konstitusi pasca Proklamasi 1945) diberlakukan kembali yang berarti Indonesia kembali ke sistem semi presidensial yang diikuti dengan

(25)

23 penerapan sistem demokrasi terpimpin tanpa tradisi Pemilu untuk jangka waktu yang cukup panjang (1959-1971) sehingga pengisian para anggota lembaga perwakilan (MPRS, DPRGR, dan DPRDGR) dilakukan melalui sistem pengangkatan. Di bidang kepartaian, era demokrasi terpimpin juga ditandai dengan kebijakan penyederhanaan partai politik melalui regulasi presiden, yakni Penetapan Presiden (Penpres ) Nomor 7 Tahun 1959 Tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 1960 Tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai.

Sebagai akibat regulasi tersebut, jumlah partai politik yang diakui pemerintah tinggal 10 partai, sedangkan ditolak pengakuannya dan 2 partai dibubarkan, yaitu Masyumi dan PSI. Era demokrasi terpimpin berujung dengan terjadinya krisis politik pada tahun 1965 yang ditandai dengan terjadinya G30S/PKI dan muncullah rezim orde baru dengan sisem demokrasi Pancasila serta jatuhnya pemerintahan Presiden Soekarno.

(26)

24 BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950 mewarisi sistem multi partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik.

2. Pemilu 1955 berlansung dengan sistem proporsional (multimember contituency) yang dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai Politik dan lebih dari 100 organisasi / perkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR. Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili dalam kabinet Ali Sastroamidjojo.

3. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1954 dan baru selesai pada November. Ada 43.104.464 pemilih yang memenuhi syarat masuk bilik suara.

4. Pada Pemilu pertama tahun 1955, Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Empat partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45 kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%).

(27)

25 suaranya merosot 114.267 dibanding-kan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.

6. Dalam Pemilu tahun 1955, baik Pemilu tahap I maupun tahap II, diketahui bahwa tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan untuk menghasilkan parlemen yang representatif, stabilitas pemerintahan dan mampu menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak berhasil, bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat dari kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan konstitusi baru.

5.2. Rekomendasi

1. Bahwa kesalahan-kesalahan Pemilu yang telah dilakukan oleh pemerintah era tahun 1995 diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah masa kini agar mampu menjalankan sistem Pemilunya lebih baik lagi.

2. Diupayakan agar pemerintah menjalankan sistem Pemilu disesuaikan dengan kondisi negara pada saat akan dilaksanakan Pemilu.

3. Adanya partisipasi masyarakat untuk ikut serta berperan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia.

(28)

26 DAFTAR PUSTAKA

Fadjar, A. Muktakhie, Prof. 2013. Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilu, dan Demokrasi : Membangun Pemilu Legislatif, Presiden, dan Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu secara Demokratis. Setara Press : Malang

Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia.

Gazali, Zulfikar, Anhar Gonggong, JR. Chaniago. 1989. Sejarah Politik Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Naasional : Jakarta

Muslim, Dudung Abdul. 2004. Pemilu Dari Masa Ke Masa (1) : Meneladani Para Elite di Tahun 1955 (Online). http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada 9-5-2013

Puspoyo, Widjanarko. 2012. Dari Soekarno Hingga Yudhoyono : Pemilu Indonesia 1955-2009. Era Adicitra Intermedia : Solo

Rellyanti, Febriantin, dkk. 2012. MEMAHAMI Pemilu INDONESIA TAHUN 1955. (Online). http://mylovelyhomework11.blogspot.com. Diakses pada 9 mei 2013.

Gambar

 Gambar 3.3
 Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait

Kuncoro dalam jurnal (Agustina, Zakiah, dan Julaini 2015 : 68) mengatakan jumlah tenaga kerja yang diminta akan turun sebagai akibat dari kenaikan tingkat upah.

Menurut Ardi Winoto (2008:3) dalam bukunya “ Mikrokontroler adalah Sebuah sistem microprocessor dimana didalamnya sudah terdapat CPU, ROM, RAM, I/0, clock dan

Salah satu upaya diplomasi kebudayaan yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia adalah melalui Wisata Selancar Internasional Ombak Bono di Riau.. Olahraga merupakan event

arus yang sebanding dengan besarnya intensitas cahaya yang mengenai

Form ini di desain untuk memuat data saldo awal semua produk

Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai mempengaruhi perekonomian daerah

Otak Spiritual  Spiritual keagamaan  Akhlak mulia Otak Emosional  Pengendalian diri Perserta Didik Aktif SUASANA BELAJAR PENDIDIKAN SISDIKNAS 2003 Otak Rasional 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan kendaraan ringan berpengaruh (p < 0.05) terhadap tingkat kebisingan, dengan persamaan regresi Y = 101,130 - 0,689X yang artinya