• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi abdominal skinfold thickness dan Body Mass Index terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Korelasi abdominal skinfold thickness dan Body Mass Index terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung - USD Repository"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESS DAN BODY MASS

INDEX TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Liliany Inamtri Ludji NIM : 108114147

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

KORELASI ABDOMINAL SKINFOLD THICKNESS DAN BODY MASS

INDEX TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Liliany Inamtri Ludji NIM : 108114147

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus kekuatanku

Mama, papa, dan adik-adik yang selalu mendoakanku

Teman-teman yang selalu memberi semangat

(6)

v

(7)

vi

(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas bimbingan dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Korelasi Abdominal Skinfold Thickness dan Body Mass Index Terhadap

Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Kabupaten Temanggung”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Direktur RSUD Kabupaten Temanggung yang telah memberikan ijin kepada

penulis untuk melakukan penelitian di RSUD Kabupaten Temanggung.

2. Ketua Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian ini.

3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

4. dr. Fenty, M. Kes., Sp.PK. sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan bimbingan, semangat, dan

dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

5. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran yang membangun.

6. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt.selaku dosen penguji yang telah

(9)

viii

7. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M. Sc., selaku dosen statistik yang telah

membimbing penulis dengan sabar dalam membantu pengolahan data

statistik.

8. Segenap petugas yang berada di Poli Dalam dan di Laboratorium RSUD

Kabupaten Temanggung yang telah membantu peneliti dalam pengambilan

data.

9. Bapak Sunarko se-keluarga yang berkenan memberikan penginapan kepada

penulis dan teman-teman selama melakukan pengambilan data di RSUD

Kabupaten Temanggung.

10.Mama, papa, dan adik-adik yang selalu memberi semangat, motivasi, dan

dukungan doa bagi penulis.

11.Tian, Suryo, Anwar, Andika, Reza, Aji, Keny, Bakti, dan Tora atas

kebersamaan dan keceriaan yang telah diberikan selama ini.

12.Eliza, Ines, Palma, dan Indri yang memberi dukungan semangat, motivasi,

dan selalu menjadi pendengar yang baik bagi penulis.

13.Teman-teman skripsi payung Ines, Reza, Anwar, Padma, Gisella, Ella, Yeni,

Dela, Ambar, Siska, Ollie dan Jonas yang bersama-sama merasakan suka

duka dalam kebersamaan dan saling memberi semangat sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini.

14.Teman-teman FKKB 2010 dan semua pihak yang telah membantu yang tidak

dapat diucapkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

(10)

ix

lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, 28 Januari 2014

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

(12)

xi

C. Obesitas dan Resistensi Insulin ... 11

D. Glukosa Darah Puasa ... 15

BAB.III METODE PENELITIAN... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18

B. Variabel Penelitian ... 18

1. Variabel bebas ... 18

2. Variabel tergantung ... 18

3. Variabel pengacau ... 19

C. Definisi Operasional... 19

D. Responden Penelitian ... 21

E. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 24

G. Teknik Pengambilan Sampel... 25

H. Instrumen Penelitian... 26

I. Tata Cara Penelitian ... 26

1. Observasi awal ... 26

2. Permohonan izin dan kerjasama ... 27

(13)

xii

4. Pencarian responden... 28

5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ... 28

6. Pengambilan darah dan pengukuran antropometri ... 29

7. Pembagian hasi pemeriksaan ... 30

8. Pengolahan data ... 30

B. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Abdominal Skinfold Thickness (AST) ... 35

C. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Body Mass Index (BMI) ... 37

D. Korelasi Abdominal Skinfold Thickness dan Body Mass Index terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa ... 40

1. Korelasi abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa ... 40

(14)

xiii

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 56

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Klasifikasi BMI pada Orang Asia Dewasa ... 16

Tabel II. Panduan Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi,

Nilai p, dan Arah Korelasi ... 31

Tabel III. Profil Karakteristik Responden Pria ... 32

Tabel IV. Profil Karakteristik Responden Wanita ... 33

Tabel V. Profil BMI Responden Pria dan Wanita Berdasarkan

Kriteria WHO... 34

Tabel VI. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Pria

dengan AST≤23,5 mm dan >23,5 mm ... 36

Tabel VII. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Wanita

dengan AST≤25,88 mm dan >25,88 mm ... 36

Tabel VIII. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Pria dengan BMI≥23kg/m2

dan <23kg/m2 ... 38

Tabel IX. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Wanita dengan BMI≥23kg/m2

dan <23kg/m2 ... 38

Tabel X. Korelasi AST terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa

Responden Pria dan Wanita ... 41

Tabel XI. Korelasi Body Mass Index terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengukuran abdominal skinfold thickness ... 16

Gambar 2. Skema Pengambilan Data ... 23

Gambar 3. Diagram sebar korelasi AST terhadap kadar GDP

pada responden pria ... 41

Gambar 4. Diagram sebar korelasi AST terhadap kadar GDP

pada responden wanita ... 41

Gambar 5. Diagram sebar korelasi BMI terhadap kadar GDP

pada responden pria ... 45

Gambar 6. Diagram sebar korelasi BMI terhadap kadar GDP

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1:Surat Keterangan Izin Penelitian ... 57

Lampiran 2: Ethical Clearence ... 58

Lampiran 3: Informed Consent ... 59

Lampiran 4: Pedoman Wawancara ... 60

Lampiran 5: Leaflet ... 61

Lampiran 6: Hasil Tes Laboratorium ... 63

Lampiran 7: Data obat-obatan yang dikonsumsi ... 64

Lampiran 8: Validasi Instrumen Pengukuran ... 68

Lampiran 9: Uji Normalitas Usia ... 69

Lampiran 10: Uji Normalitas AST ... 71

Lampiran 11: Uji Normalitas BMI ... 73

Lampiran 12: Uji Normalitas Glukosa Darah Puasa ... 75

Lampiran 13: Uji Normalitas Klasifikasi AST terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa ... 77

Lampiran 14: Uji Normalitas Klasifikasi BMI terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa ... 79

Lampiran 15: Uji Mann-Whitney (Klasifikasi AST terhadap GDP) Responden Pria ... 81

Lampiran 16: Uji Mann-Whitney (Klasifikasi AST terhadap GDP) Responden Wanita ... 81

(18)

xvii

Lampiran 18: Uji Mann-Whitney (Klasifikasi BMI terhadap GDP)

Responden wanita ... 82

Lampiran 19: Korelasi AST terhadap GDP ... 82

(19)

xviii

INTISARI

Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada sebagian besar penyandang DM dan ditandai dengan resistensi insulin. Salah satu faktor risiko diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Obesitas dapat diukur menggunakan pengukuran antropometri yaitu abdominal skinfold thickness dan body mass index. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi abdominal skinfold thickness dan body mass index terhadap kadar glukosa darah puasa di RSUD Kabupaten Temanggung.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional. Responden penelitian adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung yang berjumlah 98 orang, terdiri dari 39 pria dan 59 wanita dan dipilih menggunakan teknik non randompurposive sampling. Data abdominal skinfold thickness, body mass index, dan kadar glukosa darah puasa yang diperoleh diolah secara stastistik menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pria dan Kolmogorov-Smirnov untuk wanita, uji Man-Whitney, serta uji korelasi Spearman dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa abdominal skinfold thickness memiliki korelasi negatif tidak bermakna terhadap kadar glukosa darah puasa dengan kekuatan korelasi sangat lemah pada responden pria (p=0,330; r=-0,160) dan korelasi positif bermakna dengan kekuatan korelasi lemah pada responden wanita (p=0,002; r=0,391). Body mass index memiliki korelasi negatif tidak bermakna terhadap kadar glukosa darah puasa dengan kekuatan korelasi sangat lemah pada responden pria (p=0,248; r=-0,190) dan korelasi positif tidak bermakna dengan kekuatan korelasi sangat lemah pada responden wanita (p=0,957; r=0,007).

(20)

xix

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus occurs in most people with diabetes and is characterized by insulin resistance. One of the risk factor for type 2 diabetes mellitus is obese. Obesity can be measured using anthropometric measurements such as abdominal skinfold thickness and body mass index. The aim of this study was to determine a correlation abdominal skinfold thickness and body mass index to fasting blood glucose in type 2 diabetes mellitus in RSUD Kabupaten Temanggung.

This study used cross-sectional design as a part of analytical observational study. Subjects were people with type 2 diabetes mellitus in RSUD Kabupaten Temanggung. A total of 98 subjects, consisted of 39 men and 59 women, were selected using purposive sampling. Data of abdominal skinfold thickness, body mass index, and fasting blood glucose were analyzed statistically by Shapiro-Wilk and Kolmogorov-Smirnov normality test followed by independent Mann-Whitney comparative test and then Spearman correlation with 95% confidence intervals.

The result showed insignificant negative correlation between abdominal skinfold thickness to fasting blood glucose in men (p=0.330; r=-0.160), and significant positive correlation in women (p=0.002; r=0.391). Body mass index had insignificant negative correlation with fasting blood glucose in men (p=0.248; r=-0.190) and insignificant positive correlation in women (p=0.957; r=0.007).

(21)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) termasuk suatu kelompok penyakit metabolik

dengan gambaran umum hiperglikemia yang terjadi akibat defek pada sekresi

insulin, kerja insulin, atau umumnya keduanya. Di seluruh dunia lebih dari 10 juta

orang menderita diabetes, menjadikan penyakit ini salah satu penyakit

non-menular yang paling banyak ditemukan (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2009).

Secara epidemiologi, prevalensi DM diseluruh dunia pada semua umur

diperkirakan meningkat dari 2,8% pada tahun 2000 yaitu sekitar 177 juta orang

hingga 4,4% pada tahun 2030 yaitu sekitar 366 juta orang penyandang DM. Di

Indonesia, diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi DM mencapai 21,3 juta orang

(Wild, Roglic, Green, Sicree, dan King, 2004). Sekitar 80% sampai 90% pasien

menyandang DM tipe 2 (DM2). Hasil penelitian Yuliasih (2009) menunjukan

insidensi DM2 banyak terjadi pada usia lebih dari 40 tahun, dan prevalensi

tertinggi pada usia 50-59 tahun.

American Diabetes Association (2010) menyatakan bahwa salah satu

faktor risiko DM2 adalah obesitas. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko

penting untuk penyakit kardiovaskuler, yang menyumbang lebih dari 17 juta

kematian setiap tahun dengan diabetes dan hipertensi sebagai faktor predisposisi

utama. Word Health Organization memperkirakan lebih dari satu miliar orang di

dunia mengalami obesitas dan kecenderungan ini terus berlanjut. Jumlah tersebut

(22)

Menurut Stein (cit., Rohman, 2007) obesitas oleh sebagian orang

dianggap biasa, namun kelebihan berat badan ini sering berakhir dengan resistensi

insulin. Resistensi insulin berhubungan dan banyak ditemui bersamaan dengan

risiko penyakit kardiovaskuler lainnya seperti hipertensi dan dislipidemia.

Kumpulan gejala ini dikenal dengan sindrom metabolik. Berbagai penelitian

epidemiologi telah membuktikan bahwa sindrom metabolik meningkatkan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler hampir dua kali lipat dibanding populasi non

sindrom metabolik. Dengan semakin banyaknya orang yang mengalami obesitas

dan resistensi insulin, menjadikan penyakit kardiovaskuler salah satu penyebab

utama kesakitan dan kematian di negara maju.

Dalam perkembangan penyakit diabetes, obesitas sentral berperan

penting dalam memicu resistensi insulin yaitu terjadi insensitivitas adiposit

terhadap insulin sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan asam lemak bebas.

Studi epidemiologi prospektif menunjukan bahwa peningkatan kadar asam lemak

bebas merupakan penanda risiko jangka panjang perkembangan intoleransi

glukosa dan merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler (Micic dan

Cvijovic, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ohnishi et al. (2006)

menunjukan risiko DM2 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok obesitas

sentral dibandingkan terhadap kelompok obesitas umum (p<0.0001). Penelitian

Yuliasih (2009) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas

abdominal dengan kadar glukosa darah puasa (GDP). Hasil penelitian Lipoeto,

Yerizel, Edward, dan Widuri (2007) menyatakan terdapat hubungan antara

(23)

dan diabetes memiliki keterkaitan yang kompleks, tidak hanya berkaitan dengan

peningkatan risiko perkembangan DM2 namun juga kemungkinan komplikasi

jangka panjang. Pengendalian obesitas merupakan satu goal penting dalam

penanganan DM2 (Micic dan Cvijovic, 2008).

Antropometri digunakan untuk mengukur status gizi, status nutrisi,

maupun status kesehatan yang menggambarkan status sosial masyarakat.

Abdominal skinfold thickness (AST) dan body mass index (BMI) dapat diukur

dengan pengukuran antropometri (Cogill, 2003; Tarnus dan Bourdon, 2006).

Penelitian mengenai abdominal skinfold yang dilakukan oleh Mueller et al. (2012)

menunjukkan pengukuran abdominal skinfold thickness sedikit lebih baik

dibandingkan dengan antropometri lain seperti waist circumference, dan waist to

height ratio dalam memprediksikan resistensi insulin. Metode pengukuran

menggunakan skinfold thickness dengan alat skinfold caliper digunakan untuk

mengukur ketebalan kulit maupun penentuan jumlah jaringan adiposa (lemak).

Metode yang digunakan telah menjadi metode yang terkenal dalam mengukur

komposisi tubuh yang berkaitan dengan tinggi dan berat badan seperti BMI, dan

dianggap baik karena dapat langsung mengukur lemak tubuh. Selain itu metode

ini tidak membutuhkan waktu lama, mudah dilakukan, dan murah (Budiman,

2008; Medscape a, 2012; Medscape b, 2012).

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung, yang

digunakan sebagai model penelitian. Prevalensi DM2 di Rumah Sakit tersebut

tinggi dan terus mengalami peningkatan, serta belum pernah dilakukannya

(24)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian yang tercantum dalam latar belakang di atas, maka

permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat korelasi abdominal skinfold thickness dan body mass index

terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD

Kabupaten Temanggung?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian yang telah dilaksanakan dan

terkait dengan penelitian ini antara lain :

a. Korelasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa (Pika, 2012). Penelitian ini dilakukan

terhadap 57 staf wanita premenopause berusia 30-50 tahun dengan metode desain

cross- sectional. Hasil penelitian ini menunjukan tidak adanya korelasi bermakna

antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa (p=0.141) dan antara abdominal

skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,077)

b. Obesitas Abdominal Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Kadar

Glukosa Darah (Yuliasih, 2009). Penelitian ini dilakukan terhadap 52 pasien yang

mengalami obesitas abdominal di Poliklinik Penyakit Dalam dan Instalasi

Laboratorium RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan metode desain cross-sectional.

Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara obesitas

abdominal dengan kadar Glukosa darah puasa (GDP) dan Glukosa darah puasa 2

(25)

c. Pengaruh dan Hubungan Antara BMI (Body Mass Index) Dengan

Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post-Prandial

(Stephanie, 2007). Penelitian ini dilakukan terhadap 50 orang wanita yang terdiri

dari 25 orang obese dan 25 orang non-obese, menggunakan metode observasional

analitik dengan rancangan pengambilan sampel cross-sectional. Hasil penelitian

menunjukan kadar glukosa darah puasa pada wanita obese berbeda tidak nyata

dengan non-obese (p=0.089), namun terdapat hubungan linear dan lemah antara

BMI dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,042)

d. Hubungan Obesitas dengan Peningkatan Kadar Gula Darah pada

Guru-Guru SMP Negeri 3 Medan (Justitia, 2012). Penelitian ini dilakukan

terhadap 51 orang guru berusia 20-59 tahun yang telah berpuasa selama minimal 8

jam menggunakan metode consecutive sampling. Hasil penelitian ini yaitu pada

17 orang subyek penelitian yang mengalami obesitas ditemukan peningkatan

kadar gula darah pada 15 orang dan kadar glukosa darah normal pada 2 subyek

penelitian. (p=0,005) dengan interpretasi lebih kecil dari nilai α (0,005).

e. Hubungan Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah (Lipoeto et

al., 2007). Penelitian ini dilakukan terhadap 70 penduduk dewasa berusia 20 tahun

ke atas di Kabupaten Padang Pariaman, dengan metode cross-sectional. Hasil

penelitian menunjukan jumlah penderita obese berdasarkan IMT adalah 34,3%,

berdasarkan Lingkar Pinggang (LP) berjumlah 38.6%, dan berdasarkan Rasio

Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) berjumlah 24,4%. Dari hasil korelasi diperoleh

nilai korelasi (r) kadar glukosa darah dengan BMI adalah 0,101 (p>0,05), dengan

(26)

f. Suprailiac or Abdominal Skinfold Thickness Measured with A

Skinfold Caliper as A Predictor of Body Density in Japanese Adults (Demura dan

Sato, 2007). Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional pada 203 orang

Jepang (126 pria dan 77 wanita) berumur 21-81 tahun yang terbagi menjadi

kelompok obesitas (71 pria dan 31 wanita) dan non-obesitas (55 pria dan 46

wanita). Hasil penelitian menunjukkan suprailiac dan abdominal skinfold

thickness dapat digunakan sebagai metode pengukuran yang akurat dalam

memperkirakan body density pada orang dewasa Jepang (r=0,474; p<0,05) serta

akan lebih baikbila dikomparasikan dengan skinfold thickness yang lain.

g. Incidence of Type 2 Diabetes in Individual with Celtral Obesity in

a Rural Japanese Population (Ohnishi et al., 2006). Penelitian ini dilakukan

terhadap 348 pria dan 523 wanita (dibedakan antara obesitas sentral dan normal).

Hasil penelitian menyatakan risiko diabetes melitus tipe 2 secara signifikan lebih

tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding kelompok normal (15,6% vs

5,8%; p<0,0001).

h. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels

among some Nigerian Undergraduates (Onyesom, Oweh, Etumah, dan Josiah

2013). Penelitian ini dilakukan terhadap 253 mahasiswa Nigeria sehat dengan

usia rata-rata 22,65±5,52 tahun. Hasil penelitian menunjukan terdapat korelasi

positif yang lemah antara BMI dan kadar glukosa darah pada subyek pria (r=0,43, n=151 dan p≤0,05), sedangkan pada subyek wanita menunjukan korelasi positif

(27)

Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti,

penelitian mengenai korelasi abdominal skinfold thickness dan body mass index

terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD

Kabupaten Temanggung belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a.Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai korelasi abdominal skinfold thickness dan body mass index

terhadap kadar glukosa darah puasa kepada penyandang DM2 di RSUD

Kabupaten Temanggung.

b.Manfaat praktis. Hasil pengukuran abdominal skinfold thickness dan

body mass index diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi kadar glukosa

darah puasa, sehingga penyandang DM2 di RSUD Kabupaten Temangggung lebih

intensif dalam menjaga kesehatannya agar terhindar dari komplikasi akibat DM2.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur korelasi abdominal skinfold

thickness dan body mass index terhadap kadar glukosa darah puasa pada diabetes

(28)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelainan konstitusioanal pada

metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi

dan glikosuria. Diabetes melitus disebabkan oleh defek pada sekresi insulin, pada

kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Sacher, 2002). Sebagian besar kasus

diabetes termasuk kedalam satu dari dua kategori umum, yaitu DM tipe 1 dan DM

tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh defisiensi absolut insulin akibat

kerusakan sel ß pankreas. Dua defek metabolik yang menandai DM tipe 2 adalah

berkurangnya kemampuan jaringan perifer berespon terhadap insulin (resistensi

insulin) dan disfungsi sel ß yang bermanifestasi sebagai kurang adekuatnya

sekresi insulin dalam menghadapi resistensi insulin dan hiperglikemia. Pada

sebagian besar kasus, resistensi insulin merupakan proses primer dan diikuti oleh

disfungsi sel ß yang semakin parah (Kumar et al., 2009). Kriteria diagnosis

diabetes menurut American Diabetes Association (2010) yaitu:

1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai

tidak ada asupan kalori setidaknya selama 8 jam.

2. Uji toleransi glukosa oral (OGTT) yang abnormal jika glukosa >200

mg/dL 2 jam setelah pemberian karbohidrat standar.

(29)

B. Insulin

Insulin merupakan suatu protein yang terdiri atas dua rantai peptida

(rantai A dan B) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Insulin dapat

dikeluarkan jika terdapat glukosa sebagai stimulan fisiologis insulin. Glukosa memasuki sel β melalui protein transporter glukosa, yang terdapat dalam jumlah

berlebihan dan memungkinkan pengangkutan dua-arah glukosa sehingga tercipta

keseimbangan antara kadar glukosa intrasel dan ekstrsel. Glukokinase merupakan

suatu enzim dengan afinitas rendah terhadap gukosa yang aktivitasnya diatur oleh

glukosa, mengontrol tahap pertama metabolisme glukosa yaitu fosforilasi glukosa

untuk membentuk glukosa 6-fosfat. Faktor metabolik yang diproduksi melalui

metabolisme glukosa yaitu adenosin trifosfat (ATP), yang kemudian menghambat

efluks K+ dari sel B. Hal ini menyebabkan depolarisasi sel dan memungkinkan

Ca2+ untuk memasuki sel dan memicu eksositosis granula yang mengandung

insulin (Ganong dan Stephen, 2010).

Insulin memerantarai perubahan metabolisme bahan bakar melalui

efeknya pada tiga jaringan utama yaitu hati, otot, dan lemak. Di jaringan-jaringan

ini, insulin mendorong penyimpanan bahan bakar (anabolisme) dan mencegah

penguraian serta pengeluaran bahan bakar yang telah tersimpan (katabolisme). Di

hati, insulin mendorong penyimpanan bahan bakar dengan merangsang sintesis

dan penyimpanan glikogen. Insulin menghambat pengeluaran glukosa oleh hati

dengan menghambat glukoneogenesis (sintesis glukosa) dan glikogenolisis

(penguraian glikogen). Insulin mendorong penbentukan prekursor untuk sintesis

(30)

piruvat). Selain itu, insulin juga merangsang lipogenesis, yang menyebabkan

peningkatan sintesis lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL), partikel yang

menyalurkan trigliserida ke jaringan lemak untuk disimpan. Insulin juga

menghambat oksidasi asam lemak dan pembentukan benda keton (ketogenesis),

suatu bahan bakar alternatif yang hanya diproduksi di hati dan dapat digunakan

oleh otak jika glukosa tidak tersedia. Meskipun penyerapan glukosa oleh hati

tidak diatur oleh insulin, namun insulin dapat merangsang penyerapan glukosa di

otot maupun jaringan lemak dengan menyebabkan translokasi cepat suatu

transporter glukosa peka insulin (GLUT-4) ke permukaan sel-sel tersebut. Di otot,

insulin mendorong penyimpanan glukosa dengan merangsang sintesis glikogen

dan menghambat katabolisme glikogen. Insulin merangsang penyimpanan lemak

dengan mengaktifkan lipoprotein kinase, enzim yang menghidrolisis trigliserida

yang diangkut dalam VLDL dan lipoprotein yang kaya-trigliserida lainnya

menjadi asam lemak, yang kemudian dapat diserap oleh sel lemak. Di sel lemak

insulin juga menghambat lipolisis yang mencegah pelepasan asam-asam lemak,

substrat potensial untuk pembentukan benda keton di hati. Insulin menimbulkan

efek ini dengan menurunkan aktivitas lipase yang peka-hormon (Ganong dan

Stephen, 2010).

Homeostasis glukosa normal diatur secara ketat oleh tiga proses yang

saling berkaitan yaitu pembentukan glukosa di hati; penyerapan dan pemakaian

glukosa oleh jaringan perifer terutama otot rangka; dan kerja insulin dan

hormon-hormon penyeimbang termasuk glukagon. Insulin dan glukagon memiliki efek

(31)

kadar insulin yang rendah dan glukagon yang tinggi mempermudah

glukoneogenesis dan glikogenolisis hati sementara sintesis glikogen menurun

sehingga hipoglikemik tidak terjadi. Oleh sebab itu, kadar glukosa puasa terutama

ditentukan oleh pengeluaran glukosa oleh hati. Setelah makan, kadar insulin

meningkat dan kadar glukagon turun sebagai respon terhadap pemberian glukosa

dalam jumlah besar (Kumar et al. 2009).

C. Obesitas dan Resistensi Insulin

Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih

yang dapat mengganggu kesehatan. Untuk menentukan obesitas atau tidaknya

seseorang dapat dilakukan dengan menghitung BMI . Body mass index merupakan

indeks sederhana berat dan tinggi badan yang umumnya digunakan untuk

mengklasifikasikan obesitas pada orang dewasa (WHO, 2000). Faktor yang dapat

menyebabkan obesitas antara lain :

1. Gangguan jalur sinyal leptin.

Sebagian kasus obesitas dilaporkan memiliki kaitan dengan resistensi

leptin. Leptin merupakan suatu hormon yang esensial bagi regulasi berat tubuh

normal. Leptin menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makanan

dan mendorong penurunan berat badan. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa

orang yang memiliki obesitas, pusat-pusat di hipotalamus yang berperan untuk hemoestatis energi “diatur menjadi lebih tinggi”. Defek reseptor leptin yang tidak

berespon terhadap tingginya kadar leptin di darah yang berasal dari jaringan

(32)

untuk menurunkan nafsu makan sehingga simpanan lemak semakin tinggi dan

menyebabkan obesitas (Sherwood, 2009).

2. Kurangnya aktivitas fisik.

Berbagai penelitian menunjukan bahwa orang gemuk tidak

mengkonsumsi makanan lebih banyak dibandingkan dengan orang kurus. Orang

dengan berat badan berlebih meskipun tidak makan berlebihan namun karena

aktivitas fisik yang kurang maka tidak akan mengakibatkan penurunan yang setara

dengan asupan makanan (Sherwood, 2009).

3. Pembentukan sel lemak dalam jumlah yang berlebihan akibat makan

berlebihan.

Salah satu masalah dalam melawan obesitas yaitu sekali terbentuk sel

lemak maka sel lemak tidak akan lenyap dengan pembatasan makan dan

penurunan berat badan (Sherwood, 2009).

Obesitas dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

1. Obesitas sentral

Pada obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh yang

melebihi nilai normal di daerah abdominal (Wajchenberg, 2000).

2. Obesitas perifer

Pada obesitas perifer terjadi penimbunan lemak yang melebihi nilai

normal di bagian pinggul dan paha atau gluteo-femoral (Wajchenberg, 2000).

Keterkaitan antara obesitas dan DM2 diperantarai oleh efek terhadap

resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan suatu kondisi terjadinya

(33)

peningkatan sekresi insulin sebagai kompensasi ß pankreas. Resistensi insulin

merupakan gambaran khas pada kebanyakan penyandang DM2 yang mengalami

obesitas. Resistensi insulin menyebabkan berkurangnya penyerapan glukosa otot

dan jaringan lemak dan ketidakmampuan hormon menekan glukogenesis di hati

(Kumar et al. 2009). Menurut Suyono (cit., Sonatalia, 2010) obesitas

menyebabkan terjadinya peningkatan massa adiposa yang dihubungkan dengan

resistensi insulin yang akan mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan

lemak dan sintesa lemak.

Jaringan adiposa merupakan suatu organ endokrin yang paling peka

terhadap kerja dari insulin. Jaringan adiposa mensekresikan adipositokin yang

salah satu perannya adalah dalam patogenesis insulin (Windutama, Adam dan

Adam, 2009). Rendahnya aktivitas insulin dapat menyebabkan terjadinya

penekanan pada lipolisis dan peningkatan penyimpanan lemak. Adiposit

memproduksi adipositokin dalam jumlah kecil tetapi jaringan adiposa merupakan

organ terbesar pada tubuh manusia. Hal ini menyebabkan jumlah keseluruhan

adipositokin berdampak pada fungsi tubuh. Pembesaran ukuran dari adiposit

menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan aktivitas dari lipolitik yang berperan

dalam pelepasan asam lemak bebas melalui sirkulasi portal yang menuju ke hati

(Setiawan, 2009).

Adiposit mengeluarkan beberapa hormon, secara kolektif dinamai

adipokin yang berperan penting dalam keseimbangan energi dan metabolisme

(Sherwood, 2007). Hormon adipokin meliputi leptin, adiponektin, resistin, TNF-α,

(34)

insulin di lemak dan otot; dan faktor nekrosis tumor (TNF) juga dapat

menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Eid, 2011). Faktor nekrosis tumor α

dapat menyebabkan resistensi insulin dengan cara menghambat aktifitas tirosin

kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glukosa transporter-4

(GLUT-4) di sel lemak dan otot (Rohman, 2007).

Mekanisme resistensi insulin terkait obesitas disebabkan karena

peningkatan produksi asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan

(Sulistyoningrum, 2010). Grundy (2004) menyatakan adanya asam lemak bebas

yang terakumulasi pada jaringan dan otot dapat menyebabkan tubuh lebih banyak

menggunakan asam lemak bebas tersebut sebagai sumber energi. Pada obesitas

masuknya asam lemak bebas ke jaringan melebihi kebutuhan. Masuknya asam

lemak bebas berlebih kedalam otot mengakibatkan resistensi insulin. Mekanisme

yang lengkap mengenai peningkatan asam lemak kedalam otot sehingga berakibat

resistensi insulin belum diketahui secara pasti, namun diduga bahwa masuknya

asam lemak bebas menghambat oksidasi glukosa. Penelitian yang dilakukan

Shulman (2000) menunjukan pada otot terjadi peningkatan kadar diasilgliserol

yang akan merangsang fosforilasi serin reseptor insulin dan akhirnya akan

menghambat kerja insulin normal. Resistensi insulin di otot merupakan faktor

prediposisi hiperglikemia, yang akhirnya akan muncul gejala klinik pada orang

yang mengalami defek sekresi insulin.

Lemak abdominal secara metabolik lebih aktif dibanding lemak perifer.

Penumpukan lemak akan meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis,

(35)

bebas di hati dapat meningkatkan glukoneogenesis sehingga meningkatkan

produksi glukosa dan menurunkan ekstraksi insulin sehingga terjadi

hiperinsulinemia. Otot akan menurunkan pemakaian glukosa dan insulin yang di

produksi pankreas pun akan menurun (Rohman, 2007).

D. Glukosa Darah Puasa

Glukosa darah puasa adalah kadar glukosa darah setelah puasa lebih

kurang 8-10 jam sebelum dilakukan pemeriksaan (Depkes RI, 2005).

Pengendalian glukosa darah pada penyandang DM dilihat berdasarkan glukosa

darah jangka panjang dan glukosa darah sesaat. Pemantauan glukosa darah sesaat

dilihat dari glukosa darah puasa dan 2 jam post-pandrial, sedangkan pengontrolan

glukosa darah jangka panjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c (Service dan O’Brien, 2001).

E. Antropometri

Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran ini dapat meliputi berat

badan, tinggi badan, tebal lemak di bawah kulit (WHO, 2000).

1. Body Mass Index (BMI)

Body Mass Index adalah Quatelet’s index yang dipakai secara luas, yaitu

(36)

Tabel I. Klasifikasi BMI Pada Orang Asia Dewasa (WHO, 2000)

Classification BMI (kg/m2) Risk of co-morbidities

underweight < 18.5 Low (but increased risk of

other clinical problems

2. Abdominal Skinfold Thickness (AST)

Skinfold Thickness merupakan metode yang paling banyak digunakan

untuk mengukur lemak tubuh total (Sudibjo, 2012). Lemak subkutan dapat diukur

dengan menggunakan skinfold caliper yang diletakkan pada bagian ekstremitas

dan batang tubuh. Pengukuran ini didasarkan pada 50% lemak tubuh total yang

terdapat pada lapisan subkutan (Budiman, 2008). Lokasi pengukuran spesifik

yaitu pada bagian abdominal, dengan melakukan cubitan arah vertikal, kurang

lebih 5cm lateral umbilicus (Gambar 1). Abdominal skinfold thickness tersusun

atas lemak abdominal. Lemak abdominal terdiri dari lemak subkutan abdominal

dan lemak intraabdominal (Wajchenberg, 2000).

(37)

F. Landasan teori

Diabetes melitus tipe 2 terjadi pada kebanyakan penyandang DM yang

ditandai dengan resistensi insulin. Salah satu faktor risiko diabetes melitus tipe 2

adalah obesitas. Obesitas dan resistensi insulin dapat menyebabkan berbagai

macam penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, dislipidemia, dan penyakit

makrovaskeler. Obesitas dan resistensi insulin, menjadikan penyakit

kardiovaskuler salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian di negara maju.

Obesitas dapat diukur menggunakan pengukuran antropometri.

Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri yang dilakukan

yaitu abdominal skinfold thickness dan body masss index. Abdominal skinfold

thickness untuk mengukur obesitas sentral sedangkan body mass index untuk

pengukuran obesitas secara keseluruhan. Obesitas mempengaruhi kerja insulin

sehingga menyebabkan tingginya kadar glukosa darah. Penelitian yang dilakukan

Lipoeto et al. (2007) menyatakan terdapat hubungan antara besarnya penumpukan

lemak dengan peningkatan kadar glukosa darah.

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat korelasi bermakna antara

abdominal skinfold thickness dan body mass index terhadap kadar glukosa darah

(38)

18

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

rancangan penelitian yaitu potong lintang/cross-sectional. Penelitian

observasional yaitu penelitian yang dilaksanakan tanpa adanya perlakuan atau

intervensi. Penelitian analitik, peneliti mencari hubungan antar variabel yang ada

(Sastroasmoro, 2008). Rancangannya potong lintang yaitu penelitian yang

mempelajari mengenai korelasi antara faktor risiko dan faktor efek. Faktor risiko

adalah fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek, faktor efek yaitu suatu

akibat dari faktor risiko (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini bertujuan mengetahui adanya korelasi abdominal skinfold

thickness dan body mass index sebagai faktor risiko, terhadap kadar glukosa darah

puasa yang merupakan faktor efek pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di

RSUD Kabupaten Temanggung. Data penelitian yang diperoleh diolah secara

statistik untuk menganalisis korelasi antara faktor risiko dengan faktor efek.

B.Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Abdominal skinfold thickness dan body mass index

2. Variabel tergantung

(39)

3. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali: usia dan kondisi puasa sebelum

pengambilan data.

b. Variabel tak terkendali: aktivitas, gaya hidup responden, pola makan,

kondisi patologis, dan obat-obat yang dikonsumsi.

C.Definisi Operasional

1. Responden adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten

Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini.

2. Karakteristik penelitian meliputi demografi (usia), pengukuran antropometri

(abdominal skinfold thickness dan body mass index), dan hasil pemeriksaan yang

didapat dari Laboratorium RSUD Kabupaten Temanggung yaitu kadar glukosa

darah puasa.

3. Pengukuran abdominal skinfold thickness adalah pengukuran tebal lemak di

bawah kulit pada bagian abdominal dengan menggunakan alat skinfold caliper.

Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan secara modern method yaitu

responden berdiri tegak dan rileks, lengan sejajar dengan tubuh, kemudian dengan

menggunakan ibu jari dan jari telunjuk diambil lipatan kulit secara vertikal dengan

jarak 5cm pada bagian kanan dari umbilicus dan 1cm dibawah jari yang

memegang skinfold , setelah itu rahang skinfold caliper dijepitkan pada lipatan

kulit yang diambil dan hasil pengukuran dapat dibaca dalam satuan milimeter

(40)

4. Pengukuran body mass index dilakukan dengan mengukur berat badan (kg)

dan kuadrat tinggi badan (m2). Pengukuran body mass index dilakukan dengan

mengukur tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan diukur menggunakan alat

pengukur tinggi badan pada responden yang berdiri tegak dengan pandangan

lurus, bahu rileks, tangan di sisi tubuh, kaki lurus, telapak kaki pada posisi datar

dan tidak memakai alas kaki. Berat badan diukur dalam kilogram menggunakan

timbangan berat badan pada responden tanpa memakai alas kaki.

5. Kadar glukosa darah puasa diperoleh dari hasil laboratorium RSUD

Kabupaten Temanggung dengan kondisi responden telah berpuasa 8-10 jam

sebelum dilakukan pengambilan darah. Kadar glukosa dinyatakan dalam satuan

mg/dl.

6. Standar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Abdominal skinfold thickness. Nilai normal untuk abdominal

skinfold thickness pada pria dan wanita menggunakan nilai median dan mean

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Jika data terdistribusi normal

maka digunakan nilai mean sedangkan jika terdistribusi tidak normal maka

digunakan nilai median.

b. Body mass index. Standar Body Mass Index (BMI) yang digunakan

yaitu menurut kriteria World Health Organization pada orang Asia dewasa

(41)

Classification BMI (kg/m2) Risk of co-morbidities

underweight < 18.5 Low (but increased risk of

other clinical problems)

c. Glukosa darah puasa. Menurut kriteria penegakan diagnosis

diabetes melitus (ADA, 2010).

D. Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini yaitu penyandang diabetes melitus tipe 2

di RSUD Kabupaten Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dari penelitian. Kriteria inklusi yaitu penyandang DM2 di RSUD kabupaten

temanggung pada pria dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun, bersedia

berpuasa selama 8-10 jam sebelum pengambilan data dan menandatangani

informed consent. Kriteria ekslusi meliputi penyandang DM2 di RSUD

Kabupaten Temanggung dengan penyakit penyerta seperti stroke, gangren, gagal

ginjal, dan penyakit jantung koroner, berusia ≤40 tahun, serta tidak hadir saat

pengambilan data.

Jumlah responden yang bersedia untuk mengikuti penelitian dan

menandatangani informed consent sebanyak 106 responden. Menurut Spiegel dan

Stephens (2007), dibutuhkan minimal 30 responden dalam suatu penelitian

korelasi. Pada penelitian ini, jumlah responden yang digunakan sebanyak 98

(42)

responden tidak masuk dalam rentang usia penelitian, dua data responden

merupakan responden yang sama, lima data responden direduksi karena tidak

memiliki kelengkapan data kadar GDP. Pengambilan data dilakukan selama 6

minggu dengan rincian sebagai berikut:

a. minggu pertama (15 Agustus 2012 – 21 Agustus 2013) terdapat 16 responden

yang terdiri dari 8 responden pria dan 8 responden wanita

b. minggu kedua (22 Agustus 2013 – 28 Agustus 2013) terdapat 10 responden

yang terdiri dari 8 responden pria dan 2 responden wanita

c. minggu ketiga (29 Agustus 2013 – 4 September 2013) terdapat 16 responden,

terdiri dari 8 responden pria dan 8 responden wanita

d. minggu keempat (5 September 2013 – 11 September 2013) terdapat 14

responden, terdiri dari 5 responden pria dan 9 responden wanita

e. minggu kelima (12 September 2013 – 18 September 2013) terdapat 15

responden, terdiri dari 6 responden pria dan 9 responden wanita

f. minggu keenam (19 September 2013 – 28 September 2013) terdapat 35

(43)

Gambar 2. Skema Pengambilan Data

16 responden 15 responden

1 responden tidak masuk

16 responden 14 responden

2 responden memiliki

14 responden 10 responden

(44)

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung berlokasi di

jalan Dr. Sutomo no 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. Penelitian

berlangsung pada bulan Agustus - Oktober 2013.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi pengukuran antropometri

terhadap profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan darah pada diabetes

melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”. Penelitian ini dilakukan

berkelompok dengan jumlah anggota sebanyak 14 orang dengan kajian yang

berbeda. Kajian dari penelitian ini meliputi:

1. Korelasi Pengukuran Body Mass Index (BMI) terhadap Kadar Trigliserida

2. Korelasi Pengukuran Body Mass Index (BMI) terhadap Rasio Kadar

Kolesterol Total/HDL

3. Korelasi Pengukuran Body Mass Index (BMI) terhadap Rasio Kadar

HDL/LDL

4. Korelasi Pengukuran Body Mass Index (BMI) terhadap Tekanan Darah

5. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar

Trigliserida

6. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar

(45)

7. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar

HDL/LDL

8. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan Darah

9. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa

10. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Kadar Trigliserida

11. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL

12. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul

terhadap Rasio HDL/LDL

13. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

Tekanan Darah

14. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap

Kadar Glukosa Darah Puasa.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara

non-random dengan jenis purposive sampling. Pengambilan sampel secara

non-random karena tidak semua penyandang DM2 di RSUD Kabupaten Temanggung

mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi responden dalam penelitian ini,

yang menjadi responden hanyalah penyandang DM2 yang berpuasa dan sedang

(46)

Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan pertimbangan objektif peneliti

yaitu responden tersebut dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan

dari penelitian (Notoatmodjo, 2010).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah skinfold caliper dengan merek pi zhi

hou du fi yang berfungsi sebagai alat ukur abdominal skinfold thickness,

timbangan berat badan analog dengan merek Camry® untuk mengukur berat

badan, dan pita ukur tinggi badan dengan merek Butterfly® untuk mengukur

tinggi badan. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa responden dilakukan oleh

Laboratorium RSUD Kabupaten Temanggung menggunakan Sysmex Chemix-180

(Jepang), seri : 5830-0605.

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi tentang jumlah

penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung serta lokasi

di rumah sakit tersebut yang tepat untuk dilakukannya proses wawancara,

pengisian informed consent dan pengukuran antropometri pada responden saat

(47)

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin awalnya ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearence. Permohonan izin ini dilakukan

untuk memenuhi etika penelitian menggunakan sampel darah manusia dan hasil

penelitian dapat dipublikasikan. Permohonan ijin kedua ditujukan kepada Bagian

Penelitian dan Pengembangan (Litbang) RSUD Kabupaten Temanggung.

Permohonan izin ketiga ditujukan kepada perawat dan dokter di poli penyakit

dalam RSUD Temanggung untuk bekerja sama dalam penyortiran penyandang

DM2 yang sedang melakukan pemeriksaan. Permohonan izin keempat ditujukan

kepada Kepala Laboratorium RSUD Temanggung untuk melakukan kerja sama

dalam pengambilan dan pengukuran sampel darah responden. Permohonan izin

kelima ditujukan kepada responden untuk bekerja sama dalam penelitian ini

dengan pengisian informed consent.

3. Pembuatan informed consent dan leaflet

Informed consent merupakan bukti tertulis pernyataan kesediaan

responden untuk ikut serta dalam penelitian yang harus memenuhi standar yang

ditetapkan oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Leaflet merupakan lembaran

kertas yang berisi informasi tercetak mengenai penjelasan tentang penelitian.

Pemberian leaflet pada penelitian ini bertujuan untuk membantu peneliti

menjelaskan mengenai pengukuran antropometri dan pentingnya melakukan

(48)

lebih jelas. Isi leaflet meliputi informasi mengenai DM2 beserta komplikasinya,

pengukuran antropometri (body mass index, skinfold thickness, pengukuran

lingkar pinggang panggul, dan tekanan darah), cek profil lipid (trigliserida,

kolesterol total, HDL, LDL), dan kadar glukosa darah.

4. Pencarian calon responden

Pencarian responden dilakukan setelah mendapat izin dari Litbang

RSUD Kabupaten Temanggung. Penyandang DM2 dan sedang check-up di poli

dalam RSUD Temanggung akan diantarkan perawat kepada peneliti untuk

diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian kepada calon

responden. Calon responden yang bersedia ikut dalam penelitian diminta untuk

mengisi dan menandatangani informed consent. Apabila calon responden sedang

dalam keadaan tidak puasa, peneliti mengajak calon responden untuk ikut serta di

hari selanjutnya dalam kondisi puasa. Selain itu, peneliti juga menyebarkan

undangan bagi penyandang DM2 yang berada di puskesmas di Kabupaten

Temanggung, yang jika bersedia menjadi responden dapat langsung datang ke

RSUD Kabupaten Temanggung untuk dilakukan pengecekan.

5. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011), instrumen

yang memiliki validitas dan reliabilitas yang baik dapat dinyatakan dengan nilai

CV (coefficient of variation) 5%. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut

dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, sedangkan instrumen yang

reliabilitas berarti instrumen tersebut dapat digunakan beberapa kali dengan hasil

(49)

mengukur abdominal skinfold thickness dan body mass index individu sebanyak

lima kali berturut-turut dengan alat ukur yang sama. Skinfold caliper dengan

merek pi zhi hou du fimemiliki nilai CV pada pria dan wanita sebesar 2% untuk

mengukur abdominal skinfold thickness. Timbangan berat badan analog dengan

merek Camry® memiliki CV pada pria sebesar 0,3% dan wanita sebesar 0,05%

untuk mengukur berat badan. Pita ukur tinggi badan dengan merek Butterfly®

memiliki CV sebesar 0,03% pada wanita dan 0.006% pada pria, sehingga dapat

disimpulkan bahwa instrumen skinfold caliper, timbangan analog, dan pita ukur

tinggi memenuhi syarat validasi.

6. Pengambilan darah dan pengukuran antropometri

Pengambilan darah dan pengukuran kadar LDL dan HDL dilakukan oleh

Laboratorium RSUD Kabupaten Temanggung kepada responden yang telah

menandatangi inform consent dan berpuasa 8-10 jam sebelum waktu pengambilan

darah serta tidak sakit pada hari yang bersangkutan. Pengukuran antropometri

yang dilakukan oleh peneliti adalah abdominal skinfold thickness dan body mass

index. Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan secara modern method

yaitu responden berdiri tegak dan rileks dengan tangan sejajar tubuh, kemudian

dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk diambil lipatan kulit secara vertikal

dengan jarak 5cm pada bagian kanan dari umbilicus dan 1cm dibawah jari yang

memegang skinfold , setelah itu rahang skinfold caliper dijepitkan pada lipatan

kulit yang diambil dan hasil pengukuran dapat dibaca dalam satuan milimeter

(Norton et al. 2001). Skinfold caliper yang digunakan untuk mengukur, dikalibrasi

(50)

Pengukuran body mass index dilakukan dengan mengukur tinggi badan

dan berat badan. Tinggi badan diukur menggunakan alat pengukur tinggi badan

pada responden yang berdiri tegak dengan pandangan lurus, bahu rileks, tangan di

sisi tubuh, kaki lurus, telapak kaki pada posisi datar dan tidak memakai alas kaki.

Berat badan diukur dalam kilogram menggunakan timbangan berat badan pada

responden tanpa memakai alas kaki.

7. Pembagian hasil pemeriksaan

Peneliti membagikan hasil pemeriksaan kepada responden secara

langsung. Hasil pemeriksaan dimasukkan ke dalam amplop dan peneliti

memberikan penjelasan langsung kepada responden untuk memahami mengenai

hasil laboratorium dan pengukuran antropometri tersebut.

8. Pengolahan data

Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan komputerisasi

menggunakan taraf kepercayaan 95%. Uji diawali dengan melakukan normalitas

data menggunakan uji Shapiro-Wilk untuk responden pria karena data responden

yang digunakan berjumlah 39 data (<50 responden) sedangkan untuk uji

normalitas pada data responden wanita, menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

karena menggunakan 59 data responden (>50 responden). Selanjutnya dilakukan

uji hipotesis komparatif antara rerata kadar glukosa darah puasa pada wanita dan

pria dengan kelompok BMI (≥23kg/m2 dan <23kg/m2) dan AST pada wanita

dengan kelompok AST (≤25,88mm dan >25,88mm) serta pada pria dengan

kelompok AST (≤23,5 mm dan >23,5mm). Hasil uji normalitas kelompok AST

(51)

terdapat data yang terdistribusi tidak normal sehingga untuk uji hipotesis

komparatif digunakan uji Mann-Whitney. Uji korelasi menggunakan uji korelasi

Spearman karena terdapat data yang terdistribusi tidak normal.

Tabel II. Panduan Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2012)

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan korelasi (r) 0,0 - <0,2

Arah korelasi + (positif)

-(negatif)

Searah Berlawanan

J. Analisis Data Penelitian

Data diolah secara stastistik menggunakan uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk untuk melihat distribusi normal suatu data. Suatu data

dikatakan normal apabila nilai signifikansi (p)>0,05. Data kemudian dianalisis

analisis Spearman karena terdapat data yang terdistribusi tidak normal. Taraf

kepercayaan 95% (Dahlan, 2012).

K. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah mencari responden dalam kondisi

puasa selama 8-10 jam. Di poli dalam RSUD Kabupaten Temanggung, jumlah

penyandang DM2 tergolong banyak namun pada saat pemeriksaan tidak banyak

yang berpuasa. Selain itu terdapat penyandang DM2 yang tidak bersedia di ambil

(52)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Penelitian ini melibatkan 98 responden yang terdiri dari 39 responden

pria dan 59 responden wanita yang merupakan penyandang DM2 di RSUD

Kabupaten Temanggung. Jumlah responden dalam penelitian ini telah melebihi

batas minimum sampel yaitu 30 sampel untuk penelitian dengan metode

deskriptif-korelasi (Spiegel and Stephens, 2007). Sejumlah 98 data responden

tersebut dianalisis secara statistik univariat dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk

dan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat normalitas data. Data responden pria

diuji dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah data <50, sedangkan data

responden wanita diuji dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov karena jumlah

data >50. Data dikatakan terdistribusi normal apabila nilai signifikansi (p)>0,05

(Dahlan, 2012). Gambaran karakteristik responden ditunjukan pada tabel berikut :

Tabel III. Profil Karakteristik Responden Pria

Karakteristik (n=39)

Mean + SD

p

Usia (tahun) 60,9 + 9,9 0,519

Abdominal Skinfold Thicness (mm) 23,50(9,17-30,33)* 0,000

Body Mass Index 23,78 + 2,64 0,108

Glukosa Darah Puasa (mg/dL) 182,0(98,0-456,0)* 0,003

Keterangan

* : nilai median(nilai minimum-maksimum) SD : standar deviasi

(53)

Tabel IV. Profil Karakteristik Responden Wanita

Karakteristik (n=59)

Mean + SD

p

Usia (tahun) 60,1 + 8,2 0,200

Abdominal Skinfold Thicness (mm) 25,88 ± 6,84 0,200

Body Mass Index 25,23+ 3,50 0,200

Glukosa Darah Puasa (mg/dL) 157,0(50,0-357,0)* 0,017

Keterangan

* : nilai median(nilai minimum-maksimum) SD : standar deviasi

p>0,05 menunjukkan data terdistribusi normal p<0,05 menunjukkan data terdistribusi tidak normal

1. Usia

Responden dalam penelitian ini berusia lebih dari 40 tahun yaitu 41-78

tahun. Dipilih responden dalam rentang umur tersebut karena berdasarkan hasil

penelitian (Yuliasih, 2009) menunjukan insiden DM2 terjadi paling banyak pada

usia lebih dari 40 tahun. Data diuji normalitasnya menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Diperoleh hasil sebaran usia yang merata dengan nilai

signifikansi (p>0,05). Menurut (Dahlan, 2012) data terdistribusi normal jika nilai

p>0,05.

2. Abdominal skinfold thickness (AST)

Hasil penelitian menunjukan sebaran nilai AST pada responden pria

terdistribusi tidak normal, dengan nilai p=0,000. Pada responden wanita nilai

AST dikatakan normal dan tersebar merata karena memiliki nilai p>0,05.

Berdasarkan rentang nilai minimum dan maksimum serta median pada respoden

pria yang cukup jauh menyebabkan distribusi data tidak normal. Menurut

(Dahlan, 2012) pemusatan data yang tidak terdistribusi normal dapat dilihat dari

(54)

Dalam penelitian ini, peneliti membagi AST dalam dua kelompok

berdasarkan nilai median dan nilai mean yang diperoleh, hal ini disebabkan

karena AST tidak memiliki cut-off point. Kedua kelompok tersebut yakni

kelompok AST≤23,5mm dan AST>23,5mm untuk responden pria, serta

kelompok AST≤25,88mm dan AST>25,88mm untuk responden wanita.

Diasumsikan bahwa semakin tinggi nilai AST akan berpengaruh terhadap

peningkatan kadar GDP.

3. Body mass index (BMI)

Responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki rentang BMI

18,01 kg/m2 - 32,54 kg/m2. World Health Organization menetapkan cut-off point

untuk orang Asiadikatakan overweight jika memiliki BMI≥23 kg/m2. Profil BMI

responden dalam penelitian ini ditunjukan dalam tabel berikut.

Tabel V. Profil BMI Responden Pria dan Wanita Berdasarkan Kriteria WHO

Pria Wanita

terdistribusi normal dengan nilai p>0,05.

4. Glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa responden pria dan wanita terdistribusi tidak

merata, dengan nilai p<0,05. Menurut Dahlan (2012) pemusatan data yang tidak

terdistribusi normal dapat dilihat dari nilai median, nilai maksimum dan nilai

(55)

berada pada rentang yang cukup besar dari nilai minimum dan nilai maksimum.

Hal inilah yang menyebabkan data terdistribusi tidak normal.

B. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Abdominal Skinfold Thicknes (AST)

Pengujian normalitas kelompok AST ≤23,5mm dan AST >23,5mm

terhadap kadar GDP pada responden pria menggunakan uji Shapiro-Wilk

menunjukan hasil distribusi kadar GDP pada responden yang memiliki

AST≤23,5mm terdistribusi normal dengan nilai p=0,225 sedangkan yang

memiliki AST>23,5mm terdistribusi tidak normal dengan nilai p=0,001.

Pengujian yang dilakukan pada responden wanita dengan kelompok

AST≤25,88mm dan AST>25,88mm menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk

menunjukan hasil distribusi kadar GDP pada responden dengan AST ≤25,88mm

dan AST>25,88mm terdistribusi tidak normal dengan nilai p<0,05. Data

terdistribusi normal jika nilai p>0,05 (Dahlan, 2012). Pengujian data kelompok

pria dan wanita menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah responden

masing-masing kelompok klasifikasi kurang dari 50 responden.

Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut, peneliti kemudian melakukan

uji Mann-Whitney pada responden pria dan wanita untuk mengetahui apakah

terdapat hubungan yang bermakna antara klasifikasi kelompok AST terhadap

rerata kadar GDP. Terdapat hubungan yang bermakna jika nilai p<0,05 (Dahlan,

2012). Hasil uji Mann-Whitney pada responden pria dengan kelompok

(56)

antara responden yang memiliki AST≤23,5mm dan AST>23,5mm terhadap kadar

GDP dengan nilai p=0,367 (Tabel VII). Sebaliknya, pada responden wanita yang

memiliki AST≤25,88mm dan AST>25,88mm menunjukan terdapat perbedaan

bermakna antara rerata kedua kelompok tersebut terhadap kadar GDP dengan nilai

p=0,004 (Tabel VII).

Tabel VI. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Pria dengan Abdominal Skinfold Thicknes≤23,5mm dan >23,5 mm

Karakteristik Abdominal Skinfold Thicknes p

≤23,5mm >23,5 mm

Glukosa darah puasa (mg/dL)

206,15±76,24* 187,32±83,72* 0,376**

* = rata- rata±SD

** = p>0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna

Tabel VII. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Wanita dengan

Abdominal Skinfold Thicknes≤25,88mm dan >25,88 mm

Karakteristik Abdominal Skinfold Thicknes p

≤25,88mm >25,88 mm

Glukosa darah puasa (mg/dL)

140,38±48,80* 195,36±73,80* 0,004**

* = rata- rata±SD

** = p>0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna

Hasil penelitian ini menunjukan, pada responden pria diasumsikan

semakin tinggi AST belum tentu terjadi peningkatan kadar GDP sedangkan pada

responden wanita semakin tinggi AST maka terdapat kecenderungan untuk terjadi

peningkatan kadar GDP. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini serupa

dengan penelitian yang dilakukan Bhardwaj et al. (2011) terhadap 459 subjek di

India yang menunjukan wanita memiliki rata-rata jaringan adiposa subkutan yang

lebih tinggi dari pria, sedangkan pria memiliki rata-rata jaringan adiposa viseral

yang lebih tinggi dari pada wanita. Hasil penelitian tersebut juga menunjukan

hasil prevalensi obesitas abdominal lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria

(57)

yang dilakukan oleh Janghorbani et al. (2007) terhadap 45.082 pria dan 44.322

wanita yang berusia 15 tahun sampai 60 tahun di Iran menunjukan obesitas

abdominal lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan terhadap pria (54,5% vs

12,9%) dan lebih tinggi dengan bertambahnya usia.

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pada bagian subkutan. Hal ini

juga mungkin merupakan salah satu faktor didapatkan hasil terdapat perbedaan

yang tidak bermakna antara rerata kelompok AST ≤23,5 mm dan AST >23,5

terhadap kadar GDP pada responden pria, sedangkan hasil berbeda bermakna pada

responden wanita dengan AST≤25,88 mm dan AST>25,88 mm. Responden

wanita yang memiliki AST>25,88 mm berarti memiliki jumlah lemak subkutan

yang banyak. Semakin tinggi lemak subkutan maka dapat meningkatkan kadar

GDP. Di daerah subkutan terdapat jaringan adiposa yang dapat memproduksi

hormon adipokin seperti adiponektin dan resistin. Menurut Ganong dan Stephen

(2010), pada individu obesitas hormon resistin yang merupakan hormon untuk

meningkatkan resistensi insulin menjadi lebih tinggi sedangkan adiponektin yang

merupakan hormon untuk meningkatkan sensitivitas insulin rendah. Hal inilah

yang menyebabkan terdapat perbedaan bermakna antara AST≤25,88 mm dan

AST>25,88 mm terhadap kadar GDP pada responden wanita.

C. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Body Mass Index (BMI)

Pengujian normalitas kelompok BMI ≥23 kg/m2 dan BMI<23 kg/m2 pada

Gambar

Gambar 2. Skema Pengambilan Data ........................................................
Tabel I. Klasifikasi BMI Pada Orang Asia Dewasa (WHO, 2000)
Gambar  2. Skema Pengambilan Data
Tabel II. Panduan Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menerapkan 6 langkah pengembangan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kreatif ini dinyatakan valid dan efektif dalam meningkatakan prestasi belajar siswa pada

[r]

Connections between these components using transit or transfer motions are then computed in a second stage (Section 2.2) by solving a limited number of point-to-point path

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh metode tipe jigsaw terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Swasta Setia Budi Abadi Perbaungan

Agar tidak keluar dari permasalahan yang diteliti penulis membatasi permasalahannya hanya pada jenis- jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa bahasa Jepang,

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SIDOARJO Jumlah  rumah tangga usaha  pertanian di Kabupaten Sidoarjo  Tahun 2013 sebanyak 41.287 rumah  tangga   

Dalam proses pewujudan tujuan organisasi tersebut, yakni pengembangan masyarakat urban, PCNU Surabaya telah melakukan perencanaan dan strategi komunikasi dengan berbagai