TUGAS AKHIR - SF 141501
ALGORITMA DEUTSCH-JOZSA PADA KUANTUM KOMPUTER SISTEM NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4 QUBIT
Bayu Dwi Hatmoko NRP 1112 100 060 Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc
Jurusan Fisika
ii
TUGAS AKHIR - SF 141501
ALGORITMA DEUTSCH-JOZSA PADA KOMPUTER KUANTUM SISTEM NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4 QUBIT
Bayu Dwi Hatmoko NRP 1112 100 060
Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember
FINAL PROJECT - SF 141501
DEUTSCH-JOZSA ALGORITHM IN QANTUM COMPUTER WITH NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4 QUBITS SYSTEM
Bayu Dwi Hatmoko NRP 1112 100 060
Advisor
Agus Purwanto,D.Sc
ALGORITMA DEUTSCH-JOZSA PADA KOMPUTER KUANTUM SISTEM NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4
QUBIT
Nama : Bayu Dwi Hatmoko
NRP : 1112100060
Jurusan : Fisika, FMIPA-ITS
Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc
Abstrak
Gagasan tentang komputer kuantum dikenalkan oleh Yuri Marin pada tahun 1980, kemudian disusul ilmuan Paul Benioff pada tahun 1981 dan disusul lagi oleh Richard feynman pada tahun 1982, komputer kuantum sendiri merupakan teknologi masa depan komputasi yang dapat menggantikan komputer saat ini. Komputer merupakan piranti yang dapat menghitung berdasarkan logika analitis yang dimiliki oleh rangkaian-rangkaian transistor logika. Menurut hukum Moore jumlah transistor pada mikroprosesor terus meningkat dua kali lipat setiap dua tahun. Berdasarkan hal itu para ahli memperkirakan akan menemukan sirkuit pada mikroprosesor yang diukur pada skala atom, dari sinilah kemudian munculah gagasan yang memanfaatkan kuantitas atom dan molekul untuk melakukan pengolahan data dan memori, yang kemudian disebut sebagai komputer kuantum. Kemudian Deutsc membuat rancangan algoritma kuantum yaitu algoritma Deutsch pada sistem dua qubit. (Deustch, 1985).Komputer kuantum saat ini masih dalam prototype 10 qubit, namun dalam Tugas akhir ini akan di bahas secara matematis untuk NMR 4 qubit.
vi
DEUTSCH-JOZSA ALGORITHM IN QUANTUM COMPUTER WITH NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4
QUBITS SYSTEM
Name : Bayu Dwi Hatmoko
NRP : 1112100060
Major : Physics, FMIPA-ITS
Advisor : Agus Purwanto, D.Sc
Abstrak
The idea of a quantum computer introduced by Yuri Marin in 1980, scientist Paul Benioff followed in 1981 and was followed again by Richard Feynman in 1982, quantum computer is the future of computing technology that can replace today's computers. The computer is a tool that can calculate based on the analytical logic used by transistor logic circuits. According to Moore's law continues the number of transistors on a microprocessor has doubled every two years. Based on that scientist predict will find circuits on a microprocessor measured on the atomic scale, from here then comes the idea of utilizing the quantity of atoms and molecules to perform memory and data processing, which is then referred to as quantum computers. Then Deutsch make an Algorithm that is Deutsch quantum algorithm which is an algorithm on a two qubit system. (Deustch, 1985). A quantum computer is still in the prototype 10 qubits, but the final project will be discussed mathematically for NMR four qubits.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, beribu-ribu katapun tak akan mampu mewakili rasa syukur penulis atas selesainya laporan tugas akhir ini. Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul:
“Algoritma Deutsch-Jozsa pada NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4 Qubit”.
Laporan tugas akhir ini penulis persembahkan kepada mayarakat Indonesia sebagai implementai kebermanfaatan bagi bangsa Indoneia dalam bidang yang penulis dalami, yaitu fisika bidang teori. Penulisan laporan tugas akhir ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan tugas akhir ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi, baik dukungan moril, materiil dan pengertiannya dalam pembuatan laporan tugas akhir ini:
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Yadi Jayadi dan Ibu Imas Hidayah yang telah memberikan segala yang terbaik bagi penulis, baik doa, dukungan moril dan materiil, serta pengertian yang tak pernah putus kepada penulis.
x
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, dan beliau adalah ayah saya di jurusan Fisika FMIPA ITS. 4. Bapak Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo, Bapak I Nengah
Artawan dan Bapak Heru Sukamto yang telah banyak memebantu dalam hal referensi.
5. Bapak Dr. Yono Hadi P, M. Eng. dan Bapak Eko Minarto selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA ITS yang telah memberikan kemudahan sarana kepada penulis selama kuliah sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini.
6. Teman-teman seperjuangan yang membantu dalam penulisan Muhammad Rizki Maulana Yusuf dan Naufal Aulia Adam 7. Teman-teman laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam,
Mas Yohanes, Mas Usykur, Avif dan adam yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan kepada penulis.
8. Kepada keluarga Fisika ITS 2012 (FBI 2012) yang telah menjadi angkatan terbaik dan keluarga penulis selama di Fisika FMIPA ITS, sukses adalah keharusan bagi kita. 9. Adik-adik Fisika angkatan 2013, 2014, 2015, dan 2016 yang
telah memberikan dukungannya kepada penulis, semoga tetap menjaga keharmonisannya di Fisika ITS.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih terdapat kesalahan. Mohon kritik dan saran pembaca guna menyempurnakan laporan ini. Akhir kata semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, baik pihak terkait penelitian, maupun khalayak umum khususnya masyarakat Indonesia. Amiin, Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
Surabaya, Januari 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
COVER PAGE ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Tujuan ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Komputer Klasik ... 3
2.1.1 Bilangan Biner ... 3
2.1.2 Gerbang Klasik ... 3
2.2 Komputer Kuantum ... 4
2.2.1 Qubit ... 4
2.2.2 Gerbang Kuantum ... 5
xi
2.4 NMR (Nuclear Magnetic Resonance) ... 13
2.4.1 Presisi Larmor di dalam Medan Magnet Konstan ... 13
2.4.2 Teknik Rabi ... 16
BAB III ALGORITMA DEUTSCH DAN DEUTSCH JOSZA ... 25
3.1 Register ... 25
3.1.1 Register Qubit Tunggal ... 25
3.1.2 Register Qubit Jamak ... 25
3.1.2a Register 2 Qubit ... 27
3.1.2b Register 3 Qubit ... 27
3.1.2c Register 4 Qubit ... 27
3.2 Algoritma Deutsch ... 28
3.3 Algoritma Deutch Josza pada sistem 2 Qubit ... 32
3.4 Algoritma Deutsch Josza pada sistem 3 Qubit ... 38
3.5 Algoritma Deutsch Josza pada sistem 4 Qubit ... 51
BAB IV SISTEM N-QUBIT ... 77
4.1 Sistem 1,2,dan 3 qubit ... 77
4.2 Sistem 4 Qubit ... 85
BAB V PENERAPAN ALGORITMA DEUTSCH-JOSZA DALAM SISTEM 4 QUBIT ... 99
BAB VI KESIMPULAN ... 225 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bilangan biner ... 3
Tabel 2.2 Gerbang computer klasik ... 4
Tabel 2.3 Realisasi fisis kuantum komputer ... 12
Tabel 3.1 Kemungkinan fungsi fungsi kotak hitam 2 qubit ... 32
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gerbang Z ... 6
Gambar 2.2 Gerbang Hadamard ... 7
Gambar 2.3 Gerbang UCNOT ... 11
Gambar 2.4 Presisi Larmor ... 13
Gambar 2.4a Probabilitas untuk |𝜔0− 𝜔1| ≫ 𝜔 ... 24
Gambar 2.4b Probabilitas untuk ω = ω0 ... 24
Gambar 2. 4c Probabilitas untuk |𝜔0− 𝜔1| ≈ 𝜔 ... 24
Gambar 3.1 Paralelisme kuantum... 26
Gambar 3.2 Skema algoritma Deutsch ... 28
Gambar 3.3Algoritma Deutsch-Josza 2 qubit ... 32
Gambar 3.4 Algoritma Deutsch-Josza 3 qubit ... 40
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
penyelesa-kantum dua keadaan yang mampu menerapkan algoritma Deutsch, algorima Deutsch-Jozsa dan beberapa algoritma kuntum yang laian. NMR memiliki teori yang paling mapan dari realisasi fisis yang berkaitan dengan komputer kuan-tum. Qubit pada realisasi sistem ini merupakan inti yang berspin 1/2. Molekul yang berisi beberapa inti disebut se-bagai ”Quantum Register” dimana sistem NMR dibuat dari jumlah molekul makroskopik dalam keadaan kesetimbangan termal. Komputer kuantum saat ini masih dalam prototype 10 qubit, namun dalam jurnal-jurnal belum menerangkan perhitungan matematis secara terperinci. Sehubungan den-gan hal tersebut, maka ada peluang yang besar untuk mengkaji lebih mendalam dari perhitungan matematis yang lebih ter-perinci untuk sistem kuantum NMR ini.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam tugas akhir ini permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pengaplikasian algoritma Deutsch-Josza 4 qubit secara matematis.
1.3 Batasan Masalah
Pada tugas akhir ini permasalahan hanya dibatasi pada sistem fisis NMR.
1.4 Tujuan
BAB II
TINTJAUAN PUSTAKA
2.1 Komputer Klasik
2.1.1 Bilangan BinerBilangan biner adalah bilangna yang berbasis 2 keadaan yaitu 0 dan 1, maka dengan demikian apabila dipandang se-bagai bilangan desimal, bilangan biner adalah bilangan yang berbasis 2n, jadi untuk mengkonversikan bilangan biner ke
bilangan desimal atau sebaliknya maka dapat dibuat jumla-han deret,sebagai berikut:
Misalkan kita memiliki angka biner 100110 Tabel 2.1 Bilangan biner
Basis 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20
Biner 1 0 0 1 1 0
Desimal 32 0 0 4 2 0
maka bilangan biner 100110 merupakan representasi bilan-gan desimal 38, begitu seterusnya, apabila kita meninjau alat pengukur jarak odometer yang berbasis lima digit maka kita dapatkan
2.1.2 Gerbang Klasik
2.2 Komputer kuantum
2.2.1 QubitDidalam logika komputer klasik dikenal istilah ketukan, ke-tukan ini berkaitan dengan kemampuan hitung komputer, ketukan dalam proses perhitungan ini disebut sebagai bit, untuk saat ini komputer klasik sudah mencapai 64 bit artinya dalam satu kali hitung komputer dapat menghitung 64 ma-sukan yang berbeda. Namun bit dalam istilah komputer kuantum disebut sebagai qubit (quantum bit) yang diny-atakan dalam basis keadaan berikut:
|0i ≡ |+i ≡
1 0
untukkeadaan spin up, sedangkanuntukkeadaan spin down dinyatakan dengan ket berikut:
|1i ≡ |−i ≡
0 1
(2) dan untuk keadaan yang menyatakan solusi secara lengkap (mengkombinasikan kedua keadaan spin up dan spin down) dinyatakan sebagai berikut:
|ψi=α|+i+β|−i (3)
dimana koefisien alfa dan beta merupakan koefisien kompleks yang memenuhi orthonormalitas berikut:
hψ|ψi=|α|2+|β|2 = 1 (4)
sedangkan|+i dan|−imerupakan vektor basis orthonormal dari keadaan|ψi
2.2.2 Gerbang Kuantum
mem-berdasarkan jumlah qubitnya gerbang kuantum dibagi men-jadi 2 yaitu gerbang qubit tunggal dan gerbang 2 qubit, berikut adalah uraian dari masing-masing gerbang:
2.2.2.1 Gerbang Qubit Tunggal
Ada beberapa gerbang logika dalam gerbang qubit tunggal yaitu sebagai berikut: gerbang Z, gerbang NOT dan operator Hadamard. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing gerbang:
Gerbang Z
Gerbang Z bekerja dalam logika persamaan berikut:
Z|+i=|+i
Z|−i=−|−i (6)
dikarenakan |psii=α|+i+β|−i, maka
Z|ψi=αZ|+i+βZ|−i
=α|ψi −β|−i (7)
maka dengan demikian operator Z merupakan operator uniter yaitu sebagai berikut:
Z =
h+|Z|+i h+|Z|−i
h−|Z|+i h−|Z|−i
= √1
2
1 0 0 −1
Gambar 2.1 Gerbang Z Gerbang NOT
Gerbang logika NOT memiliki simbol X, yang bekerja sesuai dengan persamaan:
X|+i=|−i
X|−i=|+i (9)
dikarenakan |ψi=α|+i+β|−i, maka
X|ψi=αX|+i+βX|−i
=α|−i −β|+i (10)
maka dengan demikian operator X merupakan operator uniter yaitu sebagai berikut:
X =
h+|X|+i h+|X|−i
h−|X|+i h−|X|−i
=
0 1 1 0
(11)
Operator Hadamard
H|+i= √1
2(|+i+|−i)
H|−i= √1
2(|+i − |−i) (12)
dikarenakan |ψi=α|+i+β|−i, maka
H|ψi=αH|+i+βH|−i
=α[√1
2(|+i+|−i)] +β[ 1
√
2(|+i − |−i)] = √1
2[α+β]|+i − 1
√
2β[α−β]|−i (13) maka dengan demikan operator H merupakan operator uniter yaitu sebagai berikut:
X =
h+|H|+i h+|H|−i
h−|H|+i h−|XH−i
= √1
2
0 1 1 0
(14)
2.2.2.2 Gerbang 2 Qubit
Ada beberapa operator yang bekerja pada sistem kuantum 2 qubit salah satunya adalah SWAP (exchange) dan operator CNOT. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing ger-bang:
Operator SWAP
Operator SWAP berfungsi untuk menukarkan keadaan qubit ke-0 dengan keadaan qubit ke-1 dengan memenuhi persamaan berikut:
maka didapatkan keadaan lengkapnya sebagai berikut:
S|00i=|00i
S|01i=|01i
S|10i=|10i
S|11i=|11i
(16)
yang memiliki operator uniter berikut
S =
h00|S|00i h00|S|01i h00|S|10i h00|S|11i
h01|S|00i h01|S|01i h01|S|10i h01|S|11i
h10|S|00i h10|S|01i h10|S|10i h10|S|11i
h11|S|00i h11|S|01i h11|S|10i h11|S|11i
=
1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1
(17)
Operator CNOT disimbolkan dengna huruf C, yang bekerja sesuai dengan persamaan berikut:
C10|xyi=|xy⊕xi (18)
C10|00i=|00i
C10|01i=|01i
C10|10i=|10i
C10|11i=|11i
C01|xyi=|xy⊕xi (19)
C01|00i=|00i
C01|01i=|11i
C01|10i=|10i
C01|11i=|01i
sehingga didapatkan operator uniternya sebagain berikut:
C10=
h00|C10|00i h00|C10|01i h00|C10|10i h00|C10|11i h01|C10|00i h01|C10|01i h01|C10|10i h01|C10|11i h10|C10|00i h10|C10|01i h10|C10|10i h10|C10|11i h11|C10|00i h11|C10|01i h11|C10|10i h11|C10|11i
=
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0
(20)
C01=
h00|C01|00i h00|C01|01i h00|C01|10i h00|C01|11i h01|C01|00i h01|C01|01i h01|C01|10i h01|C01|11i h10|C01|00i h10|C01|01i h10|C01|10i h10|C01|11i h11|C01|00i h11|C01|01i h11|C01|10i h11|C01|11i
=
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0
(21)
2.3 Sitem Dua Keadaan
Tabel 2.3 Realiasi Fisis Kuantum Komputer
No Sistem Fisis Sistem dua keadaan keadaan
|0i |1i
1 NMR spin inti atom up down
2 trapped ion, atom ne-tral dalam potensial optik, rongga QED dengan atom-atom
keadaan ion atau atom Keadaan dasar Keadaan terkesi-tasi
3 elektron spin elektron up down
Banyak elektron Tidak ada elek-tron
ada elektron Tunggal
4 keadaan koheren ca-haya
squeezed light amplitude squeezed light
phase squeezed light
5 kisi optik spin atom up down
6 josephson junction Qubit bermuatan su-perkonduktor
Tidak bermu-atan
bermuatan Qubit fluks
superkon-duktor
Arus searah jarum jam
Arus berlawanan arah jarum jam Qubit fase
superkon-duktor
Keadaan dasar Keadaan eksitasi pertama
7 Pasangan kuantum dot bermuatan tung-gal
Lokalisasi elektron Elektron disebe-lah kiri dot
Elektron disebe-lah kanan dot
8 quantum dot dot spin down up
9 foton Pengkodean polarisasi horizontal vertikal
Jumlah foton vakum Keadaan tunggal
2.4 NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
2.4.1 Presesi Larmor di dalam Medan Magnet Kon-stanApabila ada momen magnetik yang ditempatkan dalam ru-ang dimana terdapat medan magnet luar yru-ang konstan yru-ang telah ditentukan sebagai arahsumbu-z, susuai dengan gam-bar 2.1 yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.4 Presesi Larmor
maka momen magnetik tersebut akan mengalami interaksi dengan medan magnet luar sehingga mengalami presesi lar-mor. Dimana besarnya medan magnet luar sebesar:
¯
B =B0ˆk (22)
Energi interaksi momen magnetik dengan medan luar diny-atakan oleh hamiltonian sebagai berikut:
H =−µ¯·B¯ =−(µ0σzk¯) =−µ0σ0B0 (23)
apabila ditentukan bahwa
−µ0·B0 =
~ω0
2 (25)
maka hamiltoniannya dapat dinyatakan sebagai barikut:
H = ~ω0
2 σz (26)
kemudian apabila hamiltonian bekerja pada vektor keadaan
|±i
H|±i= ~ω0
2 σz|±i=± ~ω0
2 |±i (27)
maka didapatkan bahwa medan luar yang konstan menye-babkan adanya dua tingkat energi pada sistem dengan kon-disi awal dari vektor keadaan dinyatakan sebagai berikut:
|ψ(0)i=α|+i+β|−i (28)
denganαdanβmerupakan koefisien kompleks yang memenuhi kaidah |α|2+
|β|2 = 1 yang berevolusi terhadap waktu
men-jadi :
|ψ(t)i=αe− iω0t
2 |+i+βe iω0t
2 |−i (29)
maka didapatkan nilai ekspektasi momen magnetik sebagai berikut:
hµi=µ0hψ(t)|(σxˆi+σyˆj+σzkˆ)|ψ(t)i (30)
dimana ¯σ =σxˆi+σyˆj+σzˆk, maka didapatkan
hµ¯i=µ0hψ(t)|σxˆi+σyˆj+σzˆk|ψ(t)i (31)
maka nilai ekspektasi momen magnetik setiap sumbu adalah sebagai berikut:
hµ¯0i=µ0hψ(t)|σx|ψ(t)i
=µ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )σ
x(α∗e
iω0t
2 |+i+β∗e −iω0t
mengingat bahwa σx|±i=|∓i, maka didapatkan bahwa
=µ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )(α∗e iω0t
2 |−i+β∗e −iω0t
2 |+i)
=µ0(α∗αh+|−i+α∗βe−iω0th+|+i+β∗αeiω0th−|−i+β∗βh−|+i)
=µ0(α∗βe−iω
0t
+β∗αeiω0t
kemudian kita misalkan bahwa α = r0eiθ0, β = r1eiθ1, ψ =
θ1 =θ2, maka didapatkan
hµ¯xi= 2µ0r0r1cos(ω0t+ψ) (32)
kemudian komponen ekspektasi nilai momen magnetik ter-hadap sumbu-y adalah sebagai berikut:
hµ¯yi=µ0hψ(t)|σy|ψ(t)i
=µ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )σ
y(α∗e
iω0t
2 |+i+β∗e −iω0t
2 |−i)
mengingat bahwa σy|±i=±i|∓i, maka didapatkan bahwa
=iµ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )(α∗e iω0t
2 |−i−β∗e −iω0t
2 |+i)
= iµ0(α∗αh+|−i −α∗βe−iω0th+|+i+β∗αeiω0th−|−i −
β∗βh−|+i)
=iµ0(−α∗βe−iω0t+β∗αeiω0t
kemudian kita misalkan bahwa α = r0eiθ0, β = r1eiθ1, ψ =
θ1 =θ2, maka didapatkan
=µ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )σ
z(α∗e
iω0t
2 |+i+β∗e −iω0t
2 |−i)
mengingat bahwa σz|±i = ±|±i, maka didapatkan bahwa
=µ0(h+|α∗e
−iω0t
2 +h−|β∗e iω0t
2 )(α∗e iω0t
2 |+i−β∗e −iω0t
2 |−i)
=µ0(α∗αh+|+i+β∗βh−|−i)
=µ0(|α|2+|β|2)
maka didapatkan
hµ¯zi=µ0(|α|2+|β|2) (34)
2.4.2 Teknik Rabi
Apabila sistem momen magnetik dipengaruhi oleh medan magnet bergantung waktu yang tegak lurus dengan medan magnet statis, katakanlah medan magnet yang bergantung waktu adalah sebidang dengan bidang-xy, yang besarnya :
¯
B1 =B1cosωtˆi+B1sinωtˆj (35)
maka besar medan magnet total adalah sebagai berikut: ¯
B1 =B1cosωtˆi+B1sinωtˆj +B0ˆk (36)
dengan demikian hamiltonian interaksinya adalah sebagai berikut:
H = ¯µ·B¯
H = ¯µ0(σxˆi+σyˆj+σzkˆ)·(B1cosωtˆi+B1sinωtˆj+B0kˆ)
maka didapatkan:
dalam keadaan sembarang setiap keadaan diberikan oleh ben-tuk umum
|ψ(t)i=α(t)|+i+β(t)|−i (38) persamaan schrodinger untuk keadaan tersebut adalah
i~d
dt|ψ(t)i=H|ψ(t)i (39)
maka dapat kita selesaikan terlebih dahulu secara terpisah yaitu ruas kiri diselesaikan dulu kemudian ruas kanan kita selesaikan, berikut adalah penyelesaian ruas kiri:
i~d
dt|ψ(t)i=i~α˙(t)|+i+i~β˙(t)|−i (40)
dan berikut dalah penyelesaian ruas kanannya
H|ψ(t)i= (−µ0B1 cosωt σx−B1µ0 sinωt σy−µ0B0σz)(α(t)|+i+
β(t)|−i)
=−µ0B1 cosωt σx(α(t)|+i+β(t)|−i)
−B1µ0 sinωt σy(α(t)|+i+β(t)|−i)−µ0B0σz(α(t)|+i+
β(t)|−i)
=−µ0B1 cosωt(α(t)|+i+β(t)|−i)
−iB1µ0 sinωt(α(t)|+i−β(t)|−i)−µ0B0(α(t)|+i−
β(t)|−i)
= (−µ0B1 cosωt α(t) − iB1µ0 sinωt α(t) +
µ0B0)|−i
+ (−µ0B1 cosωt β(t)+ iB1µ0 sinωt β(t)−µ0B0)|+i
untuk keadaan |+i
i~α˙(t) =−µ0(B1β(t)e−iωt+µ0B0α(t))
iα˙(t) = −µ0B1
~ β(t)e−
iωt−µ0B0
~ α(t)
kita ingat kembali persamaan 2.4, maka kita dapatkan bahwa
iα˙(t) = ω1 2 β(t)e
−iωt − ω0
2 α(t) (42) untuk keadaan |−i
i~β˙(t) = −µ0(β1α(t)e−ωt+µ0B0β(t))
iβ˙(t) = −µ0B1
~ α(t)e−
iωt−−µ0B0
~ β(t)
kita ingat kembali persamaan 2.4, maka kita dapatkan bahwa
iβ(t) = ω1 2 α(t)e
−iωt
− ω20β(t) (43)
untuk mempermudah perhitungan maka dilakukan peruba-han koefisien kompleks yaitu sebagai berikut:
˙
α(t) = ˙α(t)eiωt2
˙
β(t) = ˙β(t)e−iωt 2
maka apabila kita turunkan koefisien tersebut satu kali ter-hadap waktu diperoleh
˙
α(t) = ˙α(t)eiωt2 +iω
2α(t)e
iωt 2
˙
β(t) = ˙β(t)e−iωt 2 − iω
2 β(t)e
−iωt
kemudian kita subtitusikan persamaan 2.21 dan 2.22 ke per-samaan 2.23, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
˙
α(t) = ω1
2iβ(t) +
ω0−ω
2i α(t)
˙
β(t) = ω1
2iα(t)−
ω0−ω
2i β(t) (45)
maka kita dapatkan hamiltonian dalam bentuk matriks yaitu sebagai berikut:
H|ψ(t)i=i~d
dt|ψ(t)i
=i~
˙
α(t) ˙
β(t)
=i~ ω1
2iβ(t) + ω0−ω
2i α(t) ω1
2iα(t)− ω0−ω
2i β(t)
= i~ 2i
ω0−ω ω1
ω1 −(ω0−ω)
α(t)
β(t)
sehingga diperoleh bentuk hamiltonian sebagai berikut:
H = ~ 2
ω0−ω ω1
ω1 −(ω0−ω)
= ~ 2
ω0−ω 0
0 −(ω0−ω)
+ ~
2
0 ω1
ω1 0
sehingga diperoleh
H = ~
2(ω0−ω)σz+ ~
¨
β(t) = ω1
2iα(t)−
ω0−ω
2i β˙(t) (47)
kemudian apabila kita subtitusikan persamaan 2.24 ke per-samaan 2.26 maka kita dapatkan
¨
α(t) =−1
4[(ω0−ω)
2
+ω12]α(t)
¨
β(t) =−1
4[(ω0−ω)
2
+ω12]β(t) (48)
kita definisikan bahwaω2
= [(ω0−ω)2+ω12], maka diperoleh
¨
α(t) + (ω 2)
2
α(t) = 0 ¨
β(t) + (ω 2)
2
β(t) = 0 (49)
sebagaimana kita tahu bahwa solusi dari persamaan 2.28 merupakan kombinasi sindan cos, yaitu sebagai berikut:
α(t) =A1sin
ωt
2 +A2sin
ωt
2
β(t) = A3sin
ωt
2 +A4sin
ωt
2 (50)
dimanaA1, A2, A3, A4merupakan konstanta, misalkan dalam
keadaan spin up memiliki kondisi sebagai berikut:
α(0) = 1 danβ(0) = 0 maka kita dapatkan
α(0) =A1sin
0.t
2 +A2cos 0.t
2 1 = A1sin 0 +A2cos 0
dan
β(0) =A3sin
0.t
2 +A4cos 0.t
2 1 =A3sin 0 +A4cos 0
1 =A4
sehingga persamaan 2.29 menjadi berikut
α(t) = A1sin
ωt
2 + cos
ωt
2
β(t) =A3sin
ωt
2 (51)
untuk mendapatkanA1danA3maka dipakai syarat
orthonor-malitas yaitu sebagai berikut: 1 =hψ(t)|ψ(t)i
1 = (h+|α∗(t)e−i ω0t
2 +h−|β∗(t)ei ω0t
2 )(α(t)e−i ω0t
2 |+i+β(t)ei ω0t
2 |−i)
1 =α∗(t)α(t) +β∗(t)β(t) 1 = (A1∗sin
ωt
2 + cos
ωt
2 )(A1sin Ωt
2 + cos Ωt
2 ) +A3
∗A
3sin2
Ωt
2 1 = (|A1|2 +|A3|2)sin2
Ωt
2 + cos
2 Ωt
2 + (A1+A1
∗) sinΩt
2 cos Ωt
2 maka dapat kita selesaikan terlebih dahulu yang bagian tidak konstan harus dibuat nol, yaitu sebagai berikut:
(A1+A1∗) sin
Ωt
2 cos Ωt
2 = 0A1+A1
hal ini dapat terpenuhi jika A1 merupakan perkalian
bilan-gan imajiner denbilan-gan bagian imajiner suatu bilanbilan-gan kom-pleks yang bagian rielnya berinilai nol (imaginer murni).
A1 =iA5 (52)
Kemudian yang bagian konstan dapat kita selesaikan, yaitu sebagai berikut
1 = (|A1|2+|A3|2)sin2
Ωt
2 + cos
2 Ωt
2 maka kita dapat menggunakan kaidah sin2θ+cos2
= 1, maka dengan nilai dari
|A1| 2
+|A3| 2
= 1 (53)
persamaan 2.32 dapat dinyatakan dalam bentuk (ω−ω0
Ω )
2 +
(ω1
Ω)
2 dan dipenuhi oleh A
1 dan A3 yaitu
A1 =i
ω−ω0
Ω
A3 =−i
ω1
Ω (54)
berdasarkan persamaan 2.31 dengan 2.32 maka didapatkan keadaan awal spin adalah sebagai berikut:
α(t) =iω−ω0
Ω sin Ωt
2 + cos Ωt
t
β(t) =−iω1
Ω sin Ωt
2 (55)
maka dengan demikian diperoleh set lengkap keadaan adalah sebagai berikut:
|ψi=iω−ω0
Ω sin Ωt
2 + cos Ωt
t |0i
−iω1
Ω sin Ωt
2 |1i
apabila kita ingin mengukur spin dari keadaan negatif|−i ≡
|1i maka
h1|ψi=−iω1
Ω sin Ωt
2 (57)
dan apabila dihitung probabilitas spin flip dari keadaan up ke keadaan down maka diperoleh :
P+→−=| h1|ψi | 2
=ω1 Ω
2
sin2 Ωt
2
(58)
berdasarkan pers. (58) maka dapat diambil suatu keadaan khusus yaitu sebagai berikut:
1. apabila |ω0 − ω1| >> ω maka didapatkan spin flip
dari keadaan up ke keadaan down memiliki probabili-tas yang kecil, artinya sebagian besar masih tetap pada keadaan semula. (gambar a)
2. apabilaω=ω0 maka pada waktu tertentu nilai
proba-bilitas spin flip dari keadaan up ke keadaan down dapat bernilai 1, berikut adalah fungsi waktu untuk spin flip keadaan up ke keadaan down
tn=
(2n+ 1)π ω1
(59) dengan n=0,1,2,.. (gambar b)
Gambar 2.4a Probabilitas untuk |ω0 −ω1|>> ω
Gambar 2.4b Probabilitas untuk ω=ω0
BAB III
ALGORITMA DEUTSCH DAN
DUETSCH JOSZA
sebelum membahas tentang algoritma Deutsch dan Algo-ritma Deutsch-Josza diperlukan untuk membahas terlebih dahulu tentang register, yaitu sebagai berikut:
3.1 Register
3.1.1 Register Qubit Tunggal
Pada algortima Deutsch register yang diperlukan adalah reg-ister qubit tunggal dikarenakan Algortima Deutsch berfungsi untuk memetakan input qubit tunggal ke output qubit tung-gal. Maka registernya adalah sebagai berikut: |0i dan |1i sedangkan set lengkap dari keadaan adalah sebagai berikut:
|ψi=a|0i+b|1i (60)
3.1.2 Register Qubit Jamak
Sebelum membahas tentang register pada qubit jamak maka diperlukan terlbeih dahulu pemahaman tentang keadaan ter-belit dan paralelisme kuantum. Keadaan terbelit dan Paralelisme Kuantum
Keadaan Terbelit
Paralelisme Kuantum
Diberikan suatu fungsi f(x) yang membangun suatu sirkuit kuantumUf−c−N yang bekerja sesuai dengan persamaan berikut:
|xyi → |xy⊕f(x)i (63)
berikut adalah beberapa contoh keadaan paralelisme kuan-tum:
Gambar 3.1 Paralelisme Kuantum
berdasarkan gambar diagram diatas maka dapat diketahui bahwa sirkuit memiliki masukan |xi dan |yi dan memiliki keluaran|xy⊕f(x)i(gambar a), untuk (gambar b) masukan
|yi = |0i maka sirkuit akan meiliki keluaran |xf(x)i sedan-gkan pada (gambar c) sirkuit memiliki kedua masukan |0i namun salah satunya melewati gerbang hadamar sehingga keluaran sirkuit adalah 1
√
3.1.2a Register 2 Qubit
dalam register 2 qubit masukan merupakan superposisi keadaan yaitu berupa direct product:
|00i=|0i ⊗ |0i=
1 0 0 0
(64)
sedangakn dalam 2 qubit berikut adalah kemungkinan keadaan yang terjadi |00i,|01i,|10i,|11i, secara lengkap dapat dit-uliskan dalam bentuk
|ψi=a0|00i+a1|01i+a3|10i+a4|11i (65)
3.1.2b Register 3 Qubit
Register 3 qubit masukan keadaan berupa|000i,|0001i, ...,|111i maka secara lengkap set keadaan dapat dituliskan sebagai berikut:
|ψi=a0|000i+a1|001i+a2|010i+a3|011i
+a4|100i+a5|101i+a6|110i+a7|111i
(66)
3.1.2c Register 4 Qubit
Register 4 qubit juga terdiri dari 4 direct produc t dari keadaan yaitu sebagai berikut |0000i,|0001i, ...,|1111i den-gan demikian set lengkap dari fungsi keadaan untuk 4 qubit dapat ditulis sebagai berikut:
3.2 Alogaritma Deutsch
Algoritma Deutsch merupakan algoritma kuantum yang per-tama yang mana algoritma ini jauh lebih efisien daripada al-goritma pada perhitungan klasik, Untuk memudahkan pema-haman maka kita misalakanf : (0,1)→(0,1) adalah fungsi biner maka fungsi tersebut hanya memiliki 4 kemungkinan yaitu :
f1 : 0→0,1→0
f2 : 0→1,1→1
f3 : 0→0,1→1
f4 : 0→0,1→0
(68)
fungsif1 danf2merupakan fungsi tetapan sedangkanf3 dan
f4 merupakan fungsi setimbang. maka perlu dilakukan dua
evaluasi untuk mengetahui bahwa fungsif merupakan fungsi klasik atau fungsi setimbang.
Gambar 3.2 Skema Algoritma Deutsch
Algoritma kuantum yang paling sederhana untuk mengeval-uasi fungsifadalah algoritma Deutsch, sehingga dapat menen-tukan fungsi f merupakan tetapan atau setimbang, Evalu-asi dapat dimulai dengan memasukkan qubit |01i Katakan-lah |ψin = |01i merupakan keadaan masukan yang dikenai
katakanlah |ψ1i Maka Nilainya adalah |ψ1i=H⊗H|01i
=H|0i ⊗H|1i = √1
2(|0i+|1i) 1
√
2(|0i+|1i) = 1
2(|00i − |01i+|10i − |11i) (69) kemudian kita dapat menerapkan operasi f pada keadaan
|ψ1idalam suku operator uniter Uf
Uf|xyi=|xy⊗f(x)i (70)
maka operasi mendapatkan hasil
|ψ2i=Uf|ψ1i
= 1
2Uf(|00i − |01i+|10i − |11i)
|ψ2i=
1
selanjutnya kita terapkan gerbang hadamard pada qubit perrtama dan gerbang identitas pada qubit kedua
|ψ3i=H⊗I|ψ2i
= 1
2H⊗I(|0i |f(0)i − |0i |f(1)i+|1i |f(1)i − |1i |−f(1)i = 1
2(H|0i ⊗I|f(0)i −H|0i ⊗I|−f(0)i) + 1
2(H|1i ⊗I|f(1)i −H|1i ⊗I|−f(1)i)
= 1
2√2[(|0i+|1i)|f(0)i −(|0i+|1i)|−f(0)i] + 1
2[(|0i − |1i)|f(1)i+ (|0i − |1i)|−f(1)i] =
√
2
4 [(|0i+|1i) (|f(0)i − |−f(0)i)] + 1
2[(|0i − |1i) (|f(1)i − |−f(1)i)]
(72)
|ψ3i merupakan output yang dapat mengetahui fungsi f itu
konstan atau setimbang.
misalkan f(0) =f(1) maka f konstan, sehingga:
|ψ3i= √
2
4 [(|0i+|1i) (|f(0)i − |−f(0)i)] +
√
2
4 [(|0i − |1i) (|f(1)i − |−f(1)i)] =
√
2
4 (|0i+|1i+|0i − |1i) (|f(0)i − |−f(0)i) =
√
2
4 2|0i(|f(0)i − |−f(0)i) = √1
2|0i(|f(0)i − |−f(0)i)
sedangkan untukf merupakan fungsi setimbang dimanaf(0) =
−f(1) dapat diuraikan sebagai berikut:
|ψ3i= √
2
4 [(|0i+|1i) (|f(0)i − |−f(0)i)] +
√
2
4 [(|0i − |1i) (|f(1)i − |−f(1)i)] =
√
2
4 (|0i+|1i −(|0i − |1i)) (|f(0)i − |−f(0)i) =
√
2
4 2|1i(|f(0)i − |−f(0)i) =
√
2
2 |1i(|f(0)i − |−f(0)i)
(74)
berikut adalah rincian luaran untuk setiapf: untukf1(0) =
0
|ψouti=
1
√
2|0i(|0i − |1i) = √1
2(|00i − |01i)
(75)
untuk f2(0) = 1
|ψouti=
1
√
2|1i(|0i − |0i) =−√1
2(|00i − |01i)
(76)
maka didapatkan bahwa f2 = −f1 kemudian untuk fungsi
yang setimbang didapatkan rincian sebagai berikut: untuk
untuk f4(0) = 1
|ψouti=
1
√
2|1i(|1i − |0i) =−√1
2(|10i − |11i)
(78)
maka didapatkan bahwa f4 =−f3.
3.3 Algoritma Deutsch Josza pada sistem 2
qubit
algoritma Deutsch-josza merupakan perluasan daripada al-goritma Deutsch, yaitu dengan masukan n-qubit untuk memetakan-pada qubit tungal. misalkan kita memiliki suatiu kotak hi-tam untuk 2 qubit maka kita mendapat masukan:
|ψi=|x1x0i=|00i+|01i+|10i+|11i
dari masukan tersebut dapat dibuta tabel kemungkinan un-tuk fungsi-fungsi konstan dan setimbang yakni sebagai berikut:
fungsi |00i |01i |10i |11i
fk0 0 0 0 0
fk1 1 1 1 1
fs1 1 1 0 0
fs2 1 0 1 0
fs3 1 0 0 1
fs4 0 1 1 0
fs5 0 1 0 1
fs6 0 0 1 1
Gambar 3.3 Algoritma Deutsch-Josza 2 qubit
kemudian kemungkinan-kemungkinan fungsi konstan dan se-timbang diatas di evaluasi sebagai berikut: maka kita defin-isikan terlebih dahulu untuk masukan, dengan syarat bahwa dalam algoritma Deutsc-jozsa diberikan qubit tambahan den-gan keadaan|1i maka dengan demikian didapatkan :
|ψini=|0i ⊗ |0i ⊗ |1i=|001i (79)
kemudian diaplikasikan transformasi walsh-Hadamard dida-patkan:
|ψ1i=H⊗H⊗H|ψini
=H|0i ⊗H|0i ⊗H|1i = 1
232
(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i − |1i) = 1
232
[|000i − |001i+|010i − |011i] + 1
232
[|100i − |101i+|110i − |111i]
kemudian diterapakan uf pada |ψ1i daan didapatkan: |ψ2i=Uf|ψ1i
= 1 232
[U|000i −U|001i+U|010i −U|011i] + 1
232
[U|100i −U|101i+U|110i −U|111i] = 1
232
(|000⊕f(00)i − |001⊕f(00)i) + 1
232
(|010⊕f(01)i − |011⊕f(01)i) + 1
232
(|100⊕f(10)i − |101⊕f(10)i) + 1
232
(|110⊕f(11)i − |111⊕f(11)i) = 1
232 |
00i(|0⊕f(00)i − |1⊕f(00)i) + 1
232 |
01i(|0⊕f(01)i − |1⊕f(01)i) + 1
232 |
10i(|0⊕f(10)i − |1⊕f(10)i) + 1
232 |
11i(|0⊕f(11)i − |1⊕f(11)i) = 1
232 |
00i(|f(00)i − |−f(00)i) + 1
232 |
01i(|f(01)i − |−f(01)i) + 1
232 |
10i(|f(10)i − |−f(10)i) + 1
232 |
11i(|f(11)i − |−f(11)i)
kemudian diterapkan kembali transformasi walsh hadamard maka diperoleh:
|ψ3i= (H⊗H⊗I)|ψ2i
= 1 232
H|0i ⊗H|0i ⊗I(|f(00)i − |−f(00)i) + 1
232
H|0i ⊗H|1i ⊗I(|f(01)i − |−f(01)i) + 1
232
H|1i ⊗H|0i ⊗I(|f(10)i − |−f(10)i) + 1
232 |
1i ⊗H|1i ⊗I(|f(11)i − |−f(11)i) = 1
232
(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|f(00)i − |−f(00)i) + 1
232
(|0i+|1i) (|0i − |1i) (|f(01)i − |−f(01)i) + 1
232
(|0i − |1i) (|0i+|1i) (|f(10)i − |−f(10)i) + 1
232
(|0i − |1i) (|0i − |1i) (|f(11)i − |−f(11)i) = 1
252
(|00i+|01i+|10i+|11i) (|f(00)i − |−f(00)i) + 1
252
(|00i − |01i+|10i − |11i) (|f(01)i − |−f(01)i) + 1
252
(|00i+|01i − |10i − |11i) (|f(10)i − |−f(10)i) + 1
252
= 1 252
(|00i[|f(00)i − |−f(00)i+|f(01)i − |−f(01)i]) + 1
252
(|00i[|f(10)i − |−f(10)i+|f(11)i − |−f(11)i]) + 1
252
(|01i[|f(00)i − |−f(00)i − |f(01)i+|−f(01)i]) + 1
252
(|01i[|f(10)i − |−f(10)i − |f(11)i+|−f(11)i]) + 1
252
(|10i[|f(00)i − |−f(00)i+|f(01)i − |−f(01)i])
− 1
252
(|10i[|f(10)i+|−f(10)i − |f(11)i+|−f(11)i]) + 1
252
(|11i[|f(00)i − |−f(00)i − |f(01)i+|−f(01)i])
− 1
252
(|10i[|f(10)i+|−f(10)i+|f(11)i − |−f(11)i]) (82)
kemudian dievaluasi untuk setiap fungsi konstan dan setim-bangnya.
untuk fungsi setimbang maka kita dapat mengambil bahwa
berikut:
|ψ3i=
1 252
(|00i[|f(00)i − |−f(00)i+|f(00)i − |−f(00)i]) 1
252
(|00i[+|f(00)i − |−f(00)i+|f(00)i − |−f(00)i]) + 1
252
(|01i[|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i+|−f(00)i]) + 1
252
(|01i[|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i+|−f(00)i]) + 1
252
(|10i[|f(00)i − |−f(00)i+|f(00)i − |−f(00)i])
− 1
252
(|10i[|f(00)i+|−f(00)i − |f(00)i+|−f(00)i]) + 1
252
(|11i[|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i+|−f(00)i])
− 1
252
(|11i[|f(00)i+|−f(00)i+|f(00)i − |−f(00)i]) = 1
252
4 (|00i[|f(00)i − |−f(00)i] +|01i.0 +|10i.0 +|11i.0) = √1
2(|00i[|f(00)i − |−f(00)i])
(83)
untuk fungsi konstan f1(00) = 0, kita dapatkan |ψ3i=
1
√
2|00i[|0i − |1i] = √1
2[|000i − |001i]
sedangkan untuk fungsi setimbang f2(00) = 1 maka
didap-atkan:
|ψ3i=
1
√
2|00i[|1i − |0i] =−√1
2[|000i − |001i]
(85)
maka dengan demikian didapatkan bahwa|ψout2i=− |ψout1i.
untuk fungsi setimbang, diambil contoh evaluasi untuk
f8danf11, yaitu sebagai berikut:
untukf8 diketahui dari tabel bahwaf8(00 =f8(10) = 1 dan
f8(01) =f8(11), maka dengan demikian didapatkan: |ψ3i=
1 252
(|00i[|1i − |0i+|0i − |1i+|1i − |0i+|0i − |−1i]) + 1
252
(|01i[|1i − |0i − |0i+|1i+|1i − |0i − |0i+|1i]) + 1
252
(|10i[|1i − |0i+|0i − |1i − |1i+|0i − |0i+|1i]) + 1
252
(|11i[|1i − |0i − |0i+|1i − |1i+|0i+|0i − |1i]) = 1
252
4|01i(|1i − |0i) = √1
2(|011i − |010i)
(86)
sedangkan untuk fugnsi setimbangf11diketahui bahwaf11(00) =
sebagai berikut:
|ψ3i=
1 252
(|00i[|0i − |1i+|1i − |0i+|0i − |1i+|1i − |0i]) + 1
252
(|01i[|0i − |1i − |1i+|0i+|0i − |1i − |1i+|0i]) + 1
252
(|10i[|0i − |1i+|1i − |0i − |0i+|1i − |1i+|0i]) + 1
252
(|11i[|0i − |1i − |1i+|0i − |0i+|1i+|1i − |0i]) = 1
252
4|01i(|0i − |1i) =−√1
2(|011i − |010i)
(87)
maka dengan demikian diperoleh bahwa|ψout11i=− |ψout8i.
untuk selanjutnya juga dilakukan evaluasi terhadap fungsi-fungsi setimbang yang lain dan di dapatkan bahwa
|ψouti={
|00ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfk0 konstan0 − |00ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfk1 konstan1 − |10ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfs1 setimbang
− |01ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfs2 setimbang
− |11ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfs3 setimbang
|11ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfs4 setimbang
|01ih|0i−|√ 1i
2
i
untukfs5 setimbang
3.4 Algoritma Deutsch-Jozsa pada sistem 3
qubit
inti daripada algoritma Deutsch-jozsa adalah memetakan qubit banyak ke qubit tunggal. Dalama sisttem 3 qubit kotak hi-tam memiliki masukan keadaan:
|ψi=|x2x1x0i=|000i+|001i+|010i+|011i
+|100i+|101i+|110i+|111i (89)
berdasarkan masukan tersebut maka dapat dibuat tabel kemungkinan-kemungkinan fungsi konstan dan setimbang dalam sistem 3
qubit yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kemungkinan Fungsi-Fungsi Kotak Hitam Pada sistem 3 qubit
|x2x1x0i fk0 fk0 fk1 fs2 fs3 fs4 fs5 fs6 fs7 fs8 fs9
|000i 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
|001i 0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0
|010i 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1
|011i 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0
|100i 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1
|101i 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0
|110i 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1
|111i 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1
berikut adalah diagram algoritma Deutsch-Josza 3 qubit :
misalkan qubit masukan memiliki keadaan
|ψini=|0i ⊗ |0i ⊗ |0i ⊗ |1i=|0001i (90)
dari qubit masukan tersebut diaplikasikan transformasi Walsh-Hadamard dan didapatkan :
|ψ1i= (H⊗H⊗H⊗H)|ψini
=H|0i ⊗H|0i ⊗H|0i ⊗H|1i = 1
4[(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i − |1i)] = 1
4[|0000i − |0001i+|0010i − |0011i] +1
4[|0100i − |0101i+|0110i − |0111i] +1
4[|1000i − |1001i+|1010i − |1011i] +1
4[|1100i − |1101i+|1110i − |1111i]
(91)
kemudian diaplikasikan operator uf pada |ψ1i sehingga
di-dapatkan:
|ψ2i=
1
4[U|0000i −U|0001i+U|0010i −U|0011i] +1
4[U|0100i −U|0101i+U|0110i −U|0111i] +1
4[U|1000i −U|1001i+U|1010i −U|1011i] +1
= 1
4[|0000⊕f(000)i − |0001⊕f(000)i] + 1
4[|0010⊕f(001)i − |0011⊕f(001)i] + 1
4[|0100⊕f(010)i − |0101⊕f(101)i] + 1
4[|0110⊕f(011)i − |0111⊕f(011)i] + 1
4[|1000⊕f(100)i − |1001⊕f(100)i] + 1
4[|1010⊕f(101)i − |1011⊕f(101)i] + 1
4[|1100⊕f(110)i − |1101⊕f(110)i] + 1
4[|1110⊕f(111)i − |1111⊕f(111)i] = 1
4[|000i(|0⊕f(000)i − |1⊕f(000)i)] + 1
4[|001i(|0⊕f(001)i − |1⊕f(001)i)] + 1
4[|010i(|0⊕f(010)i − |1⊕f(010)i)] + 1
4[|011i(|0⊕f(011)i − |1⊕f(011)i)] + 1
4[|100i(|0⊕f(100)i − |1⊕f(100)i)] + 1
4[|101i(|0⊕f(101)i − |1⊕f(101)i)] + 1
4[|110i(|0⊕f(110)i − |1⊕f(110)i)] + 1
= 1
4[|000i(|f(000)i − |−f(000)i)] +1
4[|001i(|f(001)i − |−f(001)i)] +1
4[|010i(|f(010)i − |−f(010)i)] +1
4[|011i(|f(011)i − |−f(011)i)] +1
4[|100i(|f(100)i − |−f(100)i)] +1
4[|101i(|f(101)i − |−f(101)i)] +1
4[|110i(|f(110)i − |−f(110)i)] +1
4[|111i(|f(111)i − |−f(111)i)]
kemudian diaplikasin transformasi walsh-hadamard lagi se-hingga didapatkan|ψ3i, yaitu sebagai berikut:
|ψ3i= (H⊗H⊗H⊗I)|ψ2i
= 1
4[H|0i ⊗H|0i ⊗H|0i ⊗I(|f(000)i − |−f(000)i)] + 1
4[H|0i ⊗H|0i ⊗H|1i ⊗I(|f(001)i − |−f(001)i)] + 1
4[H|0i ⊗H|1i ⊗H|0i ⊗I(|f(010)i − |−f(010)i)] + 1
4[H|0i ⊗H|1i ⊗H|1i ⊗I(|f(011)i − |−f(011)i)] + 1
4[H|1i ⊗H|0i ⊗H|0i ⊗I(|f(100)i − |−f(100)i)] + 1
4[H|1i ⊗H|0i ⊗H|1i ⊗I(|f(101)i − |−f(101)i)] + 1
4[H|1i ⊗H|1i ⊗H|0i ⊗I(|f(110)i − |−f(110)i)] + 1
= 1 272
[(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i+|1i) (|f(000)i − |−f(000)i)] + 1
272
[(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i − |1i) (|f(001)i − |−f(001)i)] + 1
272
[(|0i+|1i) (|0i − |1i) (|0i+|1i) (|f(010)i − |−f(010)i)] + 1
272
[(|0i+|1i) (|0i − |1i) (|0i − |1i) (|f(011)i − |−f(011)i)] + 1
272
[(|0i − |1i) (|0i+|1i) (|0i+|1i) (|f(100)i − |−f(100)i)] + 1
272
[(|0i − |1i) (|0i+|1i) (|0i − |1i) (|f(101)i − |−f(101)i)] + 1
272
[(|0i − |1i) (|0i − |1i) (|0i+|1i) (|f(110)i − |−f(110)i)]
− 1
272
= 1 272
[(|000i+|001i+|010i+|011i+|100i+|101i+|110i+|111i) (|f(000)i − |−f(000)i)]
+ 1
272
[(|000i − |001i+|010i − |011i+|100i − |101i+|110i − |111i) (|f(001)i − |−f(001)i)]
+ 1
272
[(|000i+|001i − |010i − |011i+|100i+|101i − |110i − |111i) (|f(010)i − |−f(010)i)]
+ 1
272
[(|000i − |001i − |010i+|011i+|100i − |101i − |110i+|111i) (|f(011)i − |−f(011)i)]
+ 1
272
[(|000i+|001i+|010i+|011i − |100i − |101i − |110i − |111i) (|f(100)i − |−f(100)i)]
+ 1
272
[(|000i − |001i+|010i − |011i − |100i+|101i − |110i+|111i) (|f(101)i − |−f(101)i)]
+ 1
272
[(|000i+|001i − |010i − |011i − |100i − |101i+|110i+|111i) (|f(110)i − |−f(110)i)]
+ 1
272
[(|000i − |001i − |010i − |011i − |100i − |101i − |110i − |111i) (|f(111)i − |−f(111)i)]
4
= 1 272
[|000i(|f(000)i − |−f(000)i+|f(001)i − |−f(001)i)]
+ 1 272
[|000i(|f(010)i − |−f(010)i+|f(011)i − |−f(011)i)]
+ 1 272
[|000i(|f(100)i − |−f(100)i+|f(101)i − |−f(101)i)]
+ 1 272
[|000i(|f(110)i − |−f(110)i+|f(111)i − |−f(111)i)]
+ 1 272
[|001i(|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i+|−f(001)i)]
+ 1 272
[|001i(|f(010)i − |−f(010)i − |f(011)i+|−f(011)i)]
+ 1 272
[|001i(|f(100)i − |−f(100)i − |f(101)i+|−f(101)i)]
+ 1 272
[|001i(|f(110)i − |−f(110)i − |f(111)i+|−f(111)i)]
+ 1 272
[|010i(|f(000)i − |−f(000)i+|f(001)i − |−f(001)i)]
+ 1 272
[|010i(− |f(010)i+|−f(010)i − |f(011)i+|−f(011)i)]
+ 1 272
[|010i(|f(100)i − |−f(100)i+|f(101)i − |−f(101)i)]
+ 1 272
[|010i(− |f(110)i+|−f(110)i − |f(111)i+|−f(111)i)]
+ 1 272
+ 1 272
[|011i(− |f(010)i+|−f(010)i+|f(011)i − |−f(011)i)]
+ 1 272
[|011i(|f(100)i − |−f(100)i − |f(101)i+|−f(101)i)]
+ 1 272
[|011i(− |f(110)i+|−f(110)i+|f(111)i − |−f(111)i)]
+ 1 272
[|100i(|f(000)i − |−f(000)i+|f(001)i − |−f(001)i)]
+ 1 272
[|100i(|f(010)i − |−f(010)i+|f(011)i − |−f(011)i)]
+ 1 272
[|100i(− |f(100)i+|−f(100)i − |f(101)i+|−f(101)i)]
+ 1 272
[|100i(− |f(110)i+|−f(110)i − |f(111)i+|−f(111)i)]
+ 1 272
[|101i(|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i+|−f(001)i)]
+ 1 272
[|101i(|f(010)i − |−f(010)i − |f(011)i+|−f(011)i)]
+ 1 272
[|101i(− |f(100)i+|−f(100)i+|f(101)i − |−f(101)i)]
+ 1 272
[|101i(− |f(110)i+|−f(110)i+|f(111)i − |−f(111)i)]
+ 1 272
[|110i(|f(000)i − |−f(000)i+|f(001)i − |−f(001)i)]
+ 1 272
[|110i(− |f(010)i+|−f(010)i − |f(011)i+|−f(011)i)]
+ 1 272
[|110i(− |f(100)i+|−f(100)i − |f(101)i+|−f(101)i)]
+ 1 272
+ 1 272
[|111i(|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i+|−f(001)i)]
+ 1 272
[|111i(− |f(010)i+|−f(010)i+|f(011)i − |−f(011)i)]
+ 1 272
[|111i(− |f(100)i+|−f(100)i+|f(101)i − |−f(101)i)]
+ 1 272
[|111i(|f(110)i − |−f(110)i − |f(111)i+|−f(111)i)]
apabilafmerupakan fungsi konstsan makaf(000) =f(001) = f(010) =f(011) = f(100) = f(101) =f(110) = f(111) se-hingga didapatkan:
|ψouti= 1 272
[|000i.8 (|f(000)i − |−f(000)i) +|001i.0 +|010i.0 +|011i
= 1 272
.23
|000i[|f(000)i − |−f(000)i]
= √1
2|000i[|f(000)i − |−f(000)i]
apabilaf merupakan fungsi konstanfk0 = f(000) = 0 maka didapatkan:
|ψouti= √1
2|000i[|0i − |1i] (94) dan apabila fungsi f merupakan fungsi konstanfk1 =f(0000) = 1 maka didapatkan :
|ψouti=−√1
|ψouti=
1 272
[|000i(|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i)]
+ 1
272
[|001i(|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i)]
+ 1
272
[|010i(|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i)]
+ 1
272
[|011i(|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i)]
+ 1
272
[|100i(|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i − |0i+|1i − |0i+|1i)]
+ 1
272
[|101i(|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i)]
+ 1
272
[|110i(|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i+|0i − |1i)]
+ 1
272
[|111i(|0i − |1i − |0i+|1i − |0i+|1i+|0i − |1i − |0i+|1i+|0i − |1i+|0i − |1i − |0i+|1i)] (96)
sehingga didapatkan
|ψout3i=
1 272
.23|100i[|0i − |1i] = √1
2|100i[|0i − |1i] (97)
5
3.5 Algoritma Deutsch-Josza Pada sistem 4
qubit
Dalam aplikasi algoritma 4 qubit maka langkah yang harus kita cari pertama kali adalah kemungkinan -kemungkinan fungsi konstan dan fungsi setimbang, yaitu sebagai berikut: sebelumnya kita definisikan bahwa qubit masukan
|ψi=|x3x2x1x0i (98)
maka dapat kita ambil beberapa kemungkinan untuk fungsi konstan dan fungsi setimbang yaitu sebagai berikut:
fk0 = 0 (konstan0)
fk1 = 1 (konstan1)
fs0 =x3 (setimbang0)
fs1 =x1 ⊕x0 (setimbang1)
fs2 =x2 ⊕x1 ⊕x1 (setimbang2)
fs3 =x3 ⊕x2 ⊕x1 ⊕x1 (setimbang3)
fs4 =x2x1⊕x0 (setimbang4)
(99)
|x3x2x1x0i fk0 fk1 fs0 fs1 fs2 fs3 fs4 |0000i 0 1 0 0 0 0 0
|0001i 0 1 0 1 1 1 1
|0010i 0 1 0 1 1 1 0
|0011i 0 1 0 0 0 0 1
|0100i 0 1 0 0 1 1 0
|0101i 0 1 0 1 0 0 1
|0110i 0 1 0 1 0 0 1
|0111i 0 1 0 0 1 1 0
|1000i 0 1 1 0 0 1 0
|1001i 0 1 1 1 1 0 1
|1010i 0 1 1 1 1 0 0
|1011i 0 1 1 0 0 1 1
|1100i 0 1 1 0 1 0 0
|1101i 0 1 1 1 0 1 1
|1110i 0 1 1 1 0 1 1
|1111i 0 1 1 0 1 0 0
total kemungkinan 1 1 8 12 8 2 24
kemudian dikarenakan operator unitary memenuhi:
Uk =Uf ⊗I
Uf = (−1)f(x)|ψi
(100)
maka dengan demikian operator unitary untuk fungsi kotak hitam dapat di tuliskan sebagai berikut:
Uk0 =I⊗I⊗I⊗I
Uk1 =−I⊗I⊗I⊗I
Us0 =I⊗I⊗I⊗σz Us1 =I⊗I⊗σz⊗σz Us2 =I⊗σz⊗σz⊗σz Us3 =σz⊗σz⊗σz⊗σz
Us4 =I⊗([I ⊗σz]⊕[σz⊗σz])
berikut adalah diagram algoritma Deutsch-Josza 4 qubit :
Gambar 3.5 algoritma Deutsch-Josza 4 qubit
input tersebut dihasilkan sebagai berikut:
|ψ1i=H⊗H⊗H⊗H⊗H|00001i
=
1
√
2 5
(|0i+|1i) (|0i+|1i)
×(|0i+|1i) (|0i+|1i) (|0i − |1i)
=
1
√
2 5
(|00000i − |00001i+|00010i − |00011i)
+
1
√
2 5
(|00100i − |00101i+|00110i − |00111i)
+
1
√
2 5
(|01000i − |01001i+|01010i − |01011i)
+
1
√
2 5
(|01100i − |01101i+|01110i − |01111i)
+
1
√
2 5
(|10000i − |10001i+|10010i − |10011i)
+
1
√
2 5
(|10100i − |10101i+|10110i − |10111i)
+
1
√
2 5
(|11000i − |11001i+|11010i − |11011i)
+
1
√
2 5
=