PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF WANITA YANG BEKERJA DI KANTOR DENGAN WANITA YANG BERWIRAUSAHA
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
THERESIA EKA IRAWATI NIM : 079114015
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Father, I abandon myself into your hands; do with me what you will. Whatever you may do, I thank you: I am ready for all, I accept all. Let only your will be done in me, and in all Your creatures –
I wish no more than this, O Lord.
Into Your hands I commend my soul; I offer it to You with all the love of my heart, For I love You Lord, and so need to give myself, to surrender myself into Your hands, without reserve, and with boundless confidence,
Hasil karyaku ini kupersembahkan kepada:
TuhanKu Yesus Kristus, yang selalu menyertai, melindungiku
dan mengabulkan semua doa-doaku
Orang Tuaku,
Papa Kurnianto dan Ibu Agustina Isbandinah, yang selalu
mendoakanku
Calon Pendamping Hidupku,
Yohanes Cahyono, yang selalu memberikan semangat dan doa
nya untukku
Saudara-saudara , teman dan sahabatku
Terimakasih atas dukungan kalian semua, semangat dan
doanya, suk
ses untuk kalian semua…!!!
PERBEDAAN PERILAKU KONSUMTIF WANITA YANG BEKERJA DI KANTOR DENGAN WANITA YANG BERWIRAUSAHA
Theresia Eka Irawati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku konsumtif wanita yang bekerja di kantor dengan wanita yang berwirausaha. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan signifikan perilaku konsumtif pada wanita yang bekerja di kantor dengan wanita yang berwirausaha. Subyek dalam penelitian ini adalah 40 wanita yang bekerja di kantor dan 40 wanita yang berwirausaha, dengan kriteria wanita dewasa muda. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala perilaku konsumtif yang disusun sendiri oleh peneliti. Uji reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,905. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik differensial uji-t (T-test). Dari hasil analisis data, diperoleh nilai t sebesar -2,722. Dengan nilai signifikansi sebesar 0,008 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan perilaku konsumtif pada wanita yang bekerja di kator dengan wanita yang berwirausaha.
THE DIFFERENCES IN CONSUMTIVE BEHAVIOR BETWEEN FEMALE OFFICE EMPLOYEES AND FEMALE ENTREPRENEURS
Theresia Eka Irawati
ABSTRACT
This research is aimed at understanding the difference in consumptive behavior between female office employees and female entrepreneurs. The hyphothesis in this research is the existing significant difference of consumptive behavior between female office employees and female entrepreneurs. The subject in the research are 40 female office workers and 40 female entrepreneurs, with the criteria of young-adult female. The data is collected using consumptive behavior scale composed by researcher. The reliability test used is Alpha-Cronbach, with reliability coefficient resulted of 0,905. The data obtained is analyzed using T-test differential technique. Based on the result of the data analysis t is -2,722 with significance value of 0,008 (p<0,05). It show that there are significant differences in consumptive behavior between female office employees and female entrepreneurs.
KATA PENGANTAR
Kemuliaan kepada Allah Bapa di surga, karena atas Roh KudusNya,
sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Sanata
Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini menyajikan “Perbedaan Perilaku Konsumtif Wanita Yang Bekerja di Kantor Dengan Wanita Yang Berwirausaha”. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sedikit sumbangan pada perkembangan psikologi
konsumen dan psikologi wanita dewasa ini.
Semua yang tertuang dalam skripsi ini diperoleh dengan kerja keras dan
tidak lain karena peran, bantuan, bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkatnya yang sungguh luar biasa
untuk hidupku ini.
2. Orangtuaku atas limpahan kasih sayangnya yang selalu ada untukku,
dukungan, semangat, doa-doa yang selalu dipanjatkan tiap harinya.
3. Ibu Dr.Ch.Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi, Universitas
Sanata Dharma, yang telah memperlancar segala proses penulisan
skripsi ini.
4. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi.,M.Si. Selaku dosen pembimbing
semester dan memberikan masukan yang berharga untuk kelancaran
kuliah ini.
5. P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi.,M.A. Selaku Dosen Pembimbing.
Terima kasih untuk bimbingan, arahan, kesabaran, kritik, saran, dan
waktu sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dan
semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.
6. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. dan Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi.
Selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan
untuk kesempurnaan penelitian ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi di Universitas Sanata Dharma atas
ilmu, masukan, dan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan
selama perkuliahan.
8. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma: Mas
Gandung, Mbak nanik, dan Pak Gi’, Mas Muji dan Mas Doni, dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua
pelayanan yang telah diberikan, sukses selalu untuk semua.
9. Untuk calon suamiku tersayang Yohanes Cahyono, terimakasih atas
semua dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan. GBU….
10. Seluruh keluargaku dan saudara-saudaraku yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu terimakasih atas semua doa-doa dan dukungan
11. Untuk sahabatku Rentri dan Chintya terimakasih atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan. Sukses selalu untuk karier dan cintanya
ya jenk.
12. Untuk mbak nina, mbak nonik, putri, arum, kristi, dan semua
teman-teman mudika terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
13. Untuk mbak goseta, ussy, ayuk, odil, ayuk ndut dan teman-teman
fakultas Psikologi angkatan 2007, terimakasih buat canda tawa, curhat,
ngrumpi, jalan-jalan bareng dan sharingnya selama ini. Sukses selalu
teman-temanku, Good Luck & Good Bless U Guys….
14. Untuk kakak-kakak angkatan yang telah memberikan masukan dan
referensi buatku. Terimakasih ya mbak-mbak dan mas-mas. Sukses
untuk kalian semua.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I. PENDAHULUAN……….... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian………... 8
1. Manfaat Teoritis... 8
BAB II. LANDASAN TEORI……….. 9
A. Perilaku Konsumtif……….... 9
1. Pengertian Perilaku Konsumtif... 9
2. Indikator Perilaku Konsumtif... 10
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif... 13
B. Wanita ……….... 16
1. Pengertian Wanita Dewasa... 16
2. Wanita Bekerja Kantoran……….... 17
3. Wanita Wirausaha……….... 19
a. Pengertian………..………... 19
b. Motivasi wanita memilih bekerja sebagai wirausaha…… 21
C. Perbedaan Wanita Yang Bekerja Di Kantor Dengan Wanita Wirausaha………... 22
D.Perbedaan Perilaku Konsumtif Wanita Yang Bekerja Di Kantor Dengan Wanita Yang Berwirausaha……… 25
E. Hipotesis………... 29
BAB III. METODE PENELITIAN………... 30
A. Jenis Penelitian... 30
B. Identifikasi Variabel... 30
C. Definisi Operasional... 30
D. Subyek Penelitian... 32
F. Validitas dan Reliabilitas... 34
1. Uji Validitas……….. 34
2. Seleksi Item………... 35
3. Reliabilitas………... 40
G. Persiapan Penelitian……….. 41
1. Pelaksanaan Uji Coba……….... 41
H. Metode Analisis Data... 42
BAB IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….... 43
A. Pelaksanaan Penelitian... 43
B. Deskripsi Subyek Penelitian... 43
1. Data Subyek Penelitian………... 44
C. Deskriptif Data Penelitian... 45
D. Hasil Penelitian………... 46
1.Uji Asumsi... 46
a. Uji Normalitas……... 46
b. Uji Homogenitas... 47
2. Uji Hipotesis………... 48
E. Pembahasan………... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 52
A. Kesimpulan... 52
B. Saran... 52
DAFTAR PUSTAKA………... 53
Tabel 1. Perbedaan Wirausaha dan Karyawan Menurut Sunarya, Sudaryono,
Saefullah, 2010... 24
Tabel 2. Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku konsumtif (Sebelum Uji coba)... 34
Tabel 3. Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku konsumtif (Setelah Uji coba)... 37
Tabel 4. Blue Print dan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku konsumtif (Penelitian)... 39
Tabel 5. Uji Reliabilitas... 41
Tabel 6. Data Usia... 43
Tabel 7. Data Status Perkawinan... 44
Tabel 8. Data Pendidikan Terakhir... 44
Tabel 9. Data Pendapatan Per Bulan... 44
Tabel 10. Data Pengeluaran Per Bulan... 45
Tabel 11. Tingkat Perilaku Konsumtif Secara Keseluruhan... 45
Tabel 12. Hasil Perhitungan Kolmogorov-Smirnov Test... 47
Tabel 13. Hasil Perhitungan Homogenitas Varian ... 48
Tabel 14. Hasil Perhitungan T-Test... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Tryout Perilaku Konsumtif... 56
Lampiran 2. Skala Penelitian Perilaku Konsumtif... 63
Lampiran 3. Skor Total Perilaku Konsumtif... 69
Lampiran 4. Reliabilitas Perilaku Konsumtif Sebelum Item Gugur... 78
Lampiran 5. Reliabilitas Perilaku Konsumtif Setelah Item Gugur... 79
Lampiran 6. Uji Normalitas... 81
Lampiran 7. Uji Homogenitas... 89
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman telah membawa pengaruh pada perilaku
membeli seseorang. Banyaknya barang-barang di pasaran dapat
mempengaruhi sikap seseorang terhadap pembelian dan pemakaian
barang. Pembelian suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan
(need), melainkan karena keinginan (want). Kebiasaan dan gaya hidup
juga berubah dalam waktu yang relatif singkat menuju ke arah kehidupan
yang semakin mewah dan cenderung berlebihan (Lina & Rosyid, 1997).
Informasi mengenai produk, baik melalui iklan, promosi langsung
maupun penjualan secara langsung, berkembang semakin bervariasi dan
cepat dengan menggunakan teknologi yang canggih. Seringkali
pusat-pusat perbelanjaan juga memberikan potongan harga yang mendorong
para konsumen untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.
Seseorang yang senang berbelanja kadangkala tidak menyadari bahwa
dirinya telah membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan.
Perilaku membeli yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan hanya
dilakukan demi kesenangan dapat menyebabkan seseorang menjadi boros
dan berperilaku konsumtif. Menurut Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk
keinginan daripada kebutuhan (dalam Sumartono, 2002). Pernyataan
tersebut senada dengan Anggarasari (1997) yang mengatakan bahwa
perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang
atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Perilaku
konsumtif juga membuat seseorang selalu merasa tidak puas terhadap
barang yang dimilikinya.
Perilaku konsumtif biasanya didukung oleh kekuatan finansial
yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat
finansial tersebut dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat.
Mulai dari pola bekerja yang berlebihan, berhutang sampai menggunakan
cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif memiliki
dampak negatif seperti dampak ekonomi, dampak psikologis, dampak
sosial bahkan dampak etika. Dampak ekonomi yang sering terjadi ketika
seseorang berperilaku konsumtif adalah pemborosan dan inefisiensi biaya
sedangkan dampak psikologis yang ditimbulkan akibat perilaku konsumtif
adalah kecemasan dan rasa tidak aman (Zebua & Nurdjayadi, 2001).
Pemborosan terjadi bila perilaku membeli tidak lagi menempati
fungsi yang sebenarnya yaitu memenuhi kebutuhan tetapi lebih memenuhi
kesenangan sesaat. Pembelian barang hanya dilakukan untuk mengikuti
mode dan berdasar keinginan saat itu saja. Dana yang seharusnya
digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan, dialihkan untuk
membeli barang yang tidak bermanfaat sehingga menimbulkan inefisiensi
kecemasan. Hal tersebut dikarenakan seseorang selalu merasa bahwa ada
tuntutan untuk membeli barang yang diinginkannya. Akan tetapi kegiatan
pembelian tidak ditunjang dengan finansial yang memadai sehingga
menimbulkan rasa cemas karena keinginannya tidak terpenuhi. Rasa tidak
aman yang disebakan karena perilaku konsumtif yaitu ketika seseorang
melakukan pembelian barang secara berlebihan. Perilaku tersebut akan
menyebabkan rasa tidak aman pada diri seseorang terhadap kondisi
keuangannya. Rasa tidak aman timbul karena menipisnya keadaan
keuangan sedangkan masih ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi
(Zebua & Nurdjayadi, 2001).
Menurut Tambunan (2001), wanita lebih tertarik pada warna dan
bentuk serta lebih cenderung subyektif dalam berbelanja. Munandar
(2001) juga menyatakan bahwa wanita senang berbelanja karena lebih
tertarik pada gejala mode, mementingkan status sosial, dan kurang tertarik
pada hal-hal teknis dari barang yang akan dibelinya.
Wanita dapat menghabiskan waktunya menelusuri hampir semua
pusat perbelanjaan yang ada (Clendinning, 2001). Wanita merasa nyaman
dan menganggap kegiatan berbelanja sebagai suatu kegiatan yang
menyenangkan (Schiffman & Kanuk, 2000). Ketertarikan dengan mode
serta kenyamanan yang didapatkan ketika berbelanja, dapat menyebabkan
timbulnya kecenderungan membeli sesuatu yang sebenarnya bukan
barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan berlebihan dapat membuat
seseorang menjadi konsumtif (Fromm, 1995).
Wanita yang bekerja dan tidak bekerja memiliki perbedaan dalam
hal pengeluaran (Sudarto, 2003). Hal tersebut disebabkan wanita yang
bekerja ingin menikmati uang hasil kerja keras untuk memenuhi
kebutuhannya. Sebaliknya pada wanita yang tidak bekerja, pemenuhan
kebutuhan mereka masih berasal dari orang lain sehingga mereka tidak
leluasa dalam menggunakan uang.
Wanita bekerja untuk mendapatkan dana atau penghasilan. Wanita
yang telah mandiri dalam bidang keuangan dapat dengan leluasa
menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kebutuhan untuk berpenampilan lebih baik membuat wanita memiliki
pengeluaran yang lebih banyak (Sudarto, 2003). Sebagai contoh, seorang
wanita yang memiliki penghasilan 800 ribu rupiah membelanjakan 400
ribu rupiah dalam waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Tersisa 400 ribu lalu membelanjakan sepasang sepatu seharga 300 ribu
hanya untuk menuruti keinginannya saja, maka wanita tersebut dapat
disebut berperilaku konsumtif.
Wanita bekerja memiliki berbagai pilihan pekerjaan, mereka dapat
menjadi karyawan kantor maupun menjadi wirausaha. Wanita yang
bekerja di kantor adalah wanita yang mempunyai kegiatan atau pekerjaan
yang formal dengan jadwal dan jangka waktu tertentu serta memperoleh
yang berwirausaha adalah seorang yang mengorganisasikan dan
mengarahkan usaha baru. Penghasilan yang diterima oleh wirausaha juga
bervariasi dan tidak teratur setiap bulannya (Sunarya, Sudaryono, &
Saefullah, 2010).
Menurut Sumartono (2002) terdapat faktor-faktor yang dapat
meningkatkan potensi munculnya perilaku konsumtif pada diri seseorang
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi motivasi,
harga diri, pengamatan, pengalaman, dan proses belajar. Sedangkan faktor
eksternal yang mempengaruhi adalah kebudayaan, kelompok sosial, serta
keluarga. Faktor-faktor perilaku konsumtif tersebut juga dapat
mempengaruhi wanita yang sudah bekerja.
Wanita yang bekerja di kantor dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
pembentuk perilaku konsumtif. Beberapa faktor internal yang dapat
mempengaruhi perilaku konsumtif pada wanita yang bekerja di kantor
adalah motivasi dan harga diri. Wanita yang bekerja di kantor memiliki
gaji yang tetap setiap bulannya sehingga mereka tidak takut dan tidak
merasa cemas untuk membelanjakan uangnya. Hal tersebut dapat
memotivasi wanita yang bekerja di kantor untuk berbelanja. Sedangkan
penghasilan wanita yang berwirausaha dapat bervariasi setiap bulannya,
sehingga akan berpikir dua kali untuk membelanjakan uangnya (Sunarya,
Sudaryono, & Saefullah, 2010).
Faktor harga diri juga berpengaruh pada perilaku membeli wanita
pekerjaan tetap yang dapat dibanggakan apalagi bila mendapatkan gaji
yang tinggi dan posisi yang diperhitungkan di kantornya. Selain itu seiring
dengan berubahnya trend yang terjadi di masyarakat pada akhirnya wanita
yang bekerja di kantor membawa kebiasaan mempercantik diri ke dalam
dunia kerja, sehingga penampilan dapat dijadikan sebagai salah satu
kriteria dalam penilaian karyawan dan diperhitungkan dalam promosi
karir. Hal tersebut membuat wanita yang bekerja di kantor lebih banyak
mengeluarkan uang untuk berbelanja demi menjaga harga dirinya di depan
teman-teman kantor atau koleganya. Sedangkan wanita wirausaha tidak
mempunyai tuntutan untuk berpenampilan menarik dan modis di depan
teman-teman sesama wirausaha customer ataupun pelanggannya. Sehingga
lebih memilih untuk menabung daripada membelanjakan uangnya
(Sunarya, Sudaryono, & Saefullah, 2010).
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif
wanita yang telah bekerja di kantor adalah kelompok referensi atau acuan.
Menurut Sumartono (2002) perilaku konsumen yang terbentuk dalam
kelompok referensi akan mempengaruhi perilaku membeli yang menjadi
bagian dari kelompok referensi tersebut. Kelompok referensi dapat
menentukan perilaku wanita yang bekerja di kantor dalam membeli atau
berbelanja. Wanita yang bekerja di kantor akan melihat produk-produk apa
saja yang digunakan oleh kelompok referensinya atau teman-temannya di
kantor. Wanita yang bekerja di kantor akan mengikuti mode yang dipakai
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai perbedaan perilaku konsumtif wanita
yang bekerja di kantor dengan wanita yang berwirausaha.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah: Apakah
ada perbedaan perilaku konsumtif antara wanita yang bekerja di kantor
dengan wanita yang berwirausaha?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku
konsumtif antara wanita yang bekerja di kantor dengan wanita yang
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan
pada bidang psikologi konsumen terutama penelitian mengenai
perbedaan perilaku konsumtif wanita yang bekerja di kantor dengan
wanita yang berwirausaha.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
refleksi dan evaluasi berkaitan dengan perilaku belanja pada wanita
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Konsumtif
1. Pengertian Perilaku Konsumtif
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono,
2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah kencenderungan
manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih
mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan.
Sedangkan Anggasari (dalam Sumartono, 2002) mengatakan
perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang
kurang atau tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.
Lebih lanjut, Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan
perilaku konsumtif yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan
berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang
memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta
adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh semua
keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata.
Menurut Saputro, Dewi, dan Lia (dalam Anggit, 2009), perilaku
konsumtif adalah kecenderungan perilaku membeli tanpa ada
pertimbangan yang matang dan hanya berdasar kesenangan semata,
tidak berdasar kebutuhan, tidak memperhitungkan uang yang dimiliki,
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk mengkonsumsi
sesuatu tanpa batas dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan sehingga sifatnya menjadi berlebihan serta ditandai oleh
adanya kehidupan mewah dan segala hal yang dianggap paling mahal
yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik tanpa ada
pertimbangan yang matang dan tidak memperhitungkan uang yang
dimiliki dan hanya untuk mencapai kepuasan yang maksimal.
2. Indikator Perilaku Konsumtif
Definisi konsep perilaku konsumtif amatlahvariatif, tetapi pada
intinya pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa
pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Berikut
ini adalah indikator perilaku konsumtif menurut Sumartono (2002) :
a. Membeli produk karena iming-iming hadiah: individu
membeli suatu barang karena adanya hadiah yang
ditawarkan jika membeli barang tersebut.
b. Membeli produk karena kemasannya menarik: individu
sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang
dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna
yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk
tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan
c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi:
individu mempunyai keinginan membeli yang tinggi,
karena pada umumnya individu tersebut mempunyai ciri
khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan
sebagainya dengan tujuan agar seseorang selalu
berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.
Seseorang membelanjakan uangnya lebih banyak untuk
menunjang penampilan diri.
d. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar
manfaat atau kegunaannya): individu juga cenderung
berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah
sehingga cenderung menggunakan segala hal yang
dianggap paling mewah.
e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status:
individu yang sudah bekerja mempunyai kemampuan
membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan,
gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan
memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi.
f. Membeli produk karena unsur konformitas terhadap model
yang mengiklankan: individu juga cenderung meniru
perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk
idolanya. Seseorang juga cenderung memakai dan mencoba
produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure
produk tersebut.
g. Membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan
rasa percaya diri yang tinggi: individu sangat terdorong
untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa
yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa
percaya diri.
h. Membeli lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda):
individu akan cenderung menggunakan produk jenis sama
dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia
gunakan, meskipun produk tersebut belum habis
dipakainya.
Menurut peneliti karena ada persamaan pengertian maka aspek c
dan e dijadikan satu aspek dan aspek d dan g juga dijadikan satu aspek.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif ada 6 yaitu: membeli
produk karena iming-iming hadiah, membeli produk karena
kemasannya menarik, membeli produk demi menjaga penampilan diri
dan gengsi atau hanya sekedar menjaga simbol status, membeli produk
atas pertimbangan harga (membeli produk dengan harga mahal akan
unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, membeli lebih
dari dua produk sejenis (merek berbeda).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Konsumtif
Menurut Sumartono (2002) ada dua faktor penting dalam
perilaku konsumtif yakni : Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif adalah :
a. Motivasi: merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak
terkecuali dalam melakukan pembelian atau penggunaan
jasa yang tersedia dipasar.
b. Harga diri: berpengaruh pada perilaku membeli, karena
orang yang harga dirinya rendah akan cenderung mudah
dipengaruhi daripada harga dirinya tinggi.
c. Pengamatan: sebelum seseorang mengambil keputusan
untuk membeli suatu produk, seseorang akan mendasarkan
keputusannya pada pengamatan yang dilakukan atas produk
tersebut.
d. Pengalaman: bila ada pengalaman masa lalu yang
menyenangkan dalam suatu produk yang dibelinya, maka
akan menentukan keputusan untuk membeli lagi barang
tersebut dimasa yang akan datang. Sebaliknya pengalaman
konsumen untuk tidak membeli produk yang sama disaat
yang berbeda.
e. Proses belajar: proses ini terjadi karena adanya interaksi
antara manusia (Organisme) yang dasarnya bersifat
individual dengan lingkungan khusus tertentu. Hal penting
yang perlu diperhatikan adalah bahwa: Pembelajaran
konsumen adalah suatu proses, jadi pembelajaran ini secara
terus menerus berlangsung dan berubah sebagai akibat dari
pengetahuan yang diperoleh (dengan membaca, diskusi,
observasi, atau berfikir). Pengetahuan baru dan pengalaman
pribadi berfungsi sebagai timbal balik bagi individu dan
memberikan patokan pada perilakunya dimasa yang akan
datang dalam situasi yang serupa.
Faktor Eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif dalam
membeli barang terdiri dari,kebudayaan, kelompok sosial, referensi
serta keluarga.
a. Kebudayaan: adalah keyakinan, nilai-nilai perilaku dan
obyek-obyek materi yang dianut dan digunakan sebuah
komunitas tertentu. Budaya merupakan sesuatu yang
dipelajari sejak kecil, diturunkan secara turun menurun dan
juga dipelajari dari lingkungan seseorang, dalam setiap
perilaku, konsep diri dan sosial, prioritas hidup dan sebagai
konsumen berperan dalam pemilihan produk.
b. Kelompok sosial: merupakan pengelompokan suatu
komunitas tertentu yang pada akhirnya menentukan tinggi
rendahnya seseorang apakah kelas sosial atas, menengah
dan bawah. Ciri dan kebiasaan (Life Style) seseorang
menjadi tanda dimana letak kelasnya.
c. Referensi atau kelompok acuan: merupakan individu atau
kelompok orang yang dianggap memiliki referensi yang
signifikan pada seseorang dalam mengevaluasi,
memberikan aspirasi atau dalam berperilaku. Keluarga
sebagai lingkungan pertama tempat individu dikenalkan dan
biasanya terhadap nilai, kebiasaan dan pola kehidupan.
Apabila keluarga membiasakan pola hidup mewah dan
berlebihan maka akan terbentuk individu-individu yang
hidup mewah, hedonis dan konsumtif.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua faktor-faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
perilaku konsumif meliputi, motivasi, harga diri, pengamatan,
pengalaman, dan proses belajar. Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku konsumtif meliputi kebudayaan, kelompok
B. Wanita
1. Pengertian Wanita Dewasa
Menurut Kartini Kartono (2006) dengan berakhirnya masa
adolesensi, tibalah anak gadis pada masa kedewasaan. Ciri utama dari
usia adolesensi ialah: mampu mengaitkan realitas dunia luar yang
obyektif dengan Aku-nya sendiri dan mampu mengendalikan
dorongan-dorongan dari dalam, untuk diarahkan pada tujuan yang berarti. Batas
mengenai masa adolesensi sebenarnya tidak jelas dan relatif tergantung
pada masing-masing individu.
Kedewasaan sendiri bisa diartikan sebagai satu
pertanggungjawaban penuh terhadap diri sendiri, bertanggung jawab
atas nasib sendiri dan atas pembentukan diri sendiri. Dalam usia
kedewasaan tadi wanita muda mulai memahami konstitusi diri sendiri.
Ciri kedewasaan lainnya adalah teratur. Dapat dinyatakan bahawa
gambaran pribadi seorang wanita dewasa secara karakterologis dan
normatif adalah pribadi yang sudah punya bentuk dan relative stabil
sifatnya. Dengan adanya kestabilan ini dimungkinkan usaha untuk
memilih relasi sosial, bidang studi, dan profesi atau pekerjaan, yang
sifatnya juga stabil (Kartini Kartono, 2006).
2. Wanita Bekerja Kantoran
Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah,
karena ada sesuatu yang hendak dicapainya, dan orang berharap bahwa
aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu
keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya.
Dari berbagai pandangan umum, kerja merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang paling mendasar dan essensial. Kalau
menanyakan pada seseorang tentang mengapa ia bekerja, maka jawaban
yang umum diperoleh adalah untuk mendapatkan uang. Melalui kerja
seseorang memperoleh uang dan uang tersebut dapat dipakai untuk
memuaskan semua tipe kebutuhan (Anoraga, 1992).
Bagi semua orang, bekerja merupakan sarana untuk menuju ke
arah terpenuhinya kepuasan pribadi dengan jalan memperoleh
kekuasaan itu pada orang lain (Anoraga, 1992). Bekerja adalah
kewajiban dan dambaan bagi setiap orang untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan kehidupan sepanjang masa, selama ia mampu berbuat untuk
membanting tulang, memeras keringat dan memutar otak (Anoraga,
1992).
Menurut Alwi (2000) bekerja adalah kegiatan melakukan
sesuatu untuk mencari nafkah (mata pencaharian). Jadi bekerja pada
dasarnya adalah suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan seseorang
pada suatu instansi atau perusahaan di mana atas altivitasnya itu ia
memperoleh balas jasa berupa uang atau gaji atau penghasilan. Menurut
dihasilkan sesuai dengan pendidikan, minat dan kemampuan sehingga
hidup ini menjadi terasa menyenangkan.
Van Vuuren (dalam Dwijanti, 1999) mengatakan bahwa seorang
wanita disebut bekerja bila ia mendapat gaji dari seseorang untuk
melaksanakan tugas tertentu yaitu menjadi pekerja atau karyawati,
mempunyai jadwal tertentu, jarang di rumah sehingga waktunya
terbatas untuk bertemu dengan keluarga di rumah. Lebih lanjut, ia
mendefinisikan wanita bekerja sebagai wanita yang melakukan sesuatu
pekerjaan tertentu secara teratur, di luar rumah dengan jadwal atau
jangka waktu tertentu.
Haditono (1989), mengatakan bahwa wanita yang bekerja
(wanita karya) adalah para wanita yang bekerja di luar rumah, misalnya
bekerja di kantor, sebagai guru, apoteker, dokter, pegawai bank atau
bekerja di pabrik sebagai buruh dan sebagainya. Wanita bekerja di
kantor mempunyai kegiatan atau pekerjaan yang formal karena
pekerjaan tersebut mempunyai jadwal dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa wanita yang bekerja di kantor adalah wanita yang mempunyai
pekerjaan formal dengan jadwal tertentu dan cenderung menghabiskan
waktunya di luar rumah untuk bekerja, dan mempunyai penghasilan
3. Wanita Wirausaha
a. Pengertian
Kao (dalam Sunarya, Sudaryono, Saefullah, 2010)
mendefinisikan kewirausahaan (entrepreneurship) sebagai usaha
untuk menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis,
manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui ketrampilan
komunikasi dan manajemen untuk mobilisasi manusia, uang, dan
bahan-bahan baku atau sumber daya lain yang diperlukan untuk
menghasilkan proyek supaya terlaksana dengan baik.
Hisrich et al. (dalam Sunarya, Sudaryono, Saefullah, 2010)
lebih lengkap mendefinisikan entrepreneurship berdasarkan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan ekonom, psikolog, dan pebisnis.
a. Pandangan ahli Ekonomi: kewirausahaan adalah orang
yang membawa sumber-sumber daya, tenaga, material,
dan aset-aset lain ke dalam kombinasi yang membuat
nilainya lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan juga
seseorang yang memperkenalkan perubahan inovasi/
pembauran, dan suatu order/ tatanan atau tata dunia baru.
b. Pandangan Psikolog: kewirausahaan adalah betul-betul
seorang yang digerakkan secara khas oleh kekuatan
tertentu, kegiatan untuk menghasilkan atau mencapai
sesuatu, pada percobaan, pada penyempurnaan, atau
c. Pandangan Pelaku Bisnis: kewirausahaan adalah seorang
pebisnis yang muncul sebagai ancaman, pesaing yang
agresif, sebaliknya pada pebisnis lain sesama wirausaha
mungkin sebagai sekutu/mitra, sebuah sumber penawaran,
seorang pelanggan, atau seseorang yang menciptakan
kekayaan bagi orang lain, juga menemukan jalan yang
lebih baik untuk memanfaatkan sumber-sumber daya,
mengurangi pemborosan, dan menghasilkan lapangan
pekerjaan baru bagi orang lain yang dengan senang hati
menjalankannya.
Menurut Sunarya, Sudaryono, Saefullah (2010) Wirausaha
adalah seseorang yang memutuskan untuk memulai suatu bisnis
sebagai pewaralaba (franchisor) menjadi terwaralaba (franchisee),
memperluas sebuah perusahaan, membeli perusahaan yang sudah ada,
atau barangkali meminjam uang untuk memproduksi suatu produk
baru atau menawarkan suatu jasa baru, serta merupakan manajer dan
penyandang resiko. Menurut David (dalam Sunarya, Sudaryono,
Saefullah, 2010), wirausaha adalah seorang yang mengorganisasikan
dan mengarahkan usaha baru. Wirausaha berani mengambil risiko
yang terkait dengan proses pemulaian usaha. Keberadaan wanita
wirausaha di Indonesia baru muncul sekitar tahun 1970-an.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian tersebut maka dapat
bisnis seseorang yang berdasar atas kemauan dan kemampuan sendiri
sedangkan wirausaha adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat
kewirausahaan yang memiliki keberanian dalam mengambil risiko
dalam menangani usaha yang berdasar atas kemampuan dan
kemauannya sendiri.
b. Motivasi wanita memilih bekerja sebagai wirausaha
Menurut Sunarya, Sudaryono, Saefullah (2010) Secara
umum motivasi seseorang untuk menjadi wirausaha antara lain:
a. Laba: dapat menentukan berapa laba yang dikehendaki,
keuntungan yang diterima, dan berapa yang akan
dibayarkan kepada pihak lain atau pegawainya.
b. Kebebasan: bebas mengatur waktu, bebas dari supervise,
bebas aturan main yang menekan atau intervensi orang lain,
bebas dari aturan budaya organisasi atau perusahaan.
c. Impian personal: bebas mencapai standar hidup yang
diharapkan, lepas dari rutinitas kerja yang membosankan
karena harus mengikuti visi, misi, dan impian orang lain.
Dapat menentukan nasib/ visi, misi, dan impiannya sendiri.
d. Kemandirian: memiliki rasa bangga karena dapat mandiri
dalam segala hal, seperti permodalan, mandiri dalam
pengelolaan/ manajemen, mandiri dalam pengawasan, serta
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilik bisnis
mikro, kecil, dan atau menengah percaya bahwa mereka cenderung
bekerja lebih keras, menghasilkan lebih banyak uang, dan lebih
membanggakan daripada bekerja di suatu perusahaan besar.
C. Perbedaan Wanita Yang Bekerja Di Kantor Dengan Wanita Wirausaha
Menurut Bernadib (1982), wanita atau ibu-ibu yang bekerja di
kantor adalah ibu-ibu rumah tangga di luar rumah yang meninggalkan
kesibukan rumah tangganya minimal empat jam setiap hari. Mereka bekerja
di luar rumah untuk mencari tambahan penghasilan atau untuk mengabdi
pada masyarakat, Negara, dan bangsa paling sedikit selama lima tahun
berturut-turut secara terus menerus dan berkelanjutan.
Wanita wirausaha termasuk dalam ibu-ibu yang tidak mempunyai
pekerjaan yang rutin atau formal dan penghasilan yang didapat juga
bervariasi. Mereka selalu berada di rumah untuk mengurus segala urusan
dan keperluan rumah tangga. Ibu rumah tangga atau ibu yang tidak bekerja
mempunyai pekerjaan yang tidak formal, di mana mereka melakukan
pekerjaan rumah tangga tanpa jadwal waktu yang pasti. Wanita wirausaha
mempunyai pekerjaan yang tidak terikat waktu melainkan disesuaikan
dengan rutinitas sehari-hari di dalam rumah tangganya. Oleh karena itu,
yang membedakan antara wanita bekerja dan wanita wirausaha adalah jenis
formal dan teratur sehingga pendapatan yang diterima setiap bulannya tetap
sedangkan wanita wirausaha tidak mempunyai pekerjaan formal dan
pekerjaannya lebih berkisar pada kegiatan rumah tangga, pendapatan yang
Tabel 1
Perbedaan Wirausaha dan Karyawan Menurut Sunarya, Sudaryono, Saefullah, 2010
Wirausaha Karyawan
1. Penghasilan bervariasi, tidak teratur, sehingga pada tahap awal sulit untuk mengaturnya.
1. Memiliki penghasilan yang pasti dan teratur sehingga merasa aman, meskipun gajinya kecil.
2. Memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi orang kaya. Penghasilan sebulan mungkin dapat menutup biaya hidup satu tahun.
2. Peluang kaya relative (sangat tergantung kemajuan karier)
3. Pekerjaan bersifat tidak rutin 3. Pekerjaan bersifat rutin
4. Kebebasan waktu yang tinggi (tidak terikat oleh jam kerja)
4. Waktu tidak bebas (terikat) pada jadwal/jam kerja perusahaan
5. Tidak ada kepastian
(ketidakpastian tinggi) dalam
banyak hal, termasuk
meramalkan kekayaan
5. Ada kepastian (dapat diprediksi) dalam banyak hal. Kekayaan dapat diramalkan/ dihitung
6. Kreativitas dan inovasi dituntut setiap saat
6. Bersifat menunggu instruksi atau perintah dari atasan
7. Ketergantungan rendah 7. Ketergantungan tinggi
8. Berbagai resiko tinggi (aset dapat hilang bila dijadikan agunan dan usahanya bangkrut)
8. Risiko relative rendah, bahkan dapat diramalkan
9. Terbuka peluang untuk menjadi bos
9. Menjadi bos relatif sulit, apalagi bila bekerja pada perusahaan keluarga
D. Perbedaan Perilaku Konsumtif Wanita Yang Bekerja Di Kantor Dengan Wanita Yang Berwirausaha
Pada saat wanita memasuki tahap dewasa muda, mereka mulai
memasuki dunia kerja. Banyak pilihan pekerjaan yang dapat dipilih, bisa
menjadi pegawai kantor atau berwirausaha. Karakteristik pegawai kantor
berbeda dengan yang berwirausaha. Pegawai kantor memiliki penghasilan
yang pasti dan teratur setiap bulannya sedangkan wirausaha penghasilan
yang diterima setiap bulannya bervariasi. Pegawai kantor mempunyai
peluang yang kecil untuk menjadi orang kaya sedangkan orang yang
berwirausaha memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadi orang
kaya. Pegawai kantor pekerjaannya bersifat rutin sedangkan wirausaha
pekerjaannya bersifat tidak rutin.Waktu yang dimiliki pegawai kantor
tidak bebas dan terikat pada jadwal atau jam kerja perusahaan, sedangkan
wirausaha tidak terikat oleh jam kerja sehingga mempunyai kebebasan
waktu yang tinggi. Pegawai kantor dapat memprediksi kekayaannya,
bersifat menunggu instruksi dari atasan dan mempunyai ketergantungan
yang tinggi, sedangkan wirausaha tidak dapat memprediksi kekayaan yang
dimiliki, mempunyai kreativitas dan ketergantungan yang rendah.
Wirausaha terbuka peluang menjadi bos walaupun memiliki tanggung
jawab yang besar dan berbagai resiko tinggi sedangkan pegawai kantor
relatif sulit menjadi bos apalagi bila bekerja pada perusahaan keluarga,
Wanita yang bekerja di kantor adalah wanita aktif yang cenderung
mengikuti mode dan memperhatikan penampilan secara fisik (Clow &
Baack, 2002). Penampilan fisik yang dimaksud mulai dari perawatan
rambut, pakaian yang dikenakan hingga perawatan tubuh. Hal tersebut
juga didukung oleh faktor pembentuk perilaku konsumtif seperti motivasi,
harga diri dan kelompok referensi. Kebutuhan untuk berpenampilan lebih
baik membuat wanita yang bekerja memiliki pengeluaran yang lebih
banyak dibandingkan wanita yang tidak bekerja (Sudarto, 2003). Bahkan
lebih banyak wanita yang sudah bekerja di kantor merasa memiliki
kebutuhan tertentu sebagai bentuk penghargaan kepada dirinya seperti
pergi ke spa dan salon kecantikan (Clow & Baack, 2002). Sedangkan
Chaney (2004) menyatakan bahwa pengeluaran utama wanita dewasa
muda yang sudah bekerja adalah untuk pembelanjaan pakaian. Wanita
yang bekerja di kantor tidak takut untuk membelanjakan penghasilannya
karena setiap bulan telah mendapatkan gaji atau pendapatan yang tetap.
Maka hal yang terjadi adalah wanita yang bekerja di kantor akan
melakukan berbagai cara supaya semua keinginannya dapat terpuaskan.
Pekerjaan bisa menjadi terbengkalai guna memenuhi keinginan untuk
berbelanja (Ditmarr, 2005). Seperti fenomena yang daitemukan pada
seorang wanita yang bekerja di kota Y. Ia rela untuk bolos kerja demi
pergi keluar untuk berbelanja barang yang ia inginkan. Perilaku berbelanja
seperti ini menjadi sangat mengganggu karir bahkan mengganggu orang
bukanlah barang yang ia benar-benar butuhkan atau ia membutuhkan
barang tersebut namun bukan dalam waktu dekat. Ketika ia tidak mampu
lagi memenuhi keinginannya, ia mencoba bermacam cara di luar
kemampuannya. Ia berhutang kepada teman-teman, beberapa bank, serta
lembaga perkreditan. Akhirnya ia terjerat hukum karena tidak mampu
melunasi berbagai hutang tersebut (Fenomena, 2009).
Berbeda dengan wanita yang bekerja sebagai wirausaha. Wanita
yang bekerja menjadi wirausaha tetap memperhatikan pengeluaran karena
memiliki penghasilan bervariasi dan tidak teratur setiap bulannya
dibandingkan dengan wanita yang bekerja di kantor. Walaupun tidak
terikat jam kerja dan mempunyai waktu luang yang lebih banyak ,wanita
yang berwirausaha lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah atau
menjalankan usahanya karena wanita yang berwirausaha dituntut untuk
lebih kreatif dan inovatif. Selain itu wanita yang berwirausaha lebih
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam usahanya karena tidak
tergantung oleh orang lain.
Munandar (2001) menyatakan ciri konsumsi wanita adalah wanita
lebih tertarik pada gejala mode dan lebih mementingkan status sosial.
Wanita dapat menghabiskan waktunya menelusuri hampir semua pusat
perbelanjaan yang ada (Clendinning, 2001). Wanita merasa nyaman dan
menganggap kegiatan berbelanja sebagai suatu kegiatan yang
serta kenyamanan yang didapatkan ketika berbelanja, dapat menyebabkan
timbulnya kecenderungan membeli sesuatu yang sebenarnya bukan
merupakan kebutuhan (Lamd, Hair, & McDaniel, 2001). Jika pembelian
barang tidak sesuai dengan kebutuhan dan berlebihan maka dapat
membuat seseorang menjadi konsumtif (Fromm, 1995).
Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang tidak didasarkan
pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk
mengkonsumsi sesuatu tanpa batas di mana individu lebih mementingkan
faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan
mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang
memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik. Perilaku konsumtif ini
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Dalam faktor
eksternal, perilaku konsumtif individu dipengaruhi oleh kebudayaan, kelas
sosial, kelompok-kelompok sosial dan referensi serta keluarga sedangkan
pada faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu
adalah motivasi, harga diri, observasi, proses belajar, kepribadian dan
konsep diri (Sumartono, 2002).
Berdasarkan uraian tersebut dijelaskan bahwa wanita yang bekerja
di kantor cenderung menghabiskan penghasilannya lebih banyak daripada
wanita yang berwirausaha sehingga mendorong untuk berperilaku
konsumtif. Wanita yang bekerja di kantor akan lebih cenderung berperilaku
yang pasti dan teratur sehingga merasa aman, meskipun gajinya kecil.
Sedangkan wanita yang berwirausaha memiliki penghasilan bervariasi,
tidak teratur, sehingga pada tahap awal sulit untuk mengaturnya. Akibatnya
merasa tidak aman karena penghasilannya yang tidak pasti sehingga akan
berpikir dua kali untuk berperilaku konsumtif dan membelanjakan
penghasilannya untuk keinginan yang bukan kebutuhannya.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang diajukan peneliti dalam
penelitian ini adalah terdapat perbedaan perilaku konsumtif antara wanita
yang bekerja di kantor dengan wanita yang berwirausaha. Wanita yang
bekerja di kantor lebih berperilaku konsumtif dibandingkan wanita yang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian
komparatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan
dengan cara membandingkan (Hadi, 1997). Penelitian ini untuk melihat
perbedaan perilaku konsumtif pada wanita ditinjau dari jenis
pekerjaannya.
B. Identifikasi Variabel
Variabel adalah gejala, konstruk, atau sifat yang dipelajari dan
menjadi fokus untuk diteliti. Pada penelitian ini menggunakan dua variabel
yaitu:
1. Variabel X : Wanita yang bekerja ( di kantor dan wirausaha )
2. Variabel Y : Perilaku konsumtif
C. Definisi Operasional:
Definisi operasional adalah batasan dari variabel-variabel
penelitian yang secara nyata berhubungan dengan realitas yang akan
diukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan diamati
Kedua Variabel diatas memiliki definisi operasional sebagai berikut :
1. Wanita Bekerja
Wanita yang bekerja di kantor adalah wanita yang
mempunyai kegiatan atau pekerjaan yang formal dengan jadwal
dan jangka waktu tertentu serta memperoleh gaji, upah, atau balas
jasa.
Wanita wirausaha adalah seorang yang mengorganisasikan
dan mengarahkan usaha baru. Jenis pekerjaan wanita dalam
penelitian ini diketahui melalui pengisian data identitas pada skala
penelitian yang dilakukan oleh subyek penelitian.
2. Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kencenderungan manusia untuk mengkonsumsi sesuatu
tanpa batas dan lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Dengan
menggunakan enam indikator perilaku konsumtif.
D. Subyek Penelitian
Kriteria subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wanita dewasa awal dengan rentang usia 20-40 tahun
Alasan dipilihnya subyek penelitian dengan kriteria tersebut karena
wanita yang sudah berusia 20-40 tahun telah menunjukkan
kedewasaan untuk bertanggungjawab penuh terhadap diri sendiri,
bertanggungjawab atas nasib sendiri dan atas pembentukan diri
sendiri.
2. Wanita yang bekerja
Pekerjaan yang dipilih bisa menjadi pegawai di kantor atau menjadi
wirausaha. Alasannya, wanita yang sudah bekerja dianggap telah
mandiri perekonomiannya. Kemandirian ekonomi dapat terlihat ketika
seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih
tetap dan kemampuan dalam mengatur keuangan (Santrock, 2003).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar skala yang
stimulusnya (aitemnya) berupa pernyataan yang tidak secara langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator
perilaku dari atribut yang bersangkutan (Azwar, 2005). Subyek penelitian
bentuk skala. Skala yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala perilaku
konsumtif.
Skala perilaku konsumtif akan dipaparkan dengan metode rating
yang dijumlahkan (summated rating) atau yang lebih dikenal dengan
penskalaan Likert. Metode penskalaan ini menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Skala Likert ini disusun oleh
pernyataan-pernyataan yang favorable dan pernyataan unfavorable yang
disajikan seimbang (Azwar, 2005). Pernyataan-pernyataan ini nantinya
akan menggunakan empat alternatif jawaban yaitu SS (Sangat Sesuai), S
(Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Skor untuk
aitem-aitem yang termasuk dalam kategori favorable adalah SS = 4, S = 3,
TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk aitem-aitem yang termasuk dalam
kategori unfavorable diberi skor SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4. Skor total
diperoleh dari menjumlahkan semua skor aitem yang diperoleh responden.
Sebagai langkah selanjutnya dalam penelitian, peneliti menyusun
blue print terlebih dahulu untuk memberikan gambaran mengenai isi skala
dan menjadi acuan serta pedoman untuk tetap berada dalam lingkup ukur
Tabel 2
Blue Printdan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif (Sebelum Uji Coba)
Indikator Perilaku Konsumtif Aitem Nomor Total
Favorable Unfavorable menjaga penampilan diri dan gengsi atau hanya sekedar menjaga simbol status
3, 9, 27, 33, 51 15, 21, 39, 45 9
4. Membeli produk atas
pertimbangan harga
(membeli produk dengan
harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi) produk sejenis tetapi mereknya berbeda
6, 12, 30, 36, 54 18, 24, 42, 48 54
Total 30 24 54
F. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya suatu
alat ukur, di mana validitas merupakan ukuran untuk mengukur apa
yang hendak diukur (Kerlinger, 2002). Semakin tinggi tingkat
keterpercayaan alat ukur tersebut dan semakin mewakili apa yang
Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi. Validitas isi yaitu teknik menganalisis alat ukur tanpa
analisis statistik, namun diselidiki lewat analisis rasional terhadap isi.
Aitem yang akan diuji cobakan diperoleh dengan mengkonsultasikan
aitem yang telah disusun kepada ahli (professional judgement) dengan
tujuan supaya aitem-aitem yang disusun telah mencakup seluruh isi
objek yang akan diukur (Azwar, 2005). Hal ini memiliki tujuan agar
tes tersebut isinya komprehensif dan hanya memuat isi yang relevan
dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. Validitas isi didapat melalui
analisis rasional dan pertimbangan rasional yang dilakukan oleh
peneliti dan dikoreksi oleh para ahli, dalam hal penelitian ini adalah
dosen pembimbing skripsi untuk melihat sejauh mana kecocokan isi
aitem sesuai dengan indikator-indikator variabel skala pengukuran
yang telah dibuat dalam definisi operasional sebelumnya dan dituang
dalam blue print skala penelitian.
2. Seleksi Aitem
Setelah melakukan uji validitas isi, peneliti menyeleksi aitem
melalui komputasi pencarian koefisien aitem total secara umum
dikenal sebagai indeks daya beda aitem, karena pada dasarnya aitem
yang konsisten adalah aitem yang mampu menunjukkan perbedaan
antara subyek dengan indikator yang ada pada skala penelitian. Cara
penghitungannya adalah dengan mengkorelasikan antara skor subyek
(2005), semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati nilai satu),
maka semakin tinggi daya beda aitemnya. Jika koefisien korelasi
rendah (mendekati nol), maka fungsi daya beda aitem tidak bagus,
yang berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi alat ukur.
Tetapi, jika koefisien korelasi bernilai negatif (-), berarti aitem
tersebut benar-benar buruk dan sangat tidak cocok dengan fungsi alat
ukurnya sehingga harus dibuang (Azwar, 2005). Pnentuan koefisien
daya beda aitem pada penelitian ini memakai koefisien korelasi
Pearson Product Moment.
Pada penelitian kali ini pengujian kesahihan aitem-aitem yang
dinyatakan lolos uji atau sahih (rix) adalah aitem yang koefisien
korelasi aitem totalnya >0.30. Jadi, jika ada aitem yang memiliki
koefisien korelasi aitem total <0.30 maka aitem tersebut dinyatakan
tidak sahih dan harus dibuang (Azwar, 2005).
Aitem yang diujicobakan dapat dilihat pada tabel 3.
Berdasarkan seleksi aitem tersebut, maka ada sebanyak 8 aitem
yang gugur dari 54 aitem yang telah diujicobakan. Aitem-aitem
yang gugur tersebut memiliki nilai rix dibawah 0,2565 dilihat dari r
tabel dengan subyek sebanyak 80. Sedangkan untuk mengetahui
Tabel 3
Data mengenai hasil analisa aitem secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran. Gugurnya aitem-aitem pada skala tersebut
mungkin disebabkan karena aitem kurang mampu menggambarkan
situasi kehidupan subyek secara relevan sehingga subyek
cenderung mengumpul pada salah satu alternatif jawaban. Tabel 4
berisi distribusi aitem skala perilaku konsumtif untuk penelitian
yang telah dihilangkan 24 aitem. Penghilangan 24 aitem tersebut
Tabel 4
Blue Printdan Persebaran Butir Aitem Skala Perilaku Konsumtif (Penelitian)
3. Reliabilitas
Reliabilitas mempunyai arti sejauh mana suatu pengukuran
dapat memberikan hasil yang relatif tetap bila dilakukan pengukuran
kembali terhadap subyek yang sama (Azwar, 2005). Suatu hasil
pengukuran dapat dikatakan reliabel jika dalam beberapa kali
melakukan pengukuran terhadap subyek penelitian yang sama, hasil
angka yang didapat relatif sama, di mana hasil dalam pengukuran
tersebut dapat dipercaya (Azwar, 2005).
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah
pengukuran yang terpercaya (reliabel), dengan besar koefisien
reliabilitas berkisar antara 0,00-1,00. Semakin mendekati angka 1,00
maka tingkat reliabilitasnya semakin tinggi, dengan demikian alat tes
cukup mampu menjaga konsistensinya. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Pendekatan ini bertujuan
untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian saat satu kali
penyajian dalam sekelompok individu (Azwar, 2005). Dalam uji
reliabilitas ini, skala yang diestimasi reliabilitasnya dibelah menjadi
dua bagian dan setiap belahan berisi aitem yang sama.
Hasil koefisien reliabilitas alpha (α) setelah penelitian
adalah 0,905 yang dapat menunjukkan bahwa skala perilaku
Tabel 5 Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Aitems
.905 30
G. Persiapan Penelitian 1. Pelaksanaan Uji Coba
Persiapan dalam penelitian ini meliputiuji coba alat ukur. Uji coba
alat ukur dilakukan untuk melihat kualitas aitem-aitem dalam skala
yang akan digunakan dalam penelitian. Skala perilaku konsumtif
ini diujicobakan kepada 80 subyek yang terdiri dari 40 wanita yang
bekerja dikantor dan 40 wanita yang menjadi wirausaha di mana
keseluruhan subyek ini berada di daerah Yogyakarta dan Bantul.
Uji coba ini dilaksanakan dari tanggal 19 Desember 2011
sampai dengan 30 Desember 2011. Berdasarkan 80 lembar skala
yang dibagikan dapat dikembalikan lagi kepada peneliti sebanyak
80 lembar. Subyek terdiri dari 40 wanita dewasa muda yang
bekerja di kantor dan 40 wanita dewasa muda yang menjadi
H. Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh akan diskoring secara kuantitatif sesuai
dengan cara penilaian terhadap skala, kemudian masing-masing subyek
akan memperoleh skor masing-masing skala. Rancangan analisis data
dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji pembuktian hipotesis dengan
menggunakan teknik differensial uji-T (T-test) dengan menggunakan two
tailed signifikansi atau tidak berarah karena menguji perbedaan, di mana
membandingkan dua kelompok subyek dengan mencari perbedaan mean
antara dua kelompok tersebut (Hadi, 1997). Penggunaan teknik ini
didasarkan pada hipotesis penelitian bahwa ada perbedaan perilaku
konsumtif antara wanita yang bekerja di kantor dengan wanita yang
berwirausaha. Dalam analisis data, peneliti menggunakan program SPSS
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan tryout terpakai yang dilaksanakan pada
tanggal 19 Desember 2011 sampai dengan 30 Desember 2011 dengan
menyebarkan skala penelitian. Subyek penelitian yang digunakan
sebanyak 80 wanita bekerja di wilayah Yogyakarta dan Bantul. Subyek
terdiri dari 40 wanita dewasa muda yang bekerja di kantor dan 40 wanita
dewasa muda yang menjadi wirausaha. Skala yang disebarkan dapat
dikembalikan dengan utuh kepada peneliti.
B. Deskripsi Subyek Penelitian 1. Data Subyek Penelitian
Di bawah ini adalah data-data subyek penelitian yang ada pada kuesioner:
Tabel 6 Data Usia Jenis
Pekerjaan
Usia Jumlah
Pekerja Kantor 20-30 tahun 33 orang
31-40 tahun 7 orang
Wirausaha 20-30 tahun 31 orang
31-40 tahun 9 orang
Tabel 7
Data Status Perkawinan Jenis
Pekerjaan
Status Perkawinan Jumlah
Pekerja Kantor Menikah 25 orang
Belum Menikah 15 orang
Wirausaha Menikah 10 orang
Belum Menikah 30 orang
Total 80 orang
Tabel 8
Data Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Pekerja kantor Wirausaha
SMA 20 45
Pendapatan Per bulan Pekerja kantor Wirausaha
Tabel 10
Data Pengeluaran Per bulan
Pengeluaran Per bulan Pekerja kantor Wirausaha
< Rp. 500 ribu - -
Skala perilaku konsumtif memiliki jumlah aitem 30 buah, dengan skor
1 sampai dengan 4. Skor terendahnya (X min) adalah 30 dan skor tertingginya
(X max) adalah 120. Range untuk skala ini adalah 120 – 30 = 90. Nilai
standar deviasinya adalah 90 : 6 = 15, sedangkan rata-rata teoritisnya adalah
(30 + 120) : 2 = 75.
Tabel 11
Tingkat Perilaku Konsumtif Secara Keseluruhan
Jenis Pekerjaan Mean Teoritis Mean Empiris
Kantoran 75 53,5
Wirausaha 75 63,5
Berdasarkan tabel di tersebut, dapat dijelaskan bahwa jumlah subyek
dalam penelitian ini sebanyak 80 orang, dengan rata-rata empiris skor
perilaku konsumtif wanita yang bekerja di kantor sebesar 53,5 dan rata-rata
Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara mean
teoritik dan mean empiris. Perbandingan antara mean teoritik dengan mean
empiris menunjukkan bahwa mean empiris lebih kecil daripada mean teoritik.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa wanita yang bekerja di
kantor dengan wanita yang bekerja sebagai wirausaha sama-sama memiliki
perilaku konsumtif tetapi tidak terlalu kelihatan.
D. Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi
Asumsi yang harus dipenuhi untuk mengerjakan T-Test adalah uji
normalitas sebaran dan uji homogenitas varian.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran
skor pada kedua sampel mengikuti distribusi normal. Cara untuk
mengetahuinya yaitu dengan program SPSS for Windows version 16.00
(Priyatno, 2008) dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov
Test dan melihat nilai probabilitasnya. Jika nilai probabilitasnya lebih
besar dari 0,05 (p > 0,05), maka sebaran skor dinyatakan normal. Akan
tetapi, jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 (p < 0,05), maka
sebaran skor dinyatakan tidak normal. Dari hasil penghitungan, dapat
dilihat bahwa pada kelompok 1 (wanita yang bekerja sebagai pegawai
kantor) mempunyai nilai probabilitas (p) sebesar 0,200 (p > 0,05),
dinyatakan normal. Kelompok 2 (wanita yang bekerja sebagai
wirausaha) mempunyai nilai p sebesar 0,027 (p < 0,05), sehingga dapat
diartikan bahwa sebaran data pada kelompok 2 dinyatakan tidak
normal. Walaupun ada salah satu kelompok yang tidak normal, peneliti
tetap menggunakan T-test karena melihat diagram histogram, yang
menunjukkan persebaran di daerah kurva normal. Di bawah ini
disertakan tabel ringkasan hasil Kolmogorov-Smirnov Test sebagai tes
untuk menguji normalitas sebaran. Data selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran.
Tabel 12
Hasil Perhitungan Kolmogorov-Smirnov Test
Kode
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
per.konsumtif 1 .111 40 .200* .974 40 .484
2 .148 40 .027 .948 40 .066
b. Uji Homogenitas
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah kelompok sampel
mempunyai varian yang homogen atau sama (Santoso, 2001). Cara
untuk mengujinya adalah melalui Levene Test. Jika nilai
probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka kedua kelompok