• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN FUMIGASI AMONIA SEBAGAI METODE FINISHING DAN PENGAWETAN. Development of Amonia Fuming as Finishing and Preservation Method

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN FUMIGASI AMONIA SEBAGAI METODE FINISHING DAN PENGAWETAN. Development of Amonia Fuming as Finishing and Preservation Method"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN FUMIGASI AMONIA SEBAGAI METODE FINISHING DAN

PENGAWETAN

Development of Amonia Fuming as Finishing and Preservation Method

Wayan DARMAWAN

1

, Istie S RAHAYU

1

, Dodi NANDIKA

1

, Widyana LUZA

2

Corresponding Author: wayandar@indo.net.id

ABSTRACT

Enhancement of surface appearance of wood products in wood working industry has been done by application of wood stain. However, the use of wood stains has been recently limited due to emission of a hazardous material. Through this work a new technique of ammonia fuming has been experimented. The purpose of the research work was to investigate the effect of ammonia fuming and wood characteristics on the surface appearance of nangka wood (Artocarpus heteropyllus). The experimental result showed that ammonia in the volume of 2 liter could change significantly the natural color of (16 x 8 x 2) cm size nangka wood after 24 hours of fuming. Increasing in the period of fuming to 48 hours did not provide any difference in color compared to the 24 hours of fuming, however the 48 hours fuming generated deeper changes in color on the surfaces of the wood. Heartwood of nangka was observed to generate more significant changes in color compared to the sapwood. Fresh wood produced a darker color than air-dried wood. The wood treated by ammonia fuming showed an increase in resistance against termite and decayed fungi attacks.

Keywords : ammonia fuming, finishing, heartwood and sapwood, preservation

PENDAHULUAN

Pada metoda finishing konvensional, tampilan warna dan corak kayu diperoleh melalui aplikasi bahan-bahan pewarna sintetis (stain, dye) yang memiliki beberapa kelemahan seperti warna cepat luntur, sering mengangkat serat-serat kayu, terjadinya emisi komponen penyusun yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan, proses aplikasinya butuh waktu lama, dan harganya relatif mahal (Flexner , 1999). Disamping itu pengawetan kayu secara konvensional umumnya menggunakan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Fumigasi kayu menggunakan larutan amonia merupakan salah satu metode yang dapat

dikembangkan dan diterapkan di masa datang untuk peningkatan kualitas penampilan warna dan corak alami kayu yang sebelumnya menggunakan bahan-bahan pewarna sintetis yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Metoda fumigasi amonia ini juga diharapkan dapat memberi manfaat lain yaitu adanya peningkatan daya tahan kayu terhadap serangan organisme perusak seperti jamur dan rayap. Aplikasi metoda fumigasi amonia ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Dengan demikian fumigasi menggunakan larutan amonia (ammonia fuming) merupakan metoda unggulan yang dapat memberi manfaat ganda yaitu meningkatkan nilai estetika dan meningkatkan keawetan kayu.

Sebetulnya telah ada metoda pewarnaan cara fumigasi seperti fumigasi belerang untuk menggelapkan dan mengkilapkan warna rotan secara alami. Belakangan ini aplikasi metoda fumigasi khususnya fumigasi dengan amonia telah mulai dicobakan pada kayu. Keunggulan dari metode fumigasi dengan amonia ini dapat meningkatkan tampilan warna dan corak kayu secara alami. Metoda ini telah dicobakan di Amerika dan Eropa untuk mengubah tampilan warna dan corak alami kayu dengan hasil yang memuaskan (Kramer, 1989 dan Rodel, 1997). Akhir-akhir ini metoda fumigasi amonia mulai dilirik oleh pengusaha industri kayu di berbagai negara Eropa karena butuh alat sederhana dalam aplikasinya, caranya mudah dan cepat, aman bagi lingkungan, dan murah (Dresdner, 2005; Perry, 2005; dan Musial, 2006).

Muhtar (2008) dan Nurhayati (2008) telah melakukan penelitian mengenai pengembangan teknik finishing dengan menggunakan teknik fumigasi amonia pada lima jenis kayu rakyat (kayu nangka, mahoni, puspa, akasia, dan white oak) yang warna alaminya kurang menarik. Hasil dari penelitian tersebut mengindikasikan bahwa kayu nangka, mahoni, puspa dan oak mengalami perubahan warna yang mencolok dibandingkan mula-mula dan memberikan tampilan corak yang menarik. Pada penelitian tersebut perubahan warna kayu nangka, mahoni, puspa dan oak telah terjadi pada penggunaan amonia volume 2 liter dan waktu fumigasi 24 jam. Namun penelitian tersebut tidak memperhatikan kondisi dari kayu yang difumigasi (posisi kayu pada batang pohon dan kadar air kayu) sehingga perubahan warna yang diperoleh tidak menggambarkan hasil fumigasi secara lengkap.

Dalam usaha mendapatkan informasi mengenai tampilan warna dan corak alami secara lengkap maka pada penelitian 1 Staf Pengajar Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

IPB

(2)

ini dilakukan fumigasi kayu nangka dengan melihat pengaruh posisi kayu pada batang pohon, bagian kayu, orientasi serat, kadar air kayu, dan lama waktu fumigasi. Kayu difumigasi amonia dengan konsentrasi 25% pada volume 2 liter. Rincian perlakukan yang diteliti pada penelitian ini adalah posisi kayu pada batang pohon nangka (pangkal, tengah, ujung), kondisi kadar air (basah, kering udara, dan kering oven), jenis orientasi serat (papan radial dan tangensial), bagian kayu nangka (teras dan gubal), dan waktu reaksi 24 dan 48 jam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi kayu nangka terhadap karakteristik fumigasi amonia, kualitas penampilan terutama peningkatan nilai estetika (tampilan warna dan corak alami), dan peningkatan keawetannya. Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu kondisi fumigasi yang baik untuk mendapatkan warna kayu yang gelap dengan tampilan atau corak serat yang menarik, yang bermanfaat bagi industri kecil kreatif seperti industri mainan, profil, mebel, dan ukiran kayu.

BAHAN DAN METODE

Contoh uji yang digunakan berasal dari pohon nangka (Artocarpus heteropyllus) yang berdiameter 31 cm, tinggi batang 3 m, umur ± 20 tahun. Pohon nangka ditebang dari Desa Ciherang, Bogor. Contoh uji diambil dari bagian pangkal, tengah, ujung, dan cabang. Contoh uji dibedakan antara bagian gubal dan terasnya. Selanjutnya dari masing-masing bagian tersebut dibentuk papan radial dan tangensial. Ukuran contoh uji yang digunakan adalah (16 x 8 x 2) cm dengan ulangan sebanyak 2 kali. Contoh uji yang digunakan dikondisikan pada kadar air segar, kadar air kering udara, dan kadar air kering oven (sekitar 6%). Proses fumigasi menggunakan amonia cair (Ammonium hidroksida 25%). Beberapa peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, timbangan elektrik, oven, desikator, moisture meter dan alat pencatat, ruang fumigasi berukuran (93,7 x 50,5 x 70) cm, bohlam (2 x 100) watt, wadah plastik untuk tempat amonia, kamera digital Nikon D-50, peralatan keselamatan (masker, kacamata, sarung tangan), seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB, aplikasi Adobe Photoshop CS2 dan aplikasi Microsoft Office 2007.

Proses Fumigasi Kayu Nangka

Proses fumigasi dilakukan dengan menggunakan amonia (Ammonium hidroksida 25%) volume 2 liter. Contoh uji direaksikan dengan uap amonia di dalam suatu ruangan tertutup (kilang fumigasi) selama 24 jam dan 48 jam. Tahapan proses fumigasi adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji yang akan difumigasi dalam keadaan basah langsung diletakkan di ruang fumigasi setelah diukur kadar airnya. Sampel yang akan difumigasi dalam keadaan kering udara dikeringkan dengan cara diangin-anginkan hingga mencapai kadar air ±15%, dan untuk sampel yang akan difumigasi dalam kondisi kering oven, sampel

dikeringkan pada oven dengan suhu 60-70 C selama 1-2 hari hingga diperoleh KA ± 6%.

2. Semua contoh uji diphoto sebagai dokumentasi warna dan corak alaminya. Selanjutnya contoh uji ditata dalam ruang fumigasi dengan penataan bercelah, agar seluruh bagian kayu dapat bereaksi dengan uap amonia.

3. Larutan amonia sebanyak 2 liter dituangkan ke dalam wadah plastik dengan hati-hati (harus menggunakan peralatan keamanan seperti masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan).

4. Wadah plastik yang telah terisi amonia kemudian dimasukkan dan diletakkan di dasar kilang fumigasi. 5. Pintu kaca dari kilang fumigasi ditutup rapat agar tidak

terjadi kebocoran dari amonia yang menguap.

6. Setelah pintu kaca tertutup rapat, lampu bohlam 100 watt dinyalakan untuk penerang dan pemanas ruang fumigasi sehingga diharapkan terjadi reaksi antara uap amonia dan kayu dengan lebih baik.

7. Setelah 24 jam, penutup ruang fumigasi dibuka dan sisa amonia dalam wadah plastik dinetralkan dengan cara mencampurkannya dengan air. Demi keselamatan diharuskan untuk menggunakan masker dan kaca mata. 8. Contoh uji dikeluarkan dari ruang fumigasi kemudian

dilakukan pengambilan gambar untuk masing-masing contoh uji.

9. Pekerjaan yang sama dilakukan kembali pada sampel-sampel yang lain, untuk waktu fumigasi 48 jam.

Penentuan Kadar Tanin Kayu Nangka

Prosedur penentuan kandungan tanin adalah sebagai berikut:

1. Kayu nangka yang diambil pada bagian pangkal, tengah, ujung, cabang baik pada bagian teras maupun gubal untuk dibuat serbuk dengan ukuran 20-40 mesh.

2. Serbuk yang berasal dari masing-masing bagian tersebut kemudian diekstraksi menggunakan air destilata dengan perbandingan 1:5. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60-70C. 3. Selanjutnya ekstrak didiamkan selama kurang lebih 12 jam

untuk kemudian disaring hingga filtrat berwarna bening. 4. Filtrat kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60-70

C hingga terbentuk kristal (endapan tanin).

5. Perhitungan kandungan tanin dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar tanin (%) = Berat endapan tanin Berat ekstrak x 100%

Pengujian Daya Tahan Terhadap Rayap dan Jamur Perusak

Pengumpanan pada rayap tanah menggunakan contoh uji berukuran (2 x 2 x 2) cm sebanyak 9 sampel (3 sampel tanpa fumigasi, 3 sampel difumigasi selama 24 jam, dan 3 sampel difumigasi selama 48 jam). Kesembilan sampel tersebut

(3)

diambil dari bagian gubal kayu nangka. Tahap pengerjaannya adalah sebagai berikut:

1. Pengumpanan pada rayap dilakukan pada wadah kaca yang berukuran (6 x 3 x 3) cm sebanyak 1 sampel untuk masing-masing jenis perlakuan

2. Ke dalam wadah kaca tersebut dimasukkan contoh uji kayu yang sebelumnya telah diketahui berat berat kering ovennya.

3. Selanjutnya ke dalam wadah yang telah berisi sampel kayu dimasukkan 50 ekor rayap tanah yang sehat dan aktif. 4. Wadah kaca lalu disimpan di tempat gelap selama 1 bulan 5. Setelah 1 bulan, wadah dan kayu tersebut dibongkar.

Contoh uji kayu dibersihkan, lalu jumlah rayap yang masih hidup dan yang sudah mati dihitung untuk menentukan persentase mortalitas rayap kayu kering.

7. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven bersuhu 103 ± 2 C untuk memperoleh berat kering oven, sehingga dapat dihitung persentase kehilangan beratnya.

Pengujian daya tahan kayu terfumigasi terhadap jamur dilakukan dengan mengumpankan sampel kayu terfumigasi pada wadah yang telah berisi biakan jamur perusak. Setelah 1 bulan dihitung persentase kehilangan berat sampel-sampel kayu terfumigasi tersebut akibat serangan jamur perusak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Posisi Sampel Kayu Pada Pohon Terhadap Perubahan Warna

Warna awal kayu nangka sebelum mengalami proses fumigasi seragam untuk setiap posisi kayu pada batang pohon Nangka baik pada bagian pangkal, tengah, ujung maupun cabangnya, yaitu kuning cerah pada bagian teras. Gambar 1 menunjukkan perubahan warna kayu nangka yang fumigasi dengan volume amonia 2 liter, pada kondisi segar (kadar air 84%) kayu nangka yang diambil pada bagian terasnya dengan jenis papan tangensial mengalami perubahan warna yang sangat mencolok setelah difumigasi selama 48 jam. Secara visual warna kayu hasil fumigasi tidak menunjukkan perbedaan yang berarti antara bagian pangkal, tengah, ujung, maupun bagian cabang. Semua bagian batang mengalami perubahan warna yang sama.

Perbedaan tingkat perubahan warna secara kuantitatif didukung dengan hasil analisis kandungan tanin pada setiap posisi kayu pada pohon. Hasil analisis kandungan tanin yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan tanin pada bagian pangkal paling tinggi yaitu 12,25%. Hasil analisis kandungan tanin pada kayu nangka disajikan pada Tabel 1. Meskipun kadar tanin pada bagian cabang jauh lebih rendah dari bagian batang pohon, namun diduga jenis tanin tersebut (morin) sangat reaktif terhadap amonia, akibatnya dengan kandungan tanin 2,78% saja sudah cukup untuk menggelapkan warna kayu nangka.

Gambar 1. Penampilan warna pada berbagai posisi kayu pada batang pohon Nangka (catatan: bagian teras, kadar air 84%, papan tangensial, waktu fumigasi 48 jam).

Tabel 1. Kandungan tanin pada kayu nangka Posisi sampel kayu pada pohon

Nangka Kandungan Tanin

Kayu teras bagian pangkal 12,25 % Kayu teras bagian tengah 12,12 % Kayu teras bagian ujung 10,64 % Kayu teras bagian cabang 2,78 %

Kayu Gubal 1,90 %

Pengaruh Bagian Gubal dan Teras Terhadap Perubahan Warna

Gambar 2 memperlihatkan bahwa bagian gubal pada kayu nangka memiliki warna yang lebih cerah dari bagian terasnya yaitu putih kekuning-kuningan. Setelah mengalami proses fumigasi warna bagian gubal tetap lebih cerah dibandingkan terasnya. Perubahan warna pada bagian gubal tidak terlalu mencolok dari warna awalnya. Hasil analisis terhadap kandungan tanin pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan tanin pada bagian gubal yang diambil pada bagian pangkal pohon hanya sebesar 1,90%, sedangkan untuk bagian terasnya memiliki kandungan tanin sebesar 12,25%. Perbedaan yang sangat mencolok dalam jumlah tanin yang terkandung menyebabkan perbedaan tingkat perubahan warna yang sangat jelas antara bagian gubal dan terasnya.

Jenis papan hasil pemotongan tidak menunjukkan pengaruh yang berarti pada perubahan warna, karena warna hasil fumigasi antara papan radial dengan papan tangensial tidak berbeda secara visual. Dengan demikian jenis papan tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat perubahan warna hasil fumigasi. Namun demikian jenis papan tangensial dapat memberikan corak tampilan serat kayu yang lebih menarik dibandingkan jenis papan radial setelah melalui tahapan fumigasi (Gambar 2).

(4)

Gambar 2. Penampilan permukaan pada bagian gubal dan teras kayu nangka: (a) Penampilan awal (b) Penampilan setelah fumigasi (catatan: bagian pangkal, kadar air 15%, waktu fumigasi 24 jam).

Pengaruh Lama Waktu Fumigasi

Gambar 3 menunjukkan perubahan warna yang terjadi pada kayu nangka yang mengalami proses fumigasi amonia selama 24 jam dan 48 jam. Penampilan secara visual, kayu yang difumigasi amonia selama 24 jam dan 48 jam tidak menunjukkan perbedaan warna yang mencolok. Pengaruh yang tidak terlalu besar tersebut diduga karena uap amonia telah menguap dan bereaksi secara optimum sampai pada waktu reaksi 24 jam, sehingga ketika kayu difumigasi selama 48 jam tidak memberikan respon yang berbeda dengan yang difumigasi selama 24 jam. Dalam usaha efisiensi waktu, maka fumigasi kayu nangka lebih baik dilakukan selama 24 jam.

Pengaruh Kadar Air Terhadap Perubahan Warna

Contoh uji pada penelitian ini dikondisikan pada kadar air segar (84%), kadar air kering udara (15%) dan kadar air kering oven (6%). Warna awal kayu nangka sebelum difumigasi tampak tidak berbeda secara mencolok karena tetap menampilkan warna awal kuning cerah (Gambar 4). Gambar 4 menunjukkan bahwa warna setelah fumigasi tampak berbeda secara visual pada berbagai tingkat kadar air. Semakin tinggi kadar air maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap.

Gambar 3. Perubahan warna kayu nangka pada perbedaan jangka waktu fumigasi (catatan: bagian pangkal, teras, kadar air 6%).

Gambar 4. Perubahan warna pada kadar air yang berbeda. Warna awal kayu nangka (a) warna setelah fumigasi (b) (catatan : bagian tengah, teras, papan tangensial, waktu fumigasi 48 jam).

Secara visual kayu nangka yang difumigasi pada kondisi segar menghasilkan warna yang sangat gelap (coklat-hitam). Hal ini diduga karena uap amonia lebih cepat bereaksi dengan tanin membentuk senyawa pigmen yang baru. Terjadinya perubahan warna dan corak alami kayu pada proses fumigasi disebabkan oleh reaksi antara tanin terkondensasi terutama dari kelompok flavonoids dengan gas amonia (NH3). Ikatan

KA 84% KA 15% KA 6 % (a) (b) KA 84% KA 15% KA 6 % Kontrol 24 jam Fumigasi 24 jam Kontrol 48 jam Fumigasi 48 jam Gubal- Radial Teras- Radial Gubal -Tangensial Teras- Tangensial Gubal- Radial Teras-

Radial Tangensial Gubal Tangensial Teras (a)

(5)

yang terjadi antara amonia dan tanin diduga merupakan ikatan hidrogen karena terjadi perubahan pigmen atau warna menjadi gelap. Hasil penelitian fumigasi amonia pada bagian teras kayu Acacia mearensii memperlihatkan tidak adanya perubahan warna kayu yang berarti. Hal ini diduga karena adanya kandungan 3–OH bebas dalam jumlah besar di bagian teras kayu Acacia mearensii dan sedikit sekali kandungan 5– OH bebasnya (Mabry et al., 1970 dalam Carrodus, 1971)

Tingkat perubahan warna menurun seiring dengan penurunan kadar air pada kayu dimana kayu dengan kadar air rata-rata 15% mengalami perubahan warna menjadi cokelat tua dan kayu dengan kadar air rata-rata 6% perubahan warnanya menjadi cokelat muda. Dilihat dari perubahan warna, fumigasi khusus untuk kayu nangka lebih baik dilakukan pada saat kayu berada pada kondisi kering udara (±15%) atau pada saat kadar air sekitar 6% karena pada kedua kondisi tersebut warna kayu hasil fumigasi lebih menarik dan corak alami kayu nampak lebih menonjol.

Kehilangan Berat Karena Rayap Tanah

Persentase kehilangan berat pada sampel kayu nangka setelah diumpankan pada rayap tanah selama 4 minggu disajikan pada Gambar 5. Hasil pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa persentase penurunan berat kayu nangka karena perlakuan fumigasi amonia volume 2 liter dengan waktu reaksi 24 jam dan 48 jam lebih kecil dibandingkan dengan kayu nangka tanpa difumigasi. Nilai persentase kehilangan berat yang paling besar dimiliki oleh sampel uji tanpa fumigasi dengan kadar air (KA) basah dengan nilai kehilangan berat sebesar 2,61%, diikuti oleh sampel tanpa fumigasi dengan KA kering udara dan kering oven. Namun ketika kayu nangka kondisi basah difumigasi amonia volume 2 selama 24 dan 48 jam ternyata menunjukkan daya tahan yang lebih baik terhadap rayap tanah dibandingkan dengan kayu nangka difumigasi pada kondisi kering. Hal ini diduga karena kayu basah yang terfumigasi menyerap dan mengikat lebih banyak uap amonia dibanding kayu kering. Secara keseluruhan kayu nangka yang difumigasi menunjukkan daya tahan terhadap rayap tanah lebih baik dibandingkan dengan kayu nangka tanpa difumigasi.

Kehilangan Berat Karena Jamur Perusak

Persentase kehilangan berat contoh uji kayu nangka setelah diumpankan pada jamur perusak kayu selama 1 bulan disajikan pada Gambar 6. Hasil pada Gambar 6 menunjukkan bahwa kayu nangka hasil fumigasi memperlihatkan daya tahan yang lebih baik terhadap serangan jamur perusak yang diindikasikan oleh penurunan berat contoh uji kayu hasil fumigasi lebih kecil dibandingkan dengan kayu tanpa difumigasi. Nampak juga bahwa kayu nangka yang difumigasi amonia 2 liter selama 24 jam dan 48 jam tidak menunjukkan perbedaan daya tahan yang berarti. Namun dapat dicatat bahwa kayu nangka kondisi kering memiliki daya tahan

terhadap jamur lebih baik dibandingkan kayu basah baik difumigasi maupun tidak difumigasi. Hal ini diduga karena kayu kondidi basah lebih menguntungkan bagi pertumbuhan jamur, meskipun kayu basah menyerap lebih banyak amonia dibandingkan kayu kering.

Gambar 5. Histogram kehilangan berat karena rayap tanah dari contoh uji kayu nangka yang diberi perlakuan fumigasi amonia volume 2 liter selama 24 jam dan 48 jam.

Gambar 6. Histogram kehilangan berat karena jamur perusak dari contoh uji kayu nangka yang diberi perlakuan fumigasi amonia volume 2 liter selama 24 jam dan 48 jam.

KESIMPULAN

Kayu nangka baik pada bagian pangkal, tengah, ujung maupun cabang mengalami perubahan warna yang mencolok setelah difumigasi amonia dan bagian teras mengalami perubahan warna lebih gelap dibanding dengan bagian gubal. Kayu nangka dalam kondisi basah mengalami perubahan warna yang lebih mencolok dibandingkan dengan kayu nangka pada kondisi kering. Meskipun tidak ada perbedaan warna

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

Tanpa Fumigasi Fumigasi 24 Jam Fumigasi 48 jam

Penur

unan

B

er

at (%)

Perlakuan Fumigasi

KA Basah KA 15% KA 6% 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

Tanpa Fumigasi Fumigasi 24 Jam Fumigasi 48 jam

Penur

unan

B

er

at (%)

Perlakuan Fumigasi

KA Basah KA 15% KA 6%

(6)

antara jenis papan tangensial dan radial, namun jenis papan tangensial memberikan tampilan corak serat yang lebih menarik setelah difumigasi. Kayu nangka yang telah difumigasi amonia volume 2 liter memiliki daya tahan terhadap rayap tanah dan jamur perusak yang lebih baik dibandingkan dengan kayu nangka tanpa difumigasi. Fumigasi amoni dapat diunggulkan sebagai metode pewarnaan dan pengawetan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada PUSTEKOLAH and ACIAR atas Hibah Penelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Carrodus BB. 1971. Carbon dioxide and the formation Of heartwood. Division of Forest Products, C.S.I.R.O., Melbourne, Australia . hal 939-943. http://www.blackwell-synergy.com/doi/abs/ Diakses tanggal [13 Februari 2007]. Dresdner M. 2005. Creating a Bed and Breakfast with a

Craftsman Touch http://www.woodworkersjournal.com/ ezine/ archive/40/qanda cfm#2. [diakses tanggal 12 Desember 2006].

Flexner B. 1999. Understanding Wood Finishing: How to Select and Apply the Right Finish. New York: The Reader’s Digest association, Inc.

Kramer JT. 1989. The Colorization Of Wood. Traditional Wood Conservator, Missouri. http://www.kramers.org/ color.htm. [diakses tanggal 12 Desember 2006].

Muhtar DP. 2008. Pengembangan Tehnik Fumigasi Amonia untuk Pewarnaan Alami Beberapa Jenis Kayu. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Musial SJ. 2006. Fuming wood for color. http://musial.

server101.com/fuming.htm. [diakses tanggal 12 Desember 2006].

Nurhayati E. 2008. Pewarnaan Dasar dengan Teknik Fumigasi Amonia untuk Pewarnaan Alami Beberapa Jenis Kayu. [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Perry S. 2005. Using Ammonia Fuming to Darken Wood. http://www.woodworking.org/cgibin/ubboard/. [diakses tanggal 12 Desember 2006].

Rodel K. 1997. Fuming with Amonia: How to Get an Authentic Arts and Crafts Finish Safely and Effectively. Fine Woodworking Magazine Pp. 46-49.

Gambar

Tabel 1. Kandungan tanin pada kayu nangka
Gambar 3. Perubahan  warna  kayu  nangka  pada  perbedaan
Gambar 6. Histogram kehilangan berat karena jamur perusak

Referensi

Dokumen terkait

Hanya dalam Pasal 26 Ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di muka Pegawai Pencatat Nikah yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah

Dengan berlakunya Peraturan ini maka Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Dengan melihat penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh kepemimpinan lurah terhadap peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan adalah apa

dimana kode-kode barcode tersebut apabila diterjemahkan hasilnya adalah NIM dari mahasiswa yang bersangkutan. Adapun proses input datanya yaitu, barcode yang

[r]

1) Sertifkat lulus bahasa Inggeris tingkat pre - advanced SELTU-UGM atau TOEFL dengan skor serendah-rendahnya 450. 2) Sertifkat kemampuan bahasa surnber (bahasa asing

[r]

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode GOD dapat dinyatakan bahwa di lokasi kajian tingkat kerentanan akuifer terkekang terhadap bahaya pencemaran dapat