• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elektrolisis Air - Prototype Hydrogen Fuel Generator With Insulating Cotton (Pengaruh Arus Listrik Terhadap Produksi Gas Hidrogen dengan Elektrolit Natrium Hidroksida) - POLSRI REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elektrolisis Air - Prototype Hydrogen Fuel Generator With Insulating Cotton (Pengaruh Arus Listrik Terhadap Produksi Gas Hidrogen dengan Elektrolit Natrium Hidroksida) - POLSRI REPOSITORY"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Elektrolisis Air

Elektrolisis air adalah peristiwa penguraian senyawa air (H2O) menjadi oksigen (O2) dan hidrogen gas (H2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut. Pada katode, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidrokida (OH-). Sementara itu pada anode, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katode. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air. Faktor yang memperngaruhi elektrolisis air yaitu kualitas elektrolit, suhu, tekanan, resistansi elektrolit, material dari elektroda dan material pemisah.

Gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hydrogen. Dengan menyediakan energy dari baterai, Air (H2O) dapat dipisahkan ke dalam molekul diatomik hidrogen (H2) dan oksigen (O2).

Gambar 1. Proses Elektrolisis Air

(Sumber : Chevi Noorcholis, 2011, http://chevinoorcholis.blogspot.co.id. Diakses pada 14 April 2016)

Gas yang dihasilkan dari proses elektrolisis air disebut gas HHO atau

oxyhydrogen atau disebut juga Brown’s Gas. Brown (1974), dalam penelitiannya

(2)

melakukan elektrolisa air murni sehingga menghasilkan gas HHO yang dinamakan dan dipatenkan dengan nama Brown’s Gas. Untuk memproduksi Brown’s Gas digunakan elektroliser untuk memecah molekul-molekul air menjadi gas.

Beda potensial yang dihasilkan oleh arus listrik antara anoda dan katoda akan mengionisasi molekul air menjadi ion positif dan ion negatif. Pada katoda terdapat ion postif yang menyerap elektron dan menghasilkan molekul ion H2, dan ion negatif akan bergerak menuju anoda untuk melepaskan elektron dan menghasilkan molekul ion O2. Reaksi total elektrolisis air adalah penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen. Bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan, reaksi setengah sel untuk elektrolit asam atau basa dituliskan dalam dua cara yang berbeda.

Elektrolit asam, di anoda : H2O ½ O2 + 2H+ + 2e di katoda : 2H+ + 2e- H2

total : H2O H2 + ½ O2

Elektrolit basa, di katoda : 2H2O + 2e- H2 + 2OH di anoda : 2OH- ½ O2 + H2O + 2e

total : H2O H2 + ½ O2

2.2 Sel Elektrolisis

Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis oleh arus listrik. Dalam sel volta/galvani, reaksi oksidasi reduksi berlangsung dengan spontan, dan energi kimia yang menyertai reaksi kimia diubah menjadi energi listrik. Sedangkan elektrolisis merupakan reaksi kebalikan dari sel volta/galvani yang potensial selnya negatif.

(3)

2 H2O(l)——> 2 H2(g) + O2(g)

Rangkaian sel elektrolisis hampir menyerupai sel volta. Yang membedakan sel elektrolisis dari sel volta adalah pada sel elektrolisis, komponen voltmeter diganti dengan sumber arus (umumnya baterai). Larutan atau lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam suatu wadah. Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun lelehan elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang digunakan umumnya merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C), Platina (Pt), dan Emas (Au).

Elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat jelas bahwa tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam di katoda dan gas di anoda.

Faktor yang mempengaruhi elektrolisis antara lain penggunaan katalisator, luas permukaan tercelup, sifat logam bahan elektroda dan konsentrasi pereaksi. a. Penggunaan Katalisator

Senyawa-senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik dapat digunakan dalam proses elektrolisis. Adanya ion dalam larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion. Misalnya untuk asam H2SO4 dan basa NaOH berfungsi mempermudah proses penguraian air menjadi hidrogen dan oksigen karena ion-ion katalisator mampu mempengaruhi kesetabilan molekul air menjadi menjadi ion H+ dan OH- yang lebih mudah di elektrolisis karena terjadi penurunan energy pengaktifan.

Reaksi : Elektrolisis larutan H2SO4 dalam air :

(4)

Reaksi Total : 2H2O(aq) →2H2(g)+ O2(g) Reaksi : Elektrolisis larutan NaOH dalam air :

Katoda : 2H2O(l) + 2e-→ 2OH–(aq) + H2(g) Anoda : 4OH–(aq) → 2H2O(l) + O2(g) + 4e - Reaksi Total : 2H2O(l) → 2 H2(g) + O2(g) b. Luas permukaan tercelup

Semakin banyak luas yang semakin banyak menyentuh elektrolit maka semakin mempermudah suatu elektrolit untuk mentransfer elektronnya. Sehingga terjadi hubungan sebanding jika luasan yang tercelup sedikit maka semakin mempersulit elektrolit untuk melepaskan electron dikarenakan sedikitnya luas penampang penghantar yang menyentuh elektrolit. Sehingga transfer elektron bekerja lambat dalam mengelektrolisis elektrolit.

c. Sifat logam bahan elektroda

Penggunaan medan listrik pada logam dapat menyebabkan seluruh elektron bebas bergerak dalam metal, sejajar, dan berlawanan arah dengan arah medan listrik. Ukuran dari kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan berpindah, menghasilkan arus listrik. Konduktivitas listrik didefinisikan sebagai ratio rapat arus terhadap kuat medan listrik. Konduktifitas listrik dapat dilihat pada deret volta seperti, Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au. Semakin ke kanan maka semakin besar massa jenisnya.

d. Konsentrasi Pereaksi

(5)

2.3 Deret Volta

Deret elektrokimia atau deret Volta adalah urutan logam-logam (ditambah hidrogen) berdasarkan kenaikan potensial elektrode standarnya. Umumnya deret volta yang sering dipakai adalah :

semakin mudah teroksidasi semakin mudah tereduksi Li K Ba Sr Ca Na Mg Al Mn Zn Cr Fe Cd Co Ni Sn Pb H Sb Bi Cu Hg Ag Pt Au

Pada Deret Volta, unsur logam dengan potensial elektrode lebih negatif ditempatkan di bagian kiri, sedangkan unsur dengan potensial elektrode yang lebih positif ditempatkan di bagian kanan.

Semakin ke kiri kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka logam semakin reaktif (semakin mudah melepas elektron) dan ogam merupakan reduktor yang semakin kuat (semakin mudah mengalami oksidasi) Sebaliknya, semakin ke kanan kedudukan suatu logam dalam deret tersebut, maka logam semakin kurang reaktif (semakin sulit melepas elektron) dan logam merupakan oksidator yang semakin kuat (semakin mudah mengalami reduksi).

Salah satu metode untuk mencegah korosi antara lain dengan menghubungkan logam (misalnya besi) dengan logam yang letaknya lebih kiri dari logam tersebut dalam deret volta (misalnya magnesium) sehingga logam yang mempunyai potensial elektrode yang lebih negatif lah yang akan mengalami oksidasi.

(6)

Larutan garam suatu logam yang berada di bagian kiri dapat bereaksi dengan logam yang berada di bagian kanan. Contohnya larutan FeCl3 (feri

chloride) boleh mengikis Cu (copper / tembaga).

Peralatan percobaan untuk menghasilkan listrik dengan memanfaatkan energy redoks spontan disebut sel galvanic atau sel volta, diambil dari nama ilmuwan Italia Luigi Galvani dan Alessandro Volta yang membuat versi awal dari alat ini.

Sel volta adalah penataan bahan kimia dan penghantar listrik yang memberikan aliran electron lewat rangkaian luar dari suatu zat kimia yang teroksidasi ke zat kimia yang direduksi. Suatu sel galvani menghasilkan listrik karena adanya perbedaan daya Tarik dua elektroda terhadap electron, sehingga electron mengalir dari yang lemah ke yang kuat daya tariknya. Jika daya Tarik itu disebut potensial elektroda, maka perbedaan potensial kedua elektroda disebut potensial sel atau daya gerak listrik (DGL) sel dalam satuan volt (V). Prinsip-prinsip sel volta :

1. Di dalam sel volta reaksi kimianya mengandung arus listrik, reaksi terjadi secara spontan.

2. Terjadi perubahan dari energi kimia menjadi energi listrik. 3. Pada anode, terjadi reaksi oksidasi dan bermuatan negatif (-). 4. Pada katode, terjadi reaksi reduksi dan bermuatan positif (+).

Elektron mengalir dari anode menuju katode

2.4 Hukum Faraday

Michael Faraday (1791-1867), seorang ilmuwan jenius dari inggris menyatakan bahwa:

1. Jika sebuah penghantar memotong garis-garis gaya dari suatu medan magnetik (flux) yang konstan, maka pada penghantar tersebut akan timbul tegangan induksi.

(7)

Menurut pernyataan Micheal Faraday tersebut, hukum dasar listrik menjelaskan tentang fenomena induksi elektromagnetik dan hubungan antara perubahan flux dengan tegangan induksi yang ditimbulkan dalam suatu rangkaian, aplikasi dari hukum ini adalah pada generator.

Hukum Faraday menyatakan hubungan antara jumlah listrik yang digunakan dengan massa zat yang dihasilkan baik di katoda maupun anoda pada proses elektrolisis. Bunyi Hukum Faraday I "Massa zat yang terbentuk pada masing-masing elektroda sebanding dengan kuat arus listrik yang mengalir pada elektrolisis tersebut" sementara Bunyi Hukum faraday II "Massa dari macam-macam zat yang diendapkan pada masing-masing elektroda oleh sejumlah arus listrik yang sama banyaknya akan sebanding dengan berat ekivalen masing-masing zat tersebut".

Faraday mengamati peristiwa elektrolisis melalui berbagai percobaan yang dia lakukan. Dalam pengamatannya jika arus listrik searah dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit, mengakibatkan perubahan kimia dalam larutan tersebut. Sehingga Faraday menemukan hubungan antara massa yang dibebaskan atau diendapkan dengan arus listrik. Hubungan ini dikenal dengan Hukum Faraday.

Menurut Faraday: Jumlah berat (massa) zat yang dihasilkan (diendapkan) pada elektroda sebanding dengan jumlah muatan listrik (Coulumb)yang dialirkan melalui larutan elektrolit tersebut. Massa zat yang dibebaskan atau diendapkan oleh arus listrik sebanding dengan bobot ekivalen zat-zat tersebut. Dari dua pernyataan diatas, disederhanakan menjadi persamaan:

M = 𝑒.𝑖.𝑡

𝐹

(Sumber : Elektrokimia dan Kinetika Kimia, 2001)

Dimana:

M = massa zat dalam gram

e = berat ekivalen dalam gram = berat atom : valensi i = kuat arus dalam Ampere

(8)

Faraday menyimpulkan bahwa Satu faraday adalah jumlah listrik yang diperlukan untuk menghasilkan satu ekivalen zat pada elektroda.

Muatan 1 elektron = 1,6 x 10-19 Coulomb 1 mol elektron = 6,023 x 1023 eletron

Muatan untuk 1 mol eletron = 6,023 . 1023 x 1,6 . 10 -19 = 96.500 Coulomb = 1 faraday.

2.5 Elektrolit

Elektrolit adalah senyawa yang dapat terdisosiasi ketika dilarutkan dalam air membentuk ion (anion dan kation) dan bersifat menghantarkan listrik. Elektrolit berasal dari bahasa Yunani yaitu lytós yang berarti lepas atau terpisah. Senyawa-senyawa seperti asam, basa dan garam yang dapat menghantarkan arus listrik karena proses disosiasi disebut dengan larutan elektrolit. Adanya ion dalam larutan menyebabkan peristiwa konduksi dan ketika arus listrik dilewatkan pada larutan tersebut, maka elektron akan bergerak diantara ion-ion.

Beberapa elektrolit seperti kalium klorida, natrium hidroksida, natrium nitrat terionisasi sempurna menjadi ion-ionnya dalam larutan. Elektrolit yang terioniasi sempurna disebut dengan elektrolit kuat. Dengan kata lain, elektrolit kuat terionisasi 100%. Reaksi disosiasi elektrolit kuat ditulis dengan tanda anak panah tunggal ke kanan. Secara umum asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat, asam klorida, dan basa kuat seperti kalium hidroksida dan garam adalah elektrolit kuat.

(9)

Tabel 1. Sifat Daya Hantar Listrik Elektrolit dalam Larutan Jenis

Larutan Sifat dan Pengamatan lain

Contoh (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Elektrolit, 2016, diakses pada 19 April 2016)

2.6 Elektroda

Elektroda adalah konduktor yang digunakan untuk bersentuhan dengan bagian atau media non-logam dari sebuah sirkuit (misal semikonduktor, elektrolit atau vakum). Elektroda adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari sebuah penghantar elektrolit (misalnya logam) dan sebuah penghantar ionik (larutan). Elektroda positif (+) disebut anoda sedangkan elektroda negatif (-) adalah katoda. Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda selama terjadinya konduksi listrik disebut elektrolisis dan alat yang digunakan untuk reaksi ini disebut sel elektrolisis. Sel elektrolisis memerlukan energi untuk memompa elektron.

(10)

mengalami reaksi kimia yang menghilangkan elektron. Ketika dua elektroda dihubungkan oleh sebuah sirkuit listrik eksternal, kelebihan elektron akan mengalir dari elektroda negatif ke positif.

Elektroda dalam sel elektrokimia dapat disebut sebagai anode atau katode, kata-kata yang juga diciptakan oleh Faraday. Anode ini didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron datang dari sel elektrokimia dan oksidasi terjadi, dan katode didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron memasuki sel elektrokimia dan reduksi terjadi. Setiap elektroda dapat menjadi sebuah anode atau katode tergantung dari tegangan listrik yang diberikan ke sel elektrokimia tersebut. Elektroda bipolar adalah elektroda yang berfungsi sebagai anode dari sebuah sel elektrokimia dan katode bagi sel elektrokimia lainnya.

Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh anoda sehingga jumlah elektronnya berkurang atau bilangan oksidasinya bertambah. Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya berkurang. Jika elektroda inert (Pt, C, dan Au), ada 3 macam reaksi:

1. Jika anionnya sisa asam oksi (misalnya NO3-, SO42-), maka reaksinya 2H2O → 4H+ + O2 + 4 e

2. Jika anionnya OH-, maka reaksinya 4 OH-→ 2H2O + O2 + 4 e

3. Jika anionnya berupa halida (F-, Cl-, Br-), maka reaksinya adalah 2X (halida)

→ X (halida)2 + 2 e

Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik oleh katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya berkurang.

1. Jika kation merupakan logam golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, Fr), IIA (Be, Mg, Cr, Sr, Ba, Ra), Al, dan Mn, maka reaksi yang terjadi adalah 2H2O + 2e → H2 + 2 OH

-2. Jika kationnya berupa H+, maka reaksinya 2H+ + 2e → H2

(11)

Tabel 2. Nilai Potensial Reduksi Standar Beberapa Elektroda Kopel (oks/red) Reaksi katoda (reduksi) E°, Potensial reduksi, volt

(12)

2.6.1 Elektroda Stainlses Steel

Stainless steel merupakan salah satu keluarga logam dari keluarga besar logam ferro dari klasifikasi logam baja (Fe+C = Fe3C) dan dari klasifikasi logam baja paduan tinggi (high alloy) yang unsur paduan di atas 8-10 %.Sedangkan stainless steel memiliki unsur paduan utamanya adalah Chromium (Cr) dan Nickel (Ni) sebagian. Terdapat 5 pembagian dari jenis stainless steel yaitu:

- Austenitic Stainless Steels

- Ferritic Stainless Steels

- Martensitic Stainless Steels

- Duplex Stainless Steels

- Precipitation Hardening Stainless Steels

Meskipun semua stainless steel tergantung pada presentase unsur chrome (sebagian besar) dan nickel, elemen paduan lainnya juga sering di tambahkan untuk meningkatkan sifat-sifat stainless steel tersebut menjadi lebih baik lagi. Kategori stainless steel tidak seperti pada logam-logam alamiah pada umumnya struktur kirstal yang berubah-ubah pada suhu kamar (stabil) tergantung presentase unsur chrome dan nickel.

(13)

Elektroda pipa silinder lebih banyak menghasilkan gas brown daripada bentuk spiral dan lempeng. Hal ini disebabkan oleh jarak antar elektroda. Luas permukaan yang sama akan menghasilkan volume gas yang sama karena adsorbsi pereaksi di permukaan mengalami kesetimbangan yang sama pada konversi mol per vol menjadi mol per cm2, dengan luasan yang sama distribusi pereaksi di permukaan juga sama. Tetapi jarak antar elektroda mempengaruhi proses transfer elektron, semakin dekat jarak antar elektroda maka besar hambatan pergerakan elektron bernilai kecil begitu pula sebaliknya. Elektroda spiral memiliki jarak elektroda yang lebih kecil dari elektroda pipa silinder. Akan tetapi elektroda pipa silinder menghasilkan volume yang lebih besar. Hal ini disebabkan posisi pereaksi pada permukaan, dengan bentuk spiral posisi pereaksi yang teradsobsi pada permukaan tidak sejajar atau tidak banyak yang berdampingan, sehingga hal tersebut menyebabkan tidak banyak gas yang terbentuk karena reaksi tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu dalam penelitian dipilih bentuk pipa silinder untuk elektroda yang digunakan.

Gambar 2. Pipa Stainless Steel

(Sumber : Surya, 2013, http://www.suryalogam.com, diakses pada 20 Maret 2016)

2.7 Air

(14)

Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Zat-zat ini sering disebut pencemar yang terdapat dalam air (Linsley, 1991).

Sifat air yang penting dapat digolongkan ke dalam sifat fisis, kimiawi, dan biologis. Sifat kimia dari air yaitu mempunyai pH=7 dan oksigen terlarut jenuh pada 9 mg/L. Air merupakan pelarut yang universal, hampir semua jenis zat dapat larut di dalam air. Air juga merupakan cairan biologis, yakni didapat di dalam tubuh semua organisme. Sifat biologis dari air yaitu di dalam perairan selalu didapat kehidupan, fauna dan flora. Benda hidup ini berpengaruh timbal balik terhadap kualitas air (Slamet, 2002).

Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.

Tabel 3. Ketetapan Fisik Air Air

Rumus Molekul H2O

Massa Molar 18,02 g/mol

Volume Molar 55,5 mol/L

Kerapatan Pada Fasa 1000 kg/m3 liquid, 997 kg/m3 solid Titik Leleh 0C (273 K) (32F) Titik Didih 100C (373 K) (212F)

Titik Beku 0C pada 1 atm

Kalor Jenis 4186 J/kg.K

Tekanan Uap 0,0212 atm pada 20C

Kapasitas Kalor 4,22 kJ/kg.K

Viskositas 1,002 centipoise pada 20C Konduktivitas Panas 0,60 W m-1 K-1 (T=273 K)

(Sumber : Soja Siti Fatimah, 1993)

2.8 Hidrogen

(15)

Hidrogen adalah zat kimia yang paling berlimpah di alam semesta, terutama di bintang-bintang dan planet-planet gas raksasa. Namun, hidrogen merupakan elemen monoatomik, hidrogen jarang terdapat di Bumi karena kecenderungan untuk membentuk ikatan kovalen dengan kebanyakan unsur.

Pada suhu dan tekanan standar, hidrogen adalah beracun, bukan logam, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, dan sangat mudah terbakar. Hidrogen adalah gas diatomik dengan rumus molekul H2. Hidrogen juga lazim di Bumi dalam bentuk senyawa kimia seperti hidrokarbon dan air.

Hidrogen memiliki titik leleh -259,14°C dan titik didih -252,87°C. Hidrogen memiliki kepadatan 0,08988 g/L, sehingga kurang padat daripada udara. Gas hidrogen (H2) sangat mudah terbakar dan akan terbakar di udara pada rentang yang sangat luas dari konsentrasi antara volume 4 persen dan 75 persen. Entalpi pembakaran hidrogen adalah -286 kJ/mol, dan dijelaskan oleh persamaan:

2H2(g) + O2(g) → 2H2O(l) + 572 kJ Hf = (286kJ/mol)

Gas hidrogen juga dapat meledak dalam campuran klorin (5-95 persen). Campuran ini dapat meledak dalam menanggapi percikan, panas, atau bahkan sinar matahari. Suhu hidrogen autosulutan (suhu di mana pembakaran spontan akan terjadi) adalah 500°C. Api murni hidrogen -oksigen memancarkan cahaya ultraviolet dan tidak terlihat dengan mata telanjang. Dengan demikian, deteksi dari kebocoran hidrogen yang terbakar berbahaya dan membutuhkan detektor api. Karena hidrogen mengapung di udara, api hidrogen cepat hilang dan tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah dari kebakaran hidrokarbon. H2 bereaksi elemen dengan oksidasi, yang pada gilirannya bereaksi secara spontan dan keras dengan klorin dan fluorin untuk membentuk hidrogen halida yang sesuai.

(16)

bentuk media nonkovalen (antarmolekul) ikatan yang disebut ikatan hidrogen, yang sangat penting untuk stabilitas banyak molekul biologis. Senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dengan logam dan metaloid dikenal sebagai hidrida.

Oksidasi hidrogen menghilangkan elektron dan menghasilkan ion H+. Seringkali, H+ yang terdapat dalam larutan air disebut sebagai ion hidronium (H3O). Jenis ini sangat penting dalam kimia asam basa.

2.9 Bahan Penyekat

Bahan penyekat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian yang bertegangan. Untuk itu pemakaian bahan penyekat perlu mempertimbangkan sifat kelistrikanya. Di samping itu juga perlu mempertimbangkan sifat termal, sifat mekanis, dan sifat kimia. Sifat kelistrikan mencakup resistivitas, permitivitas, dan kerugian dielektrik. Penyekat membutuhkan bahan yang mempunyai resistivitas yang besar agar arus yang bocor sekecil mungkin (dapat diabaikan). Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa bahan isolasi yang higroskopis hendaknya dipertimbangkan penggunaannya pada tempat-tempat yang lembab karena resistivitasnya akan turun. Resistivitas juga akan turun jika tegangan yang diberikan naik.

Besarnya kapasitansi bahan isolasi yang berfungsi sebagai dielektrik ditentukan oleh permitivitasnya, di samping jarak dan luas permukaannya. Besarnya permitivitas udara adalah 1,00059, sedangkan untuk zat padat dan zat cair selalu lebih besar dari itu. Apabila bahan isolasi diberi tegangan bolak-balik maka akan terdapat energi yang diserap oleh bahan tersebut. Besarnya kerugian energi yang diserap bahan isolasi tersebut berbanding lurus dengan tegangan, frekuensi, kapasitansi, dan sudut kerugian dielektrik. Sudut tersebut terletak antara arus kapasitif dan arus total (Ic + Ir).

(17)

Electrotechnical Commission) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, bahan isolasi yang digunakan pada suhu di bawah nol (missal pada pesawat terbang, pegunungan) perlu juga diperhitungkan karena pada suhu di bawah nol bahan isolasi akan menjadi keras dan regas. Pada mesin-mesin listrik, kenaikan suhu pada penghantar dipengaruhi oleh resistansi panas bahan isolasi.Bahan isolasi tersebut hendaknya mampu meneruskan panas yang didesipasikan oleh penghantar atau rangkaian magnetik ke udara sekelilingnya.

Kemampuan larut bahan isolasi, resistansi kimia, higroskopis, permeabilitas uap, pengaruh tropis, dan resistansi radio aktif perlu dipertimbangkan pada penggunaan tertentu. Kemampuan larut diperlukan dalam menentukan macam bahan pelarut untuk suatu bahan dan dalam menguji kemampuan bahan isolasi terhadap cairan tertentu selama diimpregnasi atau dalam pemakaian. Kemampuan larut bahan padat dapat dihitung berdasarkan banyaknya bagian permukaan bahan yang dapat larut setiap satuan waktu jika diberi bahan pelarut. Umumnya kemampuan larut bahan akan bertambah jika suhu dinaikkan.

(18)

Pemakaian bahan isolasi sering dipengaruhi bermacam-macam energi radiasi yang dapat berpengaruh dan mengubah sifat bahan isolasi. Radiasi sinar matahari mempengaruhi umur bahan, khususnya jika bersinggungan dengan oksigen. Sinar ultra violet dapat merusak beberapa bahan organic. T yaitu kekuatan mekanik elastisitas. Sinar X sinar-sinar dari reactor nuklir, partikel-partikel radio isotop juga mempengaruhi kemampuan bahan isolasi. Sifat mekanis bahan yang meliputi kekuatan tarik, modulus elastisitas, dan derajat kekerasan bahan isolasi juga menjadi pertimbangan dalam memilih suatu jenis bahan isolasi.

2.9.1 Pembagian Kelas Bahan Penyekat

Bahan penyekat listrik dapat dibagi atas beberapa kelas berdasarkan suhu kerja maksimum, yaitu sebagai berikut:

1. Kelas Y, suhu kerja maksimum 90°C yang termasuk dalam kelas ini adalah bahan berserat organis (seperti katun, sutera alam, wol sintetis, rayon serat poliamid, kertas, prespan, kayu, poliakrilat, polietilen, polivinil, karet, dan sebagainya) yang tidak dicelup dalam bahan pernis atau bahan pencelup lainnya. Termasuk juga bahan termoplastik yang dapat lunak pada suhu rendah.

2. Kelas A, suhu kerja maksimum 150°C, yaitu bahan berserat dari kelas Y yang telah dicelup dalam pernis aspal atau kompon, minyak trafo, email yang dicampur dengan vernis dan poliamil atau yang terendam dalam cairan dielektrikum (seperti penyekat fiber pada transformator yang terendam minyak). Bahan -bahan ini adalah katun, sutera, dan kertas yang telah dicelup, termasuk kawat email (enamel) yang terlapis damar-oleo dan damar-polyamide.

3. Kelas E, suhu kerja maksimum 120°C yaitu bahan penyekat kawat enamel yang memakai bahan pengikat polyvinylformal, polyurethene dan damar epoxy dan bahan pengikat lain sejenis dengan bahan selulosa, pertinaks dan tekstolit, film triacetate, film dan serat polyethylene terephthalate. 4. Kelas B, suhu kerja maksimum 130°C yaitu Yaitu bahan non-organik

(19)

dengan pernis atau kompon, dan biasanya tahan panas (dengan dasar minyak pengering, bitumin sirlak, bakelit, dan sebagainya).

5. Kelas F, suhu kerja maksimum 155°C. Bahan bukan organik dicelup atau direkat menjadi satu dengan epoksi, poliurethan, atau vernis yang tahan panas tinggi.

6. Kelas H, suhu kerja maksimum 180°C. Semua bahan komposisi dengan bahan dasar mika, asbes dan gelas fiber yang dicelup dalam silikon tanpa campuran bahan berserat (kertas, katun, dan sebagainya). Dalam kelas ini termasuk juga karet silikon dan email kawat poliamid murni.

7. Kelas C, suhu kerja diatas 180°C. Bahan anorganik yang tidak dicelup dan tidak terikat dengan substansi organic, misalnya mika, mikanit yang tahan panas (menggunakan bahan pengikat anorganik), mikaleks, gelas, dan bahan keramik. Hanya satu bahan organik saja yang termasuk kelas C yaitu politetra fluoroetilen (Teflon).

2.9.2 Macam-macam bahan penyekat

1. Bahan penyekat bentuk padat, bahan listrik ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu: bahan tambang, bahan berserat, gelas, keramik, plastik, karet, ebonit dan bakelit, dan bahan-bahan lain yang dipadatkan.

2. Bahan penyekat bentuk cair, jenis penyekat ini yang banyak digunakan pada teknik listrik adalah air, minyak transformator, dan minyak kabel. 3. Bahan penyekat bentuk gas, yang sering digunakan untuk keperluan teknik

listrik diantaranya : udara, nitrogen, hidrogen, dan karbondioksida.

(20)

poliester, hal itu akan memberikan suatu bahan yang memiliki tampilan serupa katun dengan perbaikan daya lentingnya. Karena ada kandungan sintetisnya, maka akan berpengaruh juga terhadap pemilihan jenis benang jahit, serta temperatur setrika, dan tetu saja cara pemeliharaan/ pencuciannya (Goet Poespo, 2005:69).

Kain katun memiliki sifat-sifat menguntungkan adalah sifat yang kuat dalam keadaan basah bertambah 25%, dapat menyerap air (higroskopis), tahan panas setrika tinggi, dan tahan obat-obat kelantang. Disamping sifatnya yang menguntungkan diatas terdapat sifat yang kurang menguntungkan yaitu katun tidak tahan terhadap asam mineral dan asam organik (walaupun asam organik sering digunakan untuk memperidah tenunan), katun kurang kenyal yang menyebabkan mudah kusut, dan katun dapat susut saat dicuci, kain katun harus disimpan dalam keadaan kering atau di tempat yang tidak lembab (Ernawati, Izwerni dan Weni Nelmira (2008:157).

Menurut Goet Poespo (2005:76), kain katun memiliki sifat kuat (bahkan ketika basah masih menyerap), menarik panas tubuh, kusut, susut atau mengerut (kecuali ditangani dengan baik), rusak oleh matahari, keringat dan lapuk.

Gambar 3. Ukuran Pori Bahan Penyekat Kain Katun

(21)

2.10 Energi dan Daya Listrik

2.10.1 Hukum Joule

Joule menentukan bahwa sejumlah kerja tertentu yang dilakukan selalu ekivalen dengan sejumlah masukan kalor tertentu. 1 kalori (kal) ternyata ekivalen dengan 4,186 joule (J). Nilai ini dikenal sebagai tata kalor mekanik.

4,186 J = 1 kal 4.186 × 103J = 1 kkal

Dari percobaan Joule, kalor diinterpretasikan bukan sebagai zat, dan bahkan bukan sebagai bentuk energi. Kalor merupakan ―transfer energi― yang berarti ketika kalor mengalir dari benda panas ke yang lebih dingin, energilah yang yang ditransfer dari yang panas ke yang dingin. Jadi dapat disimpulkan bahwa kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur. (Giancoli, 2001)

Sedangkan hukum joule sendiri adalah daya listrik yang hilang sebagai kalor, akibat arus listrik yang mengalir dalam hambatan adalah berbanding lurus dengan kuadrat kuat arus dan hambatannya. Dan hukum ini dikemukakan oleh James Prescott Joule (1840). Dan juga hukum kalor menuliskan bagaimana tenaga listrik diubah ke dalam tenaga termal. Di dalam hukum Joule beda potensial adalah kerja yang dibutuhkan untuk memindahkan satu satuan dalam medan. Misalnya saja pada suatu rangkaian, akibat adanya beda potensial V, timbul I. Maka pada setiap detiknya akan ada 1 coloumb yang dipindahkan dan ada V.I Joule kerja yang dibutuhkan. Jadi dapat dituliskan persamaan rumusnya adalah :

P = V.I

Panas dapat ditimbulkan berasal dari E yang mempercepat pergerakkan elektron, kemudian terjadi tabrakan yang dapat menyebabkan elektron akan kehilangan energinya ke dalam bagian-bagian bahan dan akibatnya temperatur bahan akan naik. Dan juga energi yang hilang di kawat oleh arus I selama t detik. Jadi secara matematis dapat didapat persaan rumus :

(22)

W = Energi Listrik (Joule) V = Tegangan (Volt) I = Arus Listrik (Ampere) t = Waktu (sekon)

P = Daya (Watt)

2.10.2 Efisiensi Elektrolisis

Pada penelitian ini untuk menghitung efisiensidari suatu elektroliser dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Efisiensi= Energi teoritis yang digunakan untuk elektrolisis

Energi aktual yang dibutuhkan

x 100%

Gambar

Gambar 1. Proses Elektrolisis Air
Tabel 1. Sifat Daya Hantar Listrik Elektrolit dalam Larutan
Tabel 2. Nilai Potensial Reduksi Standar Beberapa Elektroda
Gambar 2. Pipa Stainless Steel
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjtkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul “ PROTOTYPE

2.3.1 Sel Elektrolisis Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit dalam sel elektrolisis oleh arus listrik.Dalam sel volta/galvani, reaksi oksidasi reduksi

Akhir yang berjudul “ Prototype Hydrogen Fuel Generator (Aplikasi Pemanfaatan Gas Hidrogen Pada Elektrolisis Sebagai Bahan Bakar Las) ”5. Tugas Akhir ini disusun untuk

Bahan yang dapat digolongkan dalam kelas C adalah : bahan onorganik yang tidak dicelup dan tidak diikat dengan subtansi organik, misalnya mika, mikanit yang tahan panas

Dengan cara perhitungan yang sama untuk data selanjutnya dapat ditabulasi seperti yang ditunjukkan pada tabel

PROTOTYPE HYDROGEN GENERATOR WITH INSULATING COTTON (Pengaruh Konsentrasi Elektrolit NaOH Terhadap Produksi Gas Hidrogen).. (Egit Andika Putra 2016, 72 Lembar, 42 Tabel, 11 Gambar,

(Pengaruh Suplai Arus Listrik dalam Produksi Gas Oxyhydrogen dengan Metode Elektrolisis Menggunakan Larutan Natrium Klorida Sebagai Elektrolit).. (Trisman Saputra, 2016, 54 Lembar,

Sel Elektrolisis adalah sel yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan reaksi redoks yang diinginkan dan digunakan secara luas di dalam masyarakat kita.. Baterai aki yang