• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ANDISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN BEBERAPA KELERENGAN DI KECAMATAN GUNUNG KERINCI. Endriani dan Zurhalena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ANDISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN BEBERAPA KELERENGAN DI KECAMATAN GUNUNG KERINCI. Endriani dan Zurhalena"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

KAJIAN BEBERAPA SIFAT FISIKA ANDISOL PADA BEBERAPA

PENGGUNAAN LAHAN DAN BEBERAPA KELERENGAN DI KECAMATAN

GUNUNG KERINCI

Endriani dan Zurhalena

Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Kampus Pinang Masak Jl. Raya Jambi– Muara Bulian, Km12 12 Mendalo, Jambi 36139

ABSTRAK

Untuk dapat mempertahankan produktivitas lahan terutama lahan kering berlereng tetap tinggi, dan mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada sekarang dan yang akan datang tidak terlepas dari pola pengelolaan lahan yang berazaskan konservasi. Sebagai upaya mendapatkan alternatif atau pilihan pola usaha tani konservasi yang tepat, maka akan dibutuhkan suatu data base tingkat degradasi lahan, salah satunya adalah data fisik tanah dari setiap penggunaan lahan dan dari setiap kelas lereng. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak penggunaan lahan pada bermacam lereng terhadap beberapa sifat fisika Andisol di Kecamatan Gunung Kerinci. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi, pada bulan Mei sampai dengan November 2008. Metode penelitian adalah Metode Survey. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode Purposive Random Sampling. Penggunaan lahan yang diteliti adalah (1) lahan hutan sekunder, (2) Kebun Campuran, (3) kebun Kulit Manis, (4) kebun Kopi. Sedang kelerengan yang diteliti adalah 3 – 8 % ; 8 – 15 % ; 15 – 25 % ; dan > 25 %. Masing-masing sampel tanah diambil sebanyak empat ulangan, kemudian dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah dan Mineralogi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Sifat fisika tanah yang diamati adalah kandungan bahan organik, bob t volume, kadar air lapang, totasl ruang pori, permeabilitas , persen agregasi, stabilitas agregat tanah dan distribusi ukuran partikel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Sifat fisika tanah ( bobot volume, total ruang pori, pori aerase, pori drainase lambat, pori air tersedia, permeabilitas, agregasi dan stabilitas agregat) pada penggunaan lahan hutan sekunder lebih baik dibandingkan penggunaan lahan kebun campuran , kebun kulit manis dan kebun kopi. Sedangkan antara kebun campuran, kebun kulit manis dan kebun kopi menunjukkan sifat fisik mulai menurun dari kebun kulit manis, kebun kopi dan kebun campuran. (2) Makin curam lereng sifat fisik tanah makin jelek pada ke empat penggunaan lahan yang diteliti.

Kata kunci: Sampling, Kopi, Andisol

1. PENDAHULUAN

Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian pada umumnya menyebabkan turunnya fungsi hidrologis hutan. Alih fungsi hutan ini berpangkal dari peningkatan jumlah penduduk yang memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian, hal ini sering dilakukan tanpa mempehatikan kemampuan tanahnya. Sejalan dengan itu semakin terbatasnya lahan pertanian yang sesuai untuk usaha di bidang pertanian, maka penduduk memperluas lahan petaniannya dengan membuka hutan di daerah lereng-lereng pegunungan (Utami, Widianto dan Suprayogo, 2005).

(2)

mempunyai resiko yang besar terhadap ancaman erosi, terutama apabila dimanfaatkan untuk usaha tani tanaman semusim. Alih fungsi hutan menjadi lahan petanian tanaman semusim melibatkan factor-faktor yang kompleks yaitu berupa kegiatan-kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan budidaya yang diusahakan. Kegiatan tersebut akan memberi pengaruh tertentu terhadap sifat-sifat tanahnya (Asdak, 2004). Sebagian besar kerusakan lahan di Indonesia terjadi pada lahan tanaman semusim, yang disebabkan terutama oleh erosi, kemunduran sifat fisika tanah dan masalah ketersediaan air dan hara dalam tanah. Selanjutnya bila lahan hutan di alih fungsikan menjadi lahan perkebunan akan memberi pengaruh erosi dan aliran permukaan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman semusim (Saidi, 2000). Hasil penelitian pada beberapa penggunaan lahan mempengaruhi sifat fisika tanah mengikuti urutan berikut : Hutan > kebun kulit manis > sawah . > kebun kelapa > kebun campuran (Saidi dan Rostim, 2003). Penggunaan lahan berbasis pohon mempunyai tingkat erosi jauh di bawah penggunaan lahan berbasis tanaman pangan semusim. Namun jika lantai kebun yang berbaasis tanaman tahunan tersebut diolah secara intensif dan digunakan untuk pertanaman tanaman panngan semusim, maka erosi akan meningkat ( Vadari dan Agus, 2003). Alih fungsi lahan hutan menjadi system agroforestri kopi, sistem kopi monokultur dan lahan alang-alang menyebabkan menurunnya sifat fisik tanah yang ditunjukkan oleh berkurangnya pori makro tanah berturut-turut sekitar 59 %, 71 % dan 38 %. Erosi adalah penyebab utama terjadinya degradasi tanah di Indonesia. Tanah yang terdegradasi ditandai dengan menurunnya nilai sifat-sifat fisik dan kimia tanah, berkurangnya aktivitas biologi tanah dan merosotnya hasil tanaman. Bila kondisi seperti ini tidak segera diatasi, maka degradasi tanah akan berlanjut dan muncullah lahan-lahan kritis baru (Undang, Sudirman dan Kusnadi , 2005) Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor utama penyebab erosi di Indonesia adalah karena tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di Indonesia Bagian Barat. Bahkan di Indonesia Bagian Timur pun yang tergolong beriklim kering, masih banyak terjadi erosi yang cukup tinggi, yaitu di daerah-daerah yang memiliki hujan dengan intensitas tinggi, walaupun jumlah hujan tahunannya rendah (Kurnia, et al, 2005).

Faktor lereng juga merupakan penyebab besarnya potensi bahaya erosi pada usaha tani lahan kering. Di Indonesia, usaha tani tanaman pangan banyak dilakukan pada lahan kering berlereng. Hal ini sulit dihindari, karena sebagian besar lahan kering di Indonesia mempunyai kemiringan lebih besar dari 3 % dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung, yang meliputi 77,4 % dari seluruh daratan. Di Propinsi Jambi lahan kering berlereng sangat dominan, lebih dari 81,34 % lahan kering di Propinsi Jambi adalah lahan yang berombak- bergelombang, berbukit sampai bergunung, dan hanya sekitar 18,66 % yang relatif datar, dari luasan tersebut lahan kering berlereng sekitar 40,98 % terdapat di Kabupaten Kerinci (Hidayat dan Mulyani, 2005). Oleh sebab itu dalam pemanfaatannya untuk bidang pertanian

(3)

maupun perkebunan memerlukan tindakan pengelolaan yang tepat . Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian pada lahan berelereng seperti kebun kulit manis menyebabkan penurunan sifat fisika tanah, semakin curam lereng menyebabkan permeabilitas, struktur tanah, kandungan bahan organic tanah semakin berkurang. Selanjutnya semakin curam lereng, semakin besar potensi erosi yang terjadi (Endriani, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa sifat fisika tanah pada beberapa jenis penggunaan lahan dan pada beberapa kelerengan.

2. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai April 2008 sampai dengan November 2008. Penelitian dilakukan di Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Adapun tahapan-tahapan penelitian ini merupakan suatu kesatuan kajian terpadu pada site yang telah ditetapkan dengan titik berat pada topografi lahan dan penggunaan lahan saat ini yang dapat dilihat pada Gambar 1. Pemilihan site penelitian didasarkan karena daerah tersebut cukup representative, dapat mewakili kondisi areal lahan dengan kelerengan yang bervariasi dan penggunaan lahan yang beragam.

2.2. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode survey. Survey dilakukan di Kecamatan Gunung Kerinci, mencakup beberapa penggunaan lahan pada kelerengan yang beragam sesuai kondisi di lapangan. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode Purposive Random Sampling berdasarkan peta kerja yang dibuat dari hasil overlay peta jenis tanah, peta topografi dan peta penggunaan lahan. Lahan yang diteliti meliputi beberapa penggunaan antara lain : 1. penggunaan lahan kebun campuran (KC), 2. penggunaan lahan kebun kulit manis (KM), 3. penggunaan lahan kebun kopi (KP), dan 4. penggunaan lahan hutan. (HT). Topografi lahan penelitian meliputi kemiringan lereng 3-8 % ; 8-15 %, 15-25 % ; dan kemiringan > 25 %.

(4)

Gambar 2. Site Penelitian

Gambar 1. Site lokasi penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS), peta administrasi, peta jenis tanah, peta topografi, peta penggunaan lahan dan peta geologi, abney level, clinometer, meteran, alat tulis, kamera dan bahan dan alat untuk analisis tanah di laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini mmencakup beberapa tahapan pekerjan, dimulai dari persiapan, survey pendahuluan, survey pendahuluan, survey utama

Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan pengumpulan semua data penunjang (support data) yang sebagian besar sudah tersedia yaitu peta administrasi, peta jenis tanah, peta penggunaan lahan, peta topografi. Dari hasil overlay peta dibuat peta kerja agar pada saat turun ke lapangan didapat efisiensi kerja yang baik. Pada tahap ini juga dilakukan pengurusan izin penelitian berupa surat menyurat dan administrasi yang dirasa perlu baik dari instansi peneliti sendiri maupun pada daerah penelitian. Selanjutnya persiapan bahan dan alat untuk survey ke lapangan (site penelitian).

(5)

Survey Pendahuluan

Pada saat survey pendahuluan dilakukan checking data awal dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pada kesempatan ini dilakukan cheking terhadap penggunaan lahan saat ini dan rencana ke depan, topografi lahan pada tiap tipe penggunaan lahan, serta persepsi dan pengetahuan petani terhadap usaha tani konservasi. Pengamatan menyeluruh terhadap kondisi di lapangan sangat perlu dilakukan agar didapatkan tapak-tapak pengambilan sampel yang representative sebagaimana dituangkan pada peta kerja.

Survey Utama

Survey utama bertujuan untuk pengumpulan data karakter fisik dan spasial lahan, Pada kesempatan ini dilakukan pengambilan sampel tanah untuk analisis fisika tanah dengan metode

purposive random sampling. Masing-masing sampel tanah diambil pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Sampel tanah meliputi sampel tanah utuh yang diambil menggunakan ring sampel untuk analisis BJ, BV, TRP, Permeabilitas, retensi air tanah pada berbagai nilai pF; sampel tanah terganggu untuk analisis bahan organic, dan analisis distribusi ukuran partikel tanah; serta sampel tanah agregat utuh untuk analisis agregasi dan stabilitas agregat tanah. Pada survey utama juga dilakukan pengukuran sifat fisik langsung di lapangan, antara lain adalah untuk kompilasi data : kecuraman lereng, panjang lereng, penutupan vegetasi, pengelolaan tanah dan managemen yang dilakukan.

pengumpulan data dan analisis data

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan bantuan GPS, data yang harus diukur kangsung di lapangan (sesuai site penelitian Gambar 2.) dilakukan antara lain data panjang lereng, kemiringan lereng, Data sifat fisik tanah yang diteliti antara lain BJ, BV, TRP, Agregasi, Stabilitas Agregat, dan Distribusi pori. Hasil yang diperoleh diinterpretasikan berdasarkan kriteria penilaian sifat fisika tanah dan berdasarkan tipe penggunaan lahan serta kelerengan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan organic, kadar air lapang, bobot volume, total ruang pori, dan permeabilitas

Hasil pengamatan terhadap kandungan bahan organik, kadar air lapang, bobot volume, total ruang pori dan permeabilitas tanah disajikan pada Tabel 1.

(6)

Tabel 1

Kandungan bahan organik (BO), kadar air (KA), bobot volume (BV), total ruang pori (TRP) dan permeabilitas tanah lokasi penelitian.

PL BO ( %) KA (%) BV (g/cm3 ) TRP (% vol) PERMEABILITA S (cm/jam) L1 L2 L1 L2 L1 L2 L1 L2 L1 L2 HT I 12,64 7,78 43,78 39,51 0,67 0,75 68,77 64,76 20,13 12,9 0 HT 2 11,79 7,62 42,64 38,02 0,69 0,80 65,79 62,37 16,32 12,6 9 HT 3 10,76 7,52 41,51 37,10 0,71 0,87 65,40 58,04 15,44 12,5 2 HT 4 10,16 7,40 41,28 34,48 0,73 0,91 64,76 57,96 14,54 12,4 0 KC 1 7,87 5,25 39,92 34,42 0,67 0,75 68,77 65,31 16,32 11,6 2 KC 2 7,55 4,80 38,76 34,08 0,70 0,80 66,93 62,88 15,79 11,8 6 KC 3 7,31 3,97 36,53 33,48 0,72 0,83 65,82 61,68 14,03 11,6 0 KC 4 6,64 3,88 35,19 32,42 0,75 0,90 64,98 58,78 14,13 11,4 4 KM 1 10,24 7,03 40,51 39,07 0,75 0,89 64,39 58,01 15,71 12,6 7 KM 2 9,31 6,89 39,03 37,48 0,78 0,92 62,39 57,64 15,38 12,4 0 KM 3 9,06 6,53 38,01 36,42 0,81 0,92 60,92 57,15 14,82 11,6 9 KM 4 8,02 6,69 37,01 36,14 0,85 0,96 59,76 55,09 14,04 11,5 2 KP 1 8,94 7,01 39,78 37,98 0,68 0,78 67,73 62,21 14,82 12,7 8 KP 2 8,22 6,54 39,14 37,17 0,71 0,81 65,13 61,96 14,08 12,4 9 KP 3 8,13 6,51 37,51 36,42 0,74 0,89 64,96 58,27 13,72 12,4 8 KP 4 7,64 5,79 37,03 35,23 0,75 0,89 64,75 58,26 13,44 12,4 0

Berdasarkan nilai rata-rata sifat fisik pada ke empat penggunaan lahan, terlihat kandungan bahan organik lahan hutan lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya, diikuti berturut-turut oleh kebun kulit manis, kebun kopi dan kebun campuran. Kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada penggunaan lahan hutan sekunder (Tabel 1) diduga

(7)

karena pada hutan sekunder terdapat beranekaragam jenis vegetasi yang tumbuh di atasnya mulai dari rumput-rumputan, semak-semak, lumut sampai beraneka jenis pohon-pohon besar yang tumbuh rapat. Vegetasi yang rapat dengan populasi yang padat akan menghasilkan serasah yang banyak melalui guguran-guguran daun, batang, ranting, bunga, dan sebagainya. Islami dan Utomo (1995) berpendapat bahwa perakaran tanaman yang mati merupakan makanan bagi mikroorganisme tanah yang selanjutnya hasil dekomposisinya akan menambah bahan organik tanah. Kandungan bahan organik pada penggunaan lahan kebun campuran, kulit manis dan kopi lebih rendah dari lahan hutan. Hal ini diduga karena penggunaan lahan untuk kebun tidak menyumbang bahan organic sebanyak hutan, baik sumbangan serasah maupun dari perakaran yang mati. Namun terlihat pada kebun campuran kandungan bahan organiknya paling rendah, hal ini diduga karena kebun campuran memiliki siklus pertumbuhan yang pendek sehingga sumbangan bahan organiknya juga tidak sepanjang tahun, dan lahan sering terbuka pada saat panen dan menjelang tanam kembali sehingga bahan organic yang ada cepat terdekomposisi.

Berdasarkan kelerengan terlihat bahwa makin curam lereng kandungan bahan organik juga semakin rendah, pola ini terjadi pada ke empat penggunaan lahan yang diteliti. Hal ini diduga karena pada lereng yang lebih curam sumbangan serasah dari tanaman lebih sedikit, dan kemungkinan bahan organic tererosi ke bagian bawah lereng. Hasil pengamatan terhadap kadar air tanah (KA) lapang menunjukkan bahwa dari empat penggunaan lahan yang diteliti, hutan memilki KA yang paling tinggi, diikuti kebun kulit manis, kebun kopi, dan kebun campuran. Demikian juga pada ke empat lereng, makin curam lereng KA semakin rendah. Hal ini diduga karena pengaruh kandungan bahan organic tanah, dan penutupan permukaan tanah oleh kanopi tanaman. Arsyad (2006) menyatakan bahwa bahan organik dapat memegang air dua sampai empat kali bobotnya. Bobot volume (BV) dan total ruang pori (TRP) pada ke empat penggunaan lahan menunjukkan bahwa pada lahan hutan BV lebih tinggi dan TRP lebih rendah dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Diikuti berturut-turut oleh penggunaan lahan kulit manis, kebun kopi dan kebun campuran. Hal ini diduga berhubungan dengan kandungan bahan organik tanahnya, makin tinggi bahan organik tanah akan semakin rendah BV tanah dan semakin tinggi TRP tanah. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi bahan organic tanah semakin rendah BV dan semakin tinggi TRPnya (Endriani, dkk. , 2003). Hasil pengamatan terhadap permeabilitas tanah menunjukkan bahwa pada keempat penggunaan lahan, pemeabilitas tanah makin rendah dengan semakin curamnya lereng. Dan lahan hutan memiliki pemeabilitas lebih tinggi dibanding penggunaan lahan yang lain , diikuti berturut-turut oleh penggunaan lahan kulit manis, kebun kopi, dan kebun campuran. Permeabilitas ini diduga dipengaruhi oleh sifat fisik tanahnya, dimana semakin sarang tanah maka permeabilitasnya semakin besar. Penelitian ini mendukung

(8)

hasil penelitian sebelumnya, yang memperlihatkan bahwa permeabilitas semakin rendah dengan semakin curam lereng (Endriani, 2007)

Distribusi pori tanah

Nilai rata-rata distribusi pori tanah pada penggunaan lahan hutan, kebun campuran, kebun kulit manis, dan kebun kopi disajikan pada Tabel 2. Pori drainase cepat (PDC) dan pori air tersedia (PAT) pada keempat penggunaan lahan menunjukkan bahwa pada lahan hutan lebih tinggi dibandingkan penggunaan yang lain, diikuti berturut-turut oleh penggunaan lahan kulit manis, kebun kopi, dan kebun campuran. Namun tidak konsisten pada pori drainase lambat. Tingginya PDC dan PAT pada lahan hutan diduga karena hutan memiliki struktur tanah yang lebih baik dan sarang sehingga mempengaruhi terhadap distribusi pori tanah, terutama pori aerase (PDC) dan PAT.

Tabel 2.

Pori drainase cepat (PDC), pori drainase lambat (PDL) dan pori air tersedia (PAT) tanah lokasi penelitian

PL PDC ( %VOL) PDL (% VOL) PAT ( % vol)

L1 L2 L1 L2 L1 L2 HT I 20,03 14,82 6,28 2,93 18,64 14,29 HT 2 17,29 13,96 5,48 2,95 15,84 13,41 HT 3 18,07 13,21 4,35 2,92 15,41 13,44 HT 4 17,82 12,96 3,70 2,43 14,61 13,11 KC 1 19,01 17,15 6,89 3,06 15,29 13,06 KC 2 17,17 14,79 5,02 3,14 15,27 12,77 KC 3 17,57 14,01 4,61 5,15 14,78 11,87 KC 4 16,75 11,52 4,51 4,80 14,61 11,05 KM 1 16,63 13,42 2,72 3,08 13,13 11,54 KM 2 14,01 13,01 2,24 2,61 12,17 11,06 KM 3 14,71 13,83 2,19 2,67 12,01 10,78 KM 4 14,07 12,32 3,26 2,72 11,75 10,27 KP 1 17,82 15,91 3,32 3,45 14,86 12,65 KP 2 16,03 15,03 3,19 2,72 14,62 12,57 KP 3 16,74 14,15 2,95 2,55 14,42 11,31 KP 4 16,12 13,50 2,95 3,12 13,73 11,12

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa pada tanah yang stabilitas agregat lebih tinggi dan persen agregat tebentuk lebih banyak memiliki pori aerase dan pori air tersedia yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang strukturnya lebih jelek (Endriani, dkk., 2003). Pengaruh kelerengan terhadap distribusi pori menunjukkan bahwa makin besar kelerengan makin kecil pori aerase dan pori air tersedianya. Hal ini diduga karena pada lahan yang lebih curam proses pembentukan struktur tanah tidak berjalan baik dikarenakan

(9)

adanya gangguan alam seperti erosi tanah. Tanah-tanah yang tererosi lebih padat dan lebih miskin kandungan bahan organik sehinngga pembentukan struktur tidak berjalan dengan baik.

Stabilitas agregat dan persen agregasi tanah

Nilai rata-rata pesentase agregat terbentuk dan stabilitas agregat penggunaan lahan hutan, kebun campuran, kebun kulit manis, dan kebun kopi disajikan pada Tabel 3. Stabilitas agregat pada penggunaan lahan hutan, kebun campuran , kebun kulit manis dan kebun kopi termasuk kriteria stabil sampai sangat stabil, baik pada topografi landai maupun berbukit. Hal ini diduga karena lokasi penelitian memiliki kandungan bahan organic yang tergolong sedang sampai tinggi. Bahan organic di dalam tanah berperan sebagai bahan penyemen dan pemantap struktur tanah. Sarwono Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa bahan organik tanah berperan sebagai granulator dalam pembentukan struktur tanah. Di samping itu areal penelitian yang merupakan tanah Andisol memiliki bahan induk abu folkan dan didominasi oleh bahan-bahan amorf yang membantu dalam proses pemantapan struktur tanah.

Tabel 3.

Stabilitas agregat dan agregasi tanah lokasi penelitian

PL Stabilitas agregat % agregasi

L I L II L I L II HT 1 92,20 ss 82,07 ss 91,0300 83,6150 HT 2 89,87 ss 77,67 ss 86,0025 79,7875 HT 3 88,89 ss 75,26 ss 83,8375 78,9800 HT 4 86,37 ss 74,33 s 82,4800 76,7775 KC 1 68,03 s 64,77 s 67,5675 62,2725 KC 2 65,59 s 63,81 s 66,8375 61,6825 KC 3 64,88 s 62,17 s 66,2675 59,5400 KC 4 60,72 s 56,76 as 64,5975 58,0475 KM 1 84,90 ss 82,84 ss 79,6875 71,7550 KM 2 80,82 ss 78,47 ss 75,8175 68,2350 KM 3 79,01 ss 77,72 ss 71,6775 65,1175 KM 4 75,73 ss 68,80 s 67,5125 61,3350 KP 1 79,74 ss 73,07 s 77,9750 74,3500 KP 2 74,49 s 71,32 s 75,4650 73,0375 KP 3 71,34 s 69,93 s 73,8975 67,5525 KP 4 69,39 s 61,09 s 68,4800 62,3425

Bahan organik di dalam tanah berperan sebagai bahan perekat butir-butir tanah sehingga persen agregat terbentuk akan semakin banyak dengan semakin tingginya kandungan bahan organik tanah. Arsyad (2006) menyatakan bahwa bahan organic berperan sebagai bahan perekat agregat-agregat tanah menjadi tanah yang sarang. Namun semakin curam lereng

(10)

stabilitas agregat dan agregat yang terbentuk semakin rendah, hal ini diduga karena pada lahan dengan kelerengan yang tinggi memiliki kandungan bahan organic yang juga semakin sedikit.

Distribusi ukuran partikel

Nilai rata-rata distribusi ukuran partikel tanah pada penggunaan lahan hutan, kebun campuran, kebun kulit manis, dan kebun kopi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10

Distribusi ukuran partikel tanah lokasi penelitian.

PL PASIR ( % ) DEBU ( % ) LIAT ( % ) Ket

HT 1 41,5884 36,1147 22,2969 Lempung HT 2 41,6953 36,0293 22,2754 Lempung HT 3 35,2479 42,6464 22,1057 Lempung HT 4 38,0215 39,8434 22,1352 Lempung KC1 56,4512 31,9178 11,6311 Lempung KC2 52,3648 32,6950 14,9402 Lempung KC3 42,7820 44,5788 12,6392 Lempung KC4 46,6707 43,0015 10,3279 Lempung KM1 39,8647 40,9836 19,1517 Lempung KM2 42,8669 43,1064 14,0267 Lempung KM3 47,6216 42,2907 10,0877 Lempung KM4 41,6369 41,7493 16,6138 Lempung KP1 50,0657 30,3597 19,5746 Lempung KP 2 43,5521 39,4909 16,9569 Lempung KP 3 42,5951 41,2565 16,1484 Lempung KP 4 55,5220 32,6419 11,8361 Lempung

Dapat dilihat bahwa pada ke empat penggunaan lahan dan pada ke empat kemiringan lereng memiliki distribusi ukuran partikel dengan kelas tekstur adalah lempung. Kelas tekstur yang relatif sama dari keempat penggunaan lahan menunjukkan bahwa penggunaan lahan tidak mempengaruhi zarah tanah karena pembentukan tekstur lebih dipengaruhi oleh iklim. Selain itu keempat penggunaan lahan tersebut diperkirakan berasal dari bahan induk yang sama yang memerlukan rentang waktu yang lama dalam proses perubahannya dan hal ini berhubungan dengan proses pelapukan, baik pelapukan fisika maupun kimia. Sejalan dengan pendapat Darmawidjaya (1990) bahwa tidak berbedanya kelas tekstur pada beberapa satuan lahan disebabkan oleh satuan lahan tersebut mempunyai bahan induk yang sama, di samping itu tekstur tanah merupakan sifat tanah yang sangat sukar mengalami perubahan. Di dukung oleh pendapat Soepardi (1983) bahwa proses pembentukan tanah melalui pelapukan batuan dan mineral membutuhkan waktu yang lama yaitu diperkirakan antara 100-200 tahun.

(11)

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan analisis data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sifat fisik tanah seperti BV, TRP, distribusi pori, stabilitas agregat, persen agregasi, permeabilitastanah, dan kandungan bahan organik tanah paling baik pada lahan hutan, dan mengalami penurunan berturut-turut dari kebun kulit manis, kebun kopi dan kebun campuran. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan usaha tani menyebabkan penurunan sift fisika tanah.

2. Makin besar kelerengan dari 3 – 8 %, 8 – 15 %, 15 -25 % dan > 25 % berturut-turut menyebabkan penururna sifat fisika tanah pada semua penggunaan lahan yang diteliti.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini didasarkan pada sebagian hasil penelitian dari Proyek Hibah Bersaing Tahun 2007 yang didanai oleh DIKTI., oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak DIKTI bidang penelitian yang telah mendanai penelitian ini. Kepada aparat Kecamatan Gunung Kerinci yang telah membantu penulis dalam kelancaran pelaksanaan penelitian pennulis ucapkan terima kasih banyak. Juga tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada petani di Kecamatan Gunung Kerinci di Desa Siulak Tenang khususnya untuk fasilitas penelitian lapangan

DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2006. PengawetanTanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian.

Institut Pertanian bogor.

Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai . Fakultas Pertanian – Lembaga Ekkologi Universitas Padjajaran. Gadjah Mada Universty Press.

Endriani. 2007. Studi degradasi tanah Andisol berlereng melalui pendekatan besar erosi di Sub DAS Siulak Tenang Kabupaten Kerinci. Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Endriani, Zurhalena dan Refliaty. 2003. Perbaikan sifat fisika tanah Ultisol dan hasil tanaman melalui pemberian pupuk bokashi. Prosiding Buku I. Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Padang, 21-23 Juli 2003.

(12)

Hidayat,A dan A. Mulyani. 2005. Lahan kering untuk pertanian. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Balitbangtan Departemen Pertanian.

Partosedono, R.S. 1977. Effect of man’s activitry on erosion in erosion in rural environments and a feasibility study for rehabilitation. In Publ. No.113 : 53-56. Paris.

Saidi, A. (2000) Kajian degradasi tanah di Sub DAS Sumani Solok Sumatera Barat. Makalah pada Kongres Masyarakat Konservasi Tanah Indonesia. Medan 26-27 Mei 2000. Saidi, A dan A. Rostim 2003. Kajian sifat fisika dan kimia tanah di bawah beberapa jenis

penggunaan lahan di lereng Gunung Tandikat Kabupaten Padang Pariaman. Dalam

Prosiding Kongres Nasional VIII HITI, Padang 21-23 Juli 2003.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB. Bogor. Kurnia, U, Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan

Kering. Dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Berlereng. Balitbangtan Departemen Pertanian.

Utami, S R; Widianto, D. Suprayogo. (2004). Apakah penghutanan kembali dapat memulihkan fungsi hidrologis hutan alam ?.( Kasus di Sumberjaya Lampung Barat). Dalam Prosiding Kongres Nasional V MKTI dan Seminar Degradasi Hutan dan Lahan. Universitas Gajah Mada..

Vadari, T dan F. Agus. 2003. Pengelolaan lahan dan hubungannya dengan hasil sediment dan hasil air pada skala tampungan mikro. Dalam Pprosiding Kongres Nasional VIII HITI, Padang 21-23 Juli 2003.

Gambar

Gambar 2.  Site Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Zat-zat organik yang berasal dari air bilasan ruang bedah dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik, atau langsung dibuang ke saluran pembuangan umum akan sangat berbahaya

Batuan metamorf (batuan malihan) adalah salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau ubahan dari suatu tipe batuan yang telah

Berdasarkan dari hasil kajian data sekunder, penelitian lapangan dan analisis laboratorium dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara batuan volkanik dengan

Pengawasan Pemerintah terhadap Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Kabupaten Temanggung, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

Tertanggung, maka Chubb akan membayar kepada ahli waris Tertanggung berupa Santunan Bulanan Keperluan Rumah Tangga untuk 12 bulan, sebagaimana ditetapkan dalam Daftar

(2002) tersebut, pada penelitian ini dilakukan analisis untuk mendeteksi akumulasi transkrip mRNA EGAD1 pada bunga dan buah kelapa sawit normal dan abnormal asal kultur

5.4 Apabila Penyelenggara bandar udara ( Aerodrome) tidak dapat memenuhi ketentuan atau persyaratan atau prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Manual of Standard, Direktorat

Tujuan penulis dalam membuat tugas akhir dengan judul Perancangan Kampanye Sosial Meningkatkan Kesadaran Penilaian Pria Terhadap Cara Berpakaian Wanita agar dapat