• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sikap Keberagamaan

1. Pengertian Sikap Keberagamaan

Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap melakukan atas aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya. Semua aktivitas dilakukan berdasarkan keyakinan hati dilandasi dengan keimanan (Rodliyatun 2001:9).

Manusia dalam setiap kehidupan dan prilaku harus selalu selaras dengan apa yang diyakini dalam agama sehingga tidak tersesat kedalam hal yang merugikan atau menjerumuskan dalam kehidupanya

Sikap keberagamaan menurut Jalaluddin (2012:318) adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatan terhadap agama. Sikap keberagamaan tersebut adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Sikap sebagai suatu tingkatan afeksi yang baik bersifat positif maupun negatif dalam hubungan objek-objek psikologis, Afeksi positif adalah afeksi senang sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan.

Menurut Gerungan dalam Agus (2015:9) attitude itu dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap obyek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap obyek.

(2)

Jadi attitude itu lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap sesuatu.

Menurut Mar”at, dalam Jalaludin (2012:260), sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang dan tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian sikap merupakan interaksi dari komponen tersebut secara kompleks.

Sehingga manusia mampu menyaring setiap tingkah lakunya dalam kehidupan sehingga apa yang akan dilakukan tidak bertentangan dengan norma sosial manusia yang komplek.

Merujuk kepada rumusan di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang. Tiga komponen psikologis dalam bersikap yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang bekerja secara kompleks merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap suatu objek baik yang berbentuk kongkrit maupun objek yang abstrak, komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Komponen afeksi dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek dan bagaimana bentuk sikap keberagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan komponen kognisi, afeksi, konasi seseorang dengan masalah-maasalah yang menyangkut agama (Jalalluddin, 2012:260).

(3)

Sikap menurut Zanna dan Rempel adalah reaksi evaluative yang disukai atau tidak terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukan kepercayaan, perasaan, atau kecendrungan prilaku seseorang. Sedangkan Sikap menurut Eagly dan Chaiken adalah tedensi psikologis yang diekpresikan dengan mengevaluasi tertentu dengan beberapa derajat kesukaan atau ketidak sukaan Sarwono (2009:45).

Sikap Menurut Thurstone adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubunganya dengan objek-objek psikologis, afeksi positif yaitu afeksi senang, sedangkan afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan, dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai-bagai macam sikap, dapat menimbulkan macam-macam tingkatan afeksi pada seseorang (Walgito 2003:109).

Sikap keberagamaan adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan denganya.

Sedangkan menurut Brehm dan Kassin sikap didefenisikan sebagai sebuah kombinasi dari reaksi afektif, kognitif dan perilaku terhadap suatu objek tertentu dan perilaku terhadap suatu objek tertentu. Sementara Judd membagi sikap atas tiga komponen yaitu:

1. Sikap merupakan reaksi afektif yang bersifat positif, negatif atau campuran antara keduanya mengandung perasaan kita terhadap suatu objek.

(4)

2. Kecendrungan bersikap dengan cara tertentu terhadap suatu objek tertentu.

3. Reaksi kognitif sebagai penilaian kita terhadap suatu objek yang di dasarkan pada ingatan, pengetahuan dan kepercayaan yang relevan.

Karena antara tiga komponen sikap tersebut kadang tidak konsisten dan dipandang terlalu kompleks, maka muncul pandangan yang lebih sederhana sikap di defenisikan sebagai suatu penilaian positif atau negatif terhadap suatu objek tertentu yang diekspresikan dengan intensitas tertentu (Rahman 2013:123).

Berdasarkan teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap keberagamaan merupakan penyatuan secara kompleks antara pegetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan. Agama dalam kehidupan idividu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan beragama yang dianutnya, Sebagai sistem nilai agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas. Manusia memiliki bentuk sistem nilai tertentu, sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan dan masyarakat luas.

(5)

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dengan cara tertentu yang di pilihnya.

Sedangkan kematangan dalam beragama adalah kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama Jalaludin (2005: 119).

Jadi kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang di anutnya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Komponen-komponen sikap

Menurut Sarwono (2009:23) sikap adalah konsep yang di bentuk oleh tiga komponen yaitu :

1. Kognitif

Komponen kognitif berisi semua pemikiran serta ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap ide-ide tersebut meliputi tanggapan, keyakinan dan kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek sikap. 2. Afektif

Komponen afektif dari sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap objek sikap.

(6)

3. Perilaku

Komponen perilaku dapat diketahui melalui respon subjek yang berkenan dengan objek sikap respon yang dimaksud bisa berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa intens atau untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap.

Sedangkan komponen-komponen sikap yang membentuk struktur sikap menurut Myers dan Gerungan dalam (Walgito 2003: 111) sebagai berikut :

a. Komponen kognitif (komponen perseptual) yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana mana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah sikap yaitu positif dan negatif.

c. Komponen konatif (komponen perilaku) yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan betindak atau berprilaku seseorang terhadap objek sikap.

Sikap bisa didefenisikan sebagai kombinasi dari reaksi kognitif, afektif dan kecendrungan perilaku atau sebagai penilaian positif dan

(7)

negatif terhadap suatu objektif tertentu, bagaimana sikap didefenisikan berpengaruh pada struktur sikap. Isi sikap bisa berupa kognisi, afeksi, kecendrungan berprilaku ataupun penilaian. Sejauh mana konsistensi isi sikap akan berpengaruh pada kekuatan sikap, struktur memori yang berhubungan dengan sikap. Struktur sikap berpengaruh pada sejauh mana suatu sikap mudah terakses atau tidak (Rahman 2013:149).

Melihat dari uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga komponen sikap keberagamaan menciptakan nuansa tertentu yang dapat menjelaskan perbedaan sikap orang-orang terhadap objek sikap yang sama.

3. Pembentukan Sikap

Sikap manusia bukan sesuatu yang melekat sejak lahir tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan hidupnya. Sikap dibentuk melalui proses belajar sosial, yaitu proses dimana individu memperoleh informasi, tingkah laku atau sikap baru dari orang lain.

Sikap dibentuk melalui empat macam pembelajaran sebagai berikut:

1. Pengkondisian klasik (classical conditioning: learning based on association)

Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus/rangsangan yang lain, sehingga rangsangan yang pertama menjadi suatu isyarat bagi rangsangan yang kedua, lama kelamaan

(8)

orang akan belajar jika stimulus pertama muncul, maka akan diikuti oleh stimulus kedua.

2. Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning).

Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut akan diulang kembali. Sebaliknya bila perilaku mendatangkan hasil yang tidak menyenangkan bagi seseorang maka perilaku tersebut tidak diulang lagi atau dihindari.

Instrumental conditioning bentuk dasar dari pembelajaran

dimana respons yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat.

3. Belajar melalui pengamatan (observational learning, learning by example)

Proses pembelajaran dengan cara mengamati prilaku orang lain, kemudian dijadikan sebagai contoh untuk berperilaku serupa. Banyak perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena mengamati perbuatan orang lain.

Keseharian manusia, banyak sikap yang terbentuk karena aktif melihat yang terjadi di lingkungan tempat tinggal yang menjadi kebiasaan dalam lingkungan, sehingga menimbulkan anggapan bahwa orang lebih mudah di pengaruhi dari pada diri sendiri.

(9)

4. Perbandingan sosial ( social comparison)

Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk mengecek apakah pandangan mengenai sesuatu hal adalah benar atau salah disebut perbandingan sosial. Manusia cendrung menyamakan dirinya dengan mengambil ide-ide dalam bersikap ( Sarwono,2009:57).

4. Ciri-ciri sikap

Seperti yang telah dipaparkan bahwa sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku. Walaupun demikian sikap mempunyai segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong yang lain. Ada beberapa ciri atau sifat dari sikap tersebut adapun ciri-ciri sikap itu adalah:

a. Sikap tidak dibawa sejak lahir

Bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap-sikap tertentu terhadap sesuatu objek, karena sikap-sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan, oleh karena sikap itu terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan karena sikap itu dapat berubah. Walaupun demikian sikap itu mempunyai kecenderungan adanya sifat yang agak tetap, seperti yang di kemukakan oleh Kimbal Young dalam (Walgito 2003: 114).

(10)

b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau di pelajari dalam hubunganya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut.

c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek.

Manusia yang bersikap negatif pada seseorang, orang tersebut akan mempunyai kecendrungan untuk menunjukan sikap yang negatif pula kepada kelompok dimana seseorang tersebut tergabung didalamnya. Terlihat adanya kecendrungan untuk menggeneralisasikan objek sikap.

d. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar

Secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah dan kalaupun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Tetapi sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam ada dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah.

e. Sikap mengandung perasaan dan motivasi

Sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang

(11)

menyenangkan tetapi juga dapat bersifat negatif (yang tidak menyenangkan terhadap objek tersebut. Di samping itu sikap juga mengandung motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang dihadapinya (Walgito,2003:131).

Penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa apabila seseorang juga mempunyai sikap tertentu terhadap objek maka untuk mengetahui sikap tersebut lebih jauh, kiranya perlu diketahui apa yang melatar belakangi sikap tersebut sikap yang diambil untuk mempertahankan ego atau juga instrument, sehingga orang akan tahu dengan baiknya sikap yang diambil oleh orang bersangkutan.

B. Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Masa dewasa madya adalah masa yang berlangsung dari umur dari umur 40-60 tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain, masa dewasa madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya dan kadang-kadang minat dan perhatianya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi ( Harlock 2004:320).

(12)

2. Karakteristik Dewasa Madya

Adapun karakteristik dewasa madya menurut Hurlock (2004:320) yaitu:

a. Dewasa madya

Dewasa madya adalah masa yang sangat menakutkan diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin terasa lebih menakutkan dilihat dari seluruh kehidupan manusia, oleh karena itu orang-orang dewasa tidak akan mengakui bahwa mereka telah mencapai usia tersebut.

b. Usia madya merupakan masa transisi.

Seperti hal nya masa puber, yang merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja dan kemudian dewasa, usia madya memasuki masa di mana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku baru, bahwa periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan keperkasaan dan wanita dalam kesuburan. Transisi senantiasa berarti penyesuaian diri terhadap minat, nilai dan pola perilaku yang baru. Pada usia madya, cepat atau lambat semua orang dewasa harus melakukan penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani dan harus menyadari bahwa pola perilaku pada dewasa mudanya harus diperbaiki secara radikal. Penyesuaian untuk mengubah peranan bahkan lebih sulit dari pada penyesuaian untuk mengubah kondisi jasmani dan minat.

(13)

c. Usia madya adalah masa stres

Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila di sertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cendrung merusak homeostasis fisik dan fisiologis seseorang dan membawa ke stress, suatu masa bila sejumlah penyesuaianya yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.

d. Usia madya adalah masa berbahaya

Ciri keempat dari usia madya adalah bahwa umumnya usia ini dianggap atau dipandang sebagai usia yang berbahaya dalam rentang kehidupan. Cara biasa menginterpretasi usia berbahaya ini berasal dari kalangan pria yang ingin melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki usia lanjut. Seperti dikemukakan oleh acher dalam buku Elizabet Harlock, (2004:321) dijelaskan, Terhadap apa saja yang ada di sekelilingnya kelihatan bahwa orang berusia madya berusaha mencari percontohan kegiatan dan pengalaman baru. Periode ini dapat dramatisasi dengan lolosnya episodik kedalam hubungan ekstra – material, atau dengan bentuk alkoholisme. Bagi beberapa orang krisis usia madya dapat berakhir dengan kesusahan yang permanen dan semakin pendeknya usia mereka.

e. Usia madya adalah usia canggung

ini dikenal dengan istilah usia serba canggung sama seperti remaja, bukan anak-anak dan bukan juga dewasa, demikian juga pria

(14)

dan wanita berusia madya bukan muda lagi tapi bukan juga tua. Franzblau dalam buku (jalalludin 2012:322) mengatakan bahwa orang berusia madya seolah-olah berdiri diantara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi warga senior.

f. Usia madya adalah masa berprestasi

Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis dimana baik generasivitas kecendrungan untuk menghasilkan-maupun stagnasi kecendrungan untuk tetap berhenti akan dominan. Menurut Erikson, selama usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi.

g. Masa madya merupakan masa evaluasi

Bahwa usia ini terutama sebagai masa evaluasi diri, karena usia madya pada umumnya merupakan saat pria mencapai puncak prestasinya maka logislah apabila masa ini juga merupakan saat mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka semula dan harapan orang lain khususnya anggota keluarga dan teman. Sebagai hasil dari evaluasi. Archer lebih lanjut mengatakan usia madya nampaknya menuntut perkembangan perasaan yang lebih nyata dan berbeda dari orang lain, dalam perkembangan setiap orang memiliki ilusi mengenai apa dan bagaimana dirinya tanggung jawab lain pada usia madya menyangkut hal fantasi dan ilusi tersebut.

(15)

h. Usia madya dievaluasi dengan standar ganda

Bahwa masa itu dievaluasi dengan standar ganda, satu standar bagi pria dan satu lagi pada wanita walaupun perkembanganya cendrung mengarah kepersamaan peran antara pria dan wanita baik di rumah, perusahaan, perindustrian, profesi, maupun dalam kehidupan sosial.

i. Usia madya merupakan masa sepi

Masa ini adalah masa ini dialami masa sepi (empty nes), masa ketika anak-anak tidak lama lagi tinggal bersama orang tua.

j. Usia madya merupakan masa jenuh

Periode ini merupakan masa yang penuh dengan kejenuhan banyak atau hampir seluruh pria dan wanita mengalami kejenuhan pada akhir usia tiga puluhan dan empat puluhan. Pada pria menjadi jenuh dengan dengan kegiatan rutin sehari-hari dan bersama kehidupan keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan.

3. Tugas-tugas Perkembangan Pada Usia Madya

a. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik tugas ini meliputi untuk mau melakukan penerimaan akan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada dewasa madya.

b. Tugas-tugas yang berkaitan dengan perubahan minat orang yang berusia madya seringkali mengasumsikan tanggung jawab warga Negara dan sosial serta mengembangkan minat pada waktu luang yang

(16)

berorientasi pada kedewasaan pada tempat-tempat kegiatan yang berorintasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada dewasa dini. c. Tugas-tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan tugas ini

berkisar pada pemantapan dan pemiliharaan standar hidup yang leratif mapan.

d. Tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga tugas penting dalam kategori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seseorang sebagai pasangan, menyesuaikan diri dengan lanjut usia dan membantu anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia (Hurlock 2004:325).

Sifat-sifat yang berlawanan pada dewasa tengah baya berkaitan rasa harga diri, kualitas hubungan, hubungan sosial serta fungsi mental seseorang. Sikap yang berlawanan yang dikemukan adalah kebijaksanaan lawan kekuatan fisik, memandang orang lain sebagai person lawan memandang orang lain sebagai objek seks, fleksibilitas relasional lawan penyempitan relasional. Suatu fase peralihan diantara fase ketujuh dan fase kedelapan dalam teori Erikson. Vailant melukiskan sebagai pertentangan antara mempertahan sesuatu yang bermakna, pertengahan ini harus dilihat dengan rangka interaksi antara generasi tengah baya yang akan memasuki masa tua dan generasi muda yang ada dalam dunia kerja dan ingin mengambil alih pria usia lanjut.

Segi positif pada krisis psikososial ini adalah kepedulian orang tua terhadap orang tua untuk mempertahankan pandangan mereka yang

(17)

bijaksana itu dan meneruskanya kepada kaum muda sebagai bekal perkembangan mereka yang sehat segi yang negatif adalah sikap kaum tua yang rigid yaitu sikap tidak mau menerima pandangan orang lain, khusus pandangan kaum muda, kaku dalam berpikir dan bertindak. Sikap ini menghambat kemajuan yang ada dalam masyarakat yang telah berkembang.

C. Sikap Keberagamaan Dewasa Madya

Berdasarkan uraian di atas maka terbentuk sikap keberagamaan dewasa madya Menurut Mustafa (2016:87) sikap keberagamaan terbagi menjadi delapan ciri yaitu:

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang bukan sekedar ikut-ikutan, cendrung bersifat realitas sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

2. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.

3. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 4. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang Menerima kebenaran agama

berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang bukan sekedar ikut-ikutan, cendrung bersifat realitas sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

(18)

5. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.

6. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 7. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas dan bersikap lebih

kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan hati nurani. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya dan disamping itu juga terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keberagamaan sudah berkembang.

8. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran Agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan hati nurani, Sikap keberagamaan cendrung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran Agama yang diyakininya dan disamping itu juga terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keberagamaan sudah berkembang.

Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa sikap keberagamaan itu merupakan keadaan di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

(19)

bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatanya terhadap Agama. Sikap keberagamaan ini merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan Agama, perasaan Agama serta tindakan dalam diri seseorang.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah umat yang tetap besar walaupun sudah dibangun dua gereja di Alam Sutera dan Melati Mas, rasa keadilan umat lebih banyak di luar gereja sekitar 1.000 umat dibanding di

P333 + P313 - Jika terjadi iritasi kulit atau ruam kulit: Dapatkan saran/ pertolongan medis P302 + P352 - JIKA TERKENA KULIT: Cuci dengan sabun dan air yang banyak.. P280 -

Dalam hal penanganan dari penyebaran virus tersebut peneliti membuat sebuah Sistem Informasi Buku Tamu Petrokimia Gresik Menggunakan Qr Code Berbasis Web yang

Penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa Mata Pelajaran Fiqih materi Zakat kelas IV semester 1

Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala karunia, nikmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan, memiliki rapor lengkap penilaian hasil belajar sampai dengan semester I tahun terakhir, dan atau